"Hah,, apa pi,,," dengan sedikit tersentak kaget, aku menoleh ke arah Kelvin yang sedang menatapku curiga." Mami itu kenapa sih, orang tanya begitu saja sudah kaget. Memang ada yang mami sembunyikan dari papi?" Tatapan tajam Kelvin seolah mau menerkam habis aku. "Ya papi bikin kaget mami. Tidak tahu apa sekarang ini mami lagi pusing. Distributor skincare sekarang ngasih peraturan baru lagi. Uang harus lunas di awal. Baru distributor bisa kirim barangnya." Sungutku kesal.Sengaja membuat alasan yang masuk akal. Bukan berbohong, tapi sempat aku baca di grup jualan skincare ku sekilas, bahwa akan ada peraturan baru. Padahal sih itu sama sekali tidak buat aku pusing. Hanya saja itu sebagai alibi untuk menutupi rasa gugup ku."Oh, kirain sial kenapa. Ya sudah kalau gitu papi berangkat kerja dulu ya mi? Masalah jualan mami tidak perlu di pikir dalam begitu. Nanti asam lambung mami kambuh kalau terlalu banyak pikiran." Ujar Kelvin seraya berlalu pergi. Aku melihat chat Jordan, ternyata
Malam ini seperti biasa aku tidur sendirian tanpa Kelvin. Termenung meratapi nasib yang seolah mempermainkan hatiku. Entah sampai kapan aku akan bertahan dalam rumah tangga yang seperti ini. Setiap malam selalu kesepian. Tidak ada tempat untuk berbagi keluh kesah. Jordan..Sebuah nama yang saat ini mampu mengubah segala kehidupanku. Membuat hari-hari penuh senyum dan bahagia. Jordan selalu pandai untuk mengembalikan mood aku menjadi baik. Dengan obrolan yang kocak, mampu membuat aku terhibur dan balas dengan saling bercanda. Ya walaupun semua hanya lewat telpon atau sekedar chat unfaedah. Tapi bersamanya aku merasa bahagia."Sayang, ayolah kapan-kapan kita keluar bukan sekedar makan. Aku ingin lebih leluasa memandang wajah kamu." Ujar Jordan di ujung seberang. Aku menghela nafas kasar. Haruskah ini akan terjadi?"Sayang? Kamu masih disana kah? Kok diem?" Tuturnya lagi. "Iya mas, aku di sini kok. Hmm, masalah itu aku pikirkan dulu ya?" Jawabku lirih dan sangat hati-hati takut menying
Di tempat yang berbeda Almira termangu dengan tatapan kosong. Pakaian suaminya ia pegang erat dengan menahan emosi yang hampir saja membuncah. Bau parfum wanita menyeruak di seragam kerja suaminya. 'Kurang apa lagi aku sebagai istrimu pa? Teganya kamu mengulangi kesalahan yang sama.' Bathin Almira menjerit menahan sakit yang teramat dalam. "Assalamualaikum, papa pulang." Seru Jordan yang sudah masuk rumah dan segera melepas sepatu kerjanya. "Papaaaa,, Dira sudah siap mau berangkat sekolah. Tapi mampir beli es krim dulu ya pa." Sambut Dira dengan suara khas anak kecil. Anak Jordan yang ke tiga memang masih duduk di kelas TK B. Di antara 3 anaknya Jordan, Dira lah yang paling dekat dengan papanya. Jordan tersenyum melihat putri cantiknya sudah rapi dan siap berangkat sekolah. Dira berhambur kepelukan papanya. Jordan menciumi pipi Dira dengan penuh sayang. "Ini kan masih pagi adek, beli susu sama Snack lainnya saja gimana?" Tawar Jordan pada Dira yang sudah berada dalam pangkuannya.
"Harus sekarang ya?" Tanya Jordan gugup, dan Tamara pun langsung mengangguk pasti.Pertempuran pun terjadi selama seminggu. Jordan sangat menikmati apa yang Tamara suguhkan. Body Tamara yang seperti model, dengan tinggi 165 cm dan berat badan 55 kg membuat Jordan tidak bosan berada di dekatnya. Jordan bahkan sampai lupa untuk pulang ke rumah istrinya tiap akhir pekan. Berbagai alasan Jordan lontarkan pada Almira yang mengharapkan Jordan pulang. Tapi semua hanya tinggal harapan. Karena sejatinya, Jordan masih tetap terlena dengan permainan Tamara. "Mas, besok suamiku kembali ke tanah air. Itu artinya waktu kita sangat sedikit untuk bertemu. Bahkan tidak akan bisa bertemu lagi. Aku ingin hari ini kita semalaman menghabiskan waktu bersama." Ujar Tamara setelah selesai mereka melakukan pergumulan yang menguras energi. Jordan menatap sayu mata Tamara, seolah tidak rela akan jauh dengannya. "Yah kalau memang harus seperti itu, aku bisa apa? Biarlah ini menjadi kisah tersendiri buat aku
" Nak, Rendi masih kecil, tidak boleh bertanya hal seperti itu ya sayang? Satu hal yang perlu Rendi tau, bahwa di dunia ini, hanya Rendi, Dio dan mama yang papa punya. Kalaupun nanti Rendi akan punya adek lagi, itu hanya mama yang akan mengandung adeknya Rendi. Sekarang Rendi sudah paham kan? Kalau sudah paham, Rendi ajak adeknya main lagi ya nak. Papa masih mau beresin rumah yang masih kotor. Mama biar istirahat, jangan di ganggu dulu ya sayang." Ujar Jordan panjang lebar terhadap anaknyaJordan akhirnya kembali ke halaman depan untuk membereskan sisa makan burung yang belum sempat di kembalikan pada tempatnya tadi. Setelah selesai membereskan urusan rumah, Jordan bergegas untuk mandi. Dia tercenung saat ponselnya ia keluarkan dari saku celana. Tanpa pikir panjang Jordan membuka ponsel tersebut dan mencari nomor Tamara. "[Tamara, tolong dengan sangat jangan hubungi aku lagi. Tolong setelah kamu baca pesan aku ini, kamu blokir nomor aku. J
" Lho, ini kan Bu Kelvin, ada masalah apa Bu Kelvin di sini?" Tanya pak Matius dengan heran melihat aku di kantornya. Mati aku, pak Matius teman bermain bulu tangkis Kelvin, bisa satu shift dengan Jordan. "Oh ini mau laporan kehilangan pak." Jawabku sedikit gugup. " Owh,, apanya yang hilang Bu? Tidak mungkin pak Kelvin kan Bu yang hilang?" Kelakar pak Matius dengan terkekeh sambil memperlihatkan gigi putihnya yang rapi. " Hehhehe bapak bisa saja, saya tadi habis dari supermarket kehilangan kartu ATM saya pak. Makanya saya minta surat keterangan hilang agar bisa mengurusi ke bank nanti." Jelasku setenang mungkin. Entah kebohongan apa yang telah aku ucapkan barusan dengan lancar, sehingga membuatku terheran sendiri dengan alasan yang aku buat dengan lancar tanpa ada sedikitpun rasa ragu dalam berbicara. Sepertinya perbuatan terlarang ini juga sudah mencemari otakku untuk terus berbohong. "Oh seperti itu,ya sudah kalau begitu saya kemba
" Malam pak Jordan, sudah lama tidak muncul, kemana saja." Kelvin menjawab ramah sambil menyeka keringat di keningnya." Baru empat hari juga pak. Hahahhaha. Seperti biasa ya pak cappucino satu." Seru Jordan yang sesekali melihat ke arahku. Aku menatap dengan gemas karena mengingat surat cinta yang dia kasih tadi siang."Siap pak. Oh ya pak, ruko yang pinggir jalan itu serius mau di jual pak? Tempatnya strategis lho." Kelvin seakan sengaja menahan Jordan untuk berlama-lama berdiri di depan aku. "Iya betul pak, dulu saya beli itu kemahalan pak. Jadi saya mau jual harga sama saja dengan harga sewaktu saya beli. Agar uang saya cepat kembali. Buat tambah-tambah modal jualan nyonya. Hehehhehe." "Mungkin sampean mau beli pak buat buka cafe cabang baru. Lokasinya strategis itu. Dekat dengan supermarket dan aneka oleh oleh kota anggur. 50 meter dari ruko tersebut juga ada taman juga. Biasanya banyak anak-anak muda bermain di taman tersebut. Kebetulan da
" Hah,, jangan kak Farhan, mami baru kelar mandi. Tunggu di luar saja ya kak." Aku lekas mematikan panggilanku dengan Jordan tanpa permisi. Setelahnya aku segera mengganti baju dan keluar menemui Farhan yang masih berdiri dekat pintu kamarku. " Hai kak, jam segini dah pulang? Adekmu mana?" " Dek Farah mungkin lagi ada class meeting mam. By the way papi mana mam." Farhan menjawab sambil celingukan ke dalam kamar."Hah,, papi? Ya jelas di cafe lah kak. Ini kan masih jam 11 siang." Aku menjawab dengan gugup khawatir Farhan mendengar aku sedang ngobrol mesra dengan Jordan di telepon." Hmmm,,, memang papi selama ini ada gitu ya mam bohongi mami, atau pergi ninggalin cafe tanpa sepengetahuan mami? " Mendengar pertanyaan dari Farhan, aku mengernyitkan kening dengan curiga. Tidak biasanya Farhan menanyakan hal seperti itu. Seperti ada yang ia sembunyikan. " Kok kamu tanya seperti itu kak? Memangnya ada yang kamu ketahui tentang p