Hari ini satu bab dulu ya hehe, besok 2 bab lagi dan maaf telat~ Jangan lupa komennya yaaa~
***"Jadi apa hubungan lo sama Mbak Nada?"Berhasil mengambil kembali ponsel, Diandra diserang bingung setelah pertanyaan tersebut dilontarkan Gian. Tak tahu harus menjawab apa, itulah dirinya sekarang karena setelah panggilan dari Nada diketahui sang sahabat, otaknya blank.Tak menyangka Nada akan menghubunginya semalam ini, itu pula yang Diandra pikirkan sekarang sehingga alih-alih menjawab, yang dilakukannya sekarang justru diam sambil berpikir."Di.""Ada kalian ternyata?"Spontan menoleh, itulah yang Diandra dan Gian lakukan setelah suara Juan terdengar dari ambang pintu. Tak sendiri, pria itu bersama Senja dan tak bohong, Diandra lega karena kedatangan pasangan suami istri tersebut akan membuat fokus Gian beralih."Mas Juan," panggil Gian."Kirain ada apa berisiknya sampe ke dapur, ternyata orang lagi pacaran," kata Juan lagi."Pacaran apa? Orang kita cuman nongkrong aja," kata Gian."Iya
***"Mas Juan, Kak Senja, makasih banyak ya sekali lagi makanannya. Habis makan banyak, aku kayanya bakalan pules banget nih tidur."Siap berpisah di dekat tangga, ucapan tersebut Diandra lontarkan pada Senja dan Juan. Makan bersama selesai, mereka memang siap kembali ke kamar.Tanpa Gian, Diandra hanya bersama Senja dan Juan setelah adik bungsu Juan itu pamit lebih dulu untuk ke kamar mandi, dan tak ada keributan, suasana di dapur pasca kepergian Gian bisa dibilang aman."Sama-sama, Di," kata Senja. "Selamat tidur ya. Semoga nyaman di sini.""Iya, Kak," ucap Diandra. "Kak Senja dan Mas Juan juga selamat tidur."Tak menjawab dengan ucapan, Senja hanya tersenyum sebagai respon sebelum akhirnya naik. Berjalan di tangga, perempuan itu berpegangan tangan dengan Juan dan apa yang dia lakukan diam-diam diperhatikan."Mesra banget kaya mau nyebrang," celetuk Diandra dengan senyuman miring. "Lagian Mas Juan suka anak-anak juga ternyata. Gue pikir sukanya perempuan dewasa kaya Kak Mentari."Pua
***"Selamat pagi, semuanya."Dengan senyuman merekah, sapaan tersebut Diandra lontarkan ketika tiba di dapur. Datang pukul tujuh, pagi ini dia mendapati semua anggota keluarga Juan di meja makan dan tak ada yang bersikap buruk, semua menyambutnya dengan sangat baik."Pagi, Di," sapa Senja."Pagi, Kak Di," sapa Kiran."Pagi, Kak Diandra," sapa Caca. "Senang deh bisa lihat Kak Diandra main ke sini lagi. Caca kangen.""Wih, dikangenin sama adek kecil," ucap Diandra sambil mendekat. "Apa kabarnya kamu adek kecil? Udah masuk SD, kan, ya?""Udah, Kak, kelas satu," ucap Caca."Keren," sapa Diandra."Kak Di ke mana aja jarang main?" tanya Kiran. "Dulu waktu SMA kayanya sering banget ke sini.""Biasalah, Ki, sibuk.""Sibuk cari Om-om," celetuk Gian yang nampak santai dengan ponsel."Apa sih?" tanya Diandra. "Enggak usah cari gara-gara deh, masih pagi.""Gian naksir itu sama k
***"Gi, kok diem?"Setelah menunggu jawaban dari Gian, pertanyaan tersebut lantas Diandra lontarkan pada sang sahabat. Bukan tanpa alasan, dirinya bertanya demikian usai Gian tak kunjung menjawab apa yang dia pertanyakan.Padahal, beberapa detik lalu dirinya bertanya tentang alasan Gian bersikap sinis padanya pagi ini yang membuat Diandra tak nyaman.Ya, tak diam saja, Diandra memang langsung masuk ke kamar setelah ditinggal Gian begitu saja. Merasa percuma jika menghampiri pria itu langsung, dia memutuskan untuk menghubungi sang sahabat lewat telepon dan tak ditolak, panggilannya dijawab."Gi, lo pu ... lah?"Refleks mengerutkan kening, itulah yang dilakukan Diandra setelah Gian memutuskan sambungan telepon secara sepihak, membuat dia jelas dilanda heran."Ini Gian kenapa sih sama gue?" tanya Diandra kesal. "Mendadak sinis, ditelepon malah dimatiin, terus ... ah! Nyebelin! Perasaan semalam dia baik-baik aja deh sama gue. Kenapa sekarang mendadak gini coba?"Tak menemukan jawaban untu
***"Mas."Setelah sejak tadi fokus menonton tayangan televisi, panggilan tersebut lantas Senja lontarkan pada Juan. Tak jauh, posisi sang suami sendiri rapat dengannya sehingga tanpa lama menunggu, jawaban didapat."Ya, kenapa?""Kamu sadar enggak kalau pagi ini Gian beda?" tanya Senja—membuat Juan menoleh dengan kerutan di kening yang seketika terbentuk."Beda gimana maksud kamu?" tanya Juan. "Aku pikir sama aja.""Beda, Mas," kata Senja si super peka yang sangat menyadari sikap sang adik ipar pagi ini berbeda dari biasanya. "Gian tuh emang kan suka bercanda gitu sama Diandra. Nah, aku ngerasa pagi ini tuh ucapan demi ucapan ke Diandra beda.""Bedanya apa?""Lebih pedes," kata Senja. "Biasanya emang frontal, tapi enggak tahu kenapa dari nada bicara bahkan cara Gian lihat Diandra, dia tuh kaya simpan kesel gitu. Padahal, semalam yang aku lihat muka Gian pas bercanda tuh santai.""Masa sih?" tanya Juan.
***"Thank you ya buat semua bajunya. Lumayan juga punya baju ganti sampe nanti bisa balik ke rumah."Sambil berjalan menuju pintu, ucapan tersebut Diandra lontarkan pada Nada. Hampir dua jam menetap, dia memang memutuskan untuk berpamitan setelah sang pemilik unit meminta Diandra pulang.Bukan berniat mengusir, Nada menyarankan Diandra kembali ke rumah Juan agar bisa kembali modus karena katanya setiap weekend, pria itu dan keluarganya selalu menyempatkan untuk makan siang bersama sehingga Diandra jelas harus hadir.Diandra keberatan? Jawabannya adalah tidak. Sadar akan tujuannya berada di rumah Juan, dirinya manut sehingga sambil membawa paper bag berisi beberapa pasang baju, Diandra siap pulang ke rumah Juan."Sama-sama," kata Nada. "Modus yang lancar ya. Semakin sering kamu deketin Juan, semakin gampang juga nanti bikin Senja percaya soal kalian.""Aman," kata Diandra. "Kalau nanti mau nanyain, chat dulu jangan telepon. Awas
***"Wih, ada sayur asem. Enak nih kayanya sama ikan asin terus sambel."Datang ke meja makan setelah sebelumnya terlelap di sofa, ucapan tersebut Juan lontarkan pada Senja yang nampak sibuk menata meja makan.Entah sejak kapan istrinya itu memasak, Juan sendiri tak tahu. Namun, yang jelas usai melihat makanan di atas meja rasanya dia akan makan dengan lahap ketika nanti waktunya tiba.Sabtu dan minggu, Senja dan Juan memang selalu mengusahakan berkumpul ketika waktu makan siang tiba. Bukan tanpa alasan, hal tersebut dilakukan karena di hari senin sampai jumat, orang-orang di rumah hanya berkumpul di meja setiap pagi dan malam sehingga sabtu dan minggu jika tak ada acara, semua orang diharuskan hadir."Tenang, ada kok," kata Senja. "Nanti yang banyak ya makannya. Ada kerupuk juga enak tuh.""Pasti," ucap Juan. "Tanpa diminta, aku pasti makan banyak karena makanan kamu enggak pernah mengecewakan.""Berterimakasihlah sama
***"Jebak balik Mbak Nada."Cukup terkejut usai mendengar penuturan Gian, itulah yang terjadi pada Diandra setelah sebelumnya bertanya tentang rencana yang dibuat sang sahabat.Tak menyangka Gian bisa bersikap jahat, hal tersebut juga terbersit di benak Diandra. Namun, memang semuanya sepadan karena rencana Nada untuk menjebak Juan pun bisa dibilang keterlaluan."Caranya gimana?" tanya Nada setelah membisu selama beberapa detik usai mendengar ucapan Gian."Lo datang ke apartemen Mbak Nada terus kasih dia obat tidur," kata Gian—mengungkap rencana yang dia susun sejak tadi pagi. "Setelah Mbak Nada tidur, lo bawa cowok buat masuk terus suruh dia buka baju dan rebahan di samping Mbak Nada. Enggak cuman cowoknya, Mbak Nada juga bajunya harus dilepas dan ya ... habis itu lo foto.""Oh, jadi enggak sampe nidurin beneran?""Ya enggak," kata Gian. "Gue enggak sesadis itu sampai bikin Mbak Nada kehilangan kegadisannya. Gue cuman
***"Ah, akhirnya acara aqiqah Tian berjalan dengan lancar ya, Mas. Rasanya baru kemarin deh dia lahir, tapi ternyata udah dua minggu yang lalu."Tersenyum sambil memandang para tamu yang kini pergi meninggalkan rumahnya, ucapan tersebut lantas Senja lontarkan pada Juan. Tak berada di dalam, saat ini dia dan sang suami masih berada di teras karena memang setelah acara selesai, keduanya mengantar para tamu seraya mengucapkan terima kasih.Dua minggu pasca melahirkan, Senja dan keluarga sepakat untuk mengadakan acara aqiqah baby Tian. Tak digelar di gedung, Senja dan Juan sepakat mengadakan acara di rumah.Mengundang para tetangga komplek, acara berlangsung dengan lancar dan tak sedikit, tamu yang diundang pun cukup banyak karena dari banyaknya tetangga yang diberitahu, hampir semua datang sore ini ke rumah Juan."Iya, akhirnya acara berjalan dengan lancar," kata Juan. Menoleh kemudian memandang Senja, dia kemudian berkata, "Semoga Tian seh
***"Welcome home, Mama Senja!"Membulatkan mata dengan raut wajah kaget, itulah Senja setelah sambutan tersebut didapatkannya dari orang-orang yang siang ini menyambut di ruang tengah.Dua hari menetap, Senja dan sang bayi memang diizinkan pulang hari ini untuk menjalani pemulihan di rumah. Tak dijemput siapa pun, Senja pulang berdua saja dengan Juan dan jujur dirinya sedih, karena dia pikir orang-orang rumah akan menjemputnya, mengingat kepulangan dia bukan di hari kerja melainkan hari libur.Tak menunjukan kesedihan, Senja terus berusaha tersenyum selema di jalan hingga ketika tiba di rumah, kehadiran dua mobil yang tak asing untuknya membuat dia bertanya-tanya.Bukan mobil Juan ataupun Gian, yang dilihat Senja adalah mobil Davion juga kedua orang tuanya sehingga dengan rasa penasaran yang tiba-tiba melanda, Senja bertanya.Namun, alih-alih memberikan jawaban, Juan justru meminta dia untuk masuk sehingga sambil menggendong san
***"Ayo, Bu, coba dorong."Bersandar pada bed, yang sejak tadi dia tempati, Senja menoleh ke arah Juan sebelum kemudian mengambil ancang-ancang. Menutup rapat mulutnya seperti yang disarankan, Senja mulai mengejan sekuat tenaga sambil berpegangan pada sang suami.Bukaan lengkap setelah menunggu selama beberapa jam, persalinan Senja memang segera dilakukan. Aman untuk melahirkan secara normal, Senja membiarkan tubuhnya kesakitan karena gelombang cinta yang beberapa waktu lalu datang, dan sekarang perempuan itu kembali berjuang.Bayi yang dikandung tak langsung keluar dalam sekali ejanan, Senja menjatuhkan punggungnya di bed dengan napas terengah. Beristirahat sejenak, itulah yang dia lakukan sekarang sementara dokter sibuk memeriksa sesuatu."Kuat ya, kamu pasti bisa," ucap Juan yang terus berada di samping Senja. "Doain ya, Mas," pinta Senja yang dijawab senyuman oleh sang suami."Pasti."Waktu istirahat seles
***"Gi, anak kita lucu."Berdiri persis di samping inkubator, ucapan tersebut Diandra lontarkan dengan perasaan yang terasa begitu hari. Melahirkan beberapa jam lalu, sore menjelang malam Diandra meminta untuk dibawa ke ruang Nicu. Dioperasi menggunakan metode yang cukup bagus, perempuan itu sudah mampu berdiri bahkan duduk sehingga setelah meminta izin pada Dokter, Gian membawa istrinya itu menemui sang putra.Lahir dengan tubuh yang sangat mungil, putra pertama Gian dan Diandra terlihat persis seperti sang ayah, Gian. Memiliki hidung mancung, dua alis yang tak terlalu tebal kemudian rambut hitam, bayi mungil tersebut nampak begitu baik sehingga meskipun harus menetap di inkubator hingga kondisi dan berat badan stabil, Gian mau pun Diandra lega karena sejauh ini, tak ada kelainan yang ditunjukan Pradikta atau yang lebih akrab disapa baby Dikta."Mirip banget sama aku enggak sih?" tanya Gian yang setia di samping Diandra, guna berjaga-j
***"Gimana, Dok? Apa istri saya harus lahiran sekarang karena ketubannya udah pecah?"Melihat dokter selesai memeriksa Diandra, pertanyaan tersebut lekas Gian lontarkan dengan raut wajah yang cukup tegang.Mendapat kabar tentang Diandra yang tiba-tiba mengalami pecah ketuban, Gian memang sigap membawa istrinya itu ke rumah sakit terdekat. Meskipun Diandra tak merqsa kesakitan, Gian membawa perempuan itu ke IGD sehingga tanpa perlu menunggu lama, penanganan pun dilakukan dengan cepat."Betul sekali, Pak," kata sang dokter, memberi jawaban. "Karena air ketuban yang tersisa hanya tinggal sedikit, istri Bapak harus segera melahirkan bayinya dan demi mencegah sesuatu yang tidak diinginkan, kami akan melakukan tindak operasi secepatnya. Apa bapak setuju? Jika iya, nanti berkas-berkasnya disiapkan pun dengan ruang operasi.""Kalau itu yang terbaik, saya setuju, Dokter," ucap Gian. "Tapi usia kandungan istri saya baru dua puluh sembila
***"Silakan dinikmati basonya ya, Mbak, Kak, Dek, semoga bakso buatan Mamang cocok di lidah kalian."Sambil menyimpan satu persatu mangkuk bakso di atas meja makan, ucapan tersebut lantas Juan lontarkan untuk istri dan kedua anaknya yang sejak beberapa menit lalu menunggu di sana.Tak bisa menolak ngidam Senja yang katanya ingin bakso buatan dia sendiri, Juan mendadak cosplay menjadi mang bakso komplek. Membuat adonan bakso kemudian mengolahnya menjadi bulatan kecil dan sedang, semua dia lakukan sendiri tanpa bantuan siapa pun.Tak hanya membuat bakso, Juan juga berpakaian seperti tukang bakso demi mengabulkan keinginan Senja. Kaos abu pendek, celana pendek juga topi bulat dan handuk, semuanya dia pakai dan hal tersebut membuat Senja bahagia, sehingga meskipun harus menunggu satu jam lebih bakso yang diinginkannya jadi, perempuan itu tak bosan sama sekali."Waw," ucap Kirania takjub. "Udah cocok kayanya Papa jadi tukang bakso. Persis bua
***"Menurut Papa?"Menyipitkan mata dengan emosi yang semakin naik, itulah Juan setelah pertanyaan tersebut dilontarkan sang putri, usai dirinya bertanya tentang testpack yang ditemukan di atas meja belajar Kirania.Tak ada panik, gadis itu terlihat tenang dan hal tersebut jelas membuat Juan penasaran karena jika memang Kirania hamil, seharusnya rqsa panik melanda karena bukan hal sepele, hamil di usia belia terlebih masih pelajar adalah sebuah masalah yang sangat besar."Kamu ditanya tuh jawab, bukan balik nanya," desis Juan. "Mau Papa pukul?""Pukul apa maksud kamu?"Bukan Kirania, yang bertanya adalah Senja yang tahu-tahu berada di ambang pintu. Tak kalah serius dari Juan, perempuan itu kini menatap intens sang suami sebelum akhirnya bertanya,"Kamu lagi ngapain Kiran? Kok pake nyebut pukul segala? Berani emang kamu pukul anak aku?""Aku nemuin tespack di meja belajar Kiran, Senja, dan ini aku lagi nanya," k
***"Halo."Refleks melengkungkan senyuman, itulah yang Kirania lakukan setelah suara berat Davion terdengar dari telepon. Tak lagi di kamar sang papa, saat ini dia memang sudah kembali ke kamarnya dan tak diam saja, Kiranua menghubungi sang kekasih dengan tujuan; mengajak Davion datang ke rumah hari sabtu nanti.Mendapat lampu hijau untuk berpacaran, Kirania tak sepenuhnya bebas karena sebelum melanjutkan hubungan dengan Davion, kebaikan dan ketulusan kekasihnya tersebut harus dipastikan dulu sehingga selain makan siang bersama, sabtu nanti katanya Juan akan mengajak mantan dari istrinya tersebut berdialog empat mata."Halo, Kak, ganggu enggak?" tanya Kirania. "Kali aja Kak Davi lagi nongkrong atau bahkan udah tidur gitu?""Enggak sih, enggak ganggu," kata Davion. "Aku barusan kebetulan lagi main game. Jadi aman.""Lho, keganggu dong itu, Kak?" tanya Kirania. "Kalau ada panggilan pas main game kan nanti gamenya kepause. Iya engg
***"Putus."Kompak memasang raut wajah kaget, itulah Senja dan Kirania setelah ucapan tersebut dilontarkan Juan dengan raut wajah seriusnya.Mengikuti saran Senja, malam ini Kirania jujur tentang hubungannya dengan Davion. Tak ada respon baik, Juan nampak tak suka mendengar kabar yang diberikan sang putri sehingga setelah Kirania menjawab serius tentang hubunganya dan sang kekasih, pria itu meminta sang putri putus."Maksud kamu apa, Mas?" tanya Senja yang membuat atensi Juan beralih."Ya putus," kata Juan. "Aku mau Kiran sama Davion putus. Apa enggak jelas ucapan barusan?""Enggak bisa gitu dong, Pa," kata Kirania yang membut Juan kembali memandangnya. "Aku cinta sama Kak Davion begitu pun sebaliknya. Jadi enggak ada tuh putus-putus.""Jadi kamu lebih pilih Davion dibanding Papa? Iya?" tanya Juan. "Kamu masih kecil, Kiran, bahkan tujuh belas tahun pun kurang. Bisa-bisanya pacaran sama orang dewasa. Aneh tahu enggak?"