Share

Bab 4: Tidur dalam Satu Kamar

Malam sudah semakin larut ketika pesta yang penuh keriuhan dan tawa itu akhirnya usai. Semua tamu telah pulang, meninggalkan keheningan yang perlahan menguasai setiap sudut rumah mewah itu. Mark dan Dania akhirnya pamit untuk pulang dari rumah tersebut.

Mark, yang sudah sejak lama tidak tinggal di rumah orang tuanya sejak lima tahun yang lalu. Kemudian mengajak Dania menuju mobil yang terparkir rapi di halaman. 

“Mulai malam ini, kau tinggal di rumahku,” ucap Mark tiba-tiba, suaranya tenang namun penuh dengan kepastian yang tak terbantahkan.

Dania yang mendengarnya sontak menoleh, matanya membelalak dengan tatapan tak percaya. Mereka masih berada di dalam mobil yang kini telah berhenti di halaman sebuah rumah yang tidak kalah megahnya dari rumah orang tua Mark.

“Apa? Bagaimana bisa? Antarkan aku pulang ke rumahku, Tuan Mark,” desis Dania dengan nada yang lebih menyerupai perintah daripada permintaan.

Mark menoleh sekilas ke arah Dania dengan tatapan yang sulit diartikan. “Jangan panggil aku Tuan, Dania. Aku ini suamimu,” jawabnya dengan suara yang dalam, sebelum keluar dari mobil dan berjalan menuju pintu utama rumah.

Dania, yang masih terkejut dengan pernyataan Mark, bergegas keluar dari mobil dan dengan langkah cepat mengejar pria itu yang sudah lebih dulu berjalan memasuki rumah megah tersebut. Hatinya berdegup kencang, seolah ada sesuatu yang tak terduga akan segera terjadi.

“Mark …,” panggil Dania dengan suara yang nyaris berbisik, namun cukup untuk membuat Mark berhenti sejenak.

Mark berbalik, menatap Dania dengan tatapan yang tak tergoyahkan. “Dania, status kita sudah menjadi suami istri. Maka, tidak ada yang salah jika kita tinggal dalam satu rumah,” ujar Mark, suaranya penuh dengan keyakinan yang membuat udara di sekitarnya terasa lebih berat.

“Bahkan dalam satu kamar,” sambungnya dengan raut wajah datarnya.

Dania terperangah, matanya membulat sempurna mendengar ucapan Mark yang terdengar sangat meyakinkan, seolah bukan sekadar bualan semata.

“Apa? Kau serius?” Dania berusaha mencari kepercayaan pada setiap kata yang keluar dari bibir Mark, namun yang dia temukan hanyalah semakin dalamnya jurang ketidakpastian.

Saat mereka melangkah masuk ke dalam rumah, Dania tak bisa menahan diri untuk tidak terkagum-kagum pada setiap sudut yang mereka lewati.

Rumah itu sungguh memukau, dengan interior yang dipenuhi furnitur mewah dan karya seni yang memancarkan aura keanggunan serta kekayaan.

“Mark, tunggu!” panggil Dania lagi, mengejar langkah Mark yang sudah lebih dulu masuk ke dalam kamar—kamar yang akan mereka tempati bersama, sesuai dengan ucapan Mark sebelumnya.

Mark mengabaikan panggilan Dania. Lelaki itu hanya terus berjalan, membuka pintu kamar dengan gerakan yang begitu tenang namun pasti. Ia melepas jas hitam yang sedari tadi dikenakannya, menggantungkan jas itu di gantungan yang ada di sisi lemari.

Dania menelan ludah, merasa dadanya semakin sesak oleh rasa canggung yang sulit dia jelaskan. “A—apa yang kau lakukan?” ucap Dania, suaranya terdengar gemetar saat ia memalingkan wajahnya, tak ingin melihat pemandangan yang membuatnya semakin tidak nyaman.

“Aku ingin mandi,” Mark menanggapi pertanyaan Dania dengan santai.

Namun, Dania hanya diam, ia terlalu kikuk untuk melanjutkan pembicaraan dengan Mark. Mark lantas melangkah ke dalam kamar mandi yang terletak di sudut ruangan. Pintu kamar mandi terbuka, memperlihatkan pancuran air yang jatuh dengan suara gemericik lembut, mengundang siapapun untuk masuk dan merasakan kesegaran airnya.

Sementara itu, Dania duduk di tepi tempat tidur, merasa semakin terjebak dalam situasi yang tak pernah dia bayangkan sebelumnya.

Ia menatap cermin besar yang terpajang di dinding, menatap bayangan dirinya yang tampak begitu kecil dan rapuh di tengah ruangan yang begitu luas dan mewah ini.

“Kenapa malah jadi seperti ini? Bukankah pernikahan ini hanya pernikahan di atas kertas? Kenapa harus tidur dalam satu kamar yang sama? Apa yang sebetulnya pria itu rencanakan?” gumam Dania pada dirinya sendiri, merasa semakin frustasi dengan situasi yang semakin tak terkendali.

Beberapa menit kemudian, suara air yang berhenti mengalir menandakan bahwa Mark sudah selesai mandi. Pintu kamar mandi terbuka, dan Mark keluar dengan handuk melilit di pinggangnya, tubuhnya masih basah dan berkilauan dalam cahaya lampu yang temaram.

Dadanya terekspos bebas, memperlihatkan setiap lekuk otot yang sempurna, seolah-olah dipahat oleh tangan dewa.

Mata Dania terbelalak, wajahnya memerah seketika, namun dengan cepat ia membuang muka, tak ingin melihat tubuh Mark yang begitu mempesona itu. “Cepat pakai bajumu!” katanya, suaranya terdengar putus asa, hampir seperti permohonan.

Mark menaikkan alisnya, melihat reaksi Dania yang begitu gugup. “Apa yang kau lakukan? Aku ini suamimu, Dania. Tidak masalah jika kau ingin melihatnya,” jawab Mark dingin.

Dania berdecak kesal, merasa terjebak dalam situasi yang benar-benar di luar kendalinya. “Tetap saja … aku tidak biasa melihat pria telanjang,” ulangnya, sambil terus memalingkan wajahnya, matanya mencari-cari sesuatu untuk dilihat, asal jangan tubuh Mark.

Ketika Mark berjalan menuju lemari, Dania mencoba mengendalikan perasaannya, berusaha sekuat tenaga untuk tidak terlalu memikirkan situasi yang semakin memanas ini.

Namun, langkahnya terhenti ketika ia tanpa sengaja menginjak genangan air di dekat kamar mandi. Tubuhnya sedikit oleng, dan sebelum ia menyadarinya, Mark sudah meraih tangannya, menangkap tubuhnya dengan cepat.

Mata mereka bertemu dalam jarak yang begitu dekat, begitu intim. Detak jantung Dania semakin tak terkendali, seolah ingin meledak di dalam dadanya. Wajah Mark yang begitu tampan dan sempurna terasa begitu dekat, terlalu dekat, hingga membuatnya kehilangan kata-kata.

“Berhati-hatilah!” ujar Mark dengan nada yang sedikit memerintah. Saat ini mereka sangat dekat sekali, Dania dapat melihat dengan jelas wajah tampan dengan rahang yang tegas milik Mark, membuat gadis itu semakin terpesona oleh kehadiran pria di hadapannya.

Sebelum Dania sempat menjawab, Mark mengangkat tubuhnya, membuat Dania terkejut dan memekik kecil. “Mark! Aku bisa jalan sendiri, jangan menggendongku seperti ini!” teriak Dania, berusaha melepaskan diri dari genggaman Mark.

“Banyak air yang jatuh ke lantai, jadi aku akan membantumu.” ujar Mark tanpa menatap ke arah Dania.

Mark membawa tubuh Dania ke ranjang, kemudian dengan hati-hati, ia menaruh tubuh Dania. 

“M-maaf … t-tapi ini tidak—” Dania kehilangan kata-katanya, ia masih terkejut dengan apa yang dilakukan Mark kepada dirinya. 

Matanya menatap was-was pada Mark, takut terjadi hal-hal yang tidak dia inginkan.

“Aku akan keluar, jadi kau cepat pakai pakaianmu!” Dania melangkah dengan cepat keluar dari kamar, jantungnya berdegup sangat cepat. 

‘Apa yang baru saja aku lakukan? Bahkan pernikahan ini hanya sekadar pernikahan kontrak, sadarlah Dania!’

Komen (16)
goodnovel comment avatar
Ika Dewi Fatma J
lihat mark g pake baju aja dania udah blingsatan sendiri duuh hati ya dania,tau tau hatinya g ada rem loo
goodnovel comment avatar
MAIMAI
kayak nya pernikahan ini bukan pernikahan kontrak biasa deh Dania. salah satu di antara kalian pasti akan ada yg klepek klepek duluan.
goodnovel comment avatar
yesi rahmawati
Mark ini langsung gendong aja hlo, dania kan jadi berdebar debar jantungnya
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status