***
"Gue diperkosa, Gian. Tubuh gue dijamah dan sekarang gue kotor."Rasa pusing hilang pun tubuh yang seketika menegang, itulah yang terjadi pada Gian setelah jawaban diiiringi tangis terlontar dari mulut Diandra yang beberapa detik lalu menghubunginya.Kaget, shock, bahkan merasa semua seperti mimpi, itulah yang Gian rasakan sehingga tak memberikan respon apa pun, untuk beberapa detik yang dia lakukan adalah; diam dengan pegangan tangan di ponsel yang semakin mengerat."Di.""Hidup gue hancur, Gi, gue enggak punya masa depan lagi dan rasanya gue enggak sanggup buat hidup," ucap Diandra yang masih terus menangis. "Gue mau mati aja, Gi, gue enggak mau hidup karena gue kotor.""Enggak usah macam-macam," desis Gian yang pada akhirnya tersadar dari rasa shock. "Sekarang lo di mana biar gue jemput.""Gue malu, Gi," cicit Diandra. "Gue enggak punya muka buat ketemu lo dan-""Lo di mana, Diandra?! Jawab dan jangan ngo***"Lho, Mas, kamu enggak tidur?"Terbangun dari lelapnya tidur, pertanyaan tersebut Senja lontarkan setelah Juan yang biasanya berbaring persis di depannya, kini justru duduk sambil memandangi layar ponsel. Terlihat serius, itulah Juan sehingga rasa penasaran pun melanda Senja."Eh, Nja, kamu bangun?" tanya Juan. "Keganggu aku bukan?""Emang kamu lagi ngapain?" tanya Senja. Beringsut, atensinya beralih ke arah jam dinding sebelum kemudian dia kembali bertanya pada sang suami. "Enggak ada sesuatu, kan?""Enggak ada sih, cuman aku lagi penasaran aja sama Gian dan Diandra," kata Juan—membuat Senja mengerutkan kening. "Pengan telepon Gian, tapi bingung. Jadi ya gini deh, daritadi kerjaan aku lihatin hp.""Gian sama Diandra kenapa emangnya, Mas?" tanya Senja. "Enggak ada sesuatu terjadi sama mereka, kan?""Aku enggak tahu, tapi yang jelas tadi pas aku mau ambil minum ke dapur, aku ketemu Gian di tangga dan dia buru-buru gitu.""Mau pergi?""Iya.""Terus?""Pas aku tanya mau ke mana, dia b
***"Nikahin lo."Deg.Dillanda rasa kaget, itulah yang terjadi pada Diandra setelah jawaban tersebut dilontarkan Gian untuk pertanyaannya tentang tanggung jawab.Tak menyangka Gian semudah itu mengambil keputusan, itulah yang Diandra rasakan sekarang sehingga tanpa banyak menunda, dia bertanya,"Lo serius dengan ucapan lo, Gi?" tanya Diandra. "Gue kotor.""Lo enggak kotor," ucap Gian. "Lo bersih, karena yang kotor itu bajingan yang udah lakuin ini semua ke lo. Jadi enggak usah ngomong gitu karena gue enggak suka.""Iya, tap-""Istirahat aja sekarang biar pikiran lo tenang," potong Gian. "Tentang gimana ke depannya biar kita pikirin lagi besok, cuman ya seperti yang gue bilang barusan, gue bakalan selalu ada buat lo apa pun yang terjadi. Jadi lo enggak usah takut sendirian karena gimana pun kondisi lo, gue ada di dekat lo.""Makasih banyak, Gi," ucap Diandra. "Gue enggak tahu harus gimana kalau seandain
***(Mas enggak akan langsung blak-blakkan larang atau enggak setuju sama niat kamu buat nikahin Diandra setelah apa yang terjadi sama dia, cuman Mas pengen kamu pikirin baik-baik keputusan yang bakalan diambil karena menikah bukan sebuah permainan. Pikirin juga resiko berikut apa aja yang bakalan terjadi ke depannya, baru bulat ambil keputusan. Mas bukan mengekang, tapi Mas sayang sama kamu makanya lakuin ini. Paham, kan?)Duduk bersandar sambil memandang Diandra yang masih terlelap, ucapan panjang lebar Juan kembali melintas di benak Gian.Tak ada yang salah, ucapan Juan ada benarnya. Namun, Gian rasanya sudah mantap dengan keputusan yang dia ambil karena selain dirinya, Gian khawatir Diandra akan sulit mendapat pasangan dengan kondisinya yang sekarang.Tak hanya itu, Gian juga khawatir jika ketakutan Diandra tentang dirinya yang akan hamil setelah kejadian malam ini, terbukti.Hamil di luar nikah tanpa pendamping.Hal tersebut
***"Ya udah kalau kamu mau malem ngobrolnya, nanti pas pulang jangan bahas apa-apa dulu soal Diandra ya. Mental dia pasti enggak stabil, jadi baiknya masalah itu jangan diungkit."Setelah sang suami memutuskan kapan mereka akan mengobrol, Senja berucap demikian. Bukan tanpa alasan, dirinya mengingatkan agar Juan tak terlalu membahas kejadian yang menimpa Diandra, karena sebagai perempuan, Senja tentunya paham bagaimana kondisi mental sahabat Gian tersebut."Oke, aku usahain.""Sekarang aku matiin dulu teleponnya karena pengen telepon Gian," kata Senja. "Siapa tahu dia udah di jalan atau udah dekat rumah. Aku mau nunggu di teras.""Stay safe always," celetuk Juan. "Kamu lagi hamil. Jad jangan sembrono.""Aku bukan anak kecil yang nunggu Gian sama Diandra sambil lari-larian, Mas, kamu tenang aja.""Syukurlah," kata Juan. "Meskipun masih kangen, aku kerja dulu ya. Nanti aku telepon lagi pas kangennya enggak bisa ditahan."
***"Gimana, Gi, bisa?"Melihat Gian keluar dari sebuah ruangan, Diandra yang sejak tadi menunggu, dengan segera bertanya. Tak lagi di kamar hotel, saat ini dia dan Gian tengah berada di area ruang keamanan karena memang setelah melakukan check out, Gian memutuskan untuk meminta rekaman cctv di area hotel sampai ke depan kamar Diandra."Bisa," kata Gian. "Muka orang yang bawa lo kelihatan jelas dan siang nanti kita bisa langsung bikin laporan.""Serius?" tanya Diandra dengan raut wajah antusias.Menaruh kecurigaan pada Kartika mau pun Nada, Diandra dan Gian memutuskan untuk mempercepat proses pelaporan. Tak bisa membuat laporan tanpa bukti, keduanya membutuhkan rekaman cctv. Tak hanya di hotel, rekaman di area club pun dibutuhkan sehingga sebelum ke rumah, Gian dan Diandra akan pergi ke club guna menemui satpam penjaga di sana."Seriuslah, nih," kata Gian sambil menunjukan sebuah benda berukuran kecil di tangan kirinya. "Rekaman cctv di area lobil sampe kamar lo udah ada di sini. Seka
***"Di, Diandra, lo udah bangun belum? Gue ada kabar gembira nih. Buka dong."Berdiri sambil mengetuk pintu kamar sebanyak beberapa kali, ucapan tersebut lantas Gian lontarkan dengan raut wajah sumringah.Bukan tanpa alasan, bahagianya Gian pagi ini disebabkan oleh sebuah kabar baik yang diterimanya dari kantor polisi. Melaporkan kasus pemerkosaan Diandra hari senin lalu, hari ini Gian mendapat kabar jika pelaku sudah berhasil diamankan. Tak satu orang, pelaku katanya terdiri dari dua orang dan jika mau, Gian mau pun Diandra dipersilakan hadir sehingga tanpa banyak menunda, Gian pun mendatangi sang sahabat yang masih menginap di rumahnya."Di?""Sebentar!"Sempat khawatir karena sang sahabat tak menyaut, perasaan lega melanda Gian setelah suara Diandra terdengar. Tak lagi berseru, setelahnya dia menunggu hingga tak berselang lama Diandra keluar dengan tubuh yang terlihat segar."Gue baru beres mandi, lo berisik banget."Tak semurung hari sebelumnya, Diandra sudah lebih baik di hari i
***"Mbak dan Mas silakan tunggu di sini, saya panggilkan dulu tahanannya.""Baik, Pak."Patuh terhadap perintah polisi, Diandra dan Gian lantas mendudukan diri di kursi panjang ruang besuk. Tak lagi di jalan, keduanya sudah sampai di kantor polisi dan setelah mengungkap tujuan datang, izin untuk bertemu tahanan didapatkan keduanya.Bukan menemui pria yang sudah memperkosa Diandra, tahanan yang akan ditemui adalah seorang perempuan yang katanya menjadi dalang di balik pemerkosaan.Bukan orang asing, dia adalah Senada Melodi—mantan sekretaris Juan dan tak membuat kaget Diandra dan Gian memberikan respon yang bisa dibilang biasa, karena sebelum ini dugaan mereka sudah tertuju pada Nada."Gue harap lo bisa tenang," kata Gian di sela menunggu polisi membawa Nada. "Jangan kepancing emosi, karena bisa-bisa lo ditahan juga.""Iya, Gi, tapi marah boleh, kan?" tanya Diandra. "Gimana pun juga Mbak Nada udah jahatin gue dan dia bik
***"Udah, Mas, udahan aja pijitnya. Kaki aku udah enakkan."Juan yang sejak tadi sibuk memijat kaki Senja, seketika berhenti setelah ucapan tersebut dilontarkan sang istri. Menoleh pada Senja yang kini bersandar pada tumpukan bantal, dia bertanya,"Enggak pegal lagi?"Hamil muda, Senja memang memiliki beberapa keluhan selain mual dan muntah di pagi hari. Kesulitan tidur karena mata yang susah diajak terpejam, pun rasa pegal yang kadang menghampirinya ketika malam, dua keluhan tersebut seringkali datang sehingga sebagai suami siaga, Juan sigap membantu istrinya itu meringankan semua keluhan."Enggak, udah enakan," kata Senja. Beralih sekilas pada jam dinding yang sudah berada di angka sembilan malam, dia berucap, "Kamu juga mau ngobrol sama Gian, kan? Gih sana jangan terlalu malam. Kamu harus kerja besoknya. Jadi jangan begadang.""Enggak mau dielus dulu sebelum tidur?""Enggak usah," kata Senja. "Malam ini aku udah ngan