" Nak, Rendi masih kecil, tidak boleh bertanya hal seperti itu ya sayang? Satu hal yang perlu Rendi tau, bahwa di dunia ini, hanya Rendi, Dio dan mama yang papa punya. Kalaupun nanti Rendi akan punya adek lagi, itu hanya mama yang akan mengandung adeknya Rendi. Sekarang Rendi sudah paham kan? Kalau sudah paham, Rendi ajak adeknya main lagi ya nak. Papa masih mau beresin rumah yang masih kotor. Mama biar istirahat, jangan di ganggu dulu ya sayang." Ujar Jordan panjang lebar terhadap anaknyaJordan akhirnya kembali ke halaman depan untuk membereskan sisa makan burung yang belum sempat di kembalikan pada tempatnya tadi. Setelah selesai membereskan urusan rumah, Jordan bergegas untuk mandi. Dia tercenung saat ponselnya ia keluarkan dari saku celana. Tanpa pikir panjang Jordan membuka ponsel tersebut dan mencari nomor Tamara. "[Tamara, tolong dengan sangat jangan hubungi aku lagi. Tolong setelah kamu baca pesan aku ini, kamu blokir nomor aku. J
" Lho, ini kan Bu Kelvin, ada masalah apa Bu Kelvin di sini?" Tanya pak Matius dengan heran melihat aku di kantornya. Mati aku, pak Matius teman bermain bulu tangkis Kelvin, bisa satu shift dengan Jordan. "Oh ini mau laporan kehilangan pak." Jawabku sedikit gugup. " Owh,, apanya yang hilang Bu? Tidak mungkin pak Kelvin kan Bu yang hilang?" Kelakar pak Matius dengan terkekeh sambil memperlihatkan gigi putihnya yang rapi. " Hehhehe bapak bisa saja, saya tadi habis dari supermarket kehilangan kartu ATM saya pak. Makanya saya minta surat keterangan hilang agar bisa mengurusi ke bank nanti." Jelasku setenang mungkin. Entah kebohongan apa yang telah aku ucapkan barusan dengan lancar, sehingga membuatku terheran sendiri dengan alasan yang aku buat dengan lancar tanpa ada sedikitpun rasa ragu dalam berbicara. Sepertinya perbuatan terlarang ini juga sudah mencemari otakku untuk terus berbohong. "Oh seperti itu,ya sudah kalau begitu saya kemba
" Malam pak Jordan, sudah lama tidak muncul, kemana saja." Kelvin menjawab ramah sambil menyeka keringat di keningnya." Baru empat hari juga pak. Hahahhaha. Seperti biasa ya pak cappucino satu." Seru Jordan yang sesekali melihat ke arahku. Aku menatap dengan gemas karena mengingat surat cinta yang dia kasih tadi siang."Siap pak. Oh ya pak, ruko yang pinggir jalan itu serius mau di jual pak? Tempatnya strategis lho." Kelvin seakan sengaja menahan Jordan untuk berlama-lama berdiri di depan aku. "Iya betul pak, dulu saya beli itu kemahalan pak. Jadi saya mau jual harga sama saja dengan harga sewaktu saya beli. Agar uang saya cepat kembali. Buat tambah-tambah modal jualan nyonya. Hehehhehe." "Mungkin sampean mau beli pak buat buka cafe cabang baru. Lokasinya strategis itu. Dekat dengan supermarket dan aneka oleh oleh kota anggur. 50 meter dari ruko tersebut juga ada taman juga. Biasanya banyak anak-anak muda bermain di taman tersebut. Kebetulan da
" Hah,, jangan kak Farhan, mami baru kelar mandi. Tunggu di luar saja ya kak." Aku lekas mematikan panggilanku dengan Jordan tanpa permisi. Setelahnya aku segera mengganti baju dan keluar menemui Farhan yang masih berdiri dekat pintu kamarku. " Hai kak, jam segini dah pulang? Adekmu mana?" " Dek Farah mungkin lagi ada class meeting mam. By the way papi mana mam." Farhan menjawab sambil celingukan ke dalam kamar."Hah,, papi? Ya jelas di cafe lah kak. Ini kan masih jam 11 siang." Aku menjawab dengan gugup khawatir Farhan mendengar aku sedang ngobrol mesra dengan Jordan di telepon." Hmmm,,, memang papi selama ini ada gitu ya mam bohongi mami, atau pergi ninggalin cafe tanpa sepengetahuan mami? " Mendengar pertanyaan dari Farhan, aku mengernyitkan kening dengan curiga. Tidak biasanya Farhan menanyakan hal seperti itu. Seperti ada yang ia sembunyikan. " Kok kamu tanya seperti itu kak? Memangnya ada yang kamu ketahui tentang p
Suara kokok ayam jago tetangga membangunkan aku dari tidur malamku. Sambil mengerjapkan mata yang masih mengantuk, aku menengok ke arah jam dinding di kamarku. Masih pukul 03.30 WIB, terlalu pagi untuk aku memulai aktivitasku. Tapi mau tidak mau terpaksa aku bangkit dari tempat tidur dan bergegas ke kamar mandi. Karena di rumah ini hanya ada satu kamar mandi saja, dan itu terletak di belakang dekat dapur. Belum sempat kaki ini melangkah ke arah kamar mandi, sayup-sayup aku mendengar suara cekikikan seseorang. Aku terpaku dan menajamkan pendengaranku. Ya, benar saja, suara cekikikan itu berasal dari kamar Kelvin. Sedang sama siapa Kelvin di dalam kamar? Tanpa sadar kakiku melangkah mendekati kamar Kelvin. Ku jongkokkan tubuhku dan melihat dari celah lubang kunci kamar Kelvin. Betapa terkejutnya aku saat melihat Kelvin sedang telanjang bulat sambil melakukan vicall dengan seseorang. ' Astaga,,! aku tidak salah lihat kah?' pekikku tertahan. Aku mundur dan
Aku terpaku menatap kedatangan alexa yang tiba-tiba kerumah. Alexa adalah teman sekolah aku dulu, sama dengan Renata. Hanya saja, saat masih sekolah, aku dan Alexa tidak seakrab seperti aku dengan Renata. Kedekatan aku dengan Alexa itu berawal dari produk skincare yang aku promosikan di grub alumni. Alexa adalah customer tetap aku. " Lexa,, kamu..." Aku menggantung pertanyaanku begitu melihat Alexa menjalankan motornya ke arahku. " Kamu mau membiarkan aku di luar saja fio,,? " ujarnya mengingatkan aku yang masih terpaku tegang. Apakah Alexa tahu ya kalau aku habis memasukkan pria lain ke rumah tanpa sepengetahuan suami. Ah kacau kalau sampai ada yang tahu. " Oh iya...pasti.. bentar, maaf aku kaget melihat kedatangan kamu yang tiba-tiba." Jawabku sambil membuka pintu pagar dengan gugup. Alexa langsung memarkirkan motor maticnya di halaman rumah. "Fioooo,,, aku mau cerita sama kamu." Wajah yang ceria menandakan bahwa Alexa sedang lagi dalam mod
POV FARHANAku Farhan Aditya Putra Pradana. Anak sulung dari pasangan Kelvin Pradana dan Fiona Veronika. Dari kecil aku selalu mendapatkan limpahan kasih sayang oleh mamiku. Wajar juga sih seorang ibu yang sudah pasti akan memberikan seluruh kasih sayangnya terhadap anak-anaknya. Hal itu yang aku alami. Papi aku memiliki sebuah cafe yang sangat ramai pengunjungnya. Hal itu yang membuat papi sejak 4 tahun yang lalu mulai sibuk dan jarang ada waktu bersama untuk keluarga. Kalau dikatakan orang tua aku adalah pasangan yang harmonis, itu juga salah banget. Karena hampir setiap hari aku selalu mendengar percekcokan antara mami dan papi. Entah itu hal yang sepele maupun yang cukup serius untuk di perselisihkan. Hal itu yang membuat aku pada akhirnya memilih jarang tinggal dirumah selama mereka papi masih belum berangkat ke Cafe. Selain itu aku juga punya adik perempuan yang tidak kalah cantik dari mami. Tapi sifat manjanya kadang sering membuat aku kesal. Hingga pada akhirnya jika papi aku
"papi.." gumamku pelan. Tak salah lagi, aku melihat papi nonton bola dengan gadis yang seumuran dengan anaknya. Gila,,! siapa dia? Berbagai pertanyaan melintas dalam benakku. Aku tidak ingin Danu sampai mengetahui keberadaan papi. Bisa malu sampai ke akar-akarnya deh aku. Nggak tahu saja gimana jadinya kalau Danu sampai tahu. Beritanya bisa menyebar seantero sekolahan. Mau ditaruh di mana nanti muka aku kalau sampai teman-teman meledek keluarga aku. "Nu,, pulang yuk.. gerah nih. " Ajakku yang disambut tatapan heran Danu. Pasalnya yang awalnya mengajak nonton bola juga aku. Sekarang tiba-tiba aku yang meminta pulang sebelum acara usai."Lagi PMS kau bro.. keluhanmu dah kayak gadis-gadis yang gak doyan panas saja. Sejak kapan kau bilang kegiatan nonton bola itu gerah. Aneh-aneh saja. Kagak ah, ini sudah nanggung nonton. Pantang pulang sebelum kelar." Ocehnya menolak mentah-mentah ajakan aku. Danu lanjut menyuarakan yel yel tim unggulannya. 'Tingalkan Ras, Tingalkan Suku..Satu tekat
POV Kelvin " sayang,, kamu jangan pulang dulu. Aku masih kangen sama kamu." Rengek Tsania yang sedang bergelayut manja di lenganku. " Beb, jangan begitulah. Kamu tahu aku masih ada istri dan anak yang ada di rumah. Nanti mereka curiga kalau aku tidak pulang malam ini. " Tolakku halus. Sudah setahun lebih aku menjalin hubungan asmara dengan Tsania. Seorang gadis periang yang aku kenal saat motorku mogok kehabisan bensin diwaktu touring ke gunung Ijen. Seorang gadis tiba-tiba berhenti di sampingku dan menawarkan bantuan. Tanpa aku pinta, dia menawarkan diri untuk membelikan aku bensin eceran. Itulah awal pertemuan aku dengan Tsania. Sebagai ucapan rasa terimakasih aku yang sudah di bantu olehnya, aku mengajak Tsania untuk makan nasi goreng keliling yang kebetulan lewat. Siapa sangka, pertemuan yang tak sengaja membawaku pada sebuah hubungan yang terlarang bersama Tsania. Wajahnya yang cantik, periang dan memiliki wawasan yang luas membuat aku terpikat akan pesonanya. Awalnya aku men
Udara malam ini terasa sangat dingin setelah diguyur hujan sejak sore tadi. Suara nyanyian kodok saling bersautan menambah sunyinya suasana di sekitaran perumahan yang aku tempati. Aku termenung seorang diri di teras rumah. Menunggu Kelvin yang sedari tadi susah di hubungi. Ku lirik jam tangan sudah menunjukkan pukul 23.18 WIB. Seharusnya Kelvin sudah sampai rumah sejam yang lalu. Kemana dia?"Mami belum tidur? " Tanya Farhan yang tiba-tiba nongol dengan membawa dua gelas coklat hangat. "Biasanya habis hujan begini enaknya itu minum yang hangat-hangat mi." Ujarnya dengan menyodorkan segelas coklat hangat. Aku menerimanya sambil mengulum senyum. "Makasih ya kak." Farhan membalas dengan senyum. Aku kembali menatap lurus ke arah jalanan. Pikiran yang menumpuk di otak sangat menggangguku." Nungguin papi ya mam?" Tanya Farhan melirikku. "Hu'um." Jawabku sambil menyeruput coklat hangat. " Boleh mami tanya sesuatu kak?""Mau tanya apa mam?" Jawabnya dengan balik bertanya." Kalau boleh
POV Fiona " Mamiii,,," seru Farah lemah ketika melihatku di pintu UGD. Aku menghambur memeluk Farah yang baru sadar. Putri manjaku menangis dalam pelukanku. " Adek apanya yang sakit sayang?" Tanyaku setelah mengurai pelukannya. Aku meneliti setiap inci tubuh anak gadisku. Tangan dan kakinya terdapat luka lecet-lecet. " Tidak apa-apa mi, hanya luka ringan." Jawabnya sambil meringis. Aku mengelus rambut anakku. Mataku menoleh ke ranjang di depan Farah. Ada Farhan yang masih di jahit pelipisnya oleh pihak puskesmas. Aku mendekati Farhan dengan hati yang miris. " Maaf ya mam, Farhan belum bisa jaga adek dengan baik. " Ujarnya setelah selesai ia di jahit. Aku mencium keningnya sesaat. " Tidak ada yang perlu di maafkan kak. Ini musibah. Jangan merasa bersalah begitu. " Jawabku lembut dengan mengelus rambutnya. " Farhan, motor kamu mengalami kerusakan. Papi mau bawa ke bengkel motor langganan kamu. Oh ya, apa kalian sudah hubungin pihak sekolah kalau hari ini tidak bisa masuk?" Kelvin b
Aku membantu Almira menyiapkan perlengkapan Dira sekolah. Pagi-pagi aku sudah antri membeli sarapan untuk kami bertiga. Almira memang bisa di hitung kalau mau masak. Tidak seperti istri muda aku. Sesibuk apapun, selalu menyempatkan waktunya untuk menyiapkan makan untuk keluarganya. Ups,,, istri muda aku. Kedengarannya sangat menggelitik telinga. " Pa, habis antar Dira, langsung pulang! Jangan mampir kemana-mana dulu." Seru Almira saat aku tengah memanaskan mesin motor. " Iya. Kamu jangan balik tidur lagi. Mandi kek, atau beberes rumah gitu." Balasku dengan mengingatkan Almira akan tugasnya sebagai seorang ibu rumah tangga." Ogah." Cibirnya sambil masuk ke dalam rumah. Istri macam apa yang telah aku nikahi ini. Andai tidak memiliki ke tiga anak, sudah aku kembalikan ke orang tuanya. Hampir semua kerjaan rumah aku yang handle. Kalau aku suami pengangguran mungkin aku tidak akan mengeluh, tapi disini aku sudah menjadi suami yang tidak melalaikan tanggung jawab aku untuk mencukupi kelu
POV JORDANSetelah kejadian di puncak, aku semakin mencintai Fiona. Bukan hanya karena nafsu, tapi memang aku benar-benar mencintai dia. Karena kepribadian Fiona yang sangat menyenangkan. Bersama Fiona, aku merasa menjadi diri sendiri. Fiona yang humoris bisa mengimbangi sifat aku yang sebenarnya suka bercanda. Tapi sayangnya aku hidup dengan istri yang selalu serius dalam hidup. Susah diajak bercanda. Yang ada omelan yang kerap aku dapatkan. Tapi aku adalah seorang suami yang tidak suka mencari keributan, jadi jika istriku Almira suka uring-uringan, aku tidak pernah menanggapi. Memilih keluar rumah mencari ketenangan dengan kumpul bersama para pecinta burung.Sore ini Dira memaksa makan di gacoan. Almira juga merengek mengajak jalan-jalan. Kebetulan aku sedang tidak dinas, jadi aku menyanggupi ajakan Almira dan Dira. Kami menikmati makan dengan santai. Sesekali Dira bertingkah berlarian kecil. Aku hanya memantau saja. Wajar menurut aku,anak sekecil Dira bertingkah seperti itu. Tapi s
Aku, Renata, dan Laras sebenarnya memiliki masalah yang sama. Kami sama-sama sedang bermain api dalam rumah tangga kami. Entah sampai kapan permainan ini akan berakhir. Dan entah api ini akan padam dengan sendirinya, atau apa justru akan membakar diri kami sendiri. Kami tidak tahu. Biarlah ini berjalan dengan seiring berjalannya waktu. Kami tahu ini salah. Tapi kami terlanjur masuk dalam kubangan dan sulit untuk bangkit. " Kita tidak akan menjadi buaya betina seperti ini kalau suami kita tidak egois dengan dirinya sendiri. Kita akan menjadi ratu di kerajaan rumah tangga kita, jika kita berada dalam genggaman lelaki yang tepat." Ucapan Laras tadi siang masih terngiang di telingaku. Apa betul selama ini aku berada dalam genggaman lelaki yang salah? Tanpa sadar, aku sudah menghabiskan waktu satu jam lamanya di dalam kamar mandi tanpa melakukan apa-apa. Jika tidak karena Farhan yang menggedor pintu kamar mandi, mungkin aku masih tetap bertapa didalam. " Mami tumbenan lama banget di dal
Siang ini aku kedatangan Renata di rumah. Kami mengobrol lama sambil uprek di dapur membuat cemilan. Aku dan Renata memang sudah dari remaja hobi masak. Jadi kegiatan di dapur sangat menyenangkan tersendiri bagi aku dan Renata." Re, hubungan gelap kamu sama Ahmad gimana? Masih lanjut?" Tanyaku saat ingat bahwa Renata juga tidak jauh beda kelakuannya dengan aku. Bedanya, dulu saat Renata curhat tentang perselingkuhannya, aku selalu menasehati Renata. Tapi sekarang justru aku yang mengikuti jejak Renata yang keliru." Entahlah fio, aku sekarang sedang berada di titik jenuh dengan Ahmad maupun suamiku. Sepertinya menjadi janda itu lebih menyenangkan ya fio?" Jawabnya ambigu. " Lha kok kamu ngomongnya begitu? Tidak baik bilang mau jadi janda. Ntar di aminkan malaikat nangis kejer kamu." Omelku menasehati Renata. Ia hanya tersenyum kecut mendengar ocehan aku. Aku dan Renata kembali berkutat membuat cemilan tahu walik. Renata sibuk menggoreng. Dan aku sudah menyelesaikan membuat saos sam
Setelah dua Minggu tanpa melakukan pekerjaan rumah, pagi ini aku kembali ke aktivitas sebelumnya. Beberes rumah yang mulai banyak debu bersarang di beberapa tempat. Mungkin Farhan atau Kelvin menyapu bagian pentingnya saja. Sampai kolong meja sudah tebal oleh gumpalan debu. Aku mengerjakan pekerjaan rumah dengan cekatan dan cepat. Sehingga saat anak-anak berangkat sekolah, semua sudah kelar. " Mi, aku mau ngomong sama mami. Ada hal penting yang harus kita bahas. Mumpung anak-anak sudah berangkat." Kelvin memulai obrolan disaat aku tengah merapikan etalase kecil yang menyimpan berbagai skincare jualanku. Tanganku terhenti dan menoleh heran. Ada gurat gelisah di wajah Kelvin saat aku tatap." Mau ngomong apa pi? Ngomong saja. Sepenting apa sih yang mau dibahas? Kok mukanya tegang gitu." Jawabku sengaja menyindir. Kelvin tengah mengelap keringatnya dengan lengannya. "Emh begini, mami masih ingat ruko yang di jual oleh pak Jordan itu? Ternyata suami Renata tidak mau dengan ruko yang ak
"Apaan sih... Ngaco deh... Dah ah aku lapar, mau makan. Mbak masak apa sekarang?" Tanyaku mengalihkan pembicaraan. Tidak habis pikir dengan mbak Ambar. Bisa-bisanya dia yang dulunya pendiam, bahkan sangat tabu membahas urusan ranjang secara terang-terangan, sekarang bisa bar - bar begitu. Apa karena si Ryan pacar barunya itu yang membawa dampak buruk.. ah biarlah. Itu urusan mbak Ambar. "Huh,, orang pingin tahu juga Segede apa pistolnya. Pelit amat kamu dek." Sungutnya sambil melempar bantal kecil ke arahku. Aku membalas dengan menjulurkan lidah. " Mbak, sampean ini kesambet setan mana, kok Sekarang gaya bicaranya bar-bar gitu? Serius tanya aku!" Sambil mencomot perkedel singkong aku kembali bertanya tentang perubahan mbak Ambar. " Semua orang itu ada fasenya dek. Dulu saat aku sama papanya Rinda, masih sangat malu dan riskan membahas urusan ranjang secara blak-blakan. Permainan ranjang kami juga monoton. Dan hal itulah yang membuat papanya Rinda mencari pelampiasan di luar. Aku