Share

Bab 5: Kau akan Mati di Tanganku!

Waktu sudah menunjuk angka tujuh pagi. Dania merasakan tubuhnya terasa berat, seperti ada bebatuan yang menimpanya. 

Ia lantas menoleh ke samping kiri, dan seketika mata Dania membulat sempurna, terkejut melihat sosok yang terbaring di sampingnya.

Mulutnya refleks tertutup oleh tangan, mencoba menahan pekikan yang hampir meluncur keluar. ‘Apa terjadi sesuatu semalam?’ pikirnya dalam hati, panik menyeruak dalam pikirannya yang masih setengah sadar.

Dania segera menyibakkan selimut yang menutupi tubuhnya, matanya terbelalak, namun kali ini lebih karena rasa lega. Pakaiannya masih lengkap, sama seperti saat ia mengenakannya sebelum tidur.

‘Syukurlah,’ batinnya, meski perasaan lega itu hanya bertahan sesaat sebelum suara berat dan serak yang familiar menyelusup ke telinganya. Kalau bukan karena Mark yang mengancamnya akan mengurungnya di gudang, mana mau Dania tidur dengannya. 

“Sudah bangun,hm?” Suara itu milik Mark, masih terbaring di sampingnya dengan mata tertutup, namun nadanya begitu tegas, membuat darah Dania seketika berdesir.

Dania menoleh, namun Mark masih memejamkan mata. Entah dia benar-benar masih tertidur atau sedang berpura-pura, Dania tak bisa memastikan. Ia hanya bisa mendehem, mencoba mengalihkan rasa gugup yang membebani dadanya sejak semalam. Perasaannya masih kacau, tak menentu, seperti ombak yang menghempas keras di tengah badai.

“Aku … aku hanya–” 

“Aku tidak akan menyentuhmu dalam keadaan tidak sadar. Aku bukan pria seperti itu,” suara Mark terdengar lagi, kali ini lebih tenang, meski tak kalah tegas.

Dania bisa merasakan kejujuran dalam kata-katanya, membuat rasa bersalah perlahan merayap masuk ke dalam hatinya. Dia merasa bodoh karena sempat berpikir yang tidak-tidak tentang Mark.

Mark beranjak dari tempat tidur tanpa melihat ke arah Dania. Dengan langkah tenang, ia menuju kamar mandi, meninggalkan Dania yang masih terpaku di tempat tidur. Hatinya dilanda perasaan yang sulit dijelaskan—antara rasa syukur, lega, dan kebingungan.

Dia tahu bahwa Mark memiliki semua hak sebagai suaminya, namun pria itu memilih untuk tidak melanggar batas.

“Pernikahan ini memang hanya di atas kertas. Tapi, Mark benar. Aku adalah istri sahnya.” Dania memejamkan mata, merasakan kebingungan yang semakin dalam menghantui dirinya.

Tiba-tiba, suara bel dari pintu depan menggema di seluruh rumah, memecah keheningan dan mengalihkan perhatiannya.

Dengan cepat, Dania bangkit dari tempat tidur. Meski dia tahu bahwa rumah ini dipenuhi pelayan yang siap melayani setiap kebutuhan, rasa penasaran membuatnya ingin melihat sendiri siapa yang datang di pagi buta seperti ini.

“Biar aku saja yang membukanya,” ucapnya kepada pelayan yang hendak menuju pintu.

Dania melangkah ke depan pintu lalu memutar kenop pintu utama. Saat pintu terbuka, alisnya terangkat tinggi, melihat siapa yang berdiri di sana.

‘Bahkan alamat rumah Mark di sini pun dia tahu. Astaga. Ternyata benar, dia tahu banyak tentang Mark,’ pikir Dania sambil menahan napas.

“Cindy? Ada apa pagi-pagi sekali kemari?” tanya Dania, mencoba tetap ramah meskipun hatinya sedang berkecamuk.

Ada perasaan tidak nyaman yang tiba-tiba muncul, seolah keberadaan Cindy di rumah ini adalah ancaman yang tidak bisa dia abaikan.

Cindy, wanita dengan penampilan anggun namun tatapan yang dingin, menatap Dania dengan pandangan penuh tanya. “Dania? Apa yang kau lakukan di sini?” Cindy bertanya dengan nada tak percaya. Seolah dia tidak bisa menerima kenyataan bahwa Dania adalah istri Mark. 

Padahal kedatanganya ke sana untuk memastikan sesuatu, bahwa pernikahan Mark dan Dania tidak ada. Namun, apa yang dia lihat saat ini sangat jauh di luar ekspektasinya. 

Dania mengerutkan kening, merasa jengkel dengan ucapan Cindy. “Tentu saja tinggal di sini. Aku kan, istrinya Mark.” Kata-kata itu meluncur dari bibirnya dengan nada tegas, meski dalam hatinya, dia merasakan getaran aneh yang sulit dia pahami.

Ucapan itu terasa asing, seperti peran yang harus dia mainkan, namun bukan peran yang diinginkannya.

“Ada apa datang kemari, Cindy? Ada urusan dengan Mark?” tanya Dania lagi.

Namun, Cindy tidak mengindahkan pertanyaan Dania. Dia memasuki rumah itu meski Dania belum menyuruhnya. Dania kemudian melihat tangan kiri Cindy yang membawa sesuatu, sepertinya makanan, pikir Dania.

“Tidak perlu repot-repot membawakan makanan untuk suamiku. Mulai hari ini, segala sesuatu yang dibutuhkan Mark akan disiapkan olehku,” ucapnya mencoba untuk berperan sebagai istri yang baik, tentu saja hanya di hadapan wanita ini.

Cindy kemudian membalikan tubuhnya, wajahnya seketika berubah, matanya menyipit penuh kebencian. “Kurang ajar! Kau pikir kau siapa, berani berucap seperti itu? Ingat, Dania. Sebelum kau hadir di hidup Mark, aku yang lebih dulu ada dalam hidupnya!” Nada suaranya semakin tinggi, dan amarah mulai menguasai dirinya.

Dania tetap tenang meskipun hatinya mendidih mendengar ucapan Cindy. Dia menatap Cindy dengan sorot mata yang tajam, mencoba mempertahankan posisinya.

“Ya, aku tahu. Tapi, perlu kau garisbawahi bahwa … pemenang sebenarnya adalah dia yang dijadikan miliknya selamanya. Itu artinya, akulah yang akan menemani Mark karena aku, adalah istrinya.”

Kata-kata itu seperti pisau yang mengiris hati Cindy. Wajahnya memerah karena amarah yang meluap, dan tanpa berpikir panjang, dia menyunggingkan senyum sinis, penuh kebencian.

“Kau pikir aku bodoh?” katanya dengan nada mengejek. “Selama ini Mark tidak pernah mau menjalin hubungan dengan siapa pun. Lalu, kau datang dan mengatakan kalau kalian sudah menikah bahkan telah menjalin hubungan selama satu tahun.”

Suaranya berubah menyeramkan, penuh kebencian yang mendalam. “Ini benar-benar fenomena paling mustahil dalam hidup Mark. Kau tahu? Aku jauh lebih tahu tentang Mark daripada dirimu.”

Dania menarik napas dalam-dalam, mencoba menenangkan dirinya yang hampir terbawa emosi. “Sayangnya, apa yang kau tahu belum tentu benar, Cindy. Ingat, apa yang Mark katakan padamu kemarin malam? ‘Urusan Mark, bukan urusanmu!’” Kata-katanya tegas, meski ada getaran halus dalam suaranya, namun tekadnya tak tergoyahkan.

Cindy geram, wajahnya memerah karena amarah yang membakar. Tanpa berpikir panjang, dia mengangkat tangannya, hendak menampar wajah Dania.

Namun, gerakannya terhenti seketika ketika tangan itu ditahan dengan genggaman kuat. Cindy menoleh dengan terkejut, mendapati Mark yang berdiri di sampingnya, tatapannya dingin dan penuh ancaman.

“Berani menyentuh istriku, kau akan mati di tanganku!”

Comments (16)
goodnovel comment avatar
Ika Dewi Fatma J
perlu dikasih pelajaran kek nya cindy,lagian ngapain juga pagi2 udah rusuh dirumah orang,dasar g tau malu
goodnovel comment avatar
yesi rahmawati
Bagus dania, tunjukan ke cindy kalau kamu istri yg baik dan pengertian dan penuh sayang sayang ke Mark
goodnovel comment avatar
yesi rahmawati
Meski cindy yg dikenal Mark lama tapi Mark gak cintai sama kamu tuh. Malah Mark muak sama kamu ...
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status