Tok ... tok ... tok ...Bunga mengerjapkan matanya berkali-kali, padahal ngantuk berat tapi dia terpaksa bangun membukakan pintu kamar. Takut saja kalau ternyata Sofia yang mengetuk pintu.Bunga menguap lebar, barulah dia membuka pintu."Ada yang bisa saya bantu, Bu-- loh, Pak Gama?" Mata Bunga yang tadinya berat sekali seketika melotot.'Kok bisa? Bukannya dia bilang akan pergi keluar kota beberapa hari?'"Kenapa kaget gitu? Kayak lihat setan aja. Atau jangan-jangan ada yang kamu sembunyikan?" tanya pria itu penuh selidik.Bunga menggeleng cepat. "Bukan, nggak seperti itu. Apa Bu Sofia--""Dia udah pergi dari sini. Mungkin sedang bersenang-senang di luar dengan pria lain. Aku ingin mandi, tolong siapkan air hangat dan juga pakaian tidurku. Dan jangan lupa siapkan aku makan malam."Gama berbalik pergi menuju ke kamar, tapi mendengar Bunga memanggil dia berhenti melangkah."Maksudnya saya disuruh melayani Anda atau gimana ini?" tanya wanita itu bingung.Gama kembali mendekat, seraya me
"Bukti-bukti semakin kuat, kenapa Anda masih mempertahankan pernikahan yang tidak sehat ini, Pak?" tanya Adit heran.Gama yang tadinya fokus dengan tablet, seketika mendongak. Menatap asistennya cukup lama. Gama juga berpikir, sampai kapan dia akan bertahan?Menunggu Sofia yang akan menceraikannya seperti terdengar begitu mustahil. Wanita itu seperti perangko, makin lama makin lengket saja, apalagi sekarang-sekarang semakin manja. Itulah yang membuat dirinya pening tak karuan."Kenapa? Apa kamu mendapatkan bukti lagi?" tanya pria itu, kembali fokus pada tabletnya.Adit menghela napas berat. "Dia memakai uang sangat banyak bulan ini, sepertinya uang itu digunakan untuk pria itu."'Apa selama ini aku terlalu bermurah hati padamu, Sofia? Kau menggunakan uangku untuk bersenang-senang dengan pria lain? Dasar wanita tidak tahu diuntung. Tujuanmu menikah denganku hanya untuk memeras uangku, huh? Sekarang bersenang-senanglah, tapi lihat saja pembalasanku nanti, sialan!'Tangan Gama mengambang
"Siapa yang kamu maksud?"Bunga tersentak, dia tidak menyadari kedatangan Gama. Sejak kapan pria itu berdiri di belakangnya?"Kenapa tiba-tiba datang ke kamarku?""Nggak usah ngalihin pembicaraan, siapa orang yang kamu maksud? Siapa orang yang kamu rindukan?" Bunga menghela napas. "Bukan siapa-siapa."Gama mencengkram dagu Bunga, dia tersenyum sinis. "Apa yang kamu sembunyikan dariku, huh?"Bunga menggeleng."Jangan bohong!""Nggak ada. Aku nggak bohong."Gama melepas cengkeraman itu, lalu berbalik membelakangi Bunga."Ingat perjanjian kita, selama kamu masih terikat kontrak, itu artinya kamu harus turuti perintahku. Tidak ada laki-laki lain di antara kita berdua.""Tapi Mas sendiri yang tidak menulis di kontrak, itu artinya--""Apa? Kamu masih mengelak?" sentak Gama. "Padahal jelas-jelas dikontrak itu dinyatakan kamu harus patuhi semua aturanku, bukan?"Tangan Bunga mengepal. "Kamu curang, kamu seenaknya aja buat kesepakatan sepihak. Padahal aku belum menyetujui, tapi kamu ...."Gam
'Bayu? Ada apa dengan pria itu?' Bunga bertanya-tanya dalam hati.Sebelum berkata lebih jauh, Bunga menoleh ke kiri dan ke kanan, untuk memastikan kalau saat ini dirinya aman.Dia menghela napas lega karena hanya dia sendiri yang ada di dalam kamar, untuk mencari aman Bunga pun mengunci pintu kamar."Emangnya ada apa dengan dia, Yu?" tanya Bunga penasaran."Ish! Panjang pokoknya ceritanya. Nggak enak juga kalau dijelasin lewat telepon. Enaknya kita bahas pas ketemu langsung.""Kenapa nggak di sini aja sih. Penting banget ya?"Ah! Bunga kalau sudah penasaran pasti akan selalu mendesak."Nggak bisa, Bunga. Kita harus ketemu."Bunga mengembuskan napas berat. 'Besok kira-kira aku diizinin pergi nggak ya? Dicoba aja dulu deh, mudahan Bu Sofia nggak ngelarang pergi lagi,' batin wanita itu."Iya deh iya. Tapi aku nggak janji ya, Yu. Kamu tahu sendiri kan kondisi aku ini gimana.""Yang penting kamu ada inisiatif mau datang. Kalau ditanya mau ke mana, tinggal kamu jawab aja kalau ada titipan
"Bayu?"Ayu mengangguk. "Iya, aku punya kabar buat kamu," katanya menggebu-gebu.Bunga terlihat tidak begitu bersemangat ketika nama itu kembali disebut-sebut."Kenapa dia?" tanyanya malas."Kata dia, kamu sekarang susah dihubungi, padahal nomor kamu kan masih yang dulu, kan?"Bunga tersenyum masam, sama sekali tidak menikmati cerita itu."Nggak tahu, buktinya nggak ada tuh hubungi aku. Bohong kali dia tuh," cetus Bunga."Kata dia sih, kamu sengaja menghindar dari dia. Emang iya?" "Nggak lah, emangnya aku menghindar ngapain? Dia juga kan yang buat aku kayak gini."Ayu memegang tangan wanita itu. "Bunga, dia itu sayang banget sama kamu. Mungkin kalian salah paham sampai harus los kontak kayak gini."Sedikit cerita, Bunga dan Bayu dulunya memang dekat, tapi tidak sampai pacaran. Bunga mengira kedekatan mereka akan membuahkan hasil, nyatanya Bunga mendengar kalau Bayu sudah mempunyai kekasih. Ekspektasi Bunga terlalu tinggi, dia tidak menyalahkan Bayu, dia malah malu pada dirinya sendir
"Nah, nah, nah. Cepat minum dulu." Ayu Kaget dengan reaksi Bunga yang berlebihan.Setelah melihat Bunga tenang, barulah Ayu kembali menyeletuk. "Kamu nggak suka sama majikan kamu, kan?"Bunga kembali melotot. "Kamu ini ngomong apaan sih? Mana mungkin aku menyukai laki-laki yang udah beristri."Ayu tampak lega mendengarnya."Iya, bagus deh kalau pikiran aku tadi nggak benar. Iya, memang nggak boleh kita suka sama pria beristri, jatuhnya pelakor. Ya ... meskipun sebenarnya kebanyakan partnerku udah pada punya istri, tapi aku melakukannya nggak pake hati kok, profesional aja."Bunga berdecak. "Itu ... bukannya sama aja ya? Kan, main serong.""Yang penting kami main nggak pake hati." Ayu mengedikkan bahunya acuh."Tapi ... kamu nggak ada niatan buat berhenti? Minimal cari yang serius gitu, Yu. Emangnya kamu nggak capek kayak gini terus? Emang sih cari uang memang perlu, tapi ... kasihan juga kesehatan kamu. Masa depan kamu nanti gimana?" Bunga mencoba memberi temannya wejangan.Ayu tersen
"Bunga!"Merasa dipanggil, Bunga langsung menoleh. Dia terkejut karena melihat Ayu sambil melambaikan tangannya."A-Ayu," panggil Bunga gugup.Kali ini Bunga sepertinya tidak bisa beralasan lagi, karena dia sudah tertangkap basah. Apalagi di sampingnya ada Gama.Gama menatap wanita itu sebal."Mau apa dia?" tanyanya pada Bunga.Bunga menggeleng. "Kayaknya penting, aku harus samperin dia."Gama mencekal tangan Bunga. "Nggak usah, kamu udah pergi lama. Nggak takut kalau Sofia marah? Biasanya kamu selalu prioritaskan dia. Tadi juga waktu kita main, yang ada dipikiran kamu selalu Sofia, sampai-sampai aku tidak menikmati permainan itu," sindir pria itu.Bunga meringis, ingin sekali menginjak kaki Gama karena sudah berbicara frontal.'Ah, semoga aja Ayu nggak dengar dia bicara.'"Aku harus datangi temanku dulu," izin Bunga."Nggak boleh!" sentak Gama. "Kamu ini tuli apa gimana?""Sebentar--"Mata Gama melotot, membuat Bunga menghela napas. Kalau sudah seperti ini Bunga sudah tidak bisa meng
"Siapa laki-laki yang tadi teman kamu sebut?"Bunga menggeleng. "Bukan siapa-siapa, itu ... hanya di kampung."Mata Gama memicing, dia tampak tidak puas dengan jawaban Bunga.Apalagi saat menjawab, Bunga tak berani menatapnya, pasti ada yang tidak beres di sini."Yakin?" tanya Gama dengan senyum sinis.Bunga kembali mengangguk. "Iya.""Coba kalau ngomong, natap langsung ke aku, kenapa harus buang muka gitu?""Cuma mau memastikan kalau kondisi aman, takut-takut Bu Sofia nanti tiba-tiba datang."Biasanya, Gama akan mengamuk kalau Bunga menyebut-nyebut nama Sofia di saat mereka sedang berdua, tapi kali ini berbeda.Gama, pria itu berjalan ke arahnya dengan kedua tangan dimasukkan di saku celana, membuat Bunga tampak ketar-ketir.Kali ini bukan karena kedatangan Sofia, tapi dia takut kalau sebenarnya Gama tahu kalah dirinya sedang berbohong.Sebenarnya, mungkin, Gama sudah mengetahui latar belakang Bunga, mana mungkin orang seperti Gama tak melakukannya, hanya saja dia sengaja bertanya in
"Apa yang Papa lakukan?""Melakukan yang memang pantas kulakukan," jawab Gunadi enteng.Gama mengepalkan tangannya. Dia tak menyangka kalau situasinya akan menjadi seperti ini."Bukannya kamu setuju pisah sama dia? Kenapa masih dipertanyakan lagi?" Gunadi menatap putranya dengan sorot mata tajam."Aku emang setuju, tapi kenapa Papa masih ikut campur? Lama-lama aku muak sama kelakuan Papa. Dengar, aku ini bukan anak kecil yang selalu diatur-atur harus seperti ini, harus seperti itu. Nggak, Pa. Aku nggak habis pikir punya keluarga macam Papa." Gama menggeleng kecewa."Percuma kamu meratapi nasib, orang itu sekarang udah pergi jauh. Dia nggak bakal ganggu kamu lagi, sekarang mulai semuanya dari awal. Cari wanita yang setara, supaya tidak malu-maluin keluarga kita jika diajak pergi ke pesta."Gama tersenyum sinis. Segampang itu? Seandainya orang yang ada di hadapannya ini bukan papanya, mungkin sudah dia bunuh, karena sudah berani-beraninya mengacaukan seluruh hidupnya, ikut campur pribad
Apa yang dikatakan Ayu memang benar, Gunadi adalah orang yang sangat berbahaya.Bunga sangat menyesal karena telah berurusan dengan pria itu. Nyatanya uang 5 milyar yang dijanjikan pria itu tidak dikasih, yang ada Bunga diancam kalau tidak menuruti perintah pria itu.Bahkan Ayu yang tidak ada sangkut pautnya dengan masalah mereka pun ikut terseret."Yu, aku minta maaf. Ini belum terlambat, lebih baik kamu pergi aja sebelum semuanya--""Udah, nggak apa-apa, Bunga," sela Ayu cepat.Sebelum orang suruhan Gunadi benar-benar pergi, berkali-kali Bunga menyuruh Ayu untuk membuntuti mereka, sayangnya Ayu tidak mau. Dia malah memilih untuk bersama Bunga. Dia tidak tega meninggalkan Bunga seorang diri di tempat sepi seperti ini.Bunga tahu kalau Ayu juga syok dengan kekacauan yang terjadi. Bunga berkali-kali menyesali keputusannya, berkali-kali juga meminta maaf pada Ayu.Awalnya Bunga meminta uang 5 milyar hanya ingin basa-basi saja, atau ... bisa dikatakan sekadar iseng, untuk memastikan ucap
"Aku nggak nyangka kalau dia bakalan buang aku, Yu. Padahal selama ini aku udah ngotot pertahanin dia. Kenapa dia ... jahat banget sama aku, Yu."Ayu menatap Bunga prihatin, Bunga sedari tadi menangis sesenggukan dan beberapa kali juga memaki Gama.Sedari tadi mulut Ayu terasa begitu gatal, hanya saja dia terus menahannya. Tunggu benar-benar Bunga membaik, barulah Ayu akan mengeluarkan sumpah serapahnya itu."Yu, kok kamu dari tadi diam aja sih, biasanya juga ngomel-ngomel. Kamu nggak lagi di pihak aku ya?" omel Bunga di sela-sela tangisnya.Ayu menghela napas berat. "Kamu ini ngomong apa sih, justru aku kasih kamu kesempatan buat nenangin diri.""Dia tiba-tiba bilang kalau lebih baik aku sama dia pisah aja. Tiba-tiba banget loh, Yu, nggak ada angin nggak ada hujan, kamu bayangin aja gimana syoknya jadi aku.""Kan dari awal aku juga udah bilang, jangan pernah berurusan sama laki-laki kaya, apalagi sampai jatuh cinta. Nih lihat sendiri kan akibatnya, dan lagi saat ini kamu lagi bunting
"Kamu tahu kalau istri kamu itu hamil?"Gama tersenyum menyeringai, mencengkram ponsel itu dengan erat. Saat ini dia sedang berbicara dengan Gunadi melalui telepon.Entah mengapa tiba-tiba Gunadi berbicara seperti itu, dan apa alasan Sofia mengatakan hal itu pada Gunadi? Apa karena tidak terima karena dirinya meminta cerai?"Papa yakin kalau itu anakku?""Kamu tanya sama Papa? Yakin? Kan kamu sendiri yang nanam benih," cibir Gunadi dari ujung sana.Gama mengacak rambutnya frustrasi. "Pa, aku udah bilang, aku nggak pernah sentuh Sofia. Mana mungkin itu anak aku, keputusanku udah bulat ya, mulai sekarang Papa nggak usah ikut campur lagi sama aku dan Sofia. Aku sama Sofia udah selesai, Pa.""Sofia?" Gunadi tertawa terbahak-bahak. "Emangnya Papa ada bahas dia?"Gama terdiam beberapa saat, mencerna apa yang barusan dia dengar. Apa maksud Gunadi?Lalu pandangan Gama beralih pada pintu kamar yang saat ini ditempati oleh Bunga istirahat.Apa mungkin yang dimaksud Gunadi adalah Bunga? Sial! Ba
"Bunga, kamu ... maaf aku baru bisa ngabarin kamu sekarang, semalam aku pulang ke rumah, mamaku sakit dan entah kenapa dia tiba-tiba manja banget sama aku, dia nggak mau aku tinggalin, alhasil aku nginep di sana, ponselku kehabisan daya. Aku minta maaf, aku dengar dari satpam kalau kamu habis kelahi sama Sofia, iya?"Bunga tersenyum kecut. Apa tadi kata pria itu? Mamaku ya? Sudah sangat jelas bukan kalau Bunga sama sekali tidak diharapkan dalam pernikahan ini?Bahkan selama mereka menikah pun Bunga sama sekali tidak pernah dikenalkan oleh keluarga Gama. Entah, Bunga juga bingung kenapa dia harus mempermasalahkan ini sekarang, padahal sudah jelas-jelas pernikahan mereka didasari karena terpaksa.Argghh! Bunga benci dengan situasi ini, dia heran kenapa berubah menjadi serakah?"Aku nggak papa," sahutnya ketus."Aku tahu kamu marah, aku minta maaf atas perlakuan Sofia. Kamu habis dari mana, kok baru pulang?"Bunga tak menjawab, dia hanya bisa geleng-geleng kepala. Stok kesabarannya kali
Hingga pagi menjelang, Bunga masih berharap jika Gama akan menjemputnya. Kenyataannya? Menghubungi dirinya saja tidak, boro-boro untuk menghampiri dirinya ke sini.Sebenarnya Gama pergi ke mana? Kenapa menjadi tanda tanya besar laki-laki itu tiba-tiba menghilang?Bunga hanya bisa menghela napas berat, dilihatnya sudah jam delapan pagi, kondisinya juga sudah lumayan membaik, dan dia juga sudah diizinkan pulang karena tidak ada yang perlu dikhawatirkan lagi.Dokter hanya berpesan jika dia harus menjaga kandungannya sebaik mungkin, untuk biaya rumah sakit pun Bunga juga sudah membayarnya sendiri, untungnya waktu itu dia masih mengingat dompetnya, jaga-jaga untuk keperluan mendadak, dan ternyata benar. Bunga berjalan menuju koridor rumah sakit, sesekali mengecek ponselnya, berharap Gama menghubunginya, sayangnya nihil."Apa sebegitu nggak penting aku bagimu, Mas? Sampai-sampai aku nggak ada di rumah pun kamu sama sekali nggak peduli," gumam wanita itu tersenyum miris.Sesampainya Bunga d
"Beneran nggak apa-apa?"Bunga mengangguk. "Iya, nggak papa kok."Ayu berdecak sebal. Tadi dia kembali datang ke rumah Gama karena ada barang yang menurutnya sangat penting tertinggal, tidak tahunya malah dia melihat adegan yang tampak sangat mengerikan.Beruntungnya Ayu langsung sigap menolong Bunga. Sofia? Wanita itu langsung kabur ketika Ayu berteriak ada perampok."Suami kamu mana? Kok dia nggak bantuin kamu waktu kamu diginiin sama istrinya?" tanya Ayu sewot."Dia ada kerjaan.""Kerjaan apa kerjaan? Dasar banyak alasan dia itu. Coba seandainya kalau aku nggak datang, nggak tahu apa yang bakal terjadi sama kamu, bahkan nyawa anakmu juga dipertaruhkan. Aku udah ingetin kamu dari dulu, jangan pernah berurusan sama orang kaya, lihat nih akibatnya. Ini belum seberapa loh, Bunga."Bunga tampak manggut-manggut. Iya, dia setuju dengan kalimat Ayu.Ini belum seberapa, dan ini baru Sofia yang melakukannya, belum lagi seorang Gunadi. Ya, memang itu resikonya ketika dia memutuskan bertahan d
"Ayo ke rumah sakit."Bunga menggeleng seraya tersenyum. "Aku udah mendingan, emangnya nggak lihat ya kalau aku udah baik-baik aja?"Gama menghela napas. Dia memang melihat wajah Bunga sudah tampak segar. Namun, tetap saja dia masih khawatir. Apalagi meskipun Bunga sudah bisa melakukan aktivitas seperti biasa, tak bisa dipungkiri kalau wajah wanita itu masih terlihat begitu pucat. Mana tega pria itu melihatnya."Kamu yakin udah baik-baik aja?" tanya Gama penuh keraguan.Bunga mengangguk. "Yakin, buktinya aku udah nggak ngeluh-ngeluh lagi, kan? Nggak yang kayak kemarin-kemarin. Mas tenang aja, aku udah nggak papa kok," ujar wanita itu meyakinkan.Bunga berusaha keras menolak, agar tak ketahuan oleh Gama bahwa saya ini dia sedang mengandung anak dari pria itu."Kalau ada apa-apa bilang aku ya, kita langsung ke rumah sakit.""Aku nggak apa-apa, Mas. Ya Tuhan."Gama memutar bola matanya. "Iya, iya. Terserah kamu aja deh. Dasar wanita keras kepala. Aku mau pergi dulu, agak lama. Kalau butu
"Nih, aku beliin dari yang murah sampai yang mehong. Tes aja semuanya kalau kamu ragu," ucap Ayu seraya memberikan kantung plastik berwarna hitam pada Bunga."Banyak banget, Yu.""Iya, kalau yang biasa takutnya nggak valid, makanya aku beli semua aja. Yakin deh itu, pasti di antara semua itu ada yang valid. Aku belum pernah pakai yang beginian, jadi kurang info. Intinya kalau garis dua ya tandanya hamil. Kamu coba aja deh sana.""Caranya gimana?" tanya Bunga bingung.Ayu berdecak malas. "Masa gini-gini harus dikasih tahu sih. Kamu itu udah bukan anak TK lagi, Bunga. Gimana sih kamu ini. Ambil sample taruh di cup kecil, nanti kamu cobain semua testpack ini, masukin satu-satu."Bunga manggut-manggut. "Oke, aku ke kamar mandi dulu kalau gitu. Kamu duduk-duduk aja dulu, kalau mau bikin minum bisa ke dapur sendiri ya, nggak apa-apa, kan?"Ayu mengernyit heran. "Hah? Nggak salah dengar? Ini rumah gede banget loh, Bunga. Masa kamu nggak punya pembantu?" tanya Ayu tak habis pikir."Pembantu a