***"Halo, Gi."Menunggu selama beberapa detik, sapaan tersebut akhirnya didapatkan Gian dari orang yang sengaja dia hubungi. Bukan orang lain, setibanya di kamar, Gian menelepon Diandra karena setelah menyaksikan apa saja yang terjadi pada Nada dan Kartika, dia khawatir ancaman pada Diandra kembali dikirim dua perempuan itu, sehingga memastikan pun dilakukannya."Halo, Di, lo lagi apa?" tanya Gian yang kini duduk di sofa kamar. "Aman enggak situasi rumah lo?""Gue lagi santai aja sih, Gi, dan kalau lo nanya situasi rumah gue, jawabannya aman-aman aja. Kenapa emang?" tanya Diandra. "Ada. sesuatukah?""Barusan Mbak Nada sama Mbak Kartika baru aja dari rumah gue buat kabulin apa yang gue minta," ungkap Gian. "Mereka minta maaf sama Mas Juan dan Senja, ter-""Pake sujud enggak?" tanya Diandra—memotong ucapan Gian tanpa permisi."Enggak," kata Gian. "Mas Juan enggak mau kalau mereka sampai sujud, cuman sebagai konsekuensi, Mbak Nada sama Mbak Kartika dipecat dan keputusan itu mutlak tanpa
***"Gi, kamu baik-baik aja, kan? Aku perhatiin, kamu kayanya banyak diem pas makan."Setelah sejak tadi menyimak gelagat sang adik ipar, Senja akhirnya bertanya. Penasaran tentang apa yang sebenarnya dipikirkan Gian, itulah yang dia rasakan karena tak banyak bicara seperti biasa, adik dari suaminya itu terlihat banyak diam—membuat dia dilanda rasa khawatir.Tak pernah abai meskipun dirinya sekarang lebih dekat dengan Juan, sebisa mungkin Senja selalu memperhatikan Gian karena meskipun sekadar adik ipar, pria itu memiliki banyak jasa untuknya."Enggak apa-apa kok, cuman lagi agak badmood aja," kata Gian."Kaya manusia aja, Om, badmood," celetuk Kiran yang duduk persis di samping Gian, dan apa yang dia katakan tentunya berhasil membuat sang paman mendelik."Diam kau anak kecil.""Ih, Om Gian galak," celetuk Caca. "Lagi putus cinta ya, Om?""Putus cinta apa? Pacar aja enggak punya," sahut Juan. "Heran Papa juga, O
***"Lo?"Spontan berhenti di tengah langkah yang semula terburu-buru, panggilan tersebut Diandra lontarkan setelah di depannya kini berdiri seorang pria dengan wajah yang sangat tidak asing.Tak berdiri tegap, pria tersebut bersandar pada pintu mobil sambil memainkan kunci dan tentunya tak ada raut wajah judes, seulas senyum terukir."Udah siap?""Lo ngapain di sini?" tanya Diandra pada pria tersebut yang tak lain adalah Gian. "Malam-malam keliaran.""Lah, lo juga keliaran," kata Gian tak mau kalah."Ya gue mau kerja," kata Diandra. "Lagian kalau tujuan lo ke sini mau lanjutin obrolan tadi, skip dulu karena gue buru-buru. Terlambat bangun nih gue, jad-""Gue anterin," potong Gian. "Bukan buat bicarain yang tadi, gue ke sini buat anterin lo ke club karena seperti yang gue janjiin, gue bakalan jaga lo sampai Mbak Nada dan Mbak Kartika enggak ganggu lo lagi."Tak membahas dulu keinginannya tentang Diandra
***"Gian sama Diandra belum bangun ya, Mas? Aku enggak lihat mereka sejak tadi."Sambil menyiapkan sarapan di meja makan, pertanyaan tersebut Senja lontarkan pada Juan yang barusaja datang.Senin tiba, para penghuni rumah memang sibuk kembali dengan aktivitas sehingga tak ada santai, sejak tadi pagi semua orang sibuk."Belum kayanya," kata Juan. "Pulang subuh, mereka pasti ngantuk. Jadi biarin aja."Tak ingkar pada janji, Gian benar-benar menemani Diandra hingga selesai bekerja. Tak langsung pulang ke rumah, selanjutnya Gian mengantar Diandra untuk mengambil pakaian sehingga yang Juan tahu, sang adik tiba di rumah hampir pukul setengah lima pagi."Gian ada kuliah pagi enggak?" tanya Senja. "Tak-""Morning."Belum selesai Senja bicara, sosok Gian lebih dulu menyapa dari ambang pintu. Tak ada setelan rumahan, pria itu nampak rapi dengan penampilan casualnya—membuat Senja dengan segera bertanya,"Eh, udah siap ke kampus ternyata? Aku pikir belum bangun.""Dosen ngabarin hari ini kelas pa
***"Kak Senja di sini ternyata, aku pikir di ruang tengah."Beralih atensi dari tenangnya air kolam renang, itulah yang Senja lakukan setelah ucapan tersebut didengarnya dari belakang.Mendapati Diandra dengan penampilan yang rapi, Senja tersenyum sebelum kemudian buka suara."Eh, aku lupa ngasih tahu kamu ya? Ngobrolnya enak di sini biar tenang.""Kayanya iya, Kak," kata Diandra yang memang bersedia diajak mengobrol oleh Senja. "Aku pikir mau di ruang tengah, makanya barusan aku cari-cari, eh enggak ada. Pas nanya Bibi, Kak Senja katanya ada di belakang. Jadi aku ke sini deh."Senja tersenyum. Tak memperpanjang pembahasan, setelahnya dia meminta Diandra duduk sehingga tanpa banyak menunda, sahabat Gian itu pun menempati kursi yang berhadapan langsung dengannya."Eh, aku belum ngucapin selamat buat kehamilan Kak Senja," kata Diandra. "Selamat ya, semoga dedek di kandungan sehat sampai lahiran nanti.""Aamiin, m
***"Diandra."Baru menyelesaikan kelas, Gian spontan bergumam setelah nama Diandra terpampang di layar ponsel. Ditelepon oleh gadis itu, dengan segera dia menjawab dan semua teman yang semula berada di sampingnya pun diminta keluar lebih dulu."Halo, Di, kenapa?" tanya Gian tanpa basa-basi, setelah panggilan dengan Diandra terhubung."Lo di mana? Masih kelas enggak?" tanya Diandra."Baru selesai sih, kenapa emang?" tanya Gian. "Oh ya lo udah di kampus belum? Kelas jam sepuluh, kan?""Udahlah," kata Diandra. "Nih gue udah di kelas juga, tinggal nunggu dosen.""Oh oke.""Langsung balik enggak?" tanya Diandra. "Gue mau ngobrol soalnya.""Ngobrolin apa?""Ya nanti aja omonginnya," kata Diandra. "Sekarang intinya lo bisa nungguin gue enggak? Kelas gue kelar jam setengah dua belas.""Gue tunggu di kafe teman gue deh, enggak jauh dari kampus. Gimana?" tanya Gian. "Nanti kalau lo udah kelar, kabarin aja biar gue jemput.""Oke."Tak banyak mengobrol, selanjutnya sambungan telepon terputus. Ber
***"Gue diperkosa, Gian. Tubuh gue dijamah dan sekarang gue kotor."Rasa pusing hilang pun tubuh yang seketika menegang, itulah yang terjadi pada Gian setelah jawaban diiiringi tangis terlontar dari mulut Diandra yang beberapa detik lalu menghubunginya.Kaget, shock, bahkan merasa semua seperti mimpi, itulah yang Gian rasakan sehingga tak memberikan respon apa pun, untuk beberapa detik yang dia lakukan adalah; diam dengan pegangan tangan di ponsel yang semakin mengerat."Di.""Hidup gue hancur, Gi, gue enggak punya masa depan lagi dan rasanya gue enggak sanggup buat hidup," ucap Diandra yang masih terus menangis. "Gue mau mati aja, Gi, gue enggak mau hidup karena gue kotor.""Enggak usah macam-macam," desis Gian yang pada akhirnya tersadar dari rasa shock. "Sekarang lo di mana biar gue jemput.""Gue malu, Gi," cicit Diandra. "Gue enggak punya muka buat ketemu lo dan-""Lo di mana, Diandra?! Jawab dan jangan ngo
***"Lho, Mas, kamu enggak tidur?"Terbangun dari lelapnya tidur, pertanyaan tersebut Senja lontarkan setelah Juan yang biasanya berbaring persis di depannya, kini justru duduk sambil memandangi layar ponsel. Terlihat serius, itulah Juan sehingga rasa penasaran pun melanda Senja."Eh, Nja, kamu bangun?" tanya Juan. "Keganggu aku bukan?""Emang kamu lagi ngapain?" tanya Senja. Beringsut, atensinya beralih ke arah jam dinding sebelum kemudian dia kembali bertanya pada sang suami. "Enggak ada sesuatu, kan?""Enggak ada sih, cuman aku lagi penasaran aja sama Gian dan Diandra," kata Juan—membuat Senja mengerutkan kening. "Pengan telepon Gian, tapi bingung. Jadi ya gini deh, daritadi kerjaan aku lihatin hp.""Gian sama Diandra kenapa emangnya, Mas?" tanya Senja. "Enggak ada sesuatu terjadi sama mereka, kan?""Aku enggak tahu, tapi yang jelas tadi pas aku mau ambil minum ke dapur, aku ketemu Gian di tangga dan dia buru-buru gitu.""Mau pergi?""Iya.""Terus?""Pas aku tanya mau ke mana, dia b