Alea nggak tahu kalau akhirnya akan begini. Dua laki-laki yang singgah di hidupnya akan bertemu satu sama lain. Berdiri saling berhadapan dan menatap dengan penuh tanda tanya serta pandangan yang berbeda. Bram yang marah dan Chris yang ingin tahu siapa laki-laki itu.
Tidak ingin membuat suasana kacau, Alea langsung menarik keduanya masuk ke dalam apartemen dan menutup pintu dari dalam.
"Alea ... bisakah kamu jelasin siapa dia? Dan kenapa bisa ada di dalam apartemen kamu?" tanya Chris dengan tegas. “Bukannya kamu benci ada orang asing di apartemenmu?” lanjut Chris tanpa basa-basi.
“Asing?” seru Bram dengan kesal. “Apa orang yang membelikan apartemen ini untuk Alea masih termasuk orang asing?”
Alea menatap bingung. Lidahnya kelu, nggak tahu harus menjelaskan apa sama Chris tentang Bram. Ia nggak mungkin jujur gitu aja. Ia takut ... mengecewakan salah satu dari mereka.
"Kenalkan ... saya adalah pacar Alea," jelas Bram dengan tegas sambil menjabat tangan Chris. "Saya yang selama ini menghidupi Alea, bahkan apartemen ini saya yang belikan. Keberadaan saya jauh lebih penting di banding anda, jadi anda bisa jauh-jauh dari hidup Alea."
"Tunggu dulu," ucap Chris. "Pacar? Apartemen? Anda nggak bohong apa? Alea tuh kerja jadi karyawan di perusahaan, jadi uangnya jauh lebih cukup buat dapetin apa pun yang dia mau. Termasuk apartemen ini. Jadi nggak usah ngomong yang aneh-aneh dong."
Bram tertawa sinis saat berkata, "saya atasannya dan dia karyawan saya. Jadi anda harusnya yang nggak banyak ngomong dan terima fakta ini. Anda tau sendiri bagaimana nakalnya Alea kan? Dan dia juga melakukannya sama saya. Jadi jangan percaya sama wajah lugu ini."
Alea semakin menunduk. Udah nggak sanggup lagi harus mengatakan apa. Bram sudah membuat citranya jadi buruk di hadapan Chris.
Kini, Alea tidak bisa mengharap lebih lagi. Ia membiarkan semua orang bilang hal buruk tentang dirinya. Ia sudah rampung dan terlanjur malu. Alea kini memilih untuk diam aja.
"Alea ... apa ini maksudnya? Coba anda jelasin yang benar! Bukannya malah muter-muter seperti ini,” ujar Chris sambil bertanya-tanya.
Bram mengendikkan bahu. "Tanya sendiri saja sama anaknya. Dia bakalan jelasin siapa saya sebenarnya dan saya harap anda nggak kaget setelah tahu siapa saya dan sikap asli dari Alea."
Alea merasa tubuhnya di guncang. Ia mendongak dan menatap Chris. Laki-laki itu menatapnya penuh ingin tahu. Seolah meminta penjelasan bahkan ia pun bertanya, "Alea kamu jelasin ya sama abang. Apa yang sebenarnya terjadi. Ini kenapa dan kamu kenapa bawa cowok masuk ke apartemen kamu? Kalian nggak lakuin apa yang di pikirin sama abang kan—
"Abang?! Cuih!" cibir Bram.
"Diam dulu!" marah Chris pada Bram yang membuat keadaan makin serius.
"Alea, jangan diam gini aja. Kamu kasih tahu apa yang sebenarnya terjadi dan kamu baik-baik aja kan? Nggak ada yang jahat sama kamu?" Chris menatap Bram yang menatapnya sengit. "Apa laki-laki itu ada jahatin kamu?"
Alea memainkan ujung bajunya, semakin gelisah.
Ia takut ... sangat takut.
"Alea, jangan diam gini. Abang nggak tahu apa yang terjadi dan apa yang ada di pikiran kamu. Kamu kasih tahu. Kamu nggak lakuin apa—
"Aku bukan wanita baik-baik, bang!" pekik Alea memotong ucapan Chris.
Ia menutup wajah dan menangis.
"Aku bukan orang baik seperti yang abang pikirin. Aku cuma wanita nggak bener yang abang kenal sebagai wanita polos. Abang kenal aku sebagai orang yang nggak tahu apa-apa. Lugu. Dari kampung dan nggak paham apa pun. Tapi nyatanya nggak begitu. Aku liar. Aku jahat. Aku wanita penggoda."
Tubuh Alea merosot ke lantai dan semakin terisak. "Aku hina! Aku wanita yang hina."
"Alea?" panggil Chris yang masih terkejut.
Chris menatap pada Bram, tapi laki-laki itu hanya mengendikkan bahu. Tidak mau menjelaskan apa yang terjadi dan memilih pergi ke balkon lalu merokok.
Sementara itu, Alea merasakan Chris berlutut dan memegang bahunya.
"Apa yang sebenarnya terjadi? Dan apa maksud kamu tadi? Ini nggak bener kan? Maksudnya ... kamu nggak begitu kan? Abang—
"Beneran bang," jawab Alea dengan sangat lirih.
Alea mendongak dengan air mata yang terus turun di pipinya.
"Aku bukan perempuan baik-baik seperti yang abang kira. Aku seperti perempuan malam yang menggoda atasan aku sendiri. Bram namanya. Dia laki-laki yang tadi abang lihat dan aku jadi simpanan dia selama ini."
“Nggak hanya itu ... aku juga awalnya selalu goda banyak laki-laki di club. Cuma demi uang. Semua aku lakuin demi uang, biar aku bisa bayar semua hutang orang tua aku sampai hidup mereka yang banyak maunya.”
Alea kembali menangis. Tubuhnya sampai gemetar. Ia benar-benar di buat malu atas fakta yang bahkan dia lakuin sendiri. Ia nggak tahu lagi harus menaruh wajahnya di mana kalau bertemu sama Chris untuk ke depannya.
"Alea, kenapa kamu lakuin ini?" seru Chris dengan kecewa dan menggeleng. "Di mana sosok lugu yang selama ini abang kenal? Dan kenapa kamu malah jadi perusak hubungan rumah tangga orang lain. Di saat abang sering cerita kalau benci orang ketiga dalam rumah tangga."
Alea menunduk.
Ia tahu dirinya salah dan hanya bisa mengatakan maaf.
"Ceritakan semuanya, abang mau dengar semuanya dari sisi kamu. Kasih tahu apa yang udah kamu lakuin selama ini. Sejelas-jelasnya dan abang nggak mau sampai mendengar apa yang kamu lakuin dari orang lain lagi."
Alea menarik napas dalam, berusaha menguatkan dirinya untuk ceritain semua ini.
"Benar kata abang ... peganggu rumah tangga orang nggak akan pernah bisa tenang dalam hidupnya dan aku alamin semuanya. Aku nggak bisa tenang di hidup aku sendiri karena udah jadi orang jahat bagi perempuan lain."
Alea menelan saliva, "dari awal aku itu selalu terobsesi untuk bisa menjadi orang luar biasa selama ada di sini dan dengan bodohnya aku malahan mikir kalau menggaet orang kaya bakalan menguntungkan aku dan tanpa pikir panjang. Aku menggoda atasan aku sendiri dan kami berakhir kayak gini."
"Sampai sejauh mana kalian?" tanya Chris dengan menahan amarah.
Alea semakin menunduk. "Sejauh itu. Aku sama mas Bram bahkan udah tidur bareng," jawab Alea dengan suara yang sangat gemetar. "Kami udah sejauh itu dan benar-benar udah lakuin hal yang benar-benar menyakiti istri mas Bram sendiri."
Tangan Chris melepas bahu Alea dan dia mendengus, lalu tertawa kecil. Chris berdiri dan berkacak pinggang sambil menggeleng karena merasa sangat kecewa mendengar semua berita ini.
"Abang nggak pernah sekecewa ini sama kamu,” ujar Chris sehingga membuat Alea menangis. Ia benar-benar merasa menjadi perempuan kotor dan tidak berguna.
“Abang ... jangan pergi. Nggak ada yang ngerti aku selain abang. Nggak ada sama sekali bahkan kedua orang tua aku sendiri. Aku ngerasa di lindungi pas sama abang doang,” jelas Alea dengan berlinang air mata. “Jadi ... jangan tinggalin aku di sini ya. Jangan pergi ... maafin aku. Aku mohon.”
Bram dan Chris.Dua laki-laki yang membuat Alea selalu pusing. Tingkah yang berbeda membuat Alea terkadang merasa hidupnya jadi terkekang. Karena mereka juga gerak hidupnya terbatas bahkan ia nggak bisa bergerak bebas karena ulah mereka dan kini?Dua orang itu malahan ada di depannya. Saling memendam perasaan emosi satu sama lain. Menyisakan Alea yang bingung harus berbuat apa sama mereka. Karena nggak ada yang berniat meninggalkan apartemennya sama sekali.“Aku nggak tahu lagi harus jelasin apa sama kalian, dari tadi kalian cuma diam aja dan nggak ada yang mau dengerin aku sama sekali. Kalian juga nggak ada niatan mau ngomong apapun.”Alea mengangkat dua tangannya.“Sekarang terserah kalian deh, aku nggak bakalan ngurus lagi. Mau mas Bram dan abang Chris pulang juga silahkan. Atau kalian berdua mau berantem juga nggak masalah.”Ia menepuk dadanya dan menarik napas dalam. “Sekarang yang aku butuhin cuma ketenangan. Jadi, harusnya kalian ngerti.” Alea beranjak dan masuk ke dalam kamarn
Alea rasa, baru beberapa waktu yang lalu dia merasakan kebahagiaan. Dia yang memiliki segalanya. Entah itu pangkat kerjaan, uang, kebahagiaan, teman yang banyak seperti Chris dan Bram dan masih banyak lagi.Baru beberapa saat yang lalu dia ada di atas langit. Kini semuanya kembali ke kenyataan. Alea nggak tahu. Tapi semua ini beneran membuat dia benci sama hidupnya sendiri. Ia mau mencari ketenangan dan pergi dari dua laki-laki itu.“Tapi, bisa apa aku? Aku Cuma orang yang terkekang dan nggak bisa apa-apa sama sekali. Aku Cuma bisa diam doang dan ikutin perintah mereka.”Alea menatap dirinya yang udah memakai baju formal.Hari ini dia harus kembali ke rutinitas. Ia harus bekerja dan kembali bertemu sama Bram. Orang yang sebenarnya mau dia hindarin dari lama.“Argh ... bisa nggak sih aku pergi ke dua tahun yang bakalan datang? Aku ogah ah ada di masa ini. Capek aku.”Dengan menggerutu Alea melangkah ke luar kamar apartemennya dan turun ke bawah. Sampai ia malah melihat Bram sedang meny
Selama perjalanan, keheningan hanya menyapa Alea sama Bram. Kedua orang itu sama sekali nggak ada yang memulai bicara sama sekali. Karena mereka paham, pada akhirnya mereka hanya akan bertengkar satu sama lain setiap mau mulai membuka pembicaraan.Sampai mobil Bram berhenti di sebuah pusat perbelanjaan.“Kamu beli apa pun yang ada di sana. Bakalan mas bayar. Sekarang nggak ada batasan sama sekali. Kamu bisa bebas mau ambil apa aja. Asal kamu nggak ada lagi marah sama mas.”Alea masih aja diam.“Kenapa diam aja kayak gini? Harusnya kamu seneng dong karena saya bebasin kamu. Di saat biasanya mas selalu batesin uang belanja kamu. Apalagi baru beberapa waktu lalu mas kirim uang bulanan buat kamu. Jadi, nggak usah lah cemberut kayak gini. Mas mau liat senyuman kamu. Bukan sifat kamu yang gini.”“Karena bukan ini yang aku mau!”“Pisah? Yang kamu mau kamu pergi kan dari hidup saya? Tapi maaf saja ... karena kemauan saya bukan apa yang kamu mau. Jadi lebih baik diam dan dengarkan apapun perin
“Di mana kamu?”Belum selesai satu masalah. Alea sekarang malah di serbu sama pesan yang dikirim sama Chris. Semua pesannya berisi kata yang sama yaitu menanyakan posisi dirinya. Pesan yang terus dikirim sampai udah puluhan pesan yang masuk ke ponselnya.Alea tidak mengerti kenapa, tapi ini benar-benar berisik membuat dia terpaksa balas semua itu./Berhenti bang ... aku bilang stop tanya aku ini itu. Omongan abang yang kemarin udah buat aku yakin kalau abang nggak mau kenal sama aku lagi. Aku tau kalau abang udah kecewa sama aku. Maka dari itu, udah ya. Berhenti chat aku kayak gini./Dan setelah pesan dikirim, Alea malah mendapat panggilan dari Chris membuat ia menghela napas dalam. Dengan cepat Alea mematikan ponsel dan memasukkan ke dalam tas. Sebelum beranjak dari tempatnya kini.“Aku nggak mengerti sama sekali, kenapa bisa terjebak oleh dua orang yang benar-benar posesif. Aku nggak tahu kalau mereka bakalan sampai sejauh ini.”Alea mengacak rambutnya dan menghela napas. Ia nggak p
“Harus cari di mana uang sebanyak lima puluh juta?” Alea memeluk kakinya dan menarik napas dalam. “Lima puluh juta cuma untuk yang satu ini. Aku harus juga nyiapin sepuluh juta buat bayar hutang sama bunganya. Belum masing-masing lima juta buat uang jajan ibu sama bapak tiap bulannya.”“Dapet dari mana uang sebanyak itu?”Alea kembali menangis. Meratapi kisah hidupnya yang nggak pernah selesai.“Kapan aku bisa jadi orang kaya? Biar hal kayak gini nggak buat aku pusing lagi. Biar aku tahu harus nyelesain seperti apa kalau udah sejauh ini. Biar aku tau kalau aku juga berguna bagi orang tua aku.”Alea memandang langit yang sangat cerah.Teringat jelas masalah yang membuat dia ingin pergi dari hidup Bram.“Kalau kayak gini, aku bisa apa? Aku cuma bisa berakhir minta maaf sama mas Bram atas sikap aku. Biar aku bisa minta apa pun yang aku butuh. Biar mas Bram juga nggak ungkit semua masalah ini lagi.”Alea menarik napas dalam. Tangannya terulur meninju udara kosong. Ia benar-benar marah sam
“Alea ... apa kamu nggak mau mikir lebih dulu?”Hati Alea semakin ragu. Bayangan akan semua kebaikan Chris terus menghantui dirinya. Alea memang jatuh cinta sama Bram tapi dia juga nggak bisa memungkiri kalau bersama Chris dia jauh merasa aman. Seperti sosok kakak yang benar-benar menjaga adiknya dengan sangat hati-hati.Tapi bayangan tentang semua hutang orang tua membuat dia langsung menggeleng.“Maaf bang ... Abang bisa cari perempuan lain yang juga cinta sama abang. Pasti nggak susah kok. Apalagi abang tuh baik banget. Jadi, aku tuh yakin banget kalau abang bakalan dapat yang terbaik. Aku beneran seyakin itu ...”Chris melepas genggaman tangannya sambil melangkah mundur.“Berhenti jatuh cinta sama aku ya, bang.” Alea benar-benar memohon.Chris tertawa lirih dan menggeleng. “Mungkin gampang kamu ngomong kayak gitu. Kamu gak pernah merasakan apa yang abang rasakan selama ini. Kamu boleh suruh abang pergi tapi nyuruh abang biar nggak jatuh cinta sama kamu tuh egois banget. Nggak bisa
“TAHU DARI MANA KAMU!” seru Alea saat mereka udah di dalam lift, hanya berdua.“Udah bukan rahasia umum lagi sih. Lagian kamu memang ada tampang pelakor sih. Yaa namanya juga dari kampung. Pastinya kamu milih berbagai cara untuk mendapat apapun yang kamu mau. Tapi ya kalau sampai sejauh ini sih ... benar-benar memalukan.”Alea menatap bengis.“Nggak usah sok tahu, kamu! Maksudnya nggak usah ikut campur sama perempuan lain.”“YA ... memang nggak ada niatan ikut campur sih. Cuma geregetan aja sama kamu. Bisa-bisanya kamu lakuin hal jahat itu sama nona yang super baik itu. Atau ... memang kamu tuh nggak bakalan peduli sih sama hal kayak gini. Memang nggak punya hati nurani sama wanita lain. Dasar ...”Alea terdiam membuat perempuan itu semakin menggebu.“Dengar ya Alea ... kita semua di sini tuh udah pada tahu apa yang terjadi antara kamu sama tuan Bram. Tapi kita memang nggak mau ikut campur. Karena kita jelas tahu, orang yang punya banyak uang akan berakhir menang di banding kami. Aku
Setelah keluar dari ruangan kerja Bram, Alea benar-benar nggak kembali. Ia menyibukkan diri dengan file yang baru datang. Perempuan itu juga nggak peduli kalau mereka bakalan mengatakan hal yang buruk tentang dirinya. Yang ia punya kini hanya butuh waktu sendiri. Dia butuh menenangkan diri.***Pintu ruangannya terbuka dan ia melihat Bram masuk ke dalam. Langsung saja ia menunduk dan menghela napas dalam sambil terus saja menggeleng.“Kalau mas datang cuman buat bilang pisah, aku nggak bisa mas. Aku udah mikirin dari semalaman dan aku rasa kamu salah satu orang yang paling tepat di hidup aku dan setelah ngelewatin semua ini. Aku nggak mau kalau malah dengar penolakan dari kamu. Aku nggak akan pernah bisa sama sekali.”Bram duduk di depan Alea. Mendengar semua omongan selingkuhannya itu.“Kenapa? Kenapa tiba-tiba ngomong kayak gini?” tanya Bram dengan lembut. “Memangnya kamu tahu saya datang kesini untuk ngomong apa?”“Pisah kan?” tuduh Alea sambil menatap bengis pada Bram. “Kalau dar
Sekarang udah jam setengah satu malam tapi orang yang berjanji akan datang belum menampakkan diri sama sekali. Sementara itu, Alea memeluk dirinya sendiri dan menarik napas dalam. Dia sungguh nggak paham kenapa mau aja datang kesini. Dengan keadaan dirinya seorang diri, perempuan dan ada di tempat yang cukup sepi.Alea mengaduk kopi hangat yang ia pesan dan mengusap tubuhnya itu.“Huh ... kemana lagi, dia yang bikin janji. Tapi aku yang harus nunggu.” Perempuan itu hanya bisa diam dan memangku wajahnya dengan salah satu lengannya yang kosong. “Di sini tuh sebenarnya aku penasaran banget deh ... dari kecil kenapa aku selalu nggak di hargain kayak gini sih? Kayak ... setiap orang nggak bisa gitu ngehargain apa yang aku—Teng ...Suara lonceng yang beradu dengan pintu membuat Alea mengalihkan pandangan dan ia langsung tersenyum lega saat melihat Bram yang masuk ke dalam. Laki-laki itu langsung melambaikan tangan ke arah dirinya dan mesan makanan sebelum duduk di hadapannya.“Ada apa?”Ke
Semakin hari, hidup Alea hanya terus mikirin omongan Tiara saja. Pada awalnya Alea memilih untuk nggak cerita sama Bram karena dia rasa, dirinya bisa melewati ini sendirian. Tapi semakin di pikirin sendiri, yang Alea dapatkan hanyalah kepusingan sendiri aja. Dan kini dia nggak tahu harus melakukan apa lagi.Ia menyerah ...Alea mengeluarkan ponselnya dan memilih menghubungi Bram. Dia butuh Bram di saat seperti ini. Tapi akhir-akhir ini Bram sulit sekali untuk di hubungi. Bahkan laki-laki itu nggak sempat untuk sekedar datang ke apartemen.“Ck ... kemana sih?”Alea terus menggerutu. Beberapa panggilan yang masuk. Nggak ada yang di angkat sama sekali. Ia menoleh dan melihat jam nunjuk pukul tujuh malam dan seharusnya Bram itu udah ada di rumahnya.“Kalau memang dia udah fokus sama istrinya itu dan nggak butuh aku. Aku bisa pergi. Walaupun aku belum siap kehilangan kebahagiaan ini. Tetap aja kalau Mas Bram sendiri yang minta. Aku beneran bakalan pergi karena jarang sekali mas Bram yang b
Alea speechless. Bahkan ia nggak tahu harus menjawab apa. Semuanya terlalu tiba-tiba dan satu pertanyaan yang hinggap di benak dia. Kenapa di antara banyaknya perempuan harus dia? Diantara banyaknya orang yang ada di sekeliling Bram, terus harus dia yang di pinta seperti ini?Kenapa ...“Alea?” panggil Tiara sambil mengguncang tubuh Alea hingga perempuan itu tersadar dari lamunannya. “Kamu melamun? Kamu nggak dengar cerita saya dari tadi?”Alea langsung menggeleng.“Saya turut sedih sama apa yang di alamin sama nona,” ucap Alea yang kembali formal merasa perbincangan mereka cukup serius. “Saya nggak mengira kalau tuan yang segitu bucinnya sama nona ternyata bisa selingkuh. Tapi di sini saya masih nggak paham kenapa nona meminta bantuan saya di saat saya itu pegawai tuan yang berarti saya fokusnya sama pekerjaan bukannya sama tingkah laku tuan Bram.”“Kamu kan sekretarisnya.”“Lalu?”Tiara menghela napas dalam dan menatap serius ke arah Alea.“Gini deh ... di antara seluruh pegawai mas
Makan malam berjalan lancar. Mungkin itu bagi Tiara sama Bram. Karena tanpa mereka sadari ada yang menahan rasa sakit hatinya sejak tadi karena ucapan Tiara yang terus tak terkontrol dan entah kenapa karena semua itu. Alea makin yakin kalau Tiara tau sesuatu dan sengaja mengundang dirinya hanya untuk membuat dia jadi sakit hati saja.“Ini udah jam sembilan malam, kamu masih mau Alea di sini atau suruh supir siap-siap biar antar dia pulang?”“Kayaknya ... aku mau Alea nginap di sini aja deh, mas!” seru Tiara dengan cepat sambil meluk lengan suaminya. “Boleh ya mas ... aku beneran seneng banget, akhirnya ada teman di sini. Setelah yang kamu tau aku ini selalu cari teman selama ini. Tapi pada akhirnya aku bisa ada di titik ini. Boleh ya .. aku beneran nyaman banget sama bawahan kamu ini.”Alea terdiam hanya bisa menatap mereka tanpa mengatakan apa-apa. Ia hanya ingin pulang tapi apa daya kalau Tiara malah mengatakan seperti itu? Membuat dirinya semakin susah pergi dari sini dan terjebak
Alea mendongak dan di depannya sudah ada rumah yang benar-benar besar. Mungkin bukan rumah? Tapi lebih ke mansion. Tapi apa pun itu, Alea dibuat minder saat dirinya mulai melangkah masuk dan disapa oleh beberapa pelayan yang berdiri di depan pintu rumah.Ia meneguk saliva dan tersenyum canggung menyapa mereka semua, lalu dia digiring masuk sampai seruan yang sangat ia kenal membuat Alea mendongak.“Alea! Akhirnya kamu datang. Ya ampun ... aku kira kamu nggak mau datang. Udah pesimis banget nih. Eh ternyata kamu datang juga. Seneng banget.”“Aku-kamu?”Tiara mengangguk dan mereka cium pipi kanan dan kiri sebelum Tiara tertawa kecil.“Aku tuh nggak punya teman yang dekat gitu. Kalaupun ada, biasanya cuman karena harta doang. Duh, kesel deh sama orang yang kayak gitu. Tapi setelah aku perhatiin. Kamu tuh salah satu orang yang nggak peduli sama keuangan gitu ya? Lihat aja ... kamu pasti banyak gitu penghasilan. Tapi aku nggak pernah lihat kamu bawa barang atau pakai baju yang branded. Jad
“Kamu dapat dari mana?”Anak kecil itu menutup mulutnya dengan polos dan menggeleng. “Nggak boleh ... aku nggak di bolehin buat bilang ke kakak. Aku cuman dipinta buat kasih ini aja ke kakak dan kasih tau ke kakak, kalau kakak nggak usah sedih. Karena bakalan banyak orang yang sedih lihat kakak itu sedih kayak gini.”Alea tertawa renyah dan memeluk anak itu lagi. Keduanya terlibat perbincangan yang seru sampai seorang laki-laki yang sejak tadi melihat mereka dari balik pohon.Laki-laki itu tersenyum tipis.“Nah ... lebih cantik tersenyum kayak gitu di banding nangis kan?”***Alea sudah kembali dari kegiatan larinya. Dia memasuki unit apartemen dan langsung saja bersih-bersih tanpa pikir panjang. Kemudian dia memilih beristirahat karena hari ini dirinya benar-benar bebas dari semua orang.“Nggak akan ada lagi yang mengganggu hari ini, karena beberapa hari terakhir nona Tiara selalu ada di rumah membuat mas Bram jadi nggak bisa kesini.”Perempuan itu terkikik sambil memotong timun yang
Hati Alea benar-benar dibuat semakin resah saat tahu Bram ini memberi nomornya ke pada orang yang sangat ia takuti. Alea bukan takut kalau Nona Tiara mengetahui ini semua. Dia lebih malas untuk menyelesaikan semua ini dan mendapat pandangan buruk yang membuat ia harus pergi dan memulai semuanya dari awal.Ia malas melakukan itu semua sendiri.“Aku nggak tahu apa yang bakal di lakuin sama nona Tiara. Tapi aku yakin ini semua nggak akan baik-baik aja dan aku harus mulai waspada sama semua ini!”Perempuan itu menghentikan kegiatan joging dan duduk dengan napas memburu. Alea buka headset yang sejak tadi terpasang dan mulai menatap sekitar.“Biasanya pagi weekend kayak gini, yang paling semangat ngajak olahrga tuh ya bang Chris. Soalnya kan mas Bram pasti sama nona Tiara kalau weekend. Tapi sekarang semuanya terasa sepi. Nggak ada lagi yang bisa aku ajak ngobrol. Di kota yang luas ini, nyatanya aku nggak punya teman sama sekali.”Perempuan itu mengeluh dan mulai duduk, meluruskan kakinya y
“Saya nggak tahu kalau Tiara bakalan datang kesini. Tapi kamu udah makan kan? Ya ampun, padahal tadi saya udah janji sama kamu buat makan siang bareng. Tapi saya juga nggak mungkin kan tinggalin Tiara gitu aja demi kamu. Yang ada semuanya ketahuan. Jadi saya terpaksa tinggalin kamu dulu. Tapi, kamu nggak marah kan sama saya?”Alea menunjuk kotak bekal yang ada di atas meja dan tersenyum tipis.“Lah? Kotak bekal ini. Bukannya ini tadi yang di bawa Tiara buat saya?” tanya Bram lalu kotak bekal itu ia buka dan benar isinya tinggal sisa, walaupun masih ada beberapa lauk dan nasi. Tetap aja itu bekas dirinya. “Bentar dulu ... ini kamu yang makan?”Alea menegakan duduknya dan menggeleng.“Aku tadi udah minum di bawah, jadi belum terlalu laper. Eh ini malah tiba-tiba di bawain makanan sama istri kamu. Aku juga belum buka sama sekali. Emangnya kenapa?”“Ini makanan sisa mas.”Rahang Alea jatuh ke bawah dan ia menatap nggak suka.“Ini maksudnya apaan sih? Emang benar kan apa yang aku pikirin s
Bisa nggak sih Alea menertawakan kencang-kencang dirinya? Bisa nggak sih dia bilang sama dirinya di masa lalu, kalau dia udah jadi perempuan yang benar-benar memalukan. Bahkan untuk saat ini hanya tangisan air mata saja yang Alea lihat wajahnya di cermin.Ia menatap lehernya yang penuh dengan bekas merah yang dibuat sama Bram.Ia mencengkram kuat ujung bajunya sebelum mulai menghapus ruam merah itu dengan make up miliknya.“Bahkan ... aku nggak bisa menyuarakan apa yang aku nggak suka. Bahkan aku nggak bisa bilang enggak. Bahkan setiap aku nangis, aku selalu di marahin. Bahkan aku udah mulai lelah sama semua ini.”Perempuan itu menunduk.“Semakin memalukan karena aku yang lakuin ini semua hanya demi uang. Hanya demi lima puluh juta yang udah dikirim sama mas Bram.”Perempuan itu duduk di depan meja cermin dan menghubungi orang tuanya. Butuh beberapa waktu untuk bundanya mengangkat panggilan tersebut.“Kenapa nak ... bunda lagi ada urusan? Ini kenapa kamu nelepon terus kayak gini? Ngga