Aku terpaku menatap kedatangan alexa yang tiba-tiba kerumah. Alexa adalah teman sekolah aku dulu, sama dengan Renata. Hanya saja, saat masih sekolah, aku dan Alexa tidak seakrab seperti aku dengan Renata. Kedekatan aku dengan Alexa itu berawal dari produk skincare yang aku promosikan di grub alumni. Alexa adalah customer tetap aku.
" Lexa,, kamu..." Aku menggantung pertanyaanku begitu melihat Alexa menjalankan motornya ke arahku." Kamu mau membiarkan aku di luar saja fio,,? " ujarnya mengingatkan aku yang masih terpaku tegang. Apakah Alexa tahu ya kalau aku habis memasukkan pria lain ke rumah tanpa sepengetahuan suami. Ah kacau kalau sampai ada yang tahu." Oh iya...pasti.. bentar, maaf aku kaget melihat kedatangan kamu yang tiba-tiba." Jawabku sambil membuka pintu pagar dengan gugup. Alexa langsung memarkirkan motor maticnya di halaman rumah."Fioooo,,, aku mau cerita sama kamu." Wajah yang ceria menandakan bahwa Alexa sedang lagi dalam modPOV FARHANAku Farhan Aditya Putra Pradana. Anak sulung dari pasangan Kelvin Pradana dan Fiona Veronika. Dari kecil aku selalu mendapatkan limpahan kasih sayang oleh mamiku. Wajar juga sih seorang ibu yang sudah pasti akan memberikan seluruh kasih sayangnya terhadap anak-anaknya. Hal itu yang aku alami. Papi aku memiliki sebuah cafe yang sangat ramai pengunjungnya. Hal itu yang membuat papi sejak 4 tahun yang lalu mulai sibuk dan jarang ada waktu bersama untuk keluarga. Kalau dikatakan orang tua aku adalah pasangan yang harmonis, itu juga salah banget. Karena hampir setiap hari aku selalu mendengar percekcokan antara mami dan papi. Entah itu hal yang sepele maupun yang cukup serius untuk di perselisihkan. Hal itu yang membuat aku pada akhirnya memilih jarang tinggal dirumah selama mereka papi masih belum berangkat ke Cafe. Selain itu aku juga punya adik perempuan yang tidak kalah cantik dari mami. Tapi sifat manjanya kadang sering membuat aku kesal. Hingga pada akhirnya jika papi aku
"papi.." gumamku pelan. Tak salah lagi, aku melihat papi nonton bola dengan gadis yang seumuran dengan anaknya. Gila,,! siapa dia? Berbagai pertanyaan melintas dalam benakku. Aku tidak ingin Danu sampai mengetahui keberadaan papi. Bisa malu sampai ke akar-akarnya deh aku. Nggak tahu saja gimana jadinya kalau Danu sampai tahu. Beritanya bisa menyebar seantero sekolahan. Mau ditaruh di mana nanti muka aku kalau sampai teman-teman meledek keluarga aku. "Nu,, pulang yuk.. gerah nih. " Ajakku yang disambut tatapan heran Danu. Pasalnya yang awalnya mengajak nonton bola juga aku. Sekarang tiba-tiba aku yang meminta pulang sebelum acara usai."Lagi PMS kau bro.. keluhanmu dah kayak gadis-gadis yang gak doyan panas saja. Sejak kapan kau bilang kegiatan nonton bola itu gerah. Aneh-aneh saja. Kagak ah, ini sudah nanggung nonton. Pantang pulang sebelum kelar." Ocehnya menolak mentah-mentah ajakan aku. Danu lanjut menyuarakan yel yel tim unggulannya. 'Tingalkan Ras, Tingalkan Suku..Satu tekat
Dengan menggunakan kuda besi yang biasa menjadi tunggangan sehari-hari, akupun melajukan dengan kecepatan sedang ke arah wanita incaranku. Rumah Sofi terbilang lumayan jauh dari tempat tinggalku. Butuh waktu 30menit untuk sampai ke rumahnya. Aku mematikan mesin motorku. Tatapanku tertuju pada rumah sederhana bercat kuning dan pagar abu-abu. Dengan langkah mantap aku menekan bel yang terdapat d tembok samping pintu pagarnya."Assalamualaikum." Sapaku ketika melihat seorang wanita paruh baya sedang melihat ke arahku."Waalaikum salam. Cari siapa ya?" Jawab ibu tersebut dengan sedikit ketus. Aku terkesiap mendengar jawaban yang sama sekali tidak ada ramah-ramahnya."Saya temannya Sofi Tante. Tadi Sofi telpon saya, suruh kesini katanya." Aku menjawab dengan jujur mengenai kedatangan aku kerumah Sofi. Tanpa menjawab lagi, ibu tersebut membuka pintu pagar lebar-lebar. Tanpa disuruh masuk, akupun mengikuti langkah ibu itu dan berhenti di teras rumahnya.
Sofi dengan sigap menyodorkan es teh ke arahku. Aku meminumnya sampai habis. Masih shock dengar cerita Sofi mengenai kakaknya. Benar kan dugaanku, aku pernah melihat mbak Nia. Ya benar, dia cewek yang papi peluk di stadion kemarin. Tadi Sofi bilang pacar kakaknya seorang duda? Busyet dah papi! Berani-beraninya bilang duda! Dianggap apa selama ini mami di mata papi. Aku harus balas pengkhianatan papi. " Kamu baik-baik saja, Han? " Tanya Sofi yang melihatku terlihat murung. " Hmm,,,, aku gak papa kok Sof. Yuk buruan di habiskan. Keburu makin siang sampai rumah Dian. Nanti Dian tidur lagi. " Aku berusaha setenang mungkin di hadapan Sofi. Walaupun hati ini rasanya sakit mendengar penjelasan Sofi. Kasihan sekali mami. Aku akan menyelidiki ini semua. Harus aku hentikan hubungan terlarang papi sebelum terlalu jauh.Pagi ini seperti biasa aku tetap berada di meja makan untuk sarapan bersama. Seperti tidak terjadi apa-apa, aku tetap bersikap
" Oh ini aku lagi nonton mama Lela. Lucu ceritanya, jadi senyum-senyum deh. " Dengan lancar aku memberi alasan palsu pada Kelvin. Secepat kilat, aku membuka aplikasi YouTube dan langsung mencari channel komedi mama Lela. "Oh,, ya sudah. Malam ini kamu gak perlu ke cafe ya mi. Kamu istirahat dulu buat persiapan besok. Jadi pagi-pagi berangkat dengan stamina yang prima." Ujarnya sambil berlalu ke kamar tamu. Kamar yang dijadikan tempat tidurnya setahun belakangan ini." Ok deh, kebetulan kalau gitu pi. Aku mau beresin pesenan reseller aku sebelum berangkat ke Surabaya. " "Ya, baguslah." Serunya lagi.Aku kembali memainkan ponselku dan terus saling bertukar pesan dengan Jordan. Kalau dengan Jordan, mau tiap jam ngobrol, berasa tidak ada habisnya bahan untuk dibuat ngobrol. Beda dengan Kelvin. Dari dulu jamannya pacaran,Kelvin selalu cuek dan ngomong seperlunya saja. Jarang banget ngajak bercanda aku maupun ke dua anaknya. Selalu garing tema obrolan
Sang fajar mulai menampakkan dirinya dengan malu-malu. Embun pagi yang sangat sejuk menghasilkan udara semakin terasa dingin. Membuat aku enggan untuk beranjak dari empuknya ranjang tidurku. Aku memilih berdiam di balik selimut yang tebal. Kicauan burung yang riang gembira menyambut pagi, tak membuatku beranjak. Aku tetap terlena dalam hangatnya selimut. Andai aku tidak ingat akan kewajiban aku sebagai muslim, mungkin aku akan melanjutkan tidurku hingga matahari benar-benar tampak dengan sempurna. Ku raih ponsel di atas nakas. Waktu menunjukkan jam 04.30. Aku membuka pesan di aplikasi hijau. Bibirku tersenyum senang melihat chat Jordan yang selalu mengingatkan aku tentang ibadah subuh. Bukan kali ini saja Jordan mengirim pesan ajakan untuk sholat. Tapi setiap hari selalu mengirim pesan.[Ayo sholat][Mari menunaikan ibadah sholat subuh][Banguuuun ayaaaank.... Kita sholat bareng - bareng ya?! ]Itulah serentetan pesan Jordan jika membang
Aku dan Farah menapakkan kaki di stasiun Gubeng Surabaya. Udara dan cuaca di Surabaya memang sangat jauh berbeda dengan kota tempat tinggal aku saat ini. Udara disini cukup panas karena sedikitnya pepohonan. Yang ada hanya bangunan pabrik dan gedung yang megah. Beda dibanding daerah yang saat ini aku tempati. Masih banyak pepohonan hijau di pinggir jalan,masih banyak sawah juga. Meskipun sudah banyak sawah yang berubah menjadi perumahan bersubsidi. Kami_ Aku dan Farah memilih jalan kaki dari stasiun Gubeng kerumah orang tuaku, di karenakan jarak stasiun dan rumah sangat dekat. "Assalamualaikum." Kami bersamaan mengucapkan salam sebelum akhirnya membuka pintu pagar rumah yang tidak di kunci. "Waalaikum salam, lho cucu yangti yang cantik sudah sampai toh.. Kung.. ini lho cucumu wes datang. " Teriak ibu dengan memanggil bapak yang ada di dalam.Aku menyalami ibu dan bapak dengan takzim dan penuh haru. Dua tahun kami tidak berkunjung ke Surabaya ka
[Halo mas][Ayank jam berapa nyampai stasiun Gubeng?] Suara lirih Jordan terdengar lembut.[Jam 9 an kayaknya mas. Lagi dirumah atau diluar rumah ini? Kok berani telpon aku! Kan mas baru pulang piket?] Cecarku penasaran.[Lagi ngajak Dira jalan jalan beli es krim. Makanya bisa telepon ayank. Kangen mas yank. ] Rengeknya lagi. Hmmm kumat.. dasar bayi gede. Sungutku dalam hati. [Kangen apanya? Palingan juga kangen kepingin cepat besok ya mas?] Kekehku menggoda dengan suara manja. [Hahahahha salah satunya sih itu yank! Mas sudah gak sabar pingin nerkam kamu.] [Dasar tirex jantan. Pinter suruh gombal.] Ledekku lagi. Jordan terdengar tertawa ketika aku menyangkal semua gombalannya. [Yank, vicall ya? Bentar! Kangen mas.!]Aku pun mengalihkan panggilan menjadi video call. [Kok ada dalam mobil yank? Mau kemana lagi itu?] Tanyanya heran. [ Gak ada, aku cuma pengen di dalam mobil. Biar gak ketahuan orang rumah kalau aku lagi teleponan sama suami orang.] Jelasku dengan merapikan anak rambu