Perempuan bernama Alea kini mulai paham kalau dirinya sudah salah langkah dalam memasuki pola kehidupan di Kota. Sebagai sekretaris dia sudah menjadi simpanan bagi dua laki-laki. Pertama, laki-laki yang sudah memiliki istri dan kini berbalik terobsesi sama dirinya. Kedua, laki-laki perjaka yang hanya minta di temani tanpa melakukan apapun dengan dirinya. Meski begitu ia sangat kasar. Alea sudah melangkah jauh dan kini dia mau kembali. Melepaskan dua orang itu. Tapi apa yang harus dia lakukan kalau mereka malah semakin berulah membuat Alea sakit hati? "Aku akan menceraikan istriku asal bisa menikah sama kamu!" Bram "Selamanya kamu nggak akan pernah bisa lepas dari abang!" Chris
Lihat lebih banyakSatu minggu kemudian,
Dari hari ke hari Marhen benar-benar masih nggak paham sama dirinya sendiri. Sampai dia kembali ke rumah dan mendengar cerita Tiara tentang kakak tingkat yang di maksud itu benar-benar membuat perasaan dan hatinya jadi nggak enak sama sekali. Seolah dia juga nggak tahu harus merespon seperti apa selain anggukan. Walau akan berakhir Tiara yang kesal bukan main karena Marahan nggak bisa di ajak mengobrol sama sekali.Laki-laki itu menatap temannya yang baru saja ia ceritakan isi hatinya selama ini.Kamal, namanya.“Jadi ... menurut lu, apa sih yang buat gue kayak gini? Buat perasaan gue nggak nentu tiap harinya? Kayak ... gue sendiri nggak paham apa yang sebenarnya terjadi di sini. “Kamal mengernyit lalu tertawa. “Ini sebenarnya lu nanya kayak gini tuh sadar nggak sih?” gertak Kamal yang geregetan sendiri.“Maksudnya?”“Itu sama artinya lu punya perasaan sama Tiara alias istri lu itu dan yang buat perasaan lu kayak gini tuh ya karena cemburu. Lu masih nggak paham juga sama masalah kayak gini?” tanya Kamal dengan gertakan. “Lu tuh emang udah suka dari Tiara dari lama.”“Kenapa lu bisa nilai kayak gitu?”Kamal menghela napas. Memang Tuhan tuh adil dalam memberi peran ya? Sahabatnya ini emang terkenal pintar sampai bisa sesukses ini dan jangan ragukan tampangnya yang buat banyak perempuan kepincut. Tapi ternyata Marhen lahir dengan lingkungan percintaan yang sangat bodoh.“Ya memang keliatan dari awal. Apa lagi lu tuh paling benci bersikap baik sama orang lain kalau nggak dia spesial. Terutama perempuan. Gue tau ... mungkin lu mikir. Kalau lu bersikap baik sama Tiara juga atas perintah almarhum Aileen. Tapi, jujur deh ... lu bukan tipe orang yang kayak gitu. Kalau lu memang nggak suka sama apa yang ada di hati lu. Lu tetep bakal ada pada pendirian lu. Nggak akan berubah sama sekali. Mau Almarhum Aileen nyuruh kayak gimana juga. Lu nggak akan pernah bisa bersikap baik sama Tiara.”Marhen terdiam. Apa dirinya memang seperti itu?“Ayolah Marhen. Gue jelas paham kenapa lu lakuin kayak gini. Karena lu sendiri,” jelas Kamal sambil menunjuk Marhen.“Kenapa, dengan gue?”“Ya ... karena lu sendiri yang nanem pikiran ke lu kalau lu nggak boleh ninggalin Aileen gitu aja di sana. Seolah lu udah bilang kalau lu nggak boleh jatuh cinta sama Tiara karena takut buat ngekhianatin Almarhum Aileen yang udah tenang di sana dan dari semua pemikiran lu itu. Lu jadi nggak sadar kalau lu cinta sama Tiara tapi badan lu ngelarang.”Marhen menggigit bibir bawahnya. Teringat lagi semua perlakuan yang dia lakukan sama Tiara dan dia hanya bisa menghela napas.“Nggak akan ada yang ngerasa di khianatin kok,” jelas Kamal menepuk lengan atas sahabat nya itu. “Kalau dari awal almarhum Aileen merasa di khianati, harusnya dia nggak kenalin kamu sama Tiara. Tapi dia sendiri kan yang mau kalian kenal? Bukannya, almarhum Aileen sendiri yang bakalan sedih kalau lu lakuin ini sama perempuan pilihannya?”Marhen menelan saliva.“Jangan egois, Marhen. Memangnya lu bisa bertahan terus di pernikahan kayak gini dan kalau pun lu bisa. Memangnya Tiara sanggup kalau terus-terusan kayak gini?” tanya Kamal membuat Marhen tersentak bukan main. “Dia ini perempuan. Perempuan itu butuh kepastian. Sekarang, mungkin Tiara masih bisa nahan semua ini. Tapi, kita nggak tau kalau nanti kan? Gimana kalau dia ninggalin lu, karena lu sama sekali nggak bisa kasih kepastian buat dia dan kalau dia pergi memangnya lu sanggup?”Marhen menggeleng kecil.Aih, kenapa dirinya jadi keliatan pengecut kayak gini? Tapi mau gimana lagi. Memang dirinya yang nggak tahu harus berbuat apa. Alias dia mau semuanya berjalan dengan baik.“...”Marhen menarik napas dalam dan sandarin tubuhnya ke kursi kebesarannya.“Wih ... pusing juga ya.”“Nggak ada yang pusing. Alias lu sendiri yang udah buat semuanya kayak gini. Lu sendiri yang nyusahin diri lu. Jadi ... ya begini deh. Dan juga kalau dari awal lu nerima. Pasti semuanya nggak bakalan sesusah ini kan? Semuanya ada di lu. Lu sendiri yang punya jawabannya.”“Gitu?”Kamal mengangguk. “Lu sendiri yang harus milih, bakal lanjut dan dapetin kebahagiaan lu. Di saat Tiara beneran menunjang lu banget dan bisa jadi istri yang baik buat lu atau lu milih buat bertahan sama pikiran bodoh lu itu dan berakhir menyesal.”Marhen benar-benar bingung. Dia sangat bimbang.“Gue rasa sih ... lu harus cepet punya jawaban. Karena kalau nggak lu sendiri yang susah. Di saat belakangan ini lu sering cerita kan kalau Tiara sering ngeluh karena sikap lu? Jadi ya wajar karena udah jalan satu pernikahan lu. Lu ini masih aja kayak gini. Seolah nggak ada progres sama sekali. Gue paham banget sama apa yang dia pikirin.”Marhen mengangkat bahu. Ini juga yang buat dia resah selama ini.“Pilih sekarang dari pada menyesal.”Marhen menarik kursinya mendekat ke arah meja. “Tapi ... ini mah misalnya ya. Contoh gitu deh. Kalau ... misalnya gue mau minta maaf sama Tiara. Maksudnya gue milih Tiara. Apa yang harus gue lakuin sama dia? Biar bisa dapet maaf dia dan terutama bisa ngebuat dia lupa sama semua rasa sedih.”Kamal memicing dan tersenyum misterius membuat Marhen langsung berdecak.“Ck ... gue jelasin dari awal kalau ini misalnya. Kalau akhirnya gue milih Tiara, tapi tetep gua nggak bakalan lupain Aileen karena keberadaan Aileen akan selalu gue kenang di hati gue. Tapi kalau misalnya gue mau nerima Tiara. Gue harus apa? Ini tuh belum pasti! Jadi, lu stop buat cie-ciein gue!”Kamal tertawa lepas.“Hahaha ... lagian lucu aja liat lu yang ngomong kayak gitu dengan malu-malu. Kayak ini pertama kali lu bicara tentang cinta. Padahal selama ini lu selalu aja kayak gini dan juga ... kalau lu memang ngerasa milih Tiara lu harus lakuin yang terbaik lah.”“Ya gue harus apa?” tanya Marhen yang bergantian jadi geregetan bukan main itu. “Gue kasih uang yang banyak kah? Atau suruh dia belanja sepuasnya?”Kamal langsung menolak usul itu.“Lagian, yang gue perhatiin Tiara ini nggak gila harta. Kalau dari awal dia cuman ngincer uang lu. Harusnya dia udah dapetin dari lama. Tapi fakta dia yang selama ini diam aja. Lu harusnya sih paham kalau dia nggak bakalan nerima uang itu. Walaupun lu kasih sebanyak apa pun.”“Begitu ya?”“Lu kasih harapan.”“Maksudnya?”“Ya ... lu harus nunjukin itu semua lewat sikap lu. Jadi lu mesti buat Tiara percaya kalau lu itu sebenarnya udah suka sama dia dan buat Tiara paham kalau apa yang dia tunggu selama ini bakalan terjadi juga.”“Maksudnya?” seru Marhen yang masih di buat bingung bukan main.Kamal menghela napas, lelah.“Lu harus buat Tiara jatuh cinta sama lu! Dan lu juga harus mempelajari buat mencintai Tiara dengan tulus ...”Sekarang udah jam setengah satu malam tapi orang yang berjanji akan datang belum menampakkan diri sama sekali. Sementara itu, Alea memeluk dirinya sendiri dan menarik napas dalam. Dia sungguh nggak paham kenapa mau aja datang kesini. Dengan keadaan dirinya seorang diri, perempuan dan ada di tempat yang cukup sepi.Alea mengaduk kopi hangat yang ia pesan dan mengusap tubuhnya itu.“Huh ... kemana lagi, dia yang bikin janji. Tapi aku yang harus nunggu.” Perempuan itu hanya bisa diam dan memangku wajahnya dengan salah satu lengannya yang kosong. “Di sini tuh sebenarnya aku penasaran banget deh ... dari kecil kenapa aku selalu nggak di hargain kayak gini sih? Kayak ... setiap orang nggak bisa gitu ngehargain apa yang aku—Teng ...Suara lonceng yang beradu dengan pintu membuat Alea mengalihkan pandangan dan ia langsung tersenyum lega saat melihat Bram yang masuk ke dalam. Laki-laki itu langsung melambaikan tangan ke arah dirinya dan mesan makanan sebelum duduk di hadapannya.“Ada apa?”Ke
Semakin hari, hidup Alea hanya terus mikirin omongan Tiara saja. Pada awalnya Alea memilih untuk nggak cerita sama Bram karena dia rasa, dirinya bisa melewati ini sendirian. Tapi semakin di pikirin sendiri, yang Alea dapatkan hanyalah kepusingan sendiri aja. Dan kini dia nggak tahu harus melakukan apa lagi.Ia menyerah ...Alea mengeluarkan ponselnya dan memilih menghubungi Bram. Dia butuh Bram di saat seperti ini. Tapi akhir-akhir ini Bram sulit sekali untuk di hubungi. Bahkan laki-laki itu nggak sempat untuk sekedar datang ke apartemen.“Ck ... kemana sih?”Alea terus menggerutu. Beberapa panggilan yang masuk. Nggak ada yang di angkat sama sekali. Ia menoleh dan melihat jam nunjuk pukul tujuh malam dan seharusnya Bram itu udah ada di rumahnya.“Kalau memang dia udah fokus sama istrinya itu dan nggak butuh aku. Aku bisa pergi. Walaupun aku belum siap kehilangan kebahagiaan ini. Tetap aja kalau Mas Bram sendiri yang minta. Aku beneran bakalan pergi karena jarang sekali mas Bram yang b
Alea speechless. Bahkan ia nggak tahu harus menjawab apa. Semuanya terlalu tiba-tiba dan satu pertanyaan yang hinggap di benak dia. Kenapa di antara banyaknya perempuan harus dia? Diantara banyaknya orang yang ada di sekeliling Bram, terus harus dia yang di pinta seperti ini?Kenapa ...“Alea?” panggil Tiara sambil mengguncang tubuh Alea hingga perempuan itu tersadar dari lamunannya. “Kamu melamun? Kamu nggak dengar cerita saya dari tadi?”Alea langsung menggeleng.“Saya turut sedih sama apa yang di alamin sama nona,” ucap Alea yang kembali formal merasa perbincangan mereka cukup serius. “Saya nggak mengira kalau tuan yang segitu bucinnya sama nona ternyata bisa selingkuh. Tapi di sini saya masih nggak paham kenapa nona meminta bantuan saya di saat saya itu pegawai tuan yang berarti saya fokusnya sama pekerjaan bukannya sama tingkah laku tuan Bram.”“Kamu kan sekretarisnya.”“Lalu?”Tiara menghela napas dalam dan menatap serius ke arah Alea.“Gini deh ... di antara seluruh pegawai mas
Makan malam berjalan lancar. Mungkin itu bagi Tiara sama Bram. Karena tanpa mereka sadari ada yang menahan rasa sakit hatinya sejak tadi karena ucapan Tiara yang terus tak terkontrol dan entah kenapa karena semua itu. Alea makin yakin kalau Tiara tau sesuatu dan sengaja mengundang dirinya hanya untuk membuat dia jadi sakit hati saja.“Ini udah jam sembilan malam, kamu masih mau Alea di sini atau suruh supir siap-siap biar antar dia pulang?”“Kayaknya ... aku mau Alea nginap di sini aja deh, mas!” seru Tiara dengan cepat sambil meluk lengan suaminya. “Boleh ya mas ... aku beneran seneng banget, akhirnya ada teman di sini. Setelah yang kamu tau aku ini selalu cari teman selama ini. Tapi pada akhirnya aku bisa ada di titik ini. Boleh ya .. aku beneran nyaman banget sama bawahan kamu ini.”Alea terdiam hanya bisa menatap mereka tanpa mengatakan apa-apa. Ia hanya ingin pulang tapi apa daya kalau Tiara malah mengatakan seperti itu? Membuat dirinya semakin susah pergi dari sini dan terjebak
Alea mendongak dan di depannya sudah ada rumah yang benar-benar besar. Mungkin bukan rumah? Tapi lebih ke mansion. Tapi apa pun itu, Alea dibuat minder saat dirinya mulai melangkah masuk dan disapa oleh beberapa pelayan yang berdiri di depan pintu rumah.Ia meneguk saliva dan tersenyum canggung menyapa mereka semua, lalu dia digiring masuk sampai seruan yang sangat ia kenal membuat Alea mendongak.“Alea! Akhirnya kamu datang. Ya ampun ... aku kira kamu nggak mau datang. Udah pesimis banget nih. Eh ternyata kamu datang juga. Seneng banget.”“Aku-kamu?”Tiara mengangguk dan mereka cium pipi kanan dan kiri sebelum Tiara tertawa kecil.“Aku tuh nggak punya teman yang dekat gitu. Kalaupun ada, biasanya cuman karena harta doang. Duh, kesel deh sama orang yang kayak gitu. Tapi setelah aku perhatiin. Kamu tuh salah satu orang yang nggak peduli sama keuangan gitu ya? Lihat aja ... kamu pasti banyak gitu penghasilan. Tapi aku nggak pernah lihat kamu bawa barang atau pakai baju yang branded. Jad
“Kamu dapat dari mana?”Anak kecil itu menutup mulutnya dengan polos dan menggeleng. “Nggak boleh ... aku nggak di bolehin buat bilang ke kakak. Aku cuman dipinta buat kasih ini aja ke kakak dan kasih tau ke kakak, kalau kakak nggak usah sedih. Karena bakalan banyak orang yang sedih lihat kakak itu sedih kayak gini.”Alea tertawa renyah dan memeluk anak itu lagi. Keduanya terlibat perbincangan yang seru sampai seorang laki-laki yang sejak tadi melihat mereka dari balik pohon.Laki-laki itu tersenyum tipis.“Nah ... lebih cantik tersenyum kayak gitu di banding nangis kan?”***Alea sudah kembali dari kegiatan larinya. Dia memasuki unit apartemen dan langsung saja bersih-bersih tanpa pikir panjang. Kemudian dia memilih beristirahat karena hari ini dirinya benar-benar bebas dari semua orang.“Nggak akan ada lagi yang mengganggu hari ini, karena beberapa hari terakhir nona Tiara selalu ada di rumah membuat mas Bram jadi nggak bisa kesini.”Perempuan itu terkikik sambil memotong timun yang
Hati Alea benar-benar dibuat semakin resah saat tahu Bram ini memberi nomornya ke pada orang yang sangat ia takuti. Alea bukan takut kalau Nona Tiara mengetahui ini semua. Dia lebih malas untuk menyelesaikan semua ini dan mendapat pandangan buruk yang membuat ia harus pergi dan memulai semuanya dari awal.Ia malas melakukan itu semua sendiri.“Aku nggak tahu apa yang bakal di lakuin sama nona Tiara. Tapi aku yakin ini semua nggak akan baik-baik aja dan aku harus mulai waspada sama semua ini!”Perempuan itu menghentikan kegiatan joging dan duduk dengan napas memburu. Alea buka headset yang sejak tadi terpasang dan mulai menatap sekitar.“Biasanya pagi weekend kayak gini, yang paling semangat ngajak olahrga tuh ya bang Chris. Soalnya kan mas Bram pasti sama nona Tiara kalau weekend. Tapi sekarang semuanya terasa sepi. Nggak ada lagi yang bisa aku ajak ngobrol. Di kota yang luas ini, nyatanya aku nggak punya teman sama sekali.”Perempuan itu mengeluh dan mulai duduk, meluruskan kakinya y
“Saya nggak tahu kalau Tiara bakalan datang kesini. Tapi kamu udah makan kan? Ya ampun, padahal tadi saya udah janji sama kamu buat makan siang bareng. Tapi saya juga nggak mungkin kan tinggalin Tiara gitu aja demi kamu. Yang ada semuanya ketahuan. Jadi saya terpaksa tinggalin kamu dulu. Tapi, kamu nggak marah kan sama saya?”Alea menunjuk kotak bekal yang ada di atas meja dan tersenyum tipis.“Lah? Kotak bekal ini. Bukannya ini tadi yang di bawa Tiara buat saya?” tanya Bram lalu kotak bekal itu ia buka dan benar isinya tinggal sisa, walaupun masih ada beberapa lauk dan nasi. Tetap aja itu bekas dirinya. “Bentar dulu ... ini kamu yang makan?”Alea menegakan duduknya dan menggeleng.“Aku tadi udah minum di bawah, jadi belum terlalu laper. Eh ini malah tiba-tiba di bawain makanan sama istri kamu. Aku juga belum buka sama sekali. Emangnya kenapa?”“Ini makanan sisa mas.”Rahang Alea jatuh ke bawah dan ia menatap nggak suka.“Ini maksudnya apaan sih? Emang benar kan apa yang aku pikirin s
Bisa nggak sih Alea menertawakan kencang-kencang dirinya? Bisa nggak sih dia bilang sama dirinya di masa lalu, kalau dia udah jadi perempuan yang benar-benar memalukan. Bahkan untuk saat ini hanya tangisan air mata saja yang Alea lihat wajahnya di cermin.Ia menatap lehernya yang penuh dengan bekas merah yang dibuat sama Bram.Ia mencengkram kuat ujung bajunya sebelum mulai menghapus ruam merah itu dengan make up miliknya.“Bahkan ... aku nggak bisa menyuarakan apa yang aku nggak suka. Bahkan aku nggak bisa bilang enggak. Bahkan setiap aku nangis, aku selalu di marahin. Bahkan aku udah mulai lelah sama semua ini.”Perempuan itu menunduk.“Semakin memalukan karena aku yang lakuin ini semua hanya demi uang. Hanya demi lima puluh juta yang udah dikirim sama mas Bram.”Perempuan itu duduk di depan meja cermin dan menghubungi orang tuanya. Butuh beberapa waktu untuk bundanya mengangkat panggilan tersebut.“Kenapa nak ... bunda lagi ada urusan? Ini kenapa kamu nelepon terus kayak gini? Ngga
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Komen