Share

Beginikah Rasanya Kerja di Kota?

"Aku menerimanya."

"Bagus. Itulah jawaban yang aku inginkan."

Tak lama setelah itu panggilan terputus. Bunga menghela napas, entah jawaban itu benar atau tidak menurutnya.

"Maaf, Bu. Aku cari uang dengan cara yang seperti ini. Aku tidak menyalahkanmu, tapi kondisilah yang membuatku seperti ini. Menjadi orang ketiga di pernikahan orang lain."

Keesokan harinya Bunga meminta izin untuk keluar rumah oleh Sofia, dengan dalih ingin bertemu teman, padahal itu adalah suruhan Gama.

Ya, Gama menginginkan mereka bertemu untuk membahas tentang pekerjaan yang akan Bunga lakukan. Walaupun sebenarnya Bunga sudah tahu.

"Pergilah, tapi aku minta jangan lama-lama. Selain tugasmu untuk bersih-bersih, kamu juga harus jaga rumah. Nggak lupa, kan, kemarin aku menyuruhmu apa? Awasi suamiku! Siapa tahu kalau aku pergi dia akan membawa wanita lain pulang."

Kepala Bunga tertunduk, setiap kali Sofia membahas tentang 'wanita itu' dia menjadi bersalah. Bagaimana mungkin Sofia mempercayakannya sedangkan sebenarnya wanita yang Sofia maksud adalah dirinya?

Selain itu, Bunga juga belum menyetujui permintaan Sofia untuk mencari tahu, tapi majikannya sama sekali tidak peduli.

"Iya, Bu, saya mengerti. Saya janji akan pulang tepat waktu."

"Sebelum suamiku pulang, kamu harus tiba di rumah ini terlebih dahulu, paham?"

Bunga kembali mengangguk. "Paham, Bu."

"Ya sudah, pergilah. Semoga saja ada yang mau meminjamkan kamu uang," ujar Sofia seraya mengibaskan tangan.

Bunga tersenyum kecut, apa menjadi orang miskin seperti ini? Selalu disepelekan?

***

"Tanda tangan!"

"Untuk apa, Pak?" tanya Bunga dengan kening berkerut.

"Ikuti saja perintahku!"

Bunga mengangguk, tapi sebelum itu dia sempat membaca walau sedikit, isinya tentang perjanjian kontrak.

Bunga sama sekali tak paham namun yang pasti jika menyangkut tanda tangan sudah jelas sangat penting. Apalagi ada materainya.

Bunga memegang pulpen dengan gugup, ragu harus melakukannya atau tidak.

'Apa aku benar akan melakukan pekerjaan ini? Apa aku benar dalam mengambil keputusan? Atau salah? Tapi aku sudah terlanjur mengiyakan, selain itu uangnya juga bisa buat bantu-bantu keluarga. Ya Tuhan, semoga ke depannya tidak ada masalah yang lebih besar,' doa Bunga dalam hati.

"Apa lagi yang kamu tunggu? Ayo cepat lakukan!" titah Gama.

Bunga pun menandatangani kontrak perjanjian itu, membuat Gama tersenyum puas.

"Kamu boleh membacanya sekarang, karena isinya adalah tugas-tugas kamu selama menjadi wanita rahasiaku," ujar pria itu lagi.

Harusnya, sebelum melakukan tandatangan, Gama menyuruh membaca terlebih dahulu. Namun, sepertinya Gama tak ingin Bunga mengubah niatnya ketika membaca isi kontrak. Licik? Entahlah.

Bunga membaca isi kontrak itu dengan kening berkerut, semua itu menguntungkan Gama dan sangat merugikan dirinya. Jelas saja membuat Bunga tidak terima.

"Pak--"

"Kamu tidak bisa mengelak lagi karena sudah tanda tangan, yang artinya kamu sangat menyetujui isi kontrak perjanjian itu, Bunga," sela Gama cepat.

Tapi ... hal itu sangat menyulitkan Bunga. Bagaimana tidak?

Selama mereka bekerja sama, Bunga sama sekali tidak boleh membantah perintah Gama. Selain itu, pemutusan kontrak tidak dijelaskan kapan berakhir, itulah yang membuat Bunga tidak terima.

"Tapi, Pak, ini ... saya keberatan. Apa saya selamanya akan menjadi wanita rahasia Anda?"

"Tidak juga."

"Lalu, kenapa di sini tidak ada kontrak berakhir?"

'Bukankah setiap pekerja terkontrak pasti dikasih tahu?' lanjut Bunga dalam hati.

Ya, setahu Bunga memang seperti itu, kan?

"Soal itu biar aku yang memutuskan, tugasmu adalah mengikuti aturanku."

Meski masih dongkol, tapi Bunga tetap mengangguk mengiyakan. "Baik, Pak."

"Satu lagi." Gama menjeda kalimatnya membuat Bunga penasaran.

"Kenapa, Pak?"

"Mulai saat ini kamu bisa melakukan tugasmu."

'Apakah yang dimaksud Pak Gama melakukan aktivitas ranjang? Secepat ini?'

"Sebelumnya mohon maaf, Pak. Saya sudah berjanji pada Bu Sofia agar tidak terlambat pulang. Jadi saya minta keringanan Anda untuk--"

"Sekarang bosmu itu adalah aku, bukan dia. Tapi ... kamu hebat juga ya bisa mencari keuntungan sana-sini," sindir Gama.

"Saya tidak paham maksud Anda, bukankah dari awal majikan saya memang Bu Sofia?"

***

Pada akhirnya Bunga mengikuti kemauan Gama, usai mereka melakukannya di hotel, Bunga langsung buru-buru pulang karena Sofia selalu menghubunginya.

"Maaf, Bu, saya terlambat pulang," ujar wanita itu dengan kepala tertunduk.

"Bukannya aku sudah bilang kalau jangan sampai telat? Lihatlah, bahkan suamiku pulang lebih dulu," tunjuknya ke arah Gama, yang saat ini sedang fokus pada tabletnya.

Intonasi Sofia begitu rendah namun penuh penekanan.

Bunga tersentak, tanpa sadar dia ikuti arah pandang Sofia. Bagaimana bisa? Setahu Bunga, dialah yang lebih dulu pulang, lalu kenapa tiba-tiba ada Gama juga di sini?

"Saya minta maaf, Bu, saya janji tidak akan mengulangi lagi." Lagi dan lagi Bunga hanya bisa meminta maaf. Memangnya apa lagi yang bisa dia lakukan?

"Kali ini aku kecewa sama kamu, dan sebagai balasannya gaji kamu aku potong!"

Bunga tercekat, separah itukah kesalahannya? Belum apa-apa gaji sudah main dipotong.

"Tapi, Bu--"

"Kalau nggak mau dipotong makanya kerja yang benar, Bunga!" tandas Sofia. "Kali ini aku harus tegas, biar kamu tidak melakukan kesalahan yang sama. Ingat itu."

"Baik, Bu."

Mulai dari sekarang sepertinya Bunga harus hati-hati, karena sekecil apapun kesalahannya pasti akan berakibat fatal, contohnya seperti tadi, gaji dipotong. Besoknya tidak tahu apa lagi.

Tanpa sadar Bunga menghela napas berat.

"Satu lagi, kalau pacaran jangan melewati batas. Aku nggak mau ya suatu saat ada drama-drama hamil terus ujung-ujungnya aku juga yang pusing mikirnya."

'Eh.' Bunga tersentak, kenapa tiba-tiba Sofia berkata seperti itu? Apa tadi Sofia mengikuti gerak-geriknya secara diam-diam?

Bunga pun menimbulkan gelagat aneh.

"Itu ada tanda merah di leher kamu, makanya aku bicara seperti itu," sahut Sofia ketus.

Bunga langsung menutupi leher menggunakan kedua tangannya. Aish! Rupanya dia melupakan satu hal, tanpa sadar dia melirik ke arah Gama, yang sialnya tampak tenang-tenang saja dengan aktivitasnya.

"Ka--kalau begitu saya izin pamit ke kamar dulu, Bu."

"Ingat pesanku tadi!"

"Iya, Bu."

Langkah Bunga mendadak pelan ketika mendengar gerutuan Sofia.

"Aku kira dia memang wanita baik-baik, ternyata sama aja. Tapi mudahan aja dia tidak menggoda suamiku."

Bunga tersenyum miris, seandainya Sofia tahu pelakunya siapa. Kembali wanita itu melirik ke arah Gama, pria itu masih tetap sama dengan posisinya.

'Aku ini mengharapkan apa? Pada nyatanya aku ini cuma wanita rahasia dia. Tapi ... apakah iya dia harus bertindak seenaknya seperti ini? Namaku jelek di mata Bu Sofia juga gara-gara ulahnya!'

Langkah Bunga pun kembali dipercepat, emosinya naik-turun karena ulah suami-istri itu. Yang satu begini yang satu begitu, mirisnya Bunga harus memahami karakter dari mereka, dan kalau Bunga sampai lalai, tetap akan menjadi kesalahannya.

Beginikah rasanya kerja di kota?

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status