***
"Selamat pagi, semuanya."Dengan senyuman merekah, sapaan tersebut Diandra lontarkan ketika tiba di dapur. Datang pukul tujuh, pagi ini dia mendapati semua anggota keluarga Juan di meja makan dan tak ada yang bersikap buruk, semua menyambutnya dengan sangat baik."Pagi, Di," sapa Senja."Pagi, Kak Di," sapa Kiran."Pagi, Kak Diandra," sapa Caca. "Senang deh bisa lihat Kak Diandra main ke sini lagi. Caca kangen.""Wih, dikangenin sama adek kecil," ucap Diandra sambil mendekat. "Apa kabarnya kamu adek kecil? Udah masuk SD, kan, ya?""Udah, Kak, kelas satu," ucap Caca."Keren," sapa Diandra."Kak Di ke mana aja jarang main?" tanya Kiran. "Dulu waktu SMA kayanya sering banget ke sini.""Biasalah, Ki, sibuk.""Sibuk cari Om-om," celetuk Gian yang nampak santai dengan ponsel."Apa sih?" tanya Diandra. "Enggak usah cari gara-gara deh, masih pagi.""Gian naksir itu sama k***"Gi, kok diem?"Setelah menunggu jawaban dari Gian, pertanyaan tersebut lantas Diandra lontarkan pada sang sahabat. Bukan tanpa alasan, dirinya bertanya demikian usai Gian tak kunjung menjawab apa yang dia pertanyakan.Padahal, beberapa detik lalu dirinya bertanya tentang alasan Gian bersikap sinis padanya pagi ini yang membuat Diandra tak nyaman.Ya, tak diam saja, Diandra memang langsung masuk ke kamar setelah ditinggal Gian begitu saja. Merasa percuma jika menghampiri pria itu langsung, dia memutuskan untuk menghubungi sang sahabat lewat telepon dan tak ditolak, panggilannya dijawab."Gi, lo pu ... lah?"Refleks mengerutkan kening, itulah yang dilakukan Diandra setelah Gian memutuskan sambungan telepon secara sepihak, membuat dia jelas dilanda heran."Ini Gian kenapa sih sama gue?" tanya Diandra kesal. "Mendadak sinis, ditelepon malah dimatiin, terus ... ah! Nyebelin! Perasaan semalam dia baik-baik aja deh sama gue. Kenapa sekarang mendadak gini coba?"Tak menemukan jawaban untu
***"Mas."Setelah sejak tadi fokus menonton tayangan televisi, panggilan tersebut lantas Senja lontarkan pada Juan. Tak jauh, posisi sang suami sendiri rapat dengannya sehingga tanpa lama menunggu, jawaban didapat."Ya, kenapa?""Kamu sadar enggak kalau pagi ini Gian beda?" tanya Senja—membuat Juan menoleh dengan kerutan di kening yang seketika terbentuk."Beda gimana maksud kamu?" tanya Juan. "Aku pikir sama aja.""Beda, Mas," kata Senja si super peka yang sangat menyadari sikap sang adik ipar pagi ini berbeda dari biasanya. "Gian tuh emang kan suka bercanda gitu sama Diandra. Nah, aku ngerasa pagi ini tuh ucapan demi ucapan ke Diandra beda.""Bedanya apa?""Lebih pedes," kata Senja. "Biasanya emang frontal, tapi enggak tahu kenapa dari nada bicara bahkan cara Gian lihat Diandra, dia tuh kaya simpan kesel gitu. Padahal, semalam yang aku lihat muka Gian pas bercanda tuh santai.""Masa sih?" tanya Juan.
***"Thank you ya buat semua bajunya. Lumayan juga punya baju ganti sampe nanti bisa balik ke rumah."Sambil berjalan menuju pintu, ucapan tersebut Diandra lontarkan pada Nada. Hampir dua jam menetap, dia memang memutuskan untuk berpamitan setelah sang pemilik unit meminta Diandra pulang.Bukan berniat mengusir, Nada menyarankan Diandra kembali ke rumah Juan agar bisa kembali modus karena katanya setiap weekend, pria itu dan keluarganya selalu menyempatkan untuk makan siang bersama sehingga Diandra jelas harus hadir.Diandra keberatan? Jawabannya adalah tidak. Sadar akan tujuannya berada di rumah Juan, dirinya manut sehingga sambil membawa paper bag berisi beberapa pasang baju, Diandra siap pulang ke rumah Juan."Sama-sama," kata Nada. "Modus yang lancar ya. Semakin sering kamu deketin Juan, semakin gampang juga nanti bikin Senja percaya soal kalian.""Aman," kata Diandra. "Kalau nanti mau nanyain, chat dulu jangan telepon. Awas
***"Wih, ada sayur asem. Enak nih kayanya sama ikan asin terus sambel."Datang ke meja makan setelah sebelumnya terlelap di sofa, ucapan tersebut Juan lontarkan pada Senja yang nampak sibuk menata meja makan.Entah sejak kapan istrinya itu memasak, Juan sendiri tak tahu. Namun, yang jelas usai melihat makanan di atas meja rasanya dia akan makan dengan lahap ketika nanti waktunya tiba.Sabtu dan minggu, Senja dan Juan memang selalu mengusahakan berkumpul ketika waktu makan siang tiba. Bukan tanpa alasan, hal tersebut dilakukan karena di hari senin sampai jumat, orang-orang di rumah hanya berkumpul di meja setiap pagi dan malam sehingga sabtu dan minggu jika tak ada acara, semua orang diharuskan hadir."Tenang, ada kok," kata Senja. "Nanti yang banyak ya makannya. Ada kerupuk juga enak tuh.""Pasti," ucap Juan. "Tanpa diminta, aku pasti makan banyak karena makanan kamu enggak pernah mengecewakan.""Berterimakasihlah sama
***"Jebak balik Mbak Nada."Cukup terkejut usai mendengar penuturan Gian, itulah yang terjadi pada Diandra setelah sebelumnya bertanya tentang rencana yang dibuat sang sahabat.Tak menyangka Gian bisa bersikap jahat, hal tersebut juga terbersit di benak Diandra. Namun, memang semuanya sepadan karena rencana Nada untuk menjebak Juan pun bisa dibilang keterlaluan."Caranya gimana?" tanya Nada setelah membisu selama beberapa detik usai mendengar ucapan Gian."Lo datang ke apartemen Mbak Nada terus kasih dia obat tidur," kata Gian—mengungkap rencana yang dia susun sejak tadi pagi. "Setelah Mbak Nada tidur, lo bawa cowok buat masuk terus suruh dia buka baju dan rebahan di samping Mbak Nada. Enggak cuman cowoknya, Mbak Nada juga bajunya harus dilepas dan ya ... habis itu lo foto.""Oh, jadi enggak sampe nidurin beneran?""Ya enggak," kata Gian. "Gue enggak sesadis itu sampai bikin Mbak Nada kehilangan kegadisannya. Gue cuman
***"Gue gimana lo aja.""Malam ini bisa?"Cukup terkejut, itulah yang Diandra rasakan setelah mendengar pertanyaan dari Gian. Tak diam, selanjutnya dia bertanya,"Serius?" tanya Diandra."Ya serius kalau lo bisa," kata Gian. "Rencananya sederhana kok. Cuman perlu nyari cowok, datang ke apartemen Mbak Nada sambil bawa makanan terus gitu deh. Mbak Nada pingsan, lo bawa di ke kamar dan cekrek! Foto dia sama orang suruhan kita lo ambil. Udah kelar.""Ya kalau ngomong doang emang gampang, Gi," kata Diandra. "Realisasiinnya enggak semudah itu.""Emang apa yang susah?""Ya mastiin Mbak Tika ada di apartemen Mbak Nadalah," kata Diandra. "Lo pikir dia selalu ada di apartemen Mbak Nada setiap hari? Enggak kali. Jadi kalau emang mau jebak dua-duanya kita harus pastiin mereka ada di tempat yang sama pas gue datang.""Iya sih," kata Gian."Dan kemungkinan terbesar Mbak Tika ada di apartemen Mbak Nada tuh malam minggu, karena semalam aja dia nginap," kata Diandra. "Jadi mungkin enaknya tuh rencana
***"Wih, segar banget kayanya yang habis mandi."Tersenyum sambil menyambut Senja, itulah yang Juan lakukan setelah sang istri yang dua puluh menit lalu berpamitan membersihkan badan, keluar dengan balutan bathrobes berwarna biru.Terlihat cantik dan segar, Senja membuat Juan terpana karena tak kalah dari Mentari, perempuan dua puluh dua tahun tersebut memiliki wajah yang tak pernah membuat bosan."Iyalah," kata Senja. "Kamu mandi gih, enggak gerah apa habis tidur siang?""Enggak," kata Juan. "Lagian di ruang tengah kan ada ac. Jadi mana mungkin aku gerah.""Jadi enggak bakalan mandi?""Enggak," kata Juan. "Nanti aja sekalian sore. Aku kan enggak bau dapur kaya kamu.""Yeee."Berjalan menuju lemari, Senja memilah pakaian yang akan dia kenakan hingga di tengah kegiatanny itu dia bertanya,"Gian udah kamu telepon lagi, Mas? Siapa tahu jawab.""Udah dan dia sekarang dalam perjalanan pulang," kata Juan. "Tadi katanya nanggung lagi nyetir. Jadi terpaksa ditolak.""Oh," kata Senja. "Habis d
***"Gue pikir enggak jadi."Baru membuka pintu, ucapan tersebut dilontarkan Diandra pada pria muda yang kini berdiri di depannya. Bukan orang lain, dia adalah Gian dan bukan tanpa tujuan, alasan adik Juan datang malam minggu ini adalah; untuk mengajaknya merealisasikan rencana.Seminggu berlalu, sabtu malam akhirnya tiba. Tak mau menunda lebih lama, malam ini semua rencana akan dilakukan. Tak dadakan, semua sudah dipersiapkan bahkan tentang kedatangannya ke apartemen Nada pun sudah Diandra beritahukan.Pria yang akan berpura-pura tidur dengan Nada? Sudah siap, dan bukan orang lain, yang Diandra minta bantuannya adalah; Rio—salah satu bartender di club tempatnya bekerja."Pala lo botak, enggak jadi," kata Gian. "Jalanan padat tadi makanya agak lama."Tak pergi bersama dari rumah Gian, Diandra memang harus dijemput di rumahnya karena setelah menginap beberapa malam, siang ini—usai dari kampus, gadis itu kembali ke rumahnya setelah