Suara ketukan jari di atas meja menggema di kamar yang sepi dan dingin. Suara tersebut berasal dari seorang pria dewasa berusia 28 tahun yang duduk santai di sofa sambil menatap ke arah luar jendela.
Ah, siapa lagi kalau bukan Wiliam. Dia mengamati air hujan yang menetes dari ranting pohon dan merembes ke kaca jendela. Cukup membosankan sebenarnya, tapi hal tersebut tidak akan dirasakan oleh seseorang yang pikirannya sedang kalut ke mana-mana. Pastinya, Wilian saat ini tengah memikirkan tingkah laku istrinya yang kelewat aneh. Apa yang membuatnya berbeda seperti itu? Apa karena pingsan tadi? Tanyanya dalam hati. Tadi pagi, siska. meneleponnya dan mengabarkan bahwa Gisella tiba- tiba pingsan di dapur. Dia tidak peduli, bahkan berharap gadis itu mati sekalian. Memang iblis orang ini! Sayangnya, harapannya itu tidak terkabul, malah istrinya tersebut seperti mengidap kepribadian ganda. Pria itu berpikir untuk menunggu sampai besok. Apakah sikap menyebalkan istrinya yang kemarin akan kembali atau tidak. Di tengah rasa bingungnya, tiba-tiba ponsel mahal milik Gisella berdering. Pria itu langsung mengambil benda tersebut dan mengembangkan senyumnya seketika saat melihat ke layar. Wanita tercintanya kini meneleponnya. Dia adalah Prili, seorang model papan atas sekaligus mantan dari Wiliam sendiri. Wiliam memutuskan kembali menjalin hubungan dengannya setelah 1 hari menikah dengan Gisella. Pria itu seharusnya menikahinya, tapi terhalang oleh restu kedua orang tuanya. Malahan, mereka berdua langsung menjodhkannya dengan putri rekan kerja ayahnya-Gisella. Wiliam sangat membenci istrinya. Alasannya tentu karena wanita itu dianggap menghancurkan rencana yang telah disusunnya. Rencana indah untuk mengukir masa depan bersama wanita yang dicintainya. Tanpa pikir panjang, Wiliam segera mengangkat telepon yang barusan berdering. "Halo," sapanya. "Halo, Sayang. Maaf mengganggu waktumu malam-malam,"jawab Prili malu-malu di seberang sana. "Tidak perlu merasa begitu. Aku tidak pernah merasa terganggu olehmu. Ada apa, Sayang?" tanya Wiliam sambil tersenyum. Dia sangat menyukai priu lebih dari apa pun. Wanita itu adalah tipenya. Baik, kalem, lemah lembut, dan anggun. Berbeda sekali dengan istrinya yang kasar, ketus, keras kepala, dan cerewet. "Apakah besok kau sibuk? Aku ingin mengajakmu berbelanja keperluan untukku ke Paris nantinya," ujar Prilli. Ya, wanita itu akan pergi ke ingris beberapa hari lagi. Dia ada tugas untuk menghadiri acara Fashion Week di sana. "Waktuku selalu ada untukmu, Sayang. Bahkan, aku rela meninggalkan pekerjaanku sejenak demi dirimu," Wiliam berkata tulus. Ketulusannya itu hanya untuk Prilli, tidak kepada orang lain, terutama istrinya sendiri. "Terima kasih, Sayang. Aku tutup dulu, goodnight Baby, "kata Prilli. Dia langsung menutup teleponnya tanpa mendengar jawaban dari sang kekasih terlebih dahulu. Hal tersebut langsung membuat Prili mendesah pelan. Sebenarnya, pria itu ingin sekali ikut kekasihnya pergi ke ingris. Sayangnya, ada sejumlah pekerjaan yang tidak bisa dia tinggal. Ditambah lagi, ada proyek penting yang harus diselesaikannya. Gisella meregangkan tubuhnya sambil menggeliat kecil. Dia habis membantu para pelayan untuk mencuci piring dan membersikan meja makan. Tentu saja para pelayan menolak awalnya. Namun, bukan Gisella jika tidak keras kepala. Karakter Gisella Amaira dan gisella Putri tidak jauh berbeda. Mereka sama-sama berkepala batu. Bukan kepalanya yang jadi batu, ya! Namun, keras kepala yang dimiliki Gisella adalah untuk kebaikan. Dia akan menunjukkan sisi tersebut jika akan melakukan hal baik, tapi malah ditolak seperti tadi. Saat ini Gisella hendak menuju kamarnya. Namun, saat di tengah jalan, mata ambernya tak sengaja menangkap siluet pria yang berjalan mendekat ke arahnya. Belum lagi, tatapan pria itu-Gisella, setajam singa yang hendak menerkam mangsanya. Gisella hanya memutar bola matanya malas. Ganteng sih, tapi sayang kelakuannya seperti iblis! Batinnya. Saat kedua orang itu sudah berdekatan, Wiliam melirik gadis tersebut dengan tajam. Gisella pun melakukan hal yang sama. Dia melirik pria itu tak kalah tajam. Padahal dalam novel asli, Gisella tidak akan berani untuk menatap mata sang suami. Wiliam terkesiap sebentar melihat perubahan dalam diri gadis itu. Gisella langsung berlari masuk ke dalam kamar dan menutup pintunya dengan keras, tak lupa pula menguncinya. Dia takut nanti pria iblis itu akan masuk karena kesal ditatap seperti tadi. Ditambah lagi, ada acara banting pintu. Bisa-bisa, dirinya kena cekik setelah ini! Dugaannya itu ternyata tidak meleset. Wiliam terlihat murka dan tak terima. Akhirnya, dia pun menghampiri dan menggedor pintu kamar Gisella dengan keras. Gadis itu langsung kaget setengah mati. "Aduh, apa yang harus kulakukan?!" tanyanya pada diri sendiri karena panik. "Buka pintunya, Jalang!" teriak Wiliam dari luar. Mendengar hal itu, Gisella pun naik pitam dan membalas sambil berteriak kencang. "Aku sangat sibuk! Pergi dan jangan ganggu aku, Keparat!" Teriakan gadis tersebut sontak membuat Wiliam terkejut dan bertambah emosi.Wiliam segera mencari kunci cadangan untuk masuk ke kamar Gisella. Akhirnya, setelah beberapa saat, pria itu berhasil menemukan uncinya. Aduh, tamatlah riwayat Gisella! Sementara itu, gisella di dalam tengah sibuk menjelajahi isi kamar dan membuka lemari. Dia tidak menemukan hal yang menarik. Bahkan, baju-baju Gisella sangatlah kuno dan monoton. Mungkin itu juga alasan Gisella tidak tertarik padanya.Tak lama kemudian, tiba-tiba pintu kamar terbuka sempurna. Terlihat Wilian masuk dan berjalan dengan cepat. Wajahnya memerah, begitu pun matanya. Tatapan gisella langsung beralih ke arah pria itu. Dia langsung merasa takut sekarang. Mulut bodohnya itu harusya tidak berbicara denganlancang."Menarik sekali! Aku baru tahu, selain tingkahmu yang membuatku muak, mulutmu itu juga kurangajar!" Wiliam berjalan mendekati Gisella yang berdiri bak patung di depan lemari. Nyali gadis itu sudah menciut sekarang."Kenapa diam?" tanya Wiliam sambil menunjukkan smirk yang menakutkan. Dirinya sudah ber
Tiba-tiba, Wiliam mendekat ke arah Gisella. Dia menarik tangannya dan membisikkan sesuatu tepat di telinga gadis itu. "Dengar ini, aku tidak akan pernah menceraikanmu! Aku ingin kau terus hidup bersamaku dalam lembah kesengsaraan yang sudah kupersiapkan dengan matang! Jika kau mengucapkan hal itu lagi, aku tak segan-segan akan menhadapinya, mencekikmu seperti sebelumnya, kau paham?!" geram pria itu dengan nada rendah dan penuh penekanan Mendengar hal tersebut, Gisella mengerjapkan matanya. Mau apa sebenarnya pria iblis ini? Dalam novel dia menyiksa Gisella karena wanita itu tidak ingin bercerai. Lalu, sekarang? Sudah minta cerai malah tidak boleh! Selain sifatnya yang seperti iblis, otanya juga kosong melompong! Batinnya dalam hati. "Kau ingin tahu, aku mau apa? Aku mau kau menderita dan mati di tanganku!" gertak Wiliam. Lalu, dia meninggalkan Gisella yang berdiri kaku di tempatnya. Mati di tanganku! Gisela mencoba mengingat semua kejadian itu, cerita itu. Walau hanya sebatas tuli
Ya, hotel tersebut adalah salah satu aset besar keluarga William. Harga tempat tersebut mencapai 100 triliun Euro. Akan tetapi, sekarang si Wiliam hanya memberikannya secara cuma-cuma karena taruhan! Andaikan kakeknya masih hidup, mungkin lehernya akan ditebas saat ini juga. "Tawaran menarik tidak boleh dilewatkan kan, kawan?" tanya Hilmi sambil menaik-turunkan alisnya. "Deal!"jawab ketiga sahabat wiliam bersamaan. Sementara itu, wiliam hanya tersenyum miring. Dia yakin tak akan kalah. Mencintai gadis itu? Mungkin hal yang tidak akan pernah terjadi sampai dirinya mati, pikirnya. Di sisi lain, gisella terlihat sibuk berkutat dengan pulpen dan kertas. Dia menuliskan sesuatu di atasnya. Gadis itu menuliskan hal-hal penting yang akan terjadi selanjutnya. Entah akan terjadi atau tidak, mengingat dia telah mengubah sedikit alurnya. Gisella juga menuliskan beberapa planning untuk kabur dari tempat terkutuk ini. Dia tidak mau hidup di rantai bersama seorang iblis. Ada 3 rencana yang akan
Tak lama kemudian, tiba-tiba kaki Gisella tersandung batu. Hal itu membuatnya terjatuh dan langsungmencium jalan. Salah satu preman berhasil menggapai kakinya, lalu menyeret gadis itu. "Berani-beraninya kau mempermainkan kami! Tenang saja, Cantik. Setelah ini, kau akan menikmatinya!" ujarpreman itu sambil tersenyum kemenangan.Gisella langsung berdoa pada Tuhan agar ditolong, entah oleh siapa pun terserah. Air matanya sudahJuruh membasahi pipi meronanya. Beberapa saat kemudian, keajaiban itu ada. Doanya ternyataterkabul. Terlihat seorang lelaki tinggi bertubuh tegap berlari dari arah kanan. Dia pun mulai menghajar satu persatu preman yang tadi mengganggu Gisella.Mereka akhirnya babak belur dan lari begitu saja meninggalkan gadis itu. Tangisnya pun langsung pecah seketika karena terharu ada yang menolongnya. Namun, rasa terharu itu berubah menjadi tangisan pilu. "Mau kemana kau gadis nakal? Mencoba lari, hm?"ujar lelaki yang menolong Gisella tadi sambil mengeluarkan smirk yang sa
Di tengah kesunyian dan kegelapan jalan, terlihat seorang gadis berlari sambil terengah-engah. Mata hazelnya yang penuh kewaspadaan itu sesekali melihat ke belakang. Saat ini, Gisella berhasil lolos dari mansion Wiliam. Namun, dia tidak tahu harus lari ke mana lagi. Dalam Cerita yang dibaca Gisella sebelum pindah raga, Gisella Almaira tidak punya teman karena sifatnya yang semena-mena. Sekarang gadis itu kabur dengan hanya berbekal alur cerita yang dibacanya tadi.Tokoh-tokoh penting sudah dia tuliskan terperinci tanpa terlewat satu pun. Saat ini dirinya berada di daerah yang asing. Gisella bingung harus minta tolong kepada siapa di sini. Bahkan, gadis itu juga tidak tahu siapa dan alamat orang tuanya. Dirinya hanya tahu nama, tidak tahu wajah.Gisella berjalan dengan gontai sambil memikirkan nasibnya. Jika terus berada di sisi Wiliam, maka wanita itu akan mati. Jika tidak bersama, juga akan mati lama-lama. Kenapa aku sial sekali, sih? Batinnya berteriak.Di tengah lamunannya, tiba-ti
Wiliam akhirnya melepaskan pagutannya. Otak pria itu terasa blank. Apa yang sebenarnya ku lakukan?! Kenapa aku menciumnya! Batinnya berteriak. Dia tadi sebenarnya hendak menampar Gisella lagi. Akantetapi, pikiran dan akal sehatnya berkata lain. Pria itu langsung bangkit dan menjauh dari tubuh sang istri. Dirinya hendak meninggalkan kamar.Sebelum keluar, dia berkata, "Jangan coba-coba untuk melarikan diri lagi! Jika kau melanggar, aku tidak akan segan untuk memotong kedua kakimu!" Pintu kamar pun ditutup keras dan dikunci dari luar. Gisella langsung berlari dan menggedor-gedor pintu kamarnya. "Keluarkan aku dari sini sekarang! Dasar kau Bajingan! Mati saja sana!" teriak gadis itu dengan histeris. Akan tetapi, percuma saja. Wiliam juga tidakmendengarnya.Rencana A telah gagal. Bahkan, penjagaan terhadap dirinya pun diperketat. Gisella mengintip dari luarjendela kamarnya. Penjaga yang di depan tadi hanya ada 5, sekarang malah jadi 20 orang. Lalu, di sisisamping kanan dan kiri mansio
di ruang makan, Gisella langsung berdehem pelan saat melihat Wiiliam sedang sibuk dengan ponselnya. Pria itu pun langsung menghentikan aktivitanya dan menatap ke arah sang istri yang baru saja datang. Tiba-tiba, matanya membulat dengan sempurna. Oh, shit! Sebenarnya pakaian apa yang tengah dikenakannya sekarang?! Batinnya menjerit."Good morning, My Husband! Ah, aku tidak menyangka kau akan menunggu begini," ucap Gisella sambil menggeret kursi yang akan ditempatinya duduk. Gadis itu sedang mencoba untuk bersikapbaik pada suaminya agar diberi uang belanja. Seperti kata pepatah, ada udang di balik batu.Namun, sapaan Gisella barusan tidak dihiraukan oleh Wiliam. Matanya malah fokus ke arah yang lain. Diatidak menyangka bahwa di balik pakaian monoton yang dikenakan istrinya dulu, ternyata di dalamnyamenyimpan sebuah harta karun besar. Tubuh Gisella sangatlah indah dan sempurna. Bahkan mungkinlebih daripada Fani.Otak Wiliam mulai tidak bisa diajak untuk berpikir jernih. Belum lagi, b
Di tengah padatnya jalanan kota London, terlihat sebuah mobil Lamborghini Aventador berwarnahitam melaju kencang. Di dalamnya, ada dua orang sejoli yang saling bersenda gurau. Siapa lagi kalaubukan Wiliam dan Prili. Saat ini, mereka akan pergi ke salah satu mal terbesar di kota. Hari ini Prili mengenakan dress seksi berwarna merah menyala tanpa lengan selutut. Buah dadanya bahkan hampir keluar karena saking terbukanya.Wiliam hanya melirik sekilas tanpa beraksi apa-apa. Biasanya, pria itu akan mudah tergoda. Tapi sekarang, mengapa itu tidak terjadi? Malah pikirannya ini sedang menerawang jauh ke arah Gisella tadi pagi. Apa yang terjadi dengannya kini? "Apa ada yang mengganggumu, sayang?" tanya Prilli karena melihat keterdiaman Wiliam. "Ah tidak, Honey. Aku hanya berpikir, nanti kita nonton film atau tidak. Aku ingin mengajakmu ke bioskop," jawab pria itu sembari berbohong. Prilli pun tersenyum, "Ayo, ayo saja! Hitung-hitung sebagai pengganti karena kau tidak ikut denganku ke Paris.
Di tempat lain, diwaktu yang sama, Wiliam dan Cley mulai menyusuri ruangan gedung bak labirin itu. Mereka berpencar di jalurnya masing-masing. Wiliam dari sisi kanan, sementara Cley dari sisi kiri. Akhirnya setelah beberapa saat, Wiliam menemukan sebuah tangga. Dengan cepat pria itu naik dan berlari ke arah sana. Ah, iya. Bodyguard-nya yang lain juga berpencar untuk memantau situasi di tempat yang berbeda. Kaki jenjangnya terus membawanya berlari tak tentu arah. Pikirannya sudah kalut sekarang. la sangat khawatir sekaligus panik. Bagaimana jika terjadi sesuatu pada Wiliam? Dari kejauhan, mata birunya menangkap siluet seseorang yang juga tengah berlari. Padahal ruangan itu luas, tapi mengapa sekarang rasanya sempit?! Bagaimana tidak? la dan Cley tiba-tiba bertemu. Mereka pun berhenti di depan sebuah ruangan yang cukup besar "Bagaimana? Ada petunjuk?" tanya Xander sambil terengah-engah. Namun, Cley hanya membalasnya dengan gelengan kecil. "Baiklah, sekarang kita berp-" Ucapan Wiliam te
Mobil Lamborghini Aventador berhenti tepat di pintu masuk kawasan hutan. Suasana yang tergambar di sana sangatlah dingin, gelap dan mencekam. Lantas kedua orang yang berada di dalam mobil pun keluar. "Kau yakin untuk turun di sini?" tanya Cley sambil meraih senapan api yang diberikan oleh Wiliam. "Jika tidak turun di sini, lalu di mana lagi? Kau maukita tertangkap begitu? Kita berdua bukan manusiabaja yang tahan banting," jawab Wiliam dengan nada kesal. Clayton ingin menyergah perkataan pria itu, tapi diurungkannya karena sebuah suara yang berasal dari semak-semak. Itu membuatnya terkejut sekaligus takut. "Tak perlu khawatir, itu anak buahku," ujar Wiliam kembali sambil berjalan memasuki kawasan hutan bagian dalam. Cley menghela napas lega. Untungnya, anak buahnya juga sudah datang. Jadi, dirinya pergi ke arah yang berlawanan denganWiliam.Mereka berdua berjalan di jalurnya masing-masing.Clayton dan bodyguard nya berjalan memutar kearah kiri karena pintu belakang gedung ada di sa
Gisella menyobek ujung dress yang dikenakannya untuk mengikat luka agar darahnya mampet. Untung ponsel Prilli berbunyi tadi. Setelah mengangkat teleponnya, wanita itu langsung ke luar ruangan tanpa berkata apa pun. Ah, jadi Cath akan terbebas sejenak dan memikirkan dengan cara apa ia akan kabur dari tempat ini. Kemudian, mata hazelnya menatap ke arah cambuk yang tergeletak di lantai. Ternyata bahan lapisan cambuk tersebut adalah sebuah rangkaian kawat kecil dengan ujung yang runcing. Pantas saja dirinya langsung terluka saat itu juga. Eh, tunggu! Otaknya tiba-tiba menemukan sebuah ide yang cemerlang. Gisella mengambil cambuk tersebut dan mencoba membuat kawat yang terpasang di sana terlepas sedikit. Awalnya, kawat tersebut sangat susah untuk diambil. Akan tetapi, ia tidak menyerah begitu saja. Dengan keyakinan dan tekad yang kuat, akhirnya kawat itu berhasil diambilnya, meski ukurannya sangat kecil. Gisella membentuk kawat tersebut menjadi sebuah kunci mini. Dengan langkah cepat, ia
Di tempat lain, diwaktu yang sama, Wiliam dan Cley mulai menyusuri ruangan gedung bak labirin itu. Mereka berpencar di jalurnya masing-masing. Wiliam dari sisi kanan, sementara Cley dari sisi kiri. Akhirnya setelah beberapa saat, Wiliam menemukan sebuah tangga. Dengan cepat pria itu naik dan berlari ke arah sana. Ah, iya. Bodyguard-nya yang lain juga berpencar untuk memantau situasi di tempat yang berbeda.Kaki jenjangnya terus membawanya berlari tak tentu arah. Pikirannya sudah kalut sekarang. la sangat khawatir sekaligus panik. Bagaimana jika terjadi sesuatu pada Wiliam? Dari kejauhan, mata birunya menangkap siluet seseorang yang juga tengah berlari. Padahal ruangan itu luas, tapi mengapa sekarang rasanya sempit?! Bagaimana tidak? la dan Cley tiba-tiba bertemu. Mereka pun berhenti di depan sebuah ruangan yang cukup besar "Bagaimana? Ada petunjuk?" tanya Xander sambil terengah-engah. Namun, Cley hanya membalasnya dengan gelengan kecil. "Baiklah, sekarang kita berp-" Ucapan Wiliam t
Tangis Gisella semakin menjadi-jadi. Hatinya langsung sakit saat mendengar hal tersebut. la tidak menyangka bahwa pria bajingan yang menyiksanya dulu akan bertindak sejauh ini untuknya. Apakah sekarang dirinya lah yang terlalu jahat karena tidak memberi pria itu kesempatan? "Ayo se-senyum. Aku suka melihat senyummu itu, walau mungkin ini terakhir kali aku melihatnya. Sampaikan juga pada putra kita yang tampan itu bahwa daddynya selalu mencintainya. Bilang padanya agar tida menyia-nyiakan orang yang mencintainya dengan tulus. Ajarkan dia untuk selalu berbuat baik pada semua oran-uhuk!" ucapan Wiliam terpotong saat ia kembali memuntahkan darah. "Tidak! Aku tidak akan mengajarinya sendirian, Wiliam. Kau juga harus mengajarinya! Apa kau tega membiarkanku sendirian dan membuat Arxavie kehilangan ayahnya?! Kumohon bertahanlah sebentar! Kau yang harus mengajari putra kita untuk hidup di dunia yang keras ini!" jawab Gisella. Sayangnya, Wiliam hanya menanggapinya dengan senyuman kecil. "Hidu
"Besok, kita semua akan menghadiri pemakaman." "Pe-pemakaman? Siapa yang meninggal?" tanya Gisella dengan jantung yang berdetak tak karuan. Pikiran dan firasatnya mulai berkata buruk. Namun, ia segera menepis hal tersebut. Cleyton menarik napasnya sejenak sebelum menjawab pertanyaan dari sang adik. "Wiliam." Tatapan Gisella langsung kosong seketika saat mendengar jawaban dari Cley. Kemudian, kepalanya menggeleng-geleng seperti tidak percaya. "Ti-tidak! Kakak pasti bohong, kan? Dia tidak mungkin mati! Dia kuat, kak! Dia tidak mati!" teriak Gisella dengan histeris. Dokter yang bertugas sampai memberinya suntikan penenang untuk wanita itu karena terus memberontak. Setelah selesai melakukan pengobatan, Gisella langsung dibawa pulang oleh Cley. Pria itu dengan sabar menggendong adiknya yang menangis sesenggukan. Saat hendak pergi ke mobil, mereka berdua berpapasan dengan pihak kepolisian yang tengah menggeret seorang wanita yang menjadi dalang kekacauan ini dan kematian Wiliam. Mata Gise
18:00//swiss Wiliam sedari tadi menatap laptopnya tak berkedip. la tadi sebenarnya menelepon detektif yang sempat disewanya-Dermon, untuk mencari keberadaan Gisella. Meski ia sudah menaruh bubuk kebencian dalam hatinya, tapi jauh di sana dirinya masin khawatir dengan wanita itu. Ah, dasar perasaan sialan! Untungnya, sang detektif sangatlah cepat dan cekatan dalam menjalankan tugasnya. Buktinya, 1 jam setelah Xander menghubunginya, pria itu sudah menemukan keberadaan Gisella. So fast! Wiliam menatap layar monitor dengan seksama. Keningnya berkerut saat melihat lokasi di mana mantan istrinya dibawa. Di sebuah hutan di wilayah barat kota swiss. Yang menjadi pertanyaannya adalah mengapa lokasinya sama dengan tempat putri Glenn diculik?! Dermon tadi sempat mengatakan hal tersebut padanya. Awalnya, Wiliam tidak mau berburuk sangka. Akan tetapi, pikirannya hanya mengarah ke satu orang saja yang menjadi dalang dari semua ini-Prilli. Tanpa basa-basi, Wiliam langsung meraih teleponnya untuk
Hal tersebut membuat Gisella mengepalkantangannya. Telapak tangannya memegang erat tali yang mengikatnya. Dengan sekuat tenaga, iamencoba melepaskan benda tersebut tanpasepengetahuan dari Prili. la sampai tidak bisafokus dengan apa yang tengah dibicarakan olehwanita ular tersebut.Emosi Prilli mulai tersulut karena mengetahui Gisella tidak mendengarkannya. Kemudian, tanganlentinya itu menarik rambut indah milik wanita itukuat-kuat. Bahkan saking kuatnya, ada banyak helai rambut yang rontok ke lantai.Gisella mencoba menahan sakit dan perih dikepalanya. la menggigit pipi bagian dalamnya sendiri supaya tidak sampai berteriak. Baginya, teriakannya itu adalah suara kemenangan untuk Prilli. Dan dirinya tak akan membiarkan hal itu terjadi."Ah, tampaknya aku kurang keras dalammenyiksamu. Baiklah kalau begitu. Kau sendiri yangmemaksaku untuk menggunakan cara kejiselanjutnya," ujar Farrah yang tiba-tiba membawasebuah cambuk panjang di tangannya. Tanpa aba- aba, wanita itu mengarah
Wiliam melirik ke arah jam tangannya. Ternyatasekarang sudah pukul 5 sore. Dengan segera iamembereskan mejanya dan membawa sebagianberkas untuk dikerjakan di rumah. Namun, perasaan tidak enak tiba-tiba melingkupi hatinya. Apalagi Ana juga belum datang ke tempatnya.Apa wanita itu tadi sudah pulang ke rumah dengan selamat, ya? Tanyanya dalam hati. Akan tetapi, Wiliam segera mengenyahkan pikiran tersebut. la tidak mau merasa khawatir ataupun memperhatikan mantan istrinya lagi. Hubungan mereka berdua sudah usai.Tiba-tiba, tangisan Arxavie terdengar kencang.Wiliam segera menghentikan aktivitasnya danmenghampiri sang putra. Lalu, pria itu meraihnya ke dalam gendongannya."Sstt, ssstt! Tenanglah baby boy. Sebentar lagi,aunty-mu akan datang menjemputmu. Kau sudahmerindukan mommymu, ya?" tanyanya pada Arxavie yang masih menangis. Namun, percuma saja. Bayi mungil tersebut tidak mengerti tentang apa yang tengah ia katakan.Wiliam mencoba menimang-nimang putranyasambil menepuk pantatnya