Share

Bab 2: Membawa Hadiah Mencengangkan

"Maksudmu?" tanya Dania, alisnya terangkat, nada suaranya mulai dipenuhi rasa curiga. “Apa yang sebenarnya kau inginkan atas pertolongan yang kau berikan tadi?” Pikirannya berputar, mencoba mencari alasan di balik tindakan Mark yang penuh teka-teki ini.

Mark, pria dengan postur tegap dan wajah dingin, menatap Dania dengan pandangan yang sulit ditebak. Bibirnya yang tipis menyunggingkan senyum yang nyaris tidak terlihat, lebih menyerupai garis lurus yang tanpa emosi. 

"Kau harus membayar utangmu sekarang juga," katanya dengan nada yang datar, tanpa sedikit pun intonasi yang menunjukkan emosi.

Dania terdiam sejenak, mencoba mencerna kata-kata pria di hadapannya. "Utang?" gumamnya dalam hati. Namun, sebelum ia sempat mempertanyakan lebih jauh, Mark melanjutkan kalimatnya, membuat dada Dania semakin sesak oleh kecemasan yang menekan.

“Apa yang kau inginkan?” tanyanya dengan suara yang bergetar, meskipun ia berusaha keras untuk terdengar tenang.

Tanpa menjawab pertanyaan Dania, Mark tiba-tiba meraih pergelangan tangannya dan menariknya keluar dari kamar hotel.

Suasana kamar yang tadinya memberikan sedikit rasa aman kini berubah menjadi lorong hotel yang dingin dan sepi. Langkah-langkah mereka menggema di sepanjang lorong, menambah ketegangan yang terus membesar di dalam diri Dania.

“Kau mau membawaku ke mana, Tuan?” tanya Dania dengan nada waspada, merasa cengkraman tangan Mark di pergelangannya semakin erat.

Namun, pria itu hanya menatapnya dengan dingin, tanpa sedikit pun menjawab pertanyaannya. Wajahnya tetap datar, seperti patung marmer yang tak bernyawa, namun mengintimidasi.

Mark menghentikan langkahnya di depan pintu lift dan menekan tombol menuju aula hotel. Mereka berdiri berdampingan di dalam lift, namun atmosfer di antara mereka begitu mencekam. Detik demi detik berlalu dalam keheningan, hanya suara lift yang bergerak naik yang terdengar.

Setelah beberapa saat, Mark akhirnya membuka mulutnya, "Siapa namamu?"

“Dania,” jawabnya singkat, tak ingin membuka lebih banyak informasi tentang dirinya. Hatinya masih dipenuhi kecemasan yang mengguncang, namun ia berusaha untuk tetap tenang.

"Kita akan menikah, itu sebagai bayaran atas jasaku yang telah membantumu dari orang-orang yang mengejarmu."

Mata Dania membulat seketika, hatinya nyaris berhenti berdetak mendengar pernyataan yang begitu tiba-tiba dan tidak masuk akal. “Me–menikah?” Dania tergagap, mencoba memproses kalimat yang baru saja diucapkan oleh Mark. “Bagaimana bisa, Tuan? Bahkan kita baru saja bertemu. Dan kau memintaku menjadi istrimu? Yang benar saja! Apa kau gila?”

Mark menghela napas panjang, seolah merasa jenuh dengan reaksi Dania yang menurutnya tidak perlu. “Aku sedang tidak bercanda. Kau tentu tahu siapa aku, kan?”

Dania tertegun. Dania dan seluruh orang di negeri ini juga sangat tahu siapa itu Mark Evander, nama yang menggema di pikirannya. Dia adalah CEO dari salah satu perusahaan terbesar di negara ini, seorang pria yang sangat berpengaruh dan terkenal. Tentu saja, Dania tahu siapa dia. Namun, tetap saja, apa yang diinginkan Mark dari dirinya sangat tidak masuk akal.

Meski demikian, Dania mencoba menyingkirkan rasa terkejutnya. "Tetap saja, keinginanmu tidak bisa aku terima begitu saja," katanya tegas, meskipun dalam hatinya ia merasa takut.

Mark menatapnya tajam, membuat Dania merasa semakin terpojok. "Perlukah aku membawamu kepada orang-orang yang mencarimu tadi?" ancam Mark, suaranya berubah dingin seperti es yang menggigit kulit.

Dania merasa dadanya semakin sesak. "Kau mengancamku?" desisnya, tak suka dengan situasi ini. Matanya menatap tajam pada Mark, meskipun ia tahu posisinya sangat tidak menguntungkan.

"Aku hanya menagih janjimu," balas Mark datar, tanpa sedikit pun menunjukkan rasa kasihan.

Pria itu benar-benar memanfaatkan keadaannya yang terdesak untuk mendapatkan apa yang dia inginkan. Dania menggigit bibirnya, mencoba menahan diri untuk tidak meledak dalam situasi ini.

Mark yang berdiri di sampingnya tampak begitu dingin dan tak tersentuh, membuatnya merasa semakin terasing dalam situasi ini.

Mereka tiba di gedung Catatan Sipil. Dania terperangah, menyadari jika ucapan Mark tidak main-main. 

“Dokumen yang anda minta sudah selesai, Tuan,” Vicky, asisten Mark langsung menghampiri mobil Mark, dan memberikan dokumen pernikahan Mark dan Dania.

“Ini benar-benar tidak masuk akal,” gerutu Dania seraya menghela napasnya.

Mark menyerahkan dokumen tersebut kepada Dania. “Peranmu saat ini adalah menjadi istriku, maka lakukan dengan benar.”

Dania membelalakan matanya, ia tidak percaya bahwa hal-hal seperti ini bisa diurus dengan cepat, bahkan dalam hitungan jam saja. Mark memang benar-benar bukan orang sembarangan.

Setelah beberapa saat mengurus pernikahan mereka di catatan sipil, Mark membawa Dania ke sebuah pesta keluarga yang diadakan di kediaman keluarga besar Mark. 

Sesampainya di rumah megah berlantai tiga, mereka disambut oleh sorot mata tajam dari para tamu yang hadir. Mark berjalan dengan percaya diri, membawa Dania di sisinya seperti seorang pangeran yang menggandeng putri. Namun, bagi Dania, ini lebih terasa seperti perangkap yang menjeratnya semakin dalam.

Di antara kerumunan itu, seorang wanita berambut cokelat muda dengan wajah cantik berdiri menunggu. Matanya menatap tajam ke arah Mark dan Dania. “Mark. Akhirnya kau sampai juga,” katanya dengan nada manis.

Namun, saat matanya bertemu dengan Dania, wajah wanita itu berubah dingin. “Siapa dia?” tanyanya, meskipun lebih terdengar seperti gumaman yang penuh kecurigaan.

Mark mengabaikan kehadiran wanita itu dan berjalan melewatinya, menarik Dania lebih dekat ke arahnya.

Dania bisa merasakan ketegangan dalam genggaman tangan Mark. Wanita bernama Cindy itu jelas merasa kesal, terlihat dari raut wajahnya yang penuh dengan kebencian tersembunyi.

Mark menarik kursi untuk Dania duduk. Mark memberikan sapu tangannya untuk Dania, kemudian membersihkan makanan yang menempel di mulut Dania dengan usapan lembutnya. 

Dania menatapnya sejenak, merasa aneh dengan perubahan nada suara Mark. Namun, ia tahu perannya saat ini. “Terima kasih,” jawabnya sambil mengambil alih sapu tangan di tangan Mark, mencoba untuk tidak menunjukkan rasa canggung yang melanda dirinya.

Cindy yang masih berdiri di dekat mereka menatap Dania dengan tatapan tajam. “Siapa wanita ini, Mark?” tanyanya dengan nada dingin yang tak dapat disembunyikan lagi.

Mark menoleh ke arah ayah dan ibunya yang duduk tak jauh dari mereka, tampak penasaran dengan wanita yang dibawa anaknya. Mereka tahu, Mark bukanlah tipe pria yang suka memperkenalkan wanita kepada keluarganya. Namun, kali ini berbeda. Ada sesuatu yang berbeda.

“Ayah, Ibu. Berhenti mengenalkan wanita tidak jelas lagi padaku,” ucap Mark dengan suara dinginnya. Sorot matanya menatap datar kedua orang tuanya. 

“Aku ke sini membawa hadiah untuk kalian,” Mark memperkenalkan Dania di depan orang tuanya. “Ini Dania, istriku.”

Komen (18)
goodnovel comment avatar
Ika Dewi Fatma J
langsung jd istri dong,seperti apa kehidupan dania setelah ini
goodnovel comment avatar
Ika Dewi Fatma J
hadiah untuk orang tuamu apa untuk diri sendiri mark?
goodnovel comment avatar
MAIMAI
emang ya wanita berkelas seperti dania ini musuh nya wanita bar bar. lepas dr marsha eh ketemu cindy. kita lihat nanti gimana dania melibas kalian semua. blm jd istri Mark aja danias sudah punya keberanian buag ngelawan marsha, apalagi ini sdh jadi istri mark, siap siap aja mereka jungkir balik.
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status