"Maafkan aku kalau selama ini aku salah sama kamu, tolong lupakan aku, jangan ada benci dan dendam. Ikuti arus saja, agar keluarga kita sama-sama tetap berjalan baik." Berulangkali Aku membaca isi pesan WhatsApp Jordan. Tanganku bergetar hebat, ada rasa nyeri di dada ini. 'Tuhan, inikah akhir dari sebuah kesalahan besarku?' bathinku mengeluh. Aku Fiona, istri dari lelaki posesif yang bernama Kelvin, pemilik Cafe Merindu. Rumah Tangga yang sudah terjalin selama 19 tahun, harus ternoda dengan suatu kesalahan yang dengan sadar aku lakukan. Jordan Kurniawan, salah satu anggota POLRI yang setahun belakangan ini mampu membuatku lupa akan status Aku yang masih istri orang. Tapi tidak bisa dipungkiri, bahwa Aku menikmati perselingkuhan ini. Aku merasakan benar-benar jatuh cinta dengan Jordan yang selalu memperlakukan Aku dengan baik.======================"Sayang, hari ini aku mau ada acara sama teman-teman club motor. Rencana mau touring ke puncak. Kamu gak keberatan kan kalau jaga cafe
"Kurasakan pudar dalam hatiku, rasa cinta yang ada untuk diriku, ku lelah dengan semua yang ada, ingin ku lepas semuaaaaaa,," Aku bersenandung lirih sambil menggoreng ayam sekaligus menggiling cucian juga.Sebagai seorang istri dan ibu yang baik untuk suami dan anak-anaknya, aku selalu memberikan pelayanan yang terbaik dirumah. Terutama untuk Kelvin suamiku, aku selalu mengenyangkan perutnya, matanya, dan syahwatnya. Agar suamiku tidak mudah tergoda oleh para pelakor di luaran sana. "Ih,, mami kayaknya lagi seneng banget nih... bau-baunya ada yang lagi kasmaran nih.." goda Farah sambil nyomot bakwan jagung yang ada di meja makan."Hahahhaha,,, apaan sih dek. Itu tuh lagu kesukaan mami dari jaman mami masih muda. Masih awal-awal nikah sama papi kamu." Elakku sambil menonyor kening Farah. Yang di tonyor malah cengengesan.Drrrt drrrt drrrt"Mam, ponselnya getar tuh." Farah menunjuk ponselku yang ada d meja makan. Ada panggilan dari nomer tidak dikenal. Tapi setelah ku angkat, baru ak
Banyak perubahan yang terjadi dengan kehidupan Aku saat ini. Pastinya aura positif itu membuat aku menjalani hari-hari dengan penuh bahagia. Entahlah, Aku menganggap ini hal baik. Walaupun tidak dapat aku pungkiri, bahwa aku telah salah melangkah. Malam ini seperti biasa, aku menemani Kelvin di cafe. Hubungan aku dengan Kelvin memang sudah hambar, kerap terjadi perselisihan beda pendapat yang pada ujungnya akan berakhir dengan pertengkaran yang sengit. Tapi demi menutupi sebuah kesalahan, Aku selalu bersikap wajar bahkan kadang sedikit manja terhadap Kelvin. Sama seperti yang terjadi malam ini. "Mi, saladnya Renata emang enak. Berasa banget keju dan susunya." Kelvin bergumam seraya menyantap salad buah yang aku pesan ke sahabatku, Renata. Aku hanya melirik sekilas dan menimpali dengan anggukan kepala. "Mau mi? Nih papi suapin ya. Ayo a,," aku menerima suapan dari Kelvin sambil bilang terima kasih. Entah kenapa, Kelvin malam ini terlihat begitu bersahabat. Lebih kalem dan menyenangk
"Hah,, apa pi,,," dengan sedikit tersentak kaget, aku menoleh ke arah Kelvin yang sedang menatapku curiga." Mami itu kenapa sih, orang tanya begitu saja sudah kaget. Memang ada yang mami sembunyikan dari papi?" Tatapan tajam Kelvin seolah mau menerkam habis aku. "Ya papi bikin kaget mami. Tidak tahu apa sekarang ini mami lagi pusing. Distributor skincare sekarang ngasih peraturan baru lagi. Uang harus lunas di awal. Baru distributor bisa kirim barangnya." Sungutku kesal.Sengaja membuat alasan yang masuk akal. Bukan berbohong, tapi sempat aku baca di grup jualan skincare ku sekilas, bahwa akan ada peraturan baru. Padahal sih itu sama sekali tidak buat aku pusing. Hanya saja itu sebagai alibi untuk menutupi rasa gugup ku."Oh, kirain sial kenapa. Ya sudah kalau gitu papi berangkat kerja dulu ya mi? Masalah jualan mami tidak perlu di pikir dalam begitu. Nanti asam lambung mami kambuh kalau terlalu banyak pikiran." Ujar Kelvin seraya berlalu pergi. Aku melihat chat Jordan, ternyata
Malam ini seperti biasa aku tidur sendirian tanpa Kelvin. Termenung meratapi nasib yang seolah mempermainkan hatiku. Entah sampai kapan aku akan bertahan dalam rumah tangga yang seperti ini. Setiap malam selalu kesepian. Tidak ada tempat untuk berbagi keluh kesah. Jordan..Sebuah nama yang saat ini mampu mengubah segala kehidupanku. Membuat hari-hari penuh senyum dan bahagia. Jordan selalu pandai untuk mengembalikan mood aku menjadi baik. Dengan obrolan yang kocak, mampu membuat aku terhibur dan balas dengan saling bercanda. Ya walaupun semua hanya lewat telpon atau sekedar chat unfaedah. Tapi bersamanya aku merasa bahagia."Sayang, ayolah kapan-kapan kita keluar bukan sekedar makan. Aku ingin lebih leluasa memandang wajah kamu." Ujar Jordan di ujung seberang. Aku menghela nafas kasar. Haruskah ini akan terjadi?"Sayang? Kamu masih disana kah? Kok diem?" Tuturnya lagi. "Iya mas, aku di sini kok. Hmm, masalah itu aku pikirkan dulu ya?" Jawabku lirih dan sangat hati-hati takut menying
Di tempat yang berbeda Almira termangu dengan tatapan kosong. Pakaian suaminya ia pegang erat dengan menahan emosi yang hampir saja membuncah. Bau parfum wanita menyeruak di seragam kerja suaminya. 'Kurang apa lagi aku sebagai istrimu pa? Teganya kamu mengulangi kesalahan yang sama.' Bathin Almira menjerit menahan sakit yang teramat dalam. "Assalamualaikum, papa pulang." Seru Jordan yang sudah masuk rumah dan segera melepas sepatu kerjanya. "Papaaaa,, Dira sudah siap mau berangkat sekolah. Tapi mampir beli es krim dulu ya pa." Sambut Dira dengan suara khas anak kecil. Anak Jordan yang ke tiga memang masih duduk di kelas TK B. Di antara 3 anaknya Jordan, Dira lah yang paling dekat dengan papanya. Jordan tersenyum melihat putri cantiknya sudah rapi dan siap berangkat sekolah. Dira berhambur kepelukan papanya. Jordan menciumi pipi Dira dengan penuh sayang. "Ini kan masih pagi adek, beli susu sama Snack lainnya saja gimana?" Tawar Jordan pada Dira yang sudah berada dalam pangkuannya.
"Harus sekarang ya?" Tanya Jordan gugup, dan Tamara pun langsung mengangguk pasti.Pertempuran pun terjadi selama seminggu. Jordan sangat menikmati apa yang Tamara suguhkan. Body Tamara yang seperti model, dengan tinggi 165 cm dan berat badan 55 kg membuat Jordan tidak bosan berada di dekatnya. Jordan bahkan sampai lupa untuk pulang ke rumah istrinya tiap akhir pekan. Berbagai alasan Jordan lontarkan pada Almira yang mengharapkan Jordan pulang. Tapi semua hanya tinggal harapan. Karena sejatinya, Jordan masih tetap terlena dengan permainan Tamara. "Mas, besok suamiku kembali ke tanah air. Itu artinya waktu kita sangat sedikit untuk bertemu. Bahkan tidak akan bisa bertemu lagi. Aku ingin hari ini kita semalaman menghabiskan waktu bersama." Ujar Tamara setelah selesai mereka melakukan pergumulan yang menguras energi. Jordan menatap sayu mata Tamara, seolah tidak rela akan jauh dengannya. "Yah kalau memang harus seperti itu, aku bisa apa? Biarlah ini menjadi kisah tersendiri buat aku
" Nak, Rendi masih kecil, tidak boleh bertanya hal seperti itu ya sayang? Satu hal yang perlu Rendi tau, bahwa di dunia ini, hanya Rendi, Dio dan mama yang papa punya. Kalaupun nanti Rendi akan punya adek lagi, itu hanya mama yang akan mengandung adeknya Rendi. Sekarang Rendi sudah paham kan? Kalau sudah paham, Rendi ajak adeknya main lagi ya nak. Papa masih mau beresin rumah yang masih kotor. Mama biar istirahat, jangan di ganggu dulu ya sayang." Ujar Jordan panjang lebar terhadap anaknyaJordan akhirnya kembali ke halaman depan untuk membereskan sisa makan burung yang belum sempat di kembalikan pada tempatnya tadi. Setelah selesai membereskan urusan rumah, Jordan bergegas untuk mandi. Dia tercenung saat ponselnya ia keluarkan dari saku celana. Tanpa pikir panjang Jordan membuka ponsel tersebut dan mencari nomor Tamara. "[Tamara, tolong dengan sangat jangan hubungi aku lagi. Tolong setelah kamu baca pesan aku ini, kamu blokir nomor aku. J