***
"Gian."Mendapt pertanyaan tentang siapa yang meneleponnya, jawaban tersebut Juan lontarkan—membuat Senja seketika tersenyum."Ditelepon Gian kok malah didiemin? Angkat dong," kata Senja. "Adek kamu itu.""Ini heran aja," kata Juan. "Kita serumah dan kalau ada apa-apa tinggal jalan. Bisa-bisanya dia telepon.""Mager mungkin, Mas," kata Senja. "Angkat buruan, kasihan.""Iya ini mau."Panggilan masih berlangsung, selanjutnya Juan menjawab panggilan dari Gian. Menyapa kemudian bertanya tujuan sang adik menelepon, kerutan di kening seketika terbentuk setelah ajakan mengobrol di balkon didapatkannya.Bertanya tentang topik obrolan, Juan diminta untuk datang dulu saja sehingga kata oke pun dilontarkannya sebelum kemudian memutuskan sambungan telepon."Ada apa katanya, Mas?" tanya Senja yang sejak beberapa menit lalu menunggu. "Apa ada sesuatu?""Enggak tahu, tapi Gian ngajak aku ngobrol di balkon***"Setimpal, tapi memancing masalah baru setelahnya, dan mungkin bakalan lebih rumit dari sebelum ini."Mendengar penuturan Juan, kerutan di kening Gian seketika terbentuk. Tak langsung mengerti dengan ucapan sang kakak, yang dia lakukan adalah memandang Juan untuk beberapa detik sebelum akhirnya bertanya,"Maksud Mas apa?" tanya Gian. "Aku pikir justru ini bagus buat semuanya.""Bagusnya apa?" tanya Juan sambil menaikkan sebelah alis."Ya setelah kita pegang foto mereka berdua, kita bisa jadiin ini sebagai ancaman," kata Gian. "Entah itu buat minta maaf ke Mas sama Senja atau yang lainnya, aku yakin Mbak Nada sama Mbak Kartika bakalan manut karena mereka pasti enggak mau fotonya kesebar. Enggak cuman itu, ke depannya mereka bakalan mikir dua kali juga buat macam-macam ke Mas Juan karena balasannya nyeremin.""Itu enggak salah, tapi tetap aja kita enggak bisa nebak hati manusia, Gi," kata Juan. "Di depan kita, Nada dan Kartika
***"Diandra kita tahu kamu di dalam ya, ayo keluar!"Setelah sebelumnya menggedor pintu, ucapan tersebut lantas Kartika lontarkan dengan raut wajah yang terlihat emosi.Tak sendiri, pagi ini dia datang bersama Nada ke rumah Diandra dan tentunya bukan tanpa tujuan, alasan dirinya dan sang sahabat datang adalah; untuk meminta penjelasan atas apa yang sudah terjadi pada keduanya.Terbangun pukul enam pagi setelah terlelap karena obat tidur semalam, Kartika dan Nada dilanda kaget. Tak diam saja tanpa mau berusaha, selanjutnya kedua sahabat tersebut mengecek monitor cctv dan voila! Di sana keduanya mendapati kerjasama yang di luar dugaan antara Diandra, Gian, dan pria asing.Belum tahu semua yang Diandra lakukan, sejauh ini Nada dan Kartika baru mengetahui penggendongan keduanya ke kamar oleh Gian dan pria asing. Apa yang terjadi di kamar setelah itu, kedua sahabat tersebut belum tahu karena memang diantara semua ruangan, bagian kam
***"Mas, kamu bisa enggak telepon Gian?"Duduk bersandar di sofa ruang tengah, pertanyaan tersebut Senja lontarkan pada Juan yang berada tak jauh darinya. Tak pergi ke mana-mana setelah memberitahu kabar kehamilan pada Caca dan Kiran, Senja memutuskan untuk diam di rumah dan karena beberapa waktu lalu tahu Gian akan pergi ke mana, perasaannya kini tak tenang.Tahu tentang apa yang Gian lakukan, Senja sependapat dengan Juan. Namun, karena semua sudah terjadi, dia tak bisa melakukan apa-apa selain berharap yang terbaik untuk semuanya.Meskipun takut Nada dan Kartika akan lebih jahat setelah ini, Senja berusaha berpikiran positif. Namun, ternyata rasa cemas tetaplah datang sehingga setelah sejak tadi diam, dia buka suara."Buat apa?""Larang dia lanjutin semuanya," kata Senja. "Enggak usah minta Mbak Nada dan Mbak Kartika minta maaf ke aku, udah cukup aja gitu sampai di ngejebak. Takutnya mereka dendam dan-""Aku
***"Waktu menjawab habis, sekarang waktunya saya berpamitan dari sini. Kalau kalian mau foto-foto semalam aman, datang ke rumah dan lakuin apa yang saya mau maksimal sampai jam tujuh malam nanti. Enggak ada datang, siap-siap aja foto kalian menyebar di mana-mana."Nada dan Kartika tak kunjung menjawab permintaannya, ucapan tersebut lantas Gian lontarkan sambil berdiri dari sofa. Tak mau menetap terlalu lama, setelah ini dia berniat pulang karena tak punya tujuan lain, semua sudah Gian ungkapkan sehingga sekarang dirinya tinggal menunggu hasil."Ini harus banget sujud?" tanya Kartika yang akhirnya buka suara setelah sejak beberapa menit lalu diam."Iya harus," kata Gian. "Rencana yang hampir kalian lakuin itu sangat busuk. Jadi udah sepantasnya balasan itu kalian dapat.""Apa waktunya enggak bisa diperpanjang, Gi?" tanya Nada. "Atau gini deh, Mbak bakalan sujud di kaki Senja sama Pak Juan, tapi tolong bantu Mbak selamatin kerjaa
***[Tahu kan balasan buat orang yang suka berkhianat itu apa? Lihat aja nanti pembalasan dari aku. Jangan harap bisa bebas setelah apa yang kamu lakuin ya. Dasar bitch!]Refleks mengepalkan sebelah tangannya, itulah yang Gian lakukan setelah pesan dari Nada terpampang dengan jelas di layar ponsel Diandra.Batal pulang setelah ponsel sahabatnya berbunyi singkat, Gian memang memutuskan untuk menunggu dan ternyata pesan yang masuk ke ponsel Diandra berasal dari Nada dengan isi sebuah ancaman."Gimana menurut lo, Gi?" tanya Diandra—membuat antensi Gian seketika beralih. "Mbak Nada bakalan beneran bales gue enggak? Atau ini cuman gretakan doang?""Enggak tahu, tapi yang jelas gue enggak bakalan tinggal diam," kata Gian. "Gue tanggung jawab kok dan gue bakalan lindungin lo.""Tapi lo enggak akan dua puluh empat jam sama gue, kan?" tanya Diandra. "Mana besok Papa berangkat lagi ke luar kota.""Masih kerja?""Masihlah,
***"Jadi mau apa kalian datang ke sini di hari libur? Apa ada yang mau dibicarakan?"Bertanya dan bersikap seolah tak tahu apa-apa, itulah yang Juan lakukan ketika di ruang tamu rumahnya kini duduk dua orang tamu.Bukan orang asing, dua tamu tersebut adalah Nada dan Kartika yang pada akhirnya datang setelah mendapatkan ancaman dari Gian tadi pagi.Bukan tanpa tujuan, keduanya tentu saja berniat meminta maaf karena setelah memikirkan semua bahkan sempat pula berdebat, Nada pikir cara tersebutlah yang paling aman."Euh, anu Pak in-""Kami datang buat minta maaf, Pak," potong Nada setelah Kartika menjawab dengan tergagap. "Saya pikir Bapak pasti sudah tahu semuanya dari Gian. Jadi, malam ini saya ke sini buat minta maaf ke Bapak sama Senja."Tak hanya menatap Juan, atensi Nada juga beralih pada Senja yang duduk bersama sang suami. Kiran? Gadis itu kembali ke dapur setelah Juan memintanya untuk tak berada di ruang tamu."Iya, Pak," ucap Kartika. "Meskipun faktanya rencana saya sama Nada
***"Halo, Gi."Menunggu selama beberapa detik, sapaan tersebut akhirnya didapatkan Gian dari orang yang sengaja dia hubungi. Bukan orang lain, setibanya di kamar, Gian menelepon Diandra karena setelah menyaksikan apa saja yang terjadi pada Nada dan Kartika, dia khawatir ancaman pada Diandra kembali dikirim dua perempuan itu, sehingga memastikan pun dilakukannya."Halo, Di, lo lagi apa?" tanya Gian yang kini duduk di sofa kamar. "Aman enggak situasi rumah lo?""Gue lagi santai aja sih, Gi, dan kalau lo nanya situasi rumah gue, jawabannya aman-aman aja. Kenapa emang?" tanya Diandra. "Ada. sesuatukah?""Barusan Mbak Nada sama Mbak Kartika baru aja dari rumah gue buat kabulin apa yang gue minta," ungkap Gian. "Mereka minta maaf sama Mas Juan dan Senja, ter-""Pake sujud enggak?" tanya Diandra—memotong ucapan Gian tanpa permisi."Enggak," kata Gian. "Mas Juan enggak mau kalau mereka sampai sujud, cuman sebagai konsekuensi, Mbak Nada sama Mbak Kartika dipecat dan keputusan itu mutlak tanpa
***"Gi, kamu baik-baik aja, kan? Aku perhatiin, kamu kayanya banyak diem pas makan."Setelah sejak tadi menyimak gelagat sang adik ipar, Senja akhirnya bertanya. Penasaran tentang apa yang sebenarnya dipikirkan Gian, itulah yang dia rasakan karena tak banyak bicara seperti biasa, adik dari suaminya itu terlihat banyak diam—membuat dia dilanda rasa khawatir.Tak pernah abai meskipun dirinya sekarang lebih dekat dengan Juan, sebisa mungkin Senja selalu memperhatikan Gian karena meskipun sekadar adik ipar, pria itu memiliki banyak jasa untuknya."Enggak apa-apa kok, cuman lagi agak badmood aja," kata Gian."Kaya manusia aja, Om, badmood," celetuk Kiran yang duduk persis di samping Gian, dan apa yang dia katakan tentunya berhasil membuat sang paman mendelik."Diam kau anak kecil.""Ih, Om Gian galak," celetuk Caca. "Lagi putus cinta ya, Om?""Putus cinta apa? Pacar aja enggak punya," sahut Juan. "Heran Papa juga, O