***
"Wih, ada sayur asem. Enak nih kayanya sama ikan asin terus sambel."Datang ke meja makan setelah sebelumnya terlelap di sofa, ucapan tersebut Juan lontarkan pada Senja yang nampak sibuk menata meja makan.Entah sejak kapan istrinya itu memasak, Juan sendiri tak tahu. Namun, yang jelas usai melihat makanan di atas meja rasanya dia akan makan dengan lahap ketika nanti waktunya tiba.Sabtu dan minggu, Senja dan Juan memang selalu mengusahakan berkumpul ketika waktu makan siang tiba. Bukan tanpa alasan, hal tersebut dilakukan karena di hari senin sampai jumat, orang-orang di rumah hanya berkumpul di meja setiap pagi dan malam sehingga sabtu dan minggu jika tak ada acara, semua orang diharuskan hadir."Tenang, ada kok," kata Senja. "Nanti yang banyak ya makannya. Ada kerupuk juga enak tuh.""Pasti," ucap Juan. "Tanpa diminta, aku pasti makan banyak karena makanan kamu enggak pernah mengecewakan.""Berterimakasihlah sama***"Jebak balik Mbak Nada."Cukup terkejut usai mendengar penuturan Gian, itulah yang terjadi pada Diandra setelah sebelumnya bertanya tentang rencana yang dibuat sang sahabat.Tak menyangka Gian bisa bersikap jahat, hal tersebut juga terbersit di benak Diandra. Namun, memang semuanya sepadan karena rencana Nada untuk menjebak Juan pun bisa dibilang keterlaluan."Caranya gimana?" tanya Nada setelah membisu selama beberapa detik usai mendengar ucapan Gian."Lo datang ke apartemen Mbak Nada terus kasih dia obat tidur," kata Gian—mengungkap rencana yang dia susun sejak tadi pagi. "Setelah Mbak Nada tidur, lo bawa cowok buat masuk terus suruh dia buka baju dan rebahan di samping Mbak Nada. Enggak cuman cowoknya, Mbak Nada juga bajunya harus dilepas dan ya ... habis itu lo foto.""Oh, jadi enggak sampe nidurin beneran?""Ya enggak," kata Gian. "Gue enggak sesadis itu sampai bikin Mbak Nada kehilangan kegadisannya. Gue cuman
***"Gue gimana lo aja.""Malam ini bisa?"Cukup terkejut, itulah yang Diandra rasakan setelah mendengar pertanyaan dari Gian. Tak diam, selanjutnya dia bertanya,"Serius?" tanya Diandra."Ya serius kalau lo bisa," kata Gian. "Rencananya sederhana kok. Cuman perlu nyari cowok, datang ke apartemen Mbak Nada sambil bawa makanan terus gitu deh. Mbak Nada pingsan, lo bawa di ke kamar dan cekrek! Foto dia sama orang suruhan kita lo ambil. Udah kelar.""Ya kalau ngomong doang emang gampang, Gi," kata Diandra. "Realisasiinnya enggak semudah itu.""Emang apa yang susah?""Ya mastiin Mbak Tika ada di apartemen Mbak Nadalah," kata Diandra. "Lo pikir dia selalu ada di apartemen Mbak Nada setiap hari? Enggak kali. Jadi kalau emang mau jebak dua-duanya kita harus pastiin mereka ada di tempat yang sama pas gue datang.""Iya sih," kata Gian."Dan kemungkinan terbesar Mbak Tika ada di apartemen Mbak Nada tuh malam minggu, karena semalam aja dia nginap," kata Diandra. "Jadi mungkin enaknya tuh rencana
***"Wih, segar banget kayanya yang habis mandi."Tersenyum sambil menyambut Senja, itulah yang Juan lakukan setelah sang istri yang dua puluh menit lalu berpamitan membersihkan badan, keluar dengan balutan bathrobes berwarna biru.Terlihat cantik dan segar, Senja membuat Juan terpana karena tak kalah dari Mentari, perempuan dua puluh dua tahun tersebut memiliki wajah yang tak pernah membuat bosan."Iyalah," kata Senja. "Kamu mandi gih, enggak gerah apa habis tidur siang?""Enggak," kata Juan. "Lagian di ruang tengah kan ada ac. Jadi mana mungkin aku gerah.""Jadi enggak bakalan mandi?""Enggak," kata Juan. "Nanti aja sekalian sore. Aku kan enggak bau dapur kaya kamu.""Yeee."Berjalan menuju lemari, Senja memilah pakaian yang akan dia kenakan hingga di tengah kegiatanny itu dia bertanya,"Gian udah kamu telepon lagi, Mas? Siapa tahu jawab.""Udah dan dia sekarang dalam perjalanan pulang," kata Juan. "Tadi katanya nanggung lagi nyetir. Jadi terpaksa ditolak.""Oh," kata Senja. "Habis d
***"Gue pikir enggak jadi."Baru membuka pintu, ucapan tersebut dilontarkan Diandra pada pria muda yang kini berdiri di depannya. Bukan orang lain, dia adalah Gian dan bukan tanpa tujuan, alasan adik Juan datang malam minggu ini adalah; untuk mengajaknya merealisasikan rencana.Seminggu berlalu, sabtu malam akhirnya tiba. Tak mau menunda lebih lama, malam ini semua rencana akan dilakukan. Tak dadakan, semua sudah dipersiapkan bahkan tentang kedatangannya ke apartemen Nada pun sudah Diandra beritahukan.Pria yang akan berpura-pura tidur dengan Nada? Sudah siap, dan bukan orang lain, yang Diandra minta bantuannya adalah; Rio—salah satu bartender di club tempatnya bekerja."Pala lo botak, enggak jadi," kata Gian. "Jalanan padat tadi makanya agak lama."Tak pergi bersama dari rumah Gian, Diandra memang harus dijemput di rumahnya karena setelah menginap beberapa malam, siang ini—usai dari kampus, gadis itu kembali ke rumahnya setelah
***"Serius udah tidur?"Pintu unit terbuka, pertanyaan tersebut didapatkan Diandra dari Gian yang kini berdiri bersama Rio. Gerak cepat, Diandra memang lekas menghubungi Gian setelah Nada dan Kartika terlelap karena jika menunggu terlalu lama, khawatirnya dua perempuan tersebut bangun."Seriuslah, ya kali bohong," kata Diandra. "Ayo masuk."Tak banyak menunda, Gian dan Rio lekas masuk ke apartemen. Melihat Nada dan Kartika terlelap, seulas senyum terukir di bibir Gian sebelum kemudian mengajak Rio bekerja sama untuk menggendong kedua perempuan itu ke kamar."Kamarnya yang ini," kata Diandra sambil berjalan menuju sebuah pintu kemudian membukanya, sehingga Gian dan Rio pun bisa masuk.Tiba di sebuah kamar bernuansa putih, Gian dan Rio kompak membaringkan tubuh kedua perempuan itu di kasur. Tak berdekatan, ada jarak diantara Nada dan Kartika karena di tengah-tengah keduanya, Rio akan berbaring."Ini tiduran doang? Enggak
***"Permisi."Sambil membuka pintu kemudian melongokan kepala, ucapan singkat tersebut Gian lontarkan begitu tiba di IGD sebuah rumah sakit.Mendapat telepon setelah menyelesaikan misi, Gian dibuat terkejut usai Juan berkata jika sang kakak ipar masuk rumah sakit setelah katanya pingsan di kamar mandi.Ketika ditanya Senja kenapa, Juan belum mengetahui semuanya. Namun, memang sejak kemarin Senja mengaku tak enak badan sehingga dengan segera Gian pun menyusul."Gian."Dari salah satu brankar UGD, panggilan menyapa—membuat Gian tersenyum, sebelum akhirnya masuk penuh ke dalam ruangan tersebut. Berjalan menuju sang kakak ipar yang kini duduk bersandar, dia lantas bertanya,"Mas Juan mana, Nja?""Cari minum sama camilan, Gi, aku pengen itu," kata Senja. "Kamu tadi lagi di mana pas Mas Juan telepon kamu? Maaf ya ngerepotin. Aku pikir Mas Juan enggak akan sampe telepon kamu.""Enggak ngerepotin, Nja, cuman j
***"Harus banget, Mas, sepelan ini?"Duduk sambil memandang Juan dari samping kiri, pertanyaan tersebut lantas Senja lontarkan setelah sejak tadi sang suami mengendarai mobil dengan kecepatan yang pelan.Tak lagi di rumah sakit, Senja dan Juan kini berada di perjalanan pulang karena tak perlu menginap, Dokter mengizinkan Senja untuk kembali ke rumah dengan catatan; perempuan itu harus banyak beristirahat."Jalanan di sini enggak mulus, Nja, jadi aku harus hati-hati," kata Juan tanpa mengalihkan atensi dari jalanan. "Lagian enggak dengar emangnya tadi dokter bilang apa? Kamu enggak boleh grasak-grusuk. Hamil muda tuh rentan."Senja hamil.Tak ada tanda yang membuat curiga, malam ini Senja dan Juan dibuat terkejut setelah hasil pemeriksaan darah Senja menunjukan kadar hcG yang tinggi.Bukan hal sembarangan, tingginya kadar hcG membuat Dokter menyimpulkan jika Senja saat ini tengah mengandung karena untuk perempuan yang ti
***"Gian."Mendapt pertanyaan tentang siapa yang meneleponnya, jawaban tersebut Juan lontarkan—membuat Senja seketika tersenyum."Ditelepon Gian kok malah didiemin? Angkat dong," kata Senja. "Adek kamu itu.""Ini heran aja," kata Juan. "Kita serumah dan kalau ada apa-apa tinggal jalan. Bisa-bisanya dia telepon.""Mager mungkin, Mas," kata Senja. "Angkat buruan, kasihan.""Iya ini mau."Panggilan masih berlangsung, selanjutnya Juan menjawab panggilan dari Gian. Menyapa kemudian bertanya tujuan sang adik menelepon, kerutan di kening seketika terbentuk setelah ajakan mengobrol di balkon didapatkannya.Bertanya tentang topik obrolan, Juan diminta untuk datang dulu saja sehingga kata oke pun dilontarkannya sebelum kemudian memutuskan sambungan telepon."Ada apa katanya, Mas?" tanya Senja yang sejak beberapa menit lalu menunggu. "Apa ada sesuatu?""Enggak tahu, tapi Gian ngajak aku ngobrol di balkon