***
"Waktu menjawab habis, sekarang waktunya saya berpamitan dari sini. Kalau kalian mau foto-foto semalam aman, datang ke rumah dan lakuin apa yang saya mau maksimal sampai jam tujuh malam nanti. Enggak ada datang, siap-siap aja foto kalian menyebar di mana-mana."Nada dan Kartika tak kunjung menjawab permintaannya, ucapan tersebut lantas Gian lontarkan sambil berdiri dari sofa.Tak mau menetap terlalu lama, setelah ini dia berniat pulang karena tak punya tujuan lain, semua sudah Gian ungkapkan sehingga sekarang dirinya tinggal menunggu hasil."Ini harus banget sujud?" tanya Kartika yang akhirnya buka suara setelah sejak beberapa menit lalu diam."Iya harus," kata Gian. "Rencana yang hampir kalian lakuin itu sangat busuk. Jadi udah sepantasnya balasan itu kalian dapat.""Apa waktunya enggak bisa diperpanjang, Gi?" tanya Nada. "Atau gini deh, Mbak bakalan sujud di kaki Senja sama Pak Juan, tapi tolong bantu Mbak selamatin kerjaa***[Tahu kan balasan buat orang yang suka berkhianat itu apa? Lihat aja nanti pembalasan dari aku. Jangan harap bisa bebas setelah apa yang kamu lakuin ya. Dasar bitch!]Refleks mengepalkan sebelah tangannya, itulah yang Gian lakukan setelah pesan dari Nada terpampang dengan jelas di layar ponsel Diandra.Batal pulang setelah ponsel sahabatnya berbunyi singkat, Gian memang memutuskan untuk menunggu dan ternyata pesan yang masuk ke ponsel Diandra berasal dari Nada dengan isi sebuah ancaman."Gimana menurut lo, Gi?" tanya Diandra—membuat antensi Gian seketika beralih. "Mbak Nada bakalan beneran bales gue enggak? Atau ini cuman gretakan doang?""Enggak tahu, tapi yang jelas gue enggak bakalan tinggal diam," kata Gian. "Gue tanggung jawab kok dan gue bakalan lindungin lo.""Tapi lo enggak akan dua puluh empat jam sama gue, kan?" tanya Diandra. "Mana besok Papa berangkat lagi ke luar kota.""Masih kerja?""Masihlah,
***"Jadi mau apa kalian datang ke sini di hari libur? Apa ada yang mau dibicarakan?"Bertanya dan bersikap seolah tak tahu apa-apa, itulah yang Juan lakukan ketika di ruang tamu rumahnya kini duduk dua orang tamu.Bukan orang asing, dua tamu tersebut adalah Nada dan Kartika yang pada akhirnya datang setelah mendapatkan ancaman dari Gian tadi pagi.Bukan tanpa tujuan, keduanya tentu saja berniat meminta maaf karena setelah memikirkan semua bahkan sempat pula berdebat, Nada pikir cara tersebutlah yang paling aman."Euh, anu Pak in-""Kami datang buat minta maaf, Pak," potong Nada setelah Kartika menjawab dengan tergagap. "Saya pikir Bapak pasti sudah tahu semuanya dari Gian. Jadi, malam ini saya ke sini buat minta maaf ke Bapak sama Senja."Tak hanya menatap Juan, atensi Nada juga beralih pada Senja yang duduk bersama sang suami. Kiran? Gadis itu kembali ke dapur setelah Juan memintanya untuk tak berada di ruang tamu."Iya, Pak," ucap Kartika. "Meskipun faktanya rencana saya sama Nada
***"Halo, Gi."Menunggu selama beberapa detik, sapaan tersebut akhirnya didapatkan Gian dari orang yang sengaja dia hubungi. Bukan orang lain, setibanya di kamar, Gian menelepon Diandra karena setelah menyaksikan apa saja yang terjadi pada Nada dan Kartika, dia khawatir ancaman pada Diandra kembali dikirim dua perempuan itu, sehingga memastikan pun dilakukannya."Halo, Di, lo lagi apa?" tanya Gian yang kini duduk di sofa kamar. "Aman enggak situasi rumah lo?""Gue lagi santai aja sih, Gi, dan kalau lo nanya situasi rumah gue, jawabannya aman-aman aja. Kenapa emang?" tanya Diandra. "Ada. sesuatukah?""Barusan Mbak Nada sama Mbak Kartika baru aja dari rumah gue buat kabulin apa yang gue minta," ungkap Gian. "Mereka minta maaf sama Mas Juan dan Senja, ter-""Pake sujud enggak?" tanya Diandra—memotong ucapan Gian tanpa permisi."Enggak," kata Gian. "Mas Juan enggak mau kalau mereka sampai sujud, cuman sebagai konsekuensi, Mbak Nada sama Mbak Kartika dipecat dan keputusan itu mutlak tanpa
***"Gi, kamu baik-baik aja, kan? Aku perhatiin, kamu kayanya banyak diem pas makan."Setelah sejak tadi menyimak gelagat sang adik ipar, Senja akhirnya bertanya. Penasaran tentang apa yang sebenarnya dipikirkan Gian, itulah yang dia rasakan karena tak banyak bicara seperti biasa, adik dari suaminya itu terlihat banyak diam—membuat dia dilanda rasa khawatir.Tak pernah abai meskipun dirinya sekarang lebih dekat dengan Juan, sebisa mungkin Senja selalu memperhatikan Gian karena meskipun sekadar adik ipar, pria itu memiliki banyak jasa untuknya."Enggak apa-apa kok, cuman lagi agak badmood aja," kata Gian."Kaya manusia aja, Om, badmood," celetuk Kiran yang duduk persis di samping Gian, dan apa yang dia katakan tentunya berhasil membuat sang paman mendelik."Diam kau anak kecil.""Ih, Om Gian galak," celetuk Caca. "Lagi putus cinta ya, Om?""Putus cinta apa? Pacar aja enggak punya," sahut Juan. "Heran Papa juga, O
***"Lo?"Spontan berhenti di tengah langkah yang semula terburu-buru, panggilan tersebut Diandra lontarkan setelah di depannya kini berdiri seorang pria dengan wajah yang sangat tidak asing.Tak berdiri tegap, pria tersebut bersandar pada pintu mobil sambil memainkan kunci dan tentunya tak ada raut wajah judes, seulas senyum terukir."Udah siap?""Lo ngapain di sini?" tanya Diandra pada pria tersebut yang tak lain adalah Gian. "Malam-malam keliaran.""Lah, lo juga keliaran," kata Gian tak mau kalah."Ya gue mau kerja," kata Diandra. "Lagian kalau tujuan lo ke sini mau lanjutin obrolan tadi, skip dulu karena gue buru-buru. Terlambat bangun nih gue, jad-""Gue anterin," potong Gian. "Bukan buat bicarain yang tadi, gue ke sini buat anterin lo ke club karena seperti yang gue janjiin, gue bakalan jaga lo sampai Mbak Nada dan Mbak Kartika enggak ganggu lo lagi."Tak membahas dulu keinginannya tentang Diandra
***"Gian sama Diandra belum bangun ya, Mas? Aku enggak lihat mereka sejak tadi."Sambil menyiapkan sarapan di meja makan, pertanyaan tersebut Senja lontarkan pada Juan yang barusaja datang.Senin tiba, para penghuni rumah memang sibuk kembali dengan aktivitas sehingga tak ada santai, sejak tadi pagi semua orang sibuk."Belum kayanya," kata Juan. "Pulang subuh, mereka pasti ngantuk. Jadi biarin aja."Tak ingkar pada janji, Gian benar-benar menemani Diandra hingga selesai bekerja. Tak langsung pulang ke rumah, selanjutnya Gian mengantar Diandra untuk mengambil pakaian sehingga yang Juan tahu, sang adik tiba di rumah hampir pukul setengah lima pagi."Gian ada kuliah pagi enggak?" tanya Senja. "Tak-""Morning."Belum selesai Senja bicara, sosok Gian lebih dulu menyapa dari ambang pintu. Tak ada setelan rumahan, pria itu nampak rapi dengan penampilan casualnya—membuat Senja dengan segera bertanya,"Eh, udah siap ke kampus ternyata? Aku pikir belum bangun.""Dosen ngabarin hari ini kelas pa
***"Kak Senja di sini ternyata, aku pikir di ruang tengah."Beralih atensi dari tenangnya air kolam renang, itulah yang Senja lakukan setelah ucapan tersebut didengarnya dari belakang.Mendapati Diandra dengan penampilan yang rapi, Senja tersenyum sebelum kemudian buka suara."Eh, aku lupa ngasih tahu kamu ya? Ngobrolnya enak di sini biar tenang.""Kayanya iya, Kak," kata Diandra yang memang bersedia diajak mengobrol oleh Senja. "Aku pikir mau di ruang tengah, makanya barusan aku cari-cari, eh enggak ada. Pas nanya Bibi, Kak Senja katanya ada di belakang. Jadi aku ke sini deh."Senja tersenyum. Tak memperpanjang pembahasan, setelahnya dia meminta Diandra duduk sehingga tanpa banyak menunda, sahabat Gian itu pun menempati kursi yang berhadapan langsung dengannya."Eh, aku belum ngucapin selamat buat kehamilan Kak Senja," kata Diandra. "Selamat ya, semoga dedek di kandungan sehat sampai lahiran nanti.""Aamiin, m
***"Diandra."Baru menyelesaikan kelas, Gian spontan bergumam setelah nama Diandra terpampang di layar ponsel. Ditelepon oleh gadis itu, dengan segera dia menjawab dan semua teman yang semula berada di sampingnya pun diminta keluar lebih dulu."Halo, Di, kenapa?" tanya Gian tanpa basa-basi, setelah panggilan dengan Diandra terhubung."Lo di mana? Masih kelas enggak?" tanya Diandra."Baru selesai sih, kenapa emang?" tanya Gian. "Oh ya lo udah di kampus belum? Kelas jam sepuluh, kan?""Udahlah," kata Diandra. "Nih gue udah di kelas juga, tinggal nunggu dosen.""Oh oke.""Langsung balik enggak?" tanya Diandra. "Gue mau ngobrol soalnya.""Ngobrolin apa?""Ya nanti aja omonginnya," kata Diandra. "Sekarang intinya lo bisa nungguin gue enggak? Kelas gue kelar jam setengah dua belas.""Gue tunggu di kafe teman gue deh, enggak jauh dari kampus. Gimana?" tanya Gian. "Nanti kalau lo udah kelar, kabarin aja biar gue jemput.""Oke."Tak banyak mengobrol, selanjutnya sambungan telepon terputus. Ber