Tok ... Tok ... Tok ...Bunga mengernyit heran, tengah malam begini siapa yang mengetuk pintu kamarnya?Karena orang itu tak bersuara, akhirnya Bunga memutuskan tidak membuka pintu. Takut saja siapa tahu itu maling, misalnya?"Buka pintunya, cepat!"Bunga tersentak, dia yakin suara itu suara Gama. Tapi ... untuk apa pria itu malam-malam datang ke kamarnya?"Iya sebentar!" Gegas Bunga turun dari ranjang.Bunga terkesiap, usai dia membuka pintu, tiba-tiba saja Gama mendorong tubuhnya ke dinding. Tak lupa juga pria itu menutup pintu lalu menguncinya."Ada ap--""Sssttt! Diamlah, di luar ada Sofia yang tengah mencariku," bisiknya di telinga Bunga, membuat wanita itu meremang.Baru saja Gama selesai berbicara, tiba-tiba suara Sofia terdengar."Mas, kamu di mana?"Baik Bunga maupun Gama sama-sama terdiam. Mereka saling menatap satu sama lain. Lagi, suara Sofia kembali menggema, membuat Gama mendengkus keras."Sekarang kamu keluar, berpura-pura menanyakan pada Sofia apa yang terjadi," titah
"Akhir-akhir ini kamu sering banget izin keluar rumah, kenapa?" "Ada yang harus saya cari, Bu. Kebetulan ada barang yang harus saya beli," dusta Bunga."Sesering itu? Kali ini kamu minta izin untuk apa lagi? Alasan keperluan kamu habis lagi?"Bunga meremas kedua tangannya seraya menggeleng. "Bukan, Bu. Teman saya mengajak ketemu."Untuk kali ini Bunga jujur, dia meminta izin keluar karena memang Ayu meminta bertemu, bukan karena Gama."Teman atau pacar?" sindir Sofia. "Bukannya waktu itu kamu juga pernah izin terus pulangnya ada cupang di leher kamu?"Ditatap begitu rendah oleh Sofia membuat perasaannya sedih, tapi dia juga tidak bisa mengelak karena ucapan majikannya memang benar."Teman, Bu."Sofia tampak manggut-manggut. "Lagian aku nggak peduli juga sih kamu mau ke mana. Ingat ya pulang tepat waktu, kamu itu harus sadar diri, di sini kamu itu cuma pembantu, jadi nggak boleh pulang pergi seenaknya.""Baik, Bu. Saya janji tidak akan pulang terlambat."Bunga menatap kepergian Sofia
Hamil? Mana mungkin?Meskipun Bunga ragu tetap saja dia cemas. Selama ini dia jarang menstruasi, bisa dibilang tiga atau empat bulan sekali, dan kata orang kalau seperti itu bakal susah hamil.Meskipun belum tahu kebenarannya, Bunga tetap percaya karena beberapa temannya memang mengalami hal yang sama. Ada salah satu temannya yang sudah menikah, sampai detik ini belum juga dikaruniai anak.'Ah, mana mungkin,' batin wanita itu."Kenapa dari tadi melamun terus?" tanya Ayu dengan kening mengerut.Bunga menghela napas. "Nggak ada, cuma lagi bingung aja.""Masalah orang tua kamu? Bukannya kamu udah kirim uang ke mereka?"Bunga mengangguk pelan."Kalau kamu mikirin mereka terus, kapan kamu bisa bahagianya, Bunga? Kamu juga perlu pikirin diri kamu sendiri. Emangnya kamu nggak pengen nikah?"Mendengar kata menikah, Bunga tertawa hambar.'Menikah? Siapa yang mau nikah sama gadis kotor kayak aku? Nggak ada! Yang ada malah mereka pasti jijik,' decak wanita itu dalam hati."Masih belum kepikiran
"Apa yang kalian lakukan?!""Apa kamu nggak lihat di rambut Bunga ada serangga?" Bunga syok dengan kedatangan Sofia, sedangkan Gama malah bersikap santai? Setelah menyadari, Bunga langsung menyingkir dari hadapan Gama."Maafkan saya, Pak," kata wanita itu seraya menunduk."Kenapa kamu yang minta maaf? Bukannya aku yang deketin kamu?"Bunga menggeram dalam hati.'Jangan banyak tingkah, Pak. Di depanmu ada istrimu sendiri, tolong gunakan akal sehatmu,'"Sa--saya--""Sudahlah, kamu boleh pergi, Bunga," usir Sofia dengan ketus."Aku minta bikinkan kopi," sela Gama."Biar aku aja yang buatkan, sebaiknya kamu pergi ke kamarmu, Bunga." Lagi-lagi Sofia mengusir."Memangnya kamu bisa?" tanya Gama remeh. "Masuk ke dapur aja mana pernah," sindirnya pedas.Sofia mengepalkan tangan, tatapannya begitu tajam ke arah Bunga. Bunga yang menyadari pun langsung memutuskan pergi tanpa pamit."Sejak kapan kamu bela dia, Mas?"Gama menyenderkan tubuhnya di meja, tangannya ditaruh di saku celana, menatap So
"Lepas, Dra. Aku harus pergi sekarang!" geram Sofia."Aku akan antar kamu, sampai depan pintu."Sofia menghela napas berat. "Oke." Dia pun akhirnya pasrah.Baru saja tangan Nendra menyentuh kenop pintu, Sofia langsung menginterupsi. "Udah, sampai sini aja, udah cukup. Aku akan keluar sendiri."Nendra terdiam beberapa saat setelah itu dia mengangkat kedua tangan dan mengangguk pasrah. Sepertinya usahanya gagal untuk menahan Sofia lebih lama di sini."Oke, terserah kamu," katanya kemudian."Nggak biasanya kamu kayak gini, kayak anak kecil yang lagi manja," ejek Sofia.Nendra tak menjawab, dia membiarkan Sofia membuka pintu, setelah hilang dari pandangan dia menghela napas berat.Berbeda dengan Sofia yang berada di balik pintu, matanya melotot ketika melihat seseorang yang dia kenali sedang menyenderkan tubuhnya di dekat pintu hotel yang baru saja dia tutup."Udah selesai?" Nada bicara pria itu tampak berat."M--Mas, ngapain kamu ada di sini?" tanya Sofia gugup."Ngapain ya? Entah, aku j
"Habis dari mana kamu?" Sofia menatap Bunga dari atas sampai bawah."Saya habis keluar sebentar, Bu, ketemu sama teman.""Teman lagi, teman lagi. Itu terus yang jadi alasan kamu. Tadi aku lihat kamu ada di hotel. Benar, kan?"Bunga menggeleng cepat. "Saya tidak pernah ke hotel. Mungkin Anda salah lihat."Semakin lama Bunga semakin pandai berbohong, dan ternyata usahanya berhasil karena Sofia tak lagi menatapnya dengan tajam.Sofia terdiam cukup lama, sepertinya termakan ucapan Bunga.'Benar juga, mungkin tadi aku salah lihat. Mungkin tadi sekilas mirip sama dia aja. Kenapa akhir-akhir ini aku selalu menuduh Bunga sih,' keluh Sofia dalam hati."Meskipun kamu benar, bukan berarti kali ini kamu bebas dariku, Bunga. Masih ingat, kan, kalau aku pernah menyuruhmu untuk mengawasi suamiku? Kenapa sampai sekarang tidak kamu lakukan? Malah semakin hari kamu semakin sering keluar rumah, asyik dengan rutinitas sendiri. Sebenarnya kamu niat kerja apa nggak, hah?" Sofia berkacak pinggang.Kepala Bu
Tok ... tok ... tok ...Bunga mengerjapkan matanya berkali-kali, padahal ngantuk berat tapi dia terpaksa bangun membukakan pintu kamar. Takut saja kalau ternyata Sofia yang mengetuk pintu.Bunga menguap lebar, barulah dia membuka pintu."Ada yang bisa saya bantu, Bu-- loh, Pak Gama?" Mata Bunga yang tadinya berat sekali seketika melotot.'Kok bisa? Bukannya dia bilang akan pergi keluar kota beberapa hari?'"Kenapa kaget gitu? Kayak lihat setan aja. Atau jangan-jangan ada yang kamu sembunyikan?" tanya pria itu penuh selidik.Bunga menggeleng cepat. "Bukan, nggak seperti itu. Apa Bu Sofia--""Dia udah pergi dari sini. Mungkin sedang bersenang-senang di luar dengan pria lain. Aku ingin mandi, tolong siapkan air hangat dan juga pakaian tidurku. Dan jangan lupa siapkan aku makan malam."Gama berbalik pergi menuju ke kamar, tapi mendengar Bunga memanggil dia berhenti melangkah."Maksudnya saya disuruh melayani Anda atau gimana ini?" tanya wanita itu bingung.Gama kembali mendekat, seraya me
"Bukti-bukti semakin kuat, kenapa Anda masih mempertahankan pernikahan yang tidak sehat ini, Pak?" tanya Adit heran.Gama yang tadinya fokus dengan tablet, seketika mendongak. Menatap asistennya cukup lama. Gama juga berpikir, sampai kapan dia akan bertahan?Menunggu Sofia yang akan menceraikannya seperti terdengar begitu mustahil. Wanita itu seperti perangko, makin lama makin lengket saja, apalagi sekarang-sekarang semakin manja. Itulah yang membuat dirinya pening tak karuan."Kenapa? Apa kamu mendapatkan bukti lagi?" tanya pria itu, kembali fokus pada tabletnya.Adit menghela napas berat. "Dia memakai uang sangat banyak bulan ini, sepertinya uang itu digunakan untuk pria itu."'Apa selama ini aku terlalu bermurah hati padamu, Sofia? Kau menggunakan uangku untuk bersenang-senang dengan pria lain? Dasar wanita tidak tahu diuntung. Tujuanmu menikah denganku hanya untuk memeras uangku, huh? Sekarang bersenang-senanglah, tapi lihat saja pembalasanku nanti, sialan!'Tangan Gama mengambang