Namun, Wiliam tidak tahu bila jiwa asli istrinya tersebut digantikan dengan jiwa seorang gadis SMA penyuka segala makanan, apalagi seafood. Mata Gisella pun terlihat berbinar menatap makanan yang tersaji. Dengan cepat dia mengambil beberapa kerang dan udang pedas manis. Sudah lama dirinya tidak makan seafood. Gisella segera melahap makanan yang diambilnya. Meski kepalanya sedang pusing tujuh keliling sekarang, tapi dirinya tidak peduli. Dia juga mengabaikan tatapan tajam dari seseorang di jung sana.
"Ya ampun, ini enak sekali! Lain kali, suruh pelayan masak lagi, kalau bisa setiap hari!" cerca gadis itu sambil menggoyangkan kepalanya karena keenakan. Sementara itu, Wiliam menatap horor pemandanganyang tersaji di depannya. Sejak kapan gisella seperti ini? Tak hanya Wiliam, para pelayan juga menatap majikannya heran. Padahal, gisella sangat pemilih dalam hal makanan. Dia paling tidak suka bau kerang dan udang. Entah apa alasannya. Yang pasti, harusnya Gisella akan segera mual, bahkan muntah. Tapi, mengapa hal itu tidak terjadi? "Sejak kapan kau suka seafood? Bukannya kau akan muntah bila memakannya?" tanya Wiliam menyelidik. Gisella pun menghentikan makannya. Kejadian itu memang diceritakan dalam novel. Namun, Gisella melupakannya. Aduh, bagaimana ini? Pikirkan alasannya sekarang! Batinnya. Cukup lama gadis itu terdiam, sampai akhirnya dia pun berhasil membuka suaranya. "Kau tahu tuan, kadang selera orang itu bisa berbeda-beda. Entahlah, sejak habis pingsan perutku tidak bisa diisi apa pun. Tetapi, karena kau menyuruh pelayan menyajikan semua makanan ini, mengapa aku menolaknya? Itu tidak baik!" jelas Gisella yang membuat Wiliam dan para pelayannya bungkam. Tuan? Gisella memanggil William dengan tuan? Dunia fiksi sedang berduka saat ini. Biasanya, Gisella akan memanggil Wiliam dengan sayang, baby, honey, sweety atau panggilan-panggilan yang memuakkan telinga. Namun, sekarang? Oh, ayolah!Kepala gadis tersebut habis terbentur di mana? Wiliam tiba-tiba kehilangan selera makannya. Pria itu memith berdiri dari tempatnya duduk dan hendak meninggalkan meja makan. Namun belum beberapa langkah, sebuah suara berhasil menghentikannya. "Kau tidak makan?" tanya Gisella yang mash sibuk dengan kerangnya. "Tidak! Makan saja sendiri!" jawab Wiliam ketus tanpa melihat ke arah lawan bicaranya. Gisella terlihat senang sampai berteriak, "aaaaa! Terima kasih, selamat beristirahat!" dan semoga cepatlah mati! Batinnya menambahi dalam hati. Para pelayan merasa terkejut dengan tingkah laku gadis itu. Sejak kapan majikan mereka ini seperti remaja labil? Biasanya, jika Wliam meninggalkan ruang makan tanpa menghabiskan makanannya, Gisella juga ikut meninggalkan tempat tersebut dan menyusul suaminya. Namun, mengapa sekarang tidak? Sementara itu, mata hazel Gisella mengerjap karena melihat makanan bersisa banyak. Tidak mungkin dia menghabiskannya sendiri. "Kalian belum makan, kan? Lihatlah, ini sangat banyak! Tidak mungkin aku menghabiskannya sendiri, bantu aku makan, ya?!" kata Gisella dengan semangat. Mendengar itu, pelayan yang jumlahnya 10 orang tersebut saling memandang satu sama lain. Sejak kapan nyonya mereka menjadi baik dan tidak ketus? "Ayolah! Tunggu apalagi? Sangat sayang jika tidak dihabiskan. Aku tidak suka makan sendirian dan kalian hanya melihat saja!" ujar Gisella kesal sambil mencebikkan bibir bawah. "Mohon maaf, Nyonya. Kami tidak berhak makan bersama Nyonya. Kami tidak pantas untuk duduk bersama di kursi ini," salah satu pelayan akhirnya memberanikan diri untuk berbicara. "Kalian memang terbiasa makan di mana?" tanya Gisella karena dalam novel tidak menceritakan keadaan mansion ini secara rinci. "Kami biasanya makan di lantai bersama-sama, Nyonya," jawab Bertha. "Baiklah kalau begitu, aku minta tolong kalian angkat hidangan ini dan taruh di sana!" perintah gisella sambil menunjuk lantai kosong di sebelah meja makan. Lantai tersebut luas dan mungkin cukup untuk 20 orang. Para pelayan tidak protes dan melaksanakan apa yang diperintahkan oleh Nyonya mereka. Namun, detik selanjutnya mereka dibuat terkejut dengan apa yang dilakukan gisella Gadis itu dengan santainya duduk di lantai sambil membawa piringnya tadi. dihabiskan. Aku tidak suka makan sendirian dan kalian hanya melihat saja!" ujar Gisella kesal sambil mencebikkan bibir bawah. "Mohon maaf, Nyonya. Kami tidak berhak makan bersama Nyonya. Kami tidak pantas untuk duduk bersama di kursi ini," salah satu pelayan akhirnya memberanikan diri untuk berbicara. "Kalian memang terbiasa makan di mana?" tanya Gisella karena dalam novel tidak menceritakan keadaan mansion ini secara rinci. "Kami biasanya makan di lantai bersama-sama, Nyonya," jawab Berti. "Baiklah kalau begitu, aku minta tolong kalian angkat hidangan ini dan taruh di sana!" perintah gisella sambil menunjuk lantai kosong di sebelah meja makan. Lantai tersebut luas dan mungkin cukup untuk 20 orang. Para pelayan tidak protes dan melaksanakan apa yang diperintahkan oleh Nyonya mereka. Namun, detik selanjutnya mereka dibuat terkejut dengan apa yang dilakukan Gisella. Gadis itu dengan santainya duduk di lantai sambil membawa piringnya tadi."Nyo--nyonya?"
Suara ketukan jari di atas meja menggema di kamar yang sepi dan dingin. Suara tersebut berasal dari seorang pria dewasa berusia 28 tahun yang duduk santai di sofa sambil menatap ke arah luar jendela.Ah, siapa lagi kalau bukan Wiliam. Dia mengamati air hujan yang menetes dari ranting pohon danmerembes ke kaca jendela. Cukup membosankan sebenarnya, tapi hal tersebut tidak akan dirasakanoleh seseorang yang pikirannya sedang kalut ke mana-mana.Pastinya, Wilian saat ini tengah memikirkan tingkah laku istrinya yang kelewat aneh. Apa yang membuatnya berbeda seperti itu? Apa karena pingsan tadi? Tanyanya dalam hati. Tadi pagi, siska. meneleponnya dan mengabarkan bahwa Gisella tiba- tiba pingsan di dapur. Dia tidak peduli, bahkan berharap gadis itu mati sekalian. Memang iblis orang ini! Sayangnya, harapannya itu tidak terkabul, malah istrinya tersebut seperti mengidap kepribadian ganda. Pria itu berpikir untuk menunggu sampai besok. Apakah sikap menyebalkan istrinya yang kemarin akan kemba
Wiliam segera mencari kunci cadangan untuk masuk ke kamar Gisella. Akhirnya, setelah beberapa saat, pria itu berhasil menemukan uncinya. Aduh, tamatlah riwayat Gisella! Sementara itu, gisella di dalam tengah sibuk menjelajahi isi kamar dan membuka lemari. Dia tidak menemukan hal yang menarik. Bahkan, baju-baju Gisella sangatlah kuno dan monoton. Mungkin itu juga alasan Gisella tidak tertarik padanya.Tak lama kemudian, tiba-tiba pintu kamar terbuka sempurna. Terlihat Wilian masuk dan berjalan dengan cepat. Wajahnya memerah, begitu pun matanya. Tatapan gisella langsung beralih ke arah pria itu. Dia langsung merasa takut sekarang. Mulut bodohnya itu harusya tidak berbicara denganlancang."Menarik sekali! Aku baru tahu, selain tingkahmu yang membuatku muak, mulutmu itu juga kurangajar!" Wiliam berjalan mendekati Gisella yang berdiri bak patung di depan lemari. Nyali gadis itu sudah menciut sekarang."Kenapa diam?" tanya Wiliam sambil menunjukkan smirk yang menakutkan. Dirinya sudah ber
Tiba-tiba, Wiliam mendekat ke arah Gisella. Dia menarik tangannya dan membisikkan sesuatu tepat di telinga gadis itu. "Dengar ini, aku tidak akan pernah menceraikanmu! Aku ingin kau terus hidup bersamaku dalam lembah kesengsaraan yang sudah kupersiapkan dengan matang! Jika kau mengucapkan hal itu lagi, aku tak segan-segan akan menhadapinya, mencekikmu seperti sebelumnya, kau paham?!" geram pria itu dengan nada rendah dan penuh penekanan Mendengar hal tersebut, Gisella mengerjapkan matanya. Mau apa sebenarnya pria iblis ini? Dalam novel dia menyiksa Gisella karena wanita itu tidak ingin bercerai. Lalu, sekarang? Sudah minta cerai malah tidak boleh! Selain sifatnya yang seperti iblis, otanya juga kosong melompong! Batinnya dalam hati. "Kau ingin tahu, aku mau apa? Aku mau kau menderita dan mati di tanganku!" gertak Wiliam. Lalu, dia meninggalkan Gisella yang berdiri kaku di tempatnya. Mati di tanganku! Gisela mencoba mengingat semua kejadian itu, cerita itu. Walau hanya sebatas tuli
Ya, hotel tersebut adalah salah satu aset besar keluarga William. Harga tempat tersebut mencapai 100 triliun Euro. Akan tetapi, sekarang si Wiliam hanya memberikannya secara cuma-cuma karena taruhan! Andaikan kakeknya masih hidup, mungkin lehernya akan ditebas saat ini juga. "Tawaran menarik tidak boleh dilewatkan kan, kawan?" tanya Hilmi sambil menaik-turunkan alisnya. "Deal!"jawab ketiga sahabat wiliam bersamaan. Sementara itu, wiliam hanya tersenyum miring. Dia yakin tak akan kalah. Mencintai gadis itu? Mungkin hal yang tidak akan pernah terjadi sampai dirinya mati, pikirnya. Di sisi lain, gisella terlihat sibuk berkutat dengan pulpen dan kertas. Dia menuliskan sesuatu di atasnya. Gadis itu menuliskan hal-hal penting yang akan terjadi selanjutnya. Entah akan terjadi atau tidak, mengingat dia telah mengubah sedikit alurnya. Gisella juga menuliskan beberapa planning untuk kabur dari tempat terkutuk ini. Dia tidak mau hidup di rantai bersama seorang iblis. Ada 3 rencana yang akan
Tak lama kemudian, tiba-tiba kaki Gisella tersandung batu. Hal itu membuatnya terjatuh dan langsungmencium jalan. Salah satu preman berhasil menggapai kakinya, lalu menyeret gadis itu. "Berani-beraninya kau mempermainkan kami! Tenang saja, Cantik. Setelah ini, kau akan menikmatinya!" ujarpreman itu sambil tersenyum kemenangan.Gisella langsung berdoa pada Tuhan agar ditolong, entah oleh siapa pun terserah. Air matanya sudahJuruh membasahi pipi meronanya. Beberapa saat kemudian, keajaiban itu ada. Doanya ternyataterkabul. Terlihat seorang lelaki tinggi bertubuh tegap berlari dari arah kanan. Dia pun mulai menghajar satu persatu preman yang tadi mengganggu Gisella.Mereka akhirnya babak belur dan lari begitu saja meninggalkan gadis itu. Tangisnya pun langsung pecah seketika karena terharu ada yang menolongnya. Namun, rasa terharu itu berubah menjadi tangisan pilu. "Mau kemana kau gadis nakal? Mencoba lari, hm?"ujar lelaki yang menolong Gisella tadi sambil mengeluarkan smirk yang sa
Di tengah kesunyian dan kegelapan jalan, terlihat seorang gadis berlari sambil terengah-engah. Mata hazelnya yang penuh kewaspadaan itu sesekali melihat ke belakang. Saat ini, Gisella berhasil lolos dari mansion Wiliam. Namun, dia tidak tahu harus lari ke mana lagi. Dalam Cerita yang dibaca Gisella sebelum pindah raga, Gisella Almaira tidak punya teman karena sifatnya yang semena-mena. Sekarang gadis itu kabur dengan hanya berbekal alur cerita yang dibacanya tadi.Tokoh-tokoh penting sudah dia tuliskan terperinci tanpa terlewat satu pun. Saat ini dirinya berada di daerah yang asing. Gisella bingung harus minta tolong kepada siapa di sini. Bahkan, gadis itu juga tidak tahu siapa dan alamat orang tuanya. Dirinya hanya tahu nama, tidak tahu wajah.Gisella berjalan dengan gontai sambil memikirkan nasibnya. Jika terus berada di sisi Wiliam, maka wanita itu akan mati. Jika tidak bersama, juga akan mati lama-lama. Kenapa aku sial sekali, sih? Batinnya berteriak.Di tengah lamunannya, tiba-ti
Wiliam akhirnya melepaskan pagutannya. Otak pria itu terasa blank. Apa yang sebenarnya ku lakukan?! Kenapa aku menciumnya! Batinnya berteriak. Dia tadi sebenarnya hendak menampar Gisella lagi. Akantetapi, pikiran dan akal sehatnya berkata lain. Pria itu langsung bangkit dan menjauh dari tubuh sang istri. Dirinya hendak meninggalkan kamar.Sebelum keluar, dia berkata, "Jangan coba-coba untuk melarikan diri lagi! Jika kau melanggar, aku tidak akan segan untuk memotong kedua kakimu!" Pintu kamar pun ditutup keras dan dikunci dari luar. Gisella langsung berlari dan menggedor-gedor pintu kamarnya. "Keluarkan aku dari sini sekarang! Dasar kau Bajingan! Mati saja sana!" teriak gadis itu dengan histeris. Akan tetapi, percuma saja. Wiliam juga tidakmendengarnya.Rencana A telah gagal. Bahkan, penjagaan terhadap dirinya pun diperketat. Gisella mengintip dari luarjendela kamarnya. Penjaga yang di depan tadi hanya ada 5, sekarang malah jadi 20 orang. Lalu, di sisisamping kanan dan kiri mansio
di ruang makan, Gisella langsung berdehem pelan saat melihat Wiiliam sedang sibuk dengan ponselnya. Pria itu pun langsung menghentikan aktivitanya dan menatap ke arah sang istri yang baru saja datang. Tiba-tiba, matanya membulat dengan sempurna. Oh, shit! Sebenarnya pakaian apa yang tengah dikenakannya sekarang?! Batinnya menjerit."Good morning, My Husband! Ah, aku tidak menyangka kau akan menunggu begini," ucap Gisella sambil menggeret kursi yang akan ditempatinya duduk. Gadis itu sedang mencoba untuk bersikapbaik pada suaminya agar diberi uang belanja. Seperti kata pepatah, ada udang di balik batu.Namun, sapaan Gisella barusan tidak dihiraukan oleh Wiliam. Matanya malah fokus ke arah yang lain. Diatidak menyangka bahwa di balik pakaian monoton yang dikenakan istrinya dulu, ternyata di dalamnyamenyimpan sebuah harta karun besar. Tubuh Gisella sangatlah indah dan sempurna. Bahkan mungkinlebih daripada Fani.Otak Wiliam mulai tidak bisa diajak untuk berpikir jernih. Belum lagi, b