Beranda / Romansa / Terjerat Cinta CEO Dingin / Bab 4: Tidur dalam Satu Kamar

Share

Bab 4: Tidur dalam Satu Kamar

Penulis: Salwa Maulidya
last update Terakhir Diperbarui: 2024-08-15 16:54:44

Malam sudah semakin larut ketika pesta yang penuh keriuhan dan tawa itu akhirnya usai. Semua tamu telah pulang, meninggalkan keheningan yang perlahan menguasai setiap sudut rumah mewah itu. Mark dan Dania akhirnya pamit untuk pulang dari rumah tersebut.

Mark, yang sudah sejak lama tidak tinggal di rumah orang tuanya sejak lima tahun yang lalu. Kemudian mengajak Dania menuju mobil yang terparkir rapi di halaman. 

“Mulai malam ini, kau tinggal di rumahku,” ucap Mark tiba-tiba, suaranya tenang namun penuh dengan kepastian yang tak terbantahkan.

Dania yang mendengarnya sontak menoleh, matanya membelalak dengan tatapan tak percaya. Mereka masih berada di dalam mobil yang kini telah berhenti di halaman sebuah rumah yang tidak kalah megahnya dari rumah orang tua Mark.

“Apa? Bagaimana bisa? Antarkan aku pulang ke rumahku, Tuan Mark,” desis Dania dengan nada yang lebih menyerupai perintah daripada permintaan.

Mark menoleh sekilas ke arah Dania dengan tatapan yang sulit diartikan. “Jangan panggil aku Tuan, Dania. Aku ini suamimu,” jawabnya dengan suara yang dalam, sebelum keluar dari mobil dan berjalan menuju pintu utama rumah.

Dania, yang masih terkejut dengan pernyataan Mark, bergegas keluar dari mobil dan dengan langkah cepat mengejar pria itu yang sudah lebih dulu berjalan memasuki rumah megah tersebut. Hatinya berdegup kencang, seolah ada sesuatu yang tak terduga akan segera terjadi.

“Mark …,” panggil Dania dengan suara yang nyaris berbisik, namun cukup untuk membuat Mark berhenti sejenak.

Mark berbalik, menatap Dania dengan tatapan yang tak tergoyahkan. “Dania, status kita sudah menjadi suami istri. Maka, tidak ada yang salah jika kita tinggal dalam satu rumah,” ujar Mark, suaranya penuh dengan keyakinan yang membuat udara di sekitarnya terasa lebih berat.

“Bahkan dalam satu kamar,” sambungnya dengan raut wajah datarnya.

Dania terperangah, matanya membulat sempurna mendengar ucapan Mark yang terdengar sangat meyakinkan, seolah bukan sekadar bualan semata.

“Apa? Kau serius?” Dania berusaha mencari kepercayaan pada setiap kata yang keluar dari bibir Mark, namun yang dia temukan hanyalah semakin dalamnya jurang ketidakpastian.

Saat mereka melangkah masuk ke dalam rumah, Dania tak bisa menahan diri untuk tidak terkagum-kagum pada setiap sudut yang mereka lewati.

Rumah itu sungguh memukau, dengan interior yang dipenuhi furnitur mewah dan karya seni yang memancarkan aura keanggunan serta kekayaan.

“Mark, tunggu!” panggil Dania lagi, mengejar langkah Mark yang sudah lebih dulu masuk ke dalam kamar—kamar yang akan mereka tempati bersama, sesuai dengan ucapan Mark sebelumnya.

Mark mengabaikan panggilan Dania. Lelaki itu hanya terus berjalan, membuka pintu kamar dengan gerakan yang begitu tenang namun pasti. Ia melepas jas hitam yang sedari tadi dikenakannya, menggantungkan jas itu di gantungan yang ada di sisi lemari.

Dania menelan ludah, merasa dadanya semakin sesak oleh rasa canggung yang sulit dia jelaskan. “A—apa yang kau lakukan?” ucap Dania, suaranya terdengar gemetar saat ia memalingkan wajahnya, tak ingin melihat pemandangan yang membuatnya semakin tidak nyaman.

“Aku ingin mandi,” Mark menanggapi pertanyaan Dania dengan santai.

Namun, Dania hanya diam, ia terlalu kikuk untuk melanjutkan pembicaraan dengan Mark. Mark lantas melangkah ke dalam kamar mandi yang terletak di sudut ruangan. Pintu kamar mandi terbuka, memperlihatkan pancuran air yang jatuh dengan suara gemericik lembut, mengundang siapapun untuk masuk dan merasakan kesegaran airnya.

Sementara itu, Dania duduk di tepi tempat tidur, merasa semakin terjebak dalam situasi yang tak pernah dia bayangkan sebelumnya.

Ia menatap cermin besar yang terpajang di dinding, menatap bayangan dirinya yang tampak begitu kecil dan rapuh di tengah ruangan yang begitu luas dan mewah ini.

“Kenapa malah jadi seperti ini? Bukankah pernikahan ini hanya pernikahan di atas kertas? Kenapa harus tidur dalam satu kamar yang sama? Apa yang sebetulnya pria itu rencanakan?” gumam Dania pada dirinya sendiri, merasa semakin frustasi dengan situasi yang semakin tak terkendali.

Beberapa menit kemudian, suara air yang berhenti mengalir menandakan bahwa Mark sudah selesai mandi. Pintu kamar mandi terbuka, dan Mark keluar dengan handuk melilit di pinggangnya, tubuhnya masih basah dan berkilauan dalam cahaya lampu yang temaram.

Dadanya terekspos bebas, memperlihatkan setiap lekuk otot yang sempurna, seolah-olah dipahat oleh tangan dewa.

Mata Dania terbelalak, wajahnya memerah seketika, namun dengan cepat ia membuang muka, tak ingin melihat tubuh Mark yang begitu mempesona itu. “Cepat pakai bajumu!” katanya, suaranya terdengar putus asa, hampir seperti permohonan.

Mark menaikkan alisnya, melihat reaksi Dania yang begitu gugup. “Apa yang kau lakukan? Aku ini suamimu, Dania. Tidak masalah jika kau ingin melihatnya,” jawab Mark dingin.

Dania berdecak kesal, merasa terjebak dalam situasi yang benar-benar di luar kendalinya. “Tetap saja … aku tidak biasa melihat pria telanjang,” ulangnya, sambil terus memalingkan wajahnya, matanya mencari-cari sesuatu untuk dilihat, asal jangan tubuh Mark.

Ketika Mark berjalan menuju lemari, Dania mencoba mengendalikan perasaannya, berusaha sekuat tenaga untuk tidak terlalu memikirkan situasi yang semakin memanas ini.

Namun, langkahnya terhenti ketika ia tanpa sengaja menginjak genangan air di dekat kamar mandi. Tubuhnya sedikit oleng, dan sebelum ia menyadarinya, Mark sudah meraih tangannya, menangkap tubuhnya dengan cepat.

Mata mereka bertemu dalam jarak yang begitu dekat, begitu intim. Detak jantung Dania semakin tak terkendali, seolah ingin meledak di dalam dadanya. Wajah Mark yang begitu tampan dan sempurna terasa begitu dekat, terlalu dekat, hingga membuatnya kehilangan kata-kata.

“Berhati-hatilah!” ujar Mark dengan nada yang sedikit memerintah. Saat ini mereka sangat dekat sekali, Dania dapat melihat dengan jelas wajah tampan dengan rahang yang tegas milik Mark, membuat gadis itu semakin terpesona oleh kehadiran pria di hadapannya.

Sebelum Dania sempat menjawab, Mark mengangkat tubuhnya, membuat Dania terkejut dan memekik kecil. “Mark! Aku bisa jalan sendiri, jangan menggendongku seperti ini!” teriak Dania, berusaha melepaskan diri dari genggaman Mark.

“Banyak air yang jatuh ke lantai, jadi aku akan membantumu.” ujar Mark tanpa menatap ke arah Dania.

Mark membawa tubuh Dania ke ranjang, kemudian dengan hati-hati, ia menaruh tubuh Dania. 

“M-maaf … t-tapi ini tidak—” Dania kehilangan kata-katanya, ia masih terkejut dengan apa yang dilakukan Mark kepada dirinya. 

Matanya menatap was-was pada Mark, takut terjadi hal-hal yang tidak dia inginkan.

“Aku akan keluar, jadi kau cepat pakai pakaianmu!” Dania melangkah dengan cepat keluar dari kamar, jantungnya berdegup sangat cepat. 

‘Apa yang baru saja aku lakukan? Bahkan pernikahan ini hanya sekadar pernikahan kontrak, sadarlah Dania!’

Komen (16)
goodnovel comment avatar
Ika Dewi Fatma J
lihat mark g pake baju aja dania udah blingsatan sendiri duuh hati ya dania,tau tau hatinya g ada rem loo
goodnovel comment avatar
MAIMAI
kayak nya pernikahan ini bukan pernikahan kontrak biasa deh Dania. salah satu di antara kalian pasti akan ada yg klepek klepek duluan.
goodnovel comment avatar
yesi rahmawati
Mark ini langsung gendong aja hlo, dania kan jadi berdebar debar jantungnya
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • Terjerat Cinta CEO Dingin   Bab 5: Kau akan Mati di Tanganku!

    Waktu sudah menunjuk angka tujuh pagi. Dania merasakan tubuhnya terasa berat, seperti ada bebatuan yang menimpanya. Ia lantas menoleh ke samping kiri, dan seketika mata Dania membulat sempurna, terkejut melihat sosok yang terbaring di sampingnya.Mulutnya refleks tertutup oleh tangan, mencoba menahan pekikan yang hampir meluncur keluar. ‘Apa terjadi sesuatu semalam?’ pikirnya dalam hati, panik menyeruak dalam pikirannya yang masih setengah sadar.Dania segera menyibakkan selimut yang menutupi tubuhnya, matanya terbelalak, namun kali ini lebih karena rasa lega. Pakaiannya masih lengkap, sama seperti saat ia mengenakannya sebelum tidur.‘Syukurlah,’ batinnya, meski perasaan lega itu hanya bertahan sesaat sebelum suara berat dan serak yang familiar menyelusup ke telinganya. Kalau bukan karena Mark yang mengancamnya akan mengurungnya di gudang, mana mau Dania tidur dengannya. “Sudah bangun,hm?” Suara itu milik Mark, masih terbaring di sampingnya dengan mata tertutup, namun nadanya begit

    Terakhir Diperbarui : 2024-08-15
  • Terjerat Cinta CEO Dingin   Bab 6: Masih Mencintai Mantan Kekasihmu?

    Dania menoleh perlahan, seakan waktu melambat saat ia mengamati setiap garis tajam di wajah Mark.Mata kelam pria itu menatap Cindy dengan kebencian yang begitu terang, membuat suasana ruangan seolah membeku dalam ketegangan. Bibirnya terkatup rapat, dagunya terangkat tinggi, menandakan ketegasan yang tak bisa diganggu gugat."Apa maksudmu, Mark?" tanya Cindy dengan nada marah, matanya menyala penuh emosi. Ia melepaskan genggaman tangannya dari tangan Mark, seolah sentuhan itu telah menjadi duri yang menusuk kulitnya.Mark menghela napas panjang, seolah berusaha menahan amarah yang membara di dalam dadanya. “Pergi dari rumahku sebelum aku memanggil keamanan untuk menyeretmu keluar,” ucapnya dingin, suaranya bergetar dengan ancaman yang jelas.Perkataan itu menyulut kemarahan Cindy. Dengan wajah memerah, ia mendesis, “Argh!” sebelum akhirnya berbalik dan pergi dengan langkah cepat, menghentak-hentakkan kakinya di atas lantai marmer yang dingin.Mark tidak memedulikan Cindy lagi. Ia ber

    Terakhir Diperbarui : 2024-08-26
  • Terjerat Cinta CEO Dingin   Bab 7: Kapan Kalian Memberiku Cucu?

    "Kenapa? Apa pertanyaanku terlalu berat, sampai membuatmu tersedak?" tanyanya, suaranya terdengar halus namun tajam, seperti mata pisau yang menyusuri permukaan sutra.Dania mengambil gelas itu dengan tangan yang sedikit gemetar, meneguk airnya perlahan, mencoba mengumpulkan pikirannya yang terpecah-pecah."Tidak," jawabnya setelah beberapa saat, suaranya terdengar serak, hampir seperti bisikan. "Aku hanya terkejut saja, pertanyaan seperti itu akan keluar dari mulutmu."Mark menghela napas kasar, suaranya menyerupai desahan angin yang berhembus melewati pepohonan di malam hari. Ia bangkit dari duduknya, menatap Dania dengan sorot mata yang sulit diartikan."Tidak masalah jika memang kau sudah melupakan pria itu," ucapnya dengan nada datar, sebelum berbalik dan melangkah pergi, meninggalkan Dania yang masih terdiam di kursinya.Dania mengerutkan kening, mencoba memahami maksud dari kata-kata suaminya. Apakah Mark merasa lega karena ia sudah tidak mencintai Kevin? Ataukah ada sesuatu ya

    Terakhir Diperbarui : 2024-08-27
  • Terjerat Cinta CEO Dingin   Bab 8: Berhenti Bekerja

    Mark mengangkat wajahnya, menatap ibunya yang masih menunggu jawaban dengan penuh harap. Di sebelahnya, Dania terdiam, berusaha menyembunyikan kegelisahannya. Ia tahu, dalam situasi ini, lebih baik diam dan membiarkan Mark yang mengambil alih percakapan. Biarlah dia yang berbicara, biarlah dia yang memberikan penjelasan."Ibu," katanya dengan nada yang begitu tenang, namun dingin, seakan mencoba untuk menekan setiap emosi yang mendidih di dalam dirinya, "Kami baru saja menikah. Tidak pantas jika harus menanyakan soal anak sementara umur pernikahan kami baru dua hari.""Kami masih ingin menikmati masa-masa pernikahan kami dulu," lanjut Mark tanpa jeda, "Belum memikirkan tentang anak."Namun, sebelum kata-kata itu benar-benar dapat meresap ke dalam pikiran Sarah, suara lain yang lebih keras dan tegas memecah keheningan. "Kenapa harus ditunda-tunda, Mark?" suara Alex meluncur dengan nada yang mulai mengintimidasi. "Jika memang benar kalian sudah menikah, untuk apa menunda kehamilan? La

    Terakhir Diperbarui : 2024-08-27
  • Terjerat Cinta CEO Dingin   Bab 9: Mempermalukan Dania di Depan Umum

    Dania menghela napas dalam-dalam, matanya terfokus tajam pada sosok suaminya yang berdiri di hadapannya. Udara di antara mereka penuh dengan ketegangan yang membara, seperti api yang siap membakar segalanya dalam sekejap.“Tidak. Aku tetap akan bekerja meskipun kau akan memberiku apa pun yang aku inginkan!” ucap Dania dengan nada suara yang penuh ketegasan, seolah-olah setiap kata adalah sebuah pedang yang menghunus ke dalam hati Mark.“Dania!” Mark berusaha menahan emosinya, menatap tajam ke arah wajah istrinya yang ternyata lebih kuat dari yang ia bayangkan.Tak ada lagi kelembutan dalam tatapannya, hanya ada hasrat untuk menang, untuk mendominasi. Namun, wajah Dania tetap teguh, sekeras batu karang yang menantang ombak ganas.“Apa? Kau ingin membuatku terkurung di sini? Menjadi istri yang tidak melakukan apa pun selain menunggu kepulangan suaminya? Itu, maksudmu?” Dania menantangnya dengan suara lantang, penuh dengan keberanian yang hanya dimiliki oleh mereka yang tahu apa yang mer

    Terakhir Diperbarui : 2024-08-28
  • Terjerat Cinta CEO Dingin   Bab 10: Aku akan Membuatmu Hamil

    “Kedatanganku ke sini ingin memberitahu kalian berdua, bahwa hari ini adalah hari terakhir istriku bekerja.”Kevin dan Marsha membeku di tempat mereka berdiri, tercengang oleh pengakuan tiba-tiba dari Mark. Wajah mereka memucat, seolah darah mereka mengalir mundur, diserap oleh kekosongan yang tiba-tiba menghantam mereka. Begitu juga Dania, yang berdiri terpaku di samping Mark. Ia tidak pernah menyangka Mark akan melakukan ini—mengumumkan kepada semua orang bahwa mereka adalah suami istri. Dania merasakan jantungnya berdebar kencang, tidak tahu harus merasa lega atau marah.“Suami ...?” bisik Marsha pelan, matanya membesar seperti bulan purnama, terpaku pada Mark yang berdiri dengan tenang, seolah-olah segala hal yang terjadi ini adalah bagian dari rencana yang telah lama direncanakannya.Mark tidak memperhatikan keterkejutan yang jelas tergambar di wajah Marsha dan Kevin. Ia memegang erat tangan Dania, menariknya lebih dekat, seakan menegaskan kepemilikannya. “Ya, suami,” ulangnya,

    Terakhir Diperbarui : 2024-08-28
  • Terjerat Cinta CEO Dingin   Bab 11: Sebaiknya Pergi dari Rumah ini

    Dania mengepalkan tangannya kuat-kuat, mencoba menahan ledakan emosi yang terus membara di dalam dirinya. Setiap kata yang keluar dari mulut Mark tadi terasa seperti duri yang menusuk hatinya, membuat luka yang semakin dalam."Kenapa kau terus mengancamku seperti ini, Mark?" suaranya meninggi, penuh dengan kemarahan yang tak lagi bisa ia bendung.Dia ingin berteriak, ingin membalas segala kekangan yang selama ini mengikatnya. “Aku bukan hewan peliharaanmu yang harus patuh pada tuannya! Aku punya hak untuk melakukan apa pun yang aku inginkan!”Mark hanya berdiri di sana, tatapannya dingin dan datar, seolah-olah apa yang dikatakan Dania tidak memiliki arti apa pun baginya. Kesunyian di antara mereka terasa begitu mencekam, seperti badai yang akan segera meledak namun tertahan di ujung angin.Dania merasakan jantungnya berdebar semakin kencang, bukan hanya karena kemarahan, tetapi juga karena perasaan kecewa yang semakin mengakar dalam hatinya. Di hadapan tatapan kosong Mark, dia merasa

    Terakhir Diperbarui : 2024-08-28
  • Terjerat Cinta CEO Dingin   Bab 12: Apa yang Dia Temukan?

    “Argh! Mark membuatku frustasi!”Dania menghempaskan tubuhnya ke sofa ruang tengah, frustrasi dan lelah. Kegagalannya untuk melarikan diri tadi sore membuat pikirannya terus berputar mencari jalan keluar lain.Dia tidak pernah menyangka bahwa Mark akan begitu cerdik dan menjaga rumah dengan ketat, seperti benteng yang mustahil ditembus. Dia melihat keluar jendela, menatap ke arah gerbang depan yang sekarang dijaga oleh dua orang pria berbadan tegap.Bahkan pintu gerbang otomatisnya pun tampaknya telah diprogram untuk menolak setiap upaya pelarian. Bagaimana Mark bisa tahu? pikirnya. Dania menggigit bibir bawahnya, merasakan adrenalin mengalir dengan cepat di nadinya.Sore itu, saat dia mencoba menyelinap keluar melalui pintu belakang, tiba-tiba seorang pria berbadan besar menghadangnya. Dengan tatapan dingin dan suara rendah, pria itu memerintahkannya untuk kembali ke dalam rumah.Tanpa banyak pilihan, Dania terpaksa menurut. Hatinya be

    Terakhir Diperbarui : 2024-08-29

Bab terbaru

  • Terjerat Cinta CEO Dingin   Konferensi Pers Randy

    Tidak membutuhkan waktu lama. Persis dua jam kemudian. Konferensi pers di gelar mendadak.Kilatan lampu kamera menyilaukan, memenuhi ruangan konferensi pers yang penuh sesak.Wartawan dari berbagai media berebut posisi terbaik, mikrofon teracung ke depan, siap menangkap setiap kata yang keluar dari mulut Randy. Ketika langkah Rendy menuju meja konferensi."Pak Randy, apa benar Anda mengakui telah mencuri desain Stevan?" seru seorang reporter, suaranya nyaring menembus hiruk-pikuk saat Randy melangkah tergesa menuju meja utama konferensi pers."Apakah ini berarti semua tuduhan terhadap Stevan tidak benar?" tanya yang lain, matanya berbinar, mencium aroma skandal besar.Randy menelan ludah. Keringat dingin mengalir di pelipisnya. Ia mencoba membuka mulut, tetapi suara gemuruh kamera dan bisik-bisik wartawan membuat dadanya semakin sesak.Ia bukan lagi penguasa ruangan. Sekarang ia hanya seorang pria yang terpojok di bawah sorotan lampu.Randy berdiri di depan puluhan mic dari berbagai m

  • Terjerat Cinta CEO Dingin   Randy yang Menantang Maut

    "Siapa yang mengizinkanmu memasuki ruanganku, Mark?" pekik Randy, suaranya melengking, dipenuhi keterkejutan yang tak mampu ia sembunyikan.Matanya membulat, seperti seekor tikus yang baru saja menemukan dirinya terperangkap dalam sarang ular."Kenapa?" Mark menjawab dengan nada sedingin es yang menetes perlahan-lahan, menusuk hingga ke tulang."Bukankah kau selalu menantangku di media? Kenapa setelah aku datang, kau malah terkejut seperti itu?" Matanya menatap Randy tajam, bagaikan elang yang mengintai mangsanya dari ketinggian, siap untuk menerkam tanpa ampun.Tatapan itu membuat Randy tersentak. Nyali yang sebelumnya membara di layar media kini menciut, redup seperti lilin di tengah badai.Kata-kata penuh keberanian yang biasa ia lontarkan berubah menjadi gumaman yang kehilangan arah."Bukan kau yang aku singgung, tapi Stevan!" ujar Randy, suaranya masih mencoba terdengar tegas, meski jelas ada getaran kecil yang mencemari nada itu."Baik aku maupun Stevan, sama saja," ujar Mark, s

  • Terjerat Cinta CEO Dingin   Mulai Mengganggu

    "Argh! Sial!" seru Emma, suaranya melengking di tengah gemuruh musik yang menghentak.Cahaya neon ungu dan merah berkedip-kedip, membelah bayangan tubuhnya yang bergetar oleh frustrasi. Wajahnya yang memerah oleh amarah terlihat kontras dengan lipstik merah tua yang menghiasi bibirnya.Ia mencengkeram gelas koktail di tangannya hingga jari-jarinya memutih, seolah ingin menyalurkan kemarahan ke dalam benda mati itu.Sudah hampir dua bulan di New York, namun sosok Stevan yang diinginkannya masih saja tak tersentuh, bagai bayang-bayang yang terus menghindar dari cahaya."Sudahlah, Emma," ujar Rose lembut namun tajam, sambil menyandarkan tubuh rampingnya ke sofa empuk."Stevan tidak akan mau padamu. Jika dia menyukaimu, dia pasti sudah menyatakan cinta sejak kalian kuliah. Tapi itu tidak pernah terjadi, bukan?" Rose mengangkat alis, bibirnya melengkung membentuk senyuman kecil yang terasa seperti belati.Emma mendengus kasar, matanya menyipit dengan amarah yang membara. "Itu karena dia su

  • Terjerat Cinta CEO Dingin   Tidak Seharusnya Meragukannya

    Stevan mengerutkan keningnya, sorot matanya tertuju pada Clara yang sedari tadi hanya memutar-mutar spaghettinya tanpa minat.Piring di depannya terlihat seperti kanvas yang hanya dilukis separuh hati, gerakan garpu yang berulang menciptakan pola tanpa arah, mencerminkan pikiran yang penuh gejolak.Mereka kini duduk di sebuah restoran kecil nan hangat, dindingnya dihiasi lukisan klasik yang seolah ingin membawa pengunjung ke era lampau.Di luar, matahari siang mengintip malu-malu dari balik awan kelabu, sinarnya yang redup memantul lembut di permukaan meja kayu tempat mereka duduk.“Honey?” panggil Stevan, suaranya penuh perhatian, seperti alunan nada piano yang lembut di tengah hening.“Are you okay?” tanyanya dengan nada sedikit cemas, matanya menatap Clara dengan intensitas yang sulit diabaikan.Clara mendongakkan kepala, memandang Stevan dengan mata yang tampak berkilau namun terselubung bayangan kegelisahan. “Ya. I’m okay,” ucapnya lirih, bibirnya yang pucat membentuk senyum tipi

  • Terjerat Cinta CEO Dingin   Percakapan Random Keluarga Evander

    "Clara? Apa kau tidak merasakan sesuatu?"Suara Mark memecah keheningan dengan nada yang tenang namun penuh teka-teki, seperti bisikan angin malam yang membawa rahasia gelap dari kejauhan.Tatapan matanya mengunci Clara, seolah mencari jawaban yang tak pernah terucap."Apa maksudmu, Dad? Aku tidak mengerti sedikit pun," jawab Clara dengan alis yang berkerut.Ia melanjutkan kunyahannya pada cokelat batang yang mulai meleleh di sudut bibirnya, sementara matanya terpaku pada lembaran buku yang baru saja dibelinya.Mark menghela napas panjang, mengangkat kepalanya perlahan seolah mencari kata-kata yang tepat di langit-langit ruang tamu yang redup. “Sudah berapa lama kau dan Stevan menjalin hubungan?”Pertanyaan itu melayang di udara seperti percikan api kecil di tengah kabut, membakar rasa penasaran dalam dada Clara.Clara melirik ke arah ayahnya dengan pandangan setengah penasaran, setengah jengkel. Jarinya mengetuk meja, menghitung pelan.“Sepertinya sudah mau lima bulan. Kenapa, Dad? A

  • Terjerat Cinta CEO Dingin   Bab 251: Makan Malam Keluarga Besar

    Mark mengundang Stevan, Sean, Amy, dan juga Lisa untuk makan malam di rumahnya. Clara sendiri tidak tahu jika Mark mengadakan makan malam ini, sehingga suasana di meja makan terasa lebih intim, namun ada juga ketegangan yang menggantung di udara.“Terima kasih atas kehadirannya di acara makan malam ini,” ucap Mark dengan suara berat, matanya menyapu ke seluruh wajah yang hadir, memberikan kesan bahwa setiap kata yang keluar dari bibirnya tidak bisa dianggap remeh.Clara menoleh ke arah Samuel, merasakan kegelisahan yang mulai tumbuh di dada. Pria itu hanya mengendikan bahunya, tanda bahwa dia pun tak tahu jika Mark mengundang orang tuanya dan ibu Stevan ke rumah mereka malam ini.“Terima kasih juga sudah mengundangku pada acara ini, Mark,” ucap Lisa dengan nada lembutnya, namun ada nada yang agak dipaksakan dalam suaranya, seperti yang sering terlihat pada orang yang berusaha menyembunyikan perasaan tidak nyaman.Mark tersenyum tip

  • Terjerat Cinta CEO Dingin   Bab 250: Tindakan yang Membuat Mabuk Kepayang

    “Apa yang kau bawa dari London? Aku sudah tidak sabar melihatnya.” Clara, yang sebelumnya bersumpah tidak akan memaafkan Stevan, justru merasa seolah tak bisa menjauh dari pria itu.Pertahanannya luluh, begitu cepat dan begitu tiba-tiba, saat tatapan Stevan menyentuhnya dengan kekuatan yang tak terungkapkan.Ada sesuatu dalam mata pria itu yang begitu memikat, seakan ia menarik Clara ke dalam pusaran perasaan yang sulit ditolak.Stevan menatap wajah Clara dengan intensitas yang dalam, seakan ingin membaca setiap jejak emosi yang bersembunyi di dalamnya.Dengan gerakan yang begitu lembut namun penuh tekad, ia menarik wajah Clara mendekat.Bibir mereka bertemu dalam ciuman yang begitu mendalam, tak terduga, dan penuh gairah. Ciuman itu bukan sekadar pertanda rindu, melainkan sebuah ledakan emosi yang membakar seluruh penahanan mereka.Clara terkejut, hatinya berdebar dengan cepat dan hampir tak teratur. Ciuman itu datang tanpa aba-

  • Terjerat Cinta CEO Dingin   Bab 249: Permintaan Maaf Stevan

    Dua minggu kemudian...Perpisahan Lisa dan Randy akhirnya resmi selesai, menyisakan babak baru yang dimulai dengan rasa lega bercampur keraguan.Di bawah langit kelabu New York yang seolah mengerti beratnya perjalanan ini, Lisa mengikuti langkah Stevan memasuki rumah sederhana yang telah disiapkan untuknya.“Ini rumahmu selama di sini,” ucap Stevan singkat, suaranya datar, tetapi ada sekilas kelembutan yang sulit disembunyikan.Lisa melangkah perlahan, matanya mengamati setiap sudut rumah dengan sorot yang sarat makna.Dinding putih bersih, perabotan minimalis, dan suasana hangat rumah itu memberi rasa nyaman yang sudah lama ia rindukan. Sebuah senyum kecil menghiasi wajahnya, seolah menghapus jejak beban dari masa lalunya.“Terima kasih, Nak. Aku tidak akan merepotkanmu selama di sini,” ucapnya lembut, namun suaranya mengandung getar haru.Stevan hanya mengangguk tipis, wajahnya sulit dibaca. Hatinya terbelah&

  • Terjerat Cinta CEO Dingin   Bab 248: Ancaman Mengerikan Randy

    Ketika pintu apartemen terbuka dengan suara berderit yang berat, Randy berdiri di ambang pintu, tatapan matanya seperti kilatan petir yang menyambar langit malam.Udara di dalam ruangan mendadak terasa dingin, menciptakan suasana tegang yang mengancam meledak kapan saja.“Kau,” desis Randy dengan suara serak yang dipenuhi kemarahan, langkahnya mendekati Stevan dengan berat seperti membawa dendam yang membara. “Kau yang telah menghasut ibumu untuk bercerai denganku, huh?”Stevan berdiri tegak di sisi ruangan, wajahnya tenang namun matanya menyala dengan amarah terpendam.“Memangnya kau masih mengharapkan ibuku?” tanyanya, suaranya tegas seperti pisau yang menusuk ke dalam.“Selama ini kau hanya memanfaatkan ibuku agar mau membujukku untuk membangun perusahaanmu, Tuan Randy yang terhormat.”Randy menggeram, tangannya mengepal hingga buku-bukunya memutih. “Kurang ajar!” ia men

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status