***
"Lo?"Spontan berhenti di tengah langkah yang semula terburu-buru, panggilan tersebut Diandra lontarkan setelah di depannya kini berdiri seorang pria dengan wajah yang sangat tidak asing.Tak berdiri tegap, pria tersebut bersandar pada pintu mobil sambil memainkan kunci dan tentunya tak ada raut wajah judes, seulas senyum terukir."Udah siap?""Lo ngapain di sini?" tanya Diandra pada pria tersebut yang tak lain adalah Gian. "Malam-malam keliaran.""Lah, lo juga keliaran," kata Gian tak mau kalah."Ya gue mau kerja," kata Diandra. "Lagian kalau tujuan lo ke sini mau lanjutin obrolan tadi, skip dulu karena gue buru-buru. Terlambat bangun nih gue, jad-""Gue anterin," potong Gian. "Bukan buat bicarain yang tadi, gue ke sini buat anterin lo ke club karena seperti yang gue janjiin, gue bakalan jaga lo sampai Mbak Nada dan Mbak Kartika enggak ganggu lo lagi."Tak membahas dulu keinginannya tentang Diandra***"Gian sama Diandra belum bangun ya, Mas? Aku enggak lihat mereka sejak tadi."Sambil menyiapkan sarapan di meja makan, pertanyaan tersebut Senja lontarkan pada Juan yang barusaja datang.Senin tiba, para penghuni rumah memang sibuk kembali dengan aktivitas sehingga tak ada santai, sejak tadi pagi semua orang sibuk."Belum kayanya," kata Juan. "Pulang subuh, mereka pasti ngantuk. Jadi biarin aja."Tak ingkar pada janji, Gian benar-benar menemani Diandra hingga selesai bekerja. Tak langsung pulang ke rumah, selanjutnya Gian mengantar Diandra untuk mengambil pakaian sehingga yang Juan tahu, sang adik tiba di rumah hampir pukul setengah lima pagi."Gian ada kuliah pagi enggak?" tanya Senja. "Tak-""Morning."Belum selesai Senja bicara, sosok Gian lebih dulu menyapa dari ambang pintu. Tak ada setelan rumahan, pria itu nampak rapi dengan penampilan casualnya—membuat Senja dengan segera bertanya,"Eh, udah siap ke kampus ternyata? Aku pikir belum bangun.""Dosen ngabarin hari ini kelas pa
***"Kak Senja di sini ternyata, aku pikir di ruang tengah."Beralih atensi dari tenangnya air kolam renang, itulah yang Senja lakukan setelah ucapan tersebut didengarnya dari belakang.Mendapati Diandra dengan penampilan yang rapi, Senja tersenyum sebelum kemudian buka suara."Eh, aku lupa ngasih tahu kamu ya? Ngobrolnya enak di sini biar tenang.""Kayanya iya, Kak," kata Diandra yang memang bersedia diajak mengobrol oleh Senja. "Aku pikir mau di ruang tengah, makanya barusan aku cari-cari, eh enggak ada. Pas nanya Bibi, Kak Senja katanya ada di belakang. Jadi aku ke sini deh."Senja tersenyum. Tak memperpanjang pembahasan, setelahnya dia meminta Diandra duduk sehingga tanpa banyak menunda, sahabat Gian itu pun menempati kursi yang berhadapan langsung dengannya."Eh, aku belum ngucapin selamat buat kehamilan Kak Senja," kata Diandra. "Selamat ya, semoga dedek di kandungan sehat sampai lahiran nanti.""Aamiin, m
***"Diandra."Baru menyelesaikan kelas, Gian spontan bergumam setelah nama Diandra terpampang di layar ponsel. Ditelepon oleh gadis itu, dengan segera dia menjawab dan semua teman yang semula berada di sampingnya pun diminta keluar lebih dulu."Halo, Di, kenapa?" tanya Gian tanpa basa-basi, setelah panggilan dengan Diandra terhubung."Lo di mana? Masih kelas enggak?" tanya Diandra."Baru selesai sih, kenapa emang?" tanya Gian. "Oh ya lo udah di kampus belum? Kelas jam sepuluh, kan?""Udahlah," kata Diandra. "Nih gue udah di kelas juga, tinggal nunggu dosen.""Oh oke.""Langsung balik enggak?" tanya Diandra. "Gue mau ngobrol soalnya.""Ngobrolin apa?""Ya nanti aja omonginnya," kata Diandra. "Sekarang intinya lo bisa nungguin gue enggak? Kelas gue kelar jam setengah dua belas.""Gue tunggu di kafe teman gue deh, enggak jauh dari kampus. Gimana?" tanya Gian. "Nanti kalau lo udah kelar, kabarin aja biar gue jemput.""Oke."Tak banyak mengobrol, selanjutnya sambungan telepon terputus. Ber
***"Gue diperkosa, Gian. Tubuh gue dijamah dan sekarang gue kotor."Rasa pusing hilang pun tubuh yang seketika menegang, itulah yang terjadi pada Gian setelah jawaban diiiringi tangis terlontar dari mulut Diandra yang beberapa detik lalu menghubunginya.Kaget, shock, bahkan merasa semua seperti mimpi, itulah yang Gian rasakan sehingga tak memberikan respon apa pun, untuk beberapa detik yang dia lakukan adalah; diam dengan pegangan tangan di ponsel yang semakin mengerat."Di.""Hidup gue hancur, Gi, gue enggak punya masa depan lagi dan rasanya gue enggak sanggup buat hidup," ucap Diandra yang masih terus menangis. "Gue mau mati aja, Gi, gue enggak mau hidup karena gue kotor.""Enggak usah macam-macam," desis Gian yang pada akhirnya tersadar dari rasa shock. "Sekarang lo di mana biar gue jemput.""Gue malu, Gi," cicit Diandra. "Gue enggak punya muka buat ketemu lo dan-""Lo di mana, Diandra?! Jawab dan jangan ngo
***"Lho, Mas, kamu enggak tidur?"Terbangun dari lelapnya tidur, pertanyaan tersebut Senja lontarkan setelah Juan yang biasanya berbaring persis di depannya, kini justru duduk sambil memandangi layar ponsel. Terlihat serius, itulah Juan sehingga rasa penasaran pun melanda Senja."Eh, Nja, kamu bangun?" tanya Juan. "Keganggu aku bukan?""Emang kamu lagi ngapain?" tanya Senja. Beringsut, atensinya beralih ke arah jam dinding sebelum kemudian dia kembali bertanya pada sang suami. "Enggak ada sesuatu, kan?""Enggak ada sih, cuman aku lagi penasaran aja sama Gian dan Diandra," kata Juan—membuat Senja mengerutkan kening. "Pengan telepon Gian, tapi bingung. Jadi ya gini deh, daritadi kerjaan aku lihatin hp.""Gian sama Diandra kenapa emangnya, Mas?" tanya Senja. "Enggak ada sesuatu terjadi sama mereka, kan?""Aku enggak tahu, tapi yang jelas tadi pas aku mau ambil minum ke dapur, aku ketemu Gian di tangga dan dia buru-buru gitu.""Mau pergi?""Iya.""Terus?""Pas aku tanya mau ke mana, dia b
***"Nikahin lo."Deg.Dillanda rasa kaget, itulah yang terjadi pada Diandra setelah jawaban tersebut dilontarkan Gian untuk pertanyaannya tentang tanggung jawab.Tak menyangka Gian semudah itu mengambil keputusan, itulah yang Diandra rasakan sekarang sehingga tanpa banyak menunda, dia bertanya,"Lo serius dengan ucapan lo, Gi?" tanya Diandra. "Gue kotor.""Lo enggak kotor," ucap Gian. "Lo bersih, karena yang kotor itu bajingan yang udah lakuin ini semua ke lo. Jadi enggak usah ngomong gitu karena gue enggak suka.""Iya, tap-""Istirahat aja sekarang biar pikiran lo tenang," potong Gian. "Tentang gimana ke depannya biar kita pikirin lagi besok, cuman ya seperti yang gue bilang barusan, gue bakalan selalu ada buat lo apa pun yang terjadi. Jadi lo enggak usah takut sendirian karena gimana pun kondisi lo, gue ada di dekat lo.""Makasih banyak, Gi," ucap Diandra. "Gue enggak tahu harus gimana kalau seandain
***(Mas enggak akan langsung blak-blakkan larang atau enggak setuju sama niat kamu buat nikahin Diandra setelah apa yang terjadi sama dia, cuman Mas pengen kamu pikirin baik-baik keputusan yang bakalan diambil karena menikah bukan sebuah permainan. Pikirin juga resiko berikut apa aja yang bakalan terjadi ke depannya, baru bulat ambil keputusan. Mas bukan mengekang, tapi Mas sayang sama kamu makanya lakuin ini. Paham, kan?)Duduk bersandar sambil memandang Diandra yang masih terlelap, ucapan panjang lebar Juan kembali melintas di benak Gian.Tak ada yang salah, ucapan Juan ada benarnya. Namun, Gian rasanya sudah mantap dengan keputusan yang dia ambil karena selain dirinya, Gian khawatir Diandra akan sulit mendapat pasangan dengan kondisinya yang sekarang.Tak hanya itu, Gian juga khawatir jika ketakutan Diandra tentang dirinya yang akan hamil setelah kejadian malam ini, terbukti.Hamil di luar nikah tanpa pendamping.Hal tersebut
***"Ya udah kalau kamu mau malem ngobrolnya, nanti pas pulang jangan bahas apa-apa dulu soal Diandra ya. Mental dia pasti enggak stabil, jadi baiknya masalah itu jangan diungkit."Setelah sang suami memutuskan kapan mereka akan mengobrol, Senja berucap demikian. Bukan tanpa alasan, dirinya mengingatkan agar Juan tak terlalu membahas kejadian yang menimpa Diandra, karena sebagai perempuan, Senja tentunya paham bagaimana kondisi mental sahabat Gian tersebut."Oke, aku usahain.""Sekarang aku matiin dulu teleponnya karena pengen telepon Gian," kata Senja. "Siapa tahu dia udah di jalan atau udah dekat rumah. Aku mau nunggu di teras.""Stay safe always," celetuk Juan. "Kamu lagi hamil. Jad jangan sembrono.""Aku bukan anak kecil yang nunggu Gian sama Diandra sambil lari-larian, Mas, kamu tenang aja.""Syukurlah," kata Juan. "Meskipun masih kangen, aku kerja dulu ya. Nanti aku telepon lagi pas kangennya enggak bisa ditahan."
***"Ah, akhirnya acara aqiqah Tian berjalan dengan lancar ya, Mas. Rasanya baru kemarin deh dia lahir, tapi ternyata udah dua minggu yang lalu."Tersenyum sambil memandang para tamu yang kini pergi meninggalkan rumahnya, ucapan tersebut lantas Senja lontarkan pada Juan. Tak berada di dalam, saat ini dia dan sang suami masih berada di teras karena memang setelah acara selesai, keduanya mengantar para tamu seraya mengucapkan terima kasih.Dua minggu pasca melahirkan, Senja dan keluarga sepakat untuk mengadakan acara aqiqah baby Tian. Tak digelar di gedung, Senja dan Juan sepakat mengadakan acara di rumah.Mengundang para tetangga komplek, acara berlangsung dengan lancar dan tak sedikit, tamu yang diundang pun cukup banyak karena dari banyaknya tetangga yang diberitahu, hampir semua datang sore ini ke rumah Juan."Iya, akhirnya acara berjalan dengan lancar," kata Juan. Menoleh kemudian memandang Senja, dia kemudian berkata, "Semoga Tian seh
***"Welcome home, Mama Senja!"Membulatkan mata dengan raut wajah kaget, itulah Senja setelah sambutan tersebut didapatkannya dari orang-orang yang siang ini menyambut di ruang tengah.Dua hari menetap, Senja dan sang bayi memang diizinkan pulang hari ini untuk menjalani pemulihan di rumah. Tak dijemput siapa pun, Senja pulang berdua saja dengan Juan dan jujur dirinya sedih, karena dia pikir orang-orang rumah akan menjemputnya, mengingat kepulangan dia bukan di hari kerja melainkan hari libur.Tak menunjukan kesedihan, Senja terus berusaha tersenyum selema di jalan hingga ketika tiba di rumah, kehadiran dua mobil yang tak asing untuknya membuat dia bertanya-tanya.Bukan mobil Juan ataupun Gian, yang dilihat Senja adalah mobil Davion juga kedua orang tuanya sehingga dengan rasa penasaran yang tiba-tiba melanda, Senja bertanya.Namun, alih-alih memberikan jawaban, Juan justru meminta dia untuk masuk sehingga sambil menggendong san
***"Ayo, Bu, coba dorong."Bersandar pada bed, yang sejak tadi dia tempati, Senja menoleh ke arah Juan sebelum kemudian mengambil ancang-ancang. Menutup rapat mulutnya seperti yang disarankan, Senja mulai mengejan sekuat tenaga sambil berpegangan pada sang suami.Bukaan lengkap setelah menunggu selama beberapa jam, persalinan Senja memang segera dilakukan. Aman untuk melahirkan secara normal, Senja membiarkan tubuhnya kesakitan karena gelombang cinta yang beberapa waktu lalu datang, dan sekarang perempuan itu kembali berjuang.Bayi yang dikandung tak langsung keluar dalam sekali ejanan, Senja menjatuhkan punggungnya di bed dengan napas terengah. Beristirahat sejenak, itulah yang dia lakukan sekarang sementara dokter sibuk memeriksa sesuatu."Kuat ya, kamu pasti bisa," ucap Juan yang terus berada di samping Senja. "Doain ya, Mas," pinta Senja yang dijawab senyuman oleh sang suami."Pasti."Waktu istirahat seles
***"Gi, anak kita lucu."Berdiri persis di samping inkubator, ucapan tersebut Diandra lontarkan dengan perasaan yang terasa begitu hari. Melahirkan beberapa jam lalu, sore menjelang malam Diandra meminta untuk dibawa ke ruang Nicu. Dioperasi menggunakan metode yang cukup bagus, perempuan itu sudah mampu berdiri bahkan duduk sehingga setelah meminta izin pada Dokter, Gian membawa istrinya itu menemui sang putra.Lahir dengan tubuh yang sangat mungil, putra pertama Gian dan Diandra terlihat persis seperti sang ayah, Gian. Memiliki hidung mancung, dua alis yang tak terlalu tebal kemudian rambut hitam, bayi mungil tersebut nampak begitu baik sehingga meskipun harus menetap di inkubator hingga kondisi dan berat badan stabil, Gian mau pun Diandra lega karena sejauh ini, tak ada kelainan yang ditunjukan Pradikta atau yang lebih akrab disapa baby Dikta."Mirip banget sama aku enggak sih?" tanya Gian yang setia di samping Diandra, guna berjaga-j
***"Gimana, Dok? Apa istri saya harus lahiran sekarang karena ketubannya udah pecah?"Melihat dokter selesai memeriksa Diandra, pertanyaan tersebut lekas Gian lontarkan dengan raut wajah yang cukup tegang.Mendapat kabar tentang Diandra yang tiba-tiba mengalami pecah ketuban, Gian memang sigap membawa istrinya itu ke rumah sakit terdekat. Meskipun Diandra tak merqsa kesakitan, Gian membawa perempuan itu ke IGD sehingga tanpa perlu menunggu lama, penanganan pun dilakukan dengan cepat."Betul sekali, Pak," kata sang dokter, memberi jawaban. "Karena air ketuban yang tersisa hanya tinggal sedikit, istri Bapak harus segera melahirkan bayinya dan demi mencegah sesuatu yang tidak diinginkan, kami akan melakukan tindak operasi secepatnya. Apa bapak setuju? Jika iya, nanti berkas-berkasnya disiapkan pun dengan ruang operasi.""Kalau itu yang terbaik, saya setuju, Dokter," ucap Gian. "Tapi usia kandungan istri saya baru dua puluh sembila
***"Silakan dinikmati basonya ya, Mbak, Kak, Dek, semoga bakso buatan Mamang cocok di lidah kalian."Sambil menyimpan satu persatu mangkuk bakso di atas meja makan, ucapan tersebut lantas Juan lontarkan untuk istri dan kedua anaknya yang sejak beberapa menit lalu menunggu di sana.Tak bisa menolak ngidam Senja yang katanya ingin bakso buatan dia sendiri, Juan mendadak cosplay menjadi mang bakso komplek. Membuat adonan bakso kemudian mengolahnya menjadi bulatan kecil dan sedang, semua dia lakukan sendiri tanpa bantuan siapa pun.Tak hanya membuat bakso, Juan juga berpakaian seperti tukang bakso demi mengabulkan keinginan Senja. Kaos abu pendek, celana pendek juga topi bulat dan handuk, semuanya dia pakai dan hal tersebut membuat Senja bahagia, sehingga meskipun harus menunggu satu jam lebih bakso yang diinginkannya jadi, perempuan itu tak bosan sama sekali."Waw," ucap Kirania takjub. "Udah cocok kayanya Papa jadi tukang bakso. Persis bua
***"Menurut Papa?"Menyipitkan mata dengan emosi yang semakin naik, itulah Juan setelah pertanyaan tersebut dilontarkan sang putri, usai dirinya bertanya tentang testpack yang ditemukan di atas meja belajar Kirania.Tak ada panik, gadis itu terlihat tenang dan hal tersebut jelas membuat Juan penasaran karena jika memang Kirania hamil, seharusnya rqsa panik melanda karena bukan hal sepele, hamil di usia belia terlebih masih pelajar adalah sebuah masalah yang sangat besar."Kamu ditanya tuh jawab, bukan balik nanya," desis Juan. "Mau Papa pukul?""Pukul apa maksud kamu?"Bukan Kirania, yang bertanya adalah Senja yang tahu-tahu berada di ambang pintu. Tak kalah serius dari Juan, perempuan itu kini menatap intens sang suami sebelum akhirnya bertanya,"Kamu lagi ngapain Kiran? Kok pake nyebut pukul segala? Berani emang kamu pukul anak aku?""Aku nemuin tespack di meja belajar Kiran, Senja, dan ini aku lagi nanya," k
***"Halo."Refleks melengkungkan senyuman, itulah yang Kirania lakukan setelah suara berat Davion terdengar dari telepon. Tak lagi di kamar sang papa, saat ini dia memang sudah kembali ke kamarnya dan tak diam saja, Kiranua menghubungi sang kekasih dengan tujuan; mengajak Davion datang ke rumah hari sabtu nanti.Mendapat lampu hijau untuk berpacaran, Kirania tak sepenuhnya bebas karena sebelum melanjutkan hubungan dengan Davion, kebaikan dan ketulusan kekasihnya tersebut harus dipastikan dulu sehingga selain makan siang bersama, sabtu nanti katanya Juan akan mengajak mantan dari istrinya tersebut berdialog empat mata."Halo, Kak, ganggu enggak?" tanya Kirania. "Kali aja Kak Davi lagi nongkrong atau bahkan udah tidur gitu?""Enggak sih, enggak ganggu," kata Davion. "Aku barusan kebetulan lagi main game. Jadi aman.""Lho, keganggu dong itu, Kak?" tanya Kirania. "Kalau ada panggilan pas main game kan nanti gamenya kepause. Iya engg
***"Putus."Kompak memasang raut wajah kaget, itulah Senja dan Kirania setelah ucapan tersebut dilontarkan Juan dengan raut wajah seriusnya.Mengikuti saran Senja, malam ini Kirania jujur tentang hubungannya dengan Davion. Tak ada respon baik, Juan nampak tak suka mendengar kabar yang diberikan sang putri sehingga setelah Kirania menjawab serius tentang hubunganya dan sang kekasih, pria itu meminta sang putri putus."Maksud kamu apa, Mas?" tanya Senja yang membuat atensi Juan beralih."Ya putus," kata Juan. "Aku mau Kiran sama Davion putus. Apa enggak jelas ucapan barusan?""Enggak bisa gitu dong, Pa," kata Kirania yang membut Juan kembali memandangnya. "Aku cinta sama Kak Davion begitu pun sebaliknya. Jadi enggak ada tuh putus-putus.""Jadi kamu lebih pilih Davion dibanding Papa? Iya?" tanya Juan. "Kamu masih kecil, Kiran, bahkan tujuh belas tahun pun kurang. Bisa-bisanya pacaran sama orang dewasa. Aneh tahu enggak?"