Share

Peristiwa yang Terulang

"Mu--mungkin Anda salah paham, Pak.” Bunga buru-buru berkata. Suaranya pelan. “Maksud saya, bukankah waktu itu Anda menawarkan sejumlah uang sebagai bentuk tanggung jawab? Saya mengiakan tentang itu, bukan yang lain." 

Gama tertawa pelan, membuat Bunga langsung mendongak.

"Justru kamulah yang salah paham, Bunga.” Pria itu berujar. “Dari awal aku memang menawarkan jadi simpananku. Mungkin kamu sedang banyak pikiran, makanya tidak fokus. Bukan, begitu?"

Bunga menggeleng. Tidak. Ia memang sedang banyak pikiran, tapi tidak mungkin Bunga salah paham soal ini.

"Kalau begitu, saya menolak, Pak.” Bunga berusaha berkata dengan tegas, sekalipun ia terintimidasi oleh majikannya. “Bukannya Anda sudah punya istri? Kenapa harus menawarkan hal gila pada saya? Apa satu perempuan tidak cukup untuk Anda?"

Hening. 

Baru kemudian Bunga menyadari kalau dia kelepasan bicara.

Ekspresi Gama tampak gelap saat ia berkata, "Kalau kamu tidak tahu tentang kehidupanku, sebaiknya kamu tutup mulut."

Bunga langsung menciut. Namun, entah kenapa bibirnya masih melanjutkan, "M-mohon maaf dengan segala hormat. Namun, bukankah memang itu yang sedang Anda lakukan? Mencari simpanan?"

Gama tersenyum sinis, dia mendekat ke arah Bunga, membuat wanita itu langsung menyesali kelancangannya..

"Oh ya?" tanya pria itu meremehkan.

Bunga menatap Gama penuh awas, kali ini dia sedang dalam mode bahaya. Apalagi melihat Gama semakin mendekat ke arahnya.

"Anda mau apa?"

"Memberimu pelajaran karena sudah lancang berbicara tak mendasar.”

Mendeteksi bahaya, Bunga langsung bersimpuh, memegang kedua kaki Gama, membuat pria itu berhenti tertawa.

"Saya minta maaf kalau ucapan saya tadi menyinggung Anda. Saya benar-benar minta maaf, Pak. Saya janji tidak akan mengulangi lagi."

"Benarkah?"

Bunga mengangguk dengan penuh semangat.

Gama tampak manggut-manggut, seperti tengah memikirkan sesuatu. Tak lama setelahnya pria itu tersenyum licik.

"Aku akan memaafkanmu asalkan kamu menyetujui satu hal."

Bunga menelan salivanya dengan susah payah. Majikannya ini belum menyerah..

"Kenapa diam saja? Kamu tidak mau, ya?"

"Sa--saya--"

"Atau kamu mau diberi pelajaran sekarang?”

"Jangan, Pak!” ucap Bunga terburu. “Baiklah, saya akan menyetujui keinginan Anda, asalkan saya mampu melakukannya pasti akan saya lakukan.”

Dilema, itulah saat ini Bunga rasakan. Dia sudah bisa menebak kalau dua pilihan Gama pasti tidak ada yang menguntungkan untuknya.

"Tidak ada yang berubah, aku hanya ingin menawarkanmu menjadi wanitaku. Kalau kamu menyetujuinya, kamu akan banyak untung. Salah satunya aku bakal biayain hidup kamu, apa yang kamu inginkan pasti akan terpenuhi. Uang? Kamu tidak perlu susah-susah lagi karena aku bakal penuhin itu.”

Bunga tersenyum miris seraya menggeleng pelan. Sudah dia duga, permintaan Gama sangat tidak waras.

"Kalau saya tidak mau?" tanya wanita itu pelan.

"Aku akan memberikanmu hukuman saat ini juga."

Bunga memejamkan matanya. "Baiklah,” bisik wanita itu. “Jika memang itu yang harus saya terima. Namun, saya tetap tidak akan menggadaikan moral saya.”

Gama menatap Bunga tak berkedip. “Begitu?” 

Suaranya langsung membuat Bunga bergidik ngeri.

"Ya."

"Apa kamu sudah tahu hukuman apa yang akan aku berikan untukmu?"

Bunga menggeleng membuat Gama tersenyum miring.

"Apa yang Anda lakukan?" tanya Bunga. Mimik wajahnya tampak ketakutan ketika melihat Gama menariknya berdiri dan mendorongnya ke arah meja, mengimpitnya di sana.

“Menurutmu?”

***

Bunga tampak mondar-mandir tak jelas di depan pintu kamar Sofia, majikannya.

Tujuannya bukan untuk mencari Gama, melainkan Sofia. 

Ya, setelah berpikir cukup panjang ia memutuskan untuk berbicara jujur kalau dia sudah tidur dengan Gama, suami majikannya sendiri.

Bunga sangat sadar konsekuensinya seperti apa, mungkin dia akan dipecat? Atau lebih dari itu? Tapi kalau dia tidak angkat bicara dari sekarang pasti Gama akan bertindak semena-mena. Apalagi mereka sudah melakukannya dua kali. Namun, perlu digarisbawahi, di sini kondisi Bunga diperkosa, bukan melakukannya karena sama-sama mau.

Bunga ingin mengetuk pintu kamar Sofia namun ragu-ragu. Takutnya Sofia sedang tidak ingin diganggu, apalagi tadi ketika Sofia pulang, dia melihat wajah majikannya tampak kelelahan.

"Gimana ini? Apa aku tunda aja ya, biarin Bu Sofia istirahat dulu. Tapi ini kesempatan bagus, mumpung Pak Gama lagi nggak ada di rumah, jadi aku bisa leluasa ceritanya," gumam wanita itu.

Pikiran Bunga semakin semrawut, hingga akhirnya dia memutuskan untuk menunda bercerita. Baru saja dia melangkah menjauhi kamar Sofia, tiba-tiba saja pintu kamar itu terbuka, sontak membuat Bunga terkejut.

"Bunga? Ngapain di sini?" tanya Sofia heran.

"Eh, Bu--Bu Sofia. Sa-saya ... itu ...."

"Ada yang ingin kamu bicarakan?"

Bunga meremat kedua tangannya, padahal ini adalah kesempatan bagus karena Sofia sudah menebak jalan pikirnya. Namun, entah mengapa dia meragu.

"Saya--"

"Atau mau bahas uang lagi?"

'Aduh, gimana ini?' keluh Bunga dalam hati.

"Bukan kok, Bu. Saya cuma mau--"

"Ya sudah, tolong buatkan aku minum ya. Aku ingin minum yang segar-segar."

Bunga mengangguk patuh. "Baik, Bu."

"Aku tunggu di ruang keluarga. Sekalian ada yang mau aku omongin."

Lagi-lagi Bunga mengangguk. Dia pun bergegas ke arah dapur.

Beberapa menit kemudian dia kembali menghampiri Sofia dengan membawa nampan yang berisi minuman pesanan Sofia beserta cemilannya.

"Duduk, Bunga!" titah Sofia.

"Anda ingin bicara apa, Bu?" tanya Bunga penasaran.

"Tadi sebenarnya kamu ingin mengatakan apa? Aku yakin pasti ada yang ingin kamu sampaikan, kan? Nggak mungkin tiba-tiba berdiri di pintu kamarku kalau nggak mau ngucapin sesuatu." Tatapan Sofia tampak tajam, membuat Bunga kesulitan menelan salivanya.

'Apa aku kasih tahu sekarang aja ya? Memang sebaiknya begitu, lebih cepat lebih baik.'

"Bu, sebenarnya ...."

Ponsel Bunga di dalam saku tiba-tiba berdering, membuat wanita itu tersentak. Bunga menatap Sofia sambil meringis.

"Maaf, Bu."

"Nggak apa-apa, sebaiknya kamu angkat dulu, siapa tahu penting."

Bunga menyetujui, walau sebenarnya dia tahu siapa yang menghubungi. Sudah pasti ibunya.

Namun, ketika dia sudah memegang ponsel itu, keningnya berkerut heran karena ternyata dugaannya salah.

Nomor itu tak ada namanya. Yang lebih mencengangkan lagi pesan dari nomor itu, membuat wajah Bunga langsung memucat.

[Kamu yakin ingin membongkar semuanya pada istriku?]

Di bawah pesan itu ada sebuah video yang Bunga tahu isinya tentang apa yang pria itu lakukan padanya di dapur tadi.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status