Dengan menggunakan kuda besi yang biasa menjadi tunggangan sehari-hari, akupun melajukan dengan kecepatan sedang ke arah wanita incaranku. Rumah Sofi terbilang lumayan jauh dari tempat tinggalku. Butuh waktu 30menit untuk sampai ke rumahnya. Aku mematikan mesin motorku. Tatapanku tertuju pada rumah sederhana bercat kuning dan pagar abu-abu. Dengan langkah mantap aku menekan bel yang terdapat d tembok samping pintu pagarnya."Assalamualaikum." Sapaku ketika melihat seorang wanita paruh baya sedang melihat ke arahku."Waalaikum salam. Cari siapa ya?" Jawab ibu tersebut dengan sedikit ketus. Aku terkesiap mendengar jawaban yang sama sekali tidak ada ramah-ramahnya."Saya temannya Sofi Tante. Tadi Sofi telpon saya, suruh kesini katanya." Aku menjawab dengan jujur mengenai kedatangan aku kerumah Sofi. Tanpa menjawab lagi, ibu tersebut membuka pintu pagar lebar-lebar. Tanpa disuruh masuk, akupun mengikuti langkah ibu itu dan berhenti di teras rumahnya.
Sofi dengan sigap menyodorkan es teh ke arahku. Aku meminumnya sampai habis. Masih shock dengar cerita Sofi mengenai kakaknya. Benar kan dugaanku, aku pernah melihat mbak Nia. Ya benar, dia cewek yang papi peluk di stadion kemarin. Tadi Sofi bilang pacar kakaknya seorang duda? Busyet dah papi! Berani-beraninya bilang duda! Dianggap apa selama ini mami di mata papi. Aku harus balas pengkhianatan papi. " Kamu baik-baik saja, Han? " Tanya Sofi yang melihatku terlihat murung. " Hmm,,,, aku gak papa kok Sof. Yuk buruan di habiskan. Keburu makin siang sampai rumah Dian. Nanti Dian tidur lagi. " Aku berusaha setenang mungkin di hadapan Sofi. Walaupun hati ini rasanya sakit mendengar penjelasan Sofi. Kasihan sekali mami. Aku akan menyelidiki ini semua. Harus aku hentikan hubungan terlarang papi sebelum terlalu jauh.Pagi ini seperti biasa aku tetap berada di meja makan untuk sarapan bersama. Seperti tidak terjadi apa-apa, aku tetap bersikap
" Oh ini aku lagi nonton mama Lela. Lucu ceritanya, jadi senyum-senyum deh. " Dengan lancar aku memberi alasan palsu pada Kelvin. Secepat kilat, aku membuka aplikasi YouTube dan langsung mencari channel komedi mama Lela. "Oh,, ya sudah. Malam ini kamu gak perlu ke cafe ya mi. Kamu istirahat dulu buat persiapan besok. Jadi pagi-pagi berangkat dengan stamina yang prima." Ujarnya sambil berlalu ke kamar tamu. Kamar yang dijadikan tempat tidurnya setahun belakangan ini." Ok deh, kebetulan kalau gitu pi. Aku mau beresin pesenan reseller aku sebelum berangkat ke Surabaya. " "Ya, baguslah." Serunya lagi.Aku kembali memainkan ponselku dan terus saling bertukar pesan dengan Jordan. Kalau dengan Jordan, mau tiap jam ngobrol, berasa tidak ada habisnya bahan untuk dibuat ngobrol. Beda dengan Kelvin. Dari dulu jamannya pacaran,Kelvin selalu cuek dan ngomong seperlunya saja. Jarang banget ngajak bercanda aku maupun ke dua anaknya. Selalu garing tema obrolan
Sang fajar mulai menampakkan dirinya dengan malu-malu. Embun pagi yang sangat sejuk menghasilkan udara semakin terasa dingin. Membuat aku enggan untuk beranjak dari empuknya ranjang tidurku. Aku memilih berdiam di balik selimut yang tebal. Kicauan burung yang riang gembira menyambut pagi, tak membuatku beranjak. Aku tetap terlena dalam hangatnya selimut. Andai aku tidak ingat akan kewajiban aku sebagai muslim, mungkin aku akan melanjutkan tidurku hingga matahari benar-benar tampak dengan sempurna. Ku raih ponsel di atas nakas. Waktu menunjukkan jam 04.30. Aku membuka pesan di aplikasi hijau. Bibirku tersenyum senang melihat chat Jordan yang selalu mengingatkan aku tentang ibadah subuh. Bukan kali ini saja Jordan mengirim pesan ajakan untuk sholat. Tapi setiap hari selalu mengirim pesan.[Ayo sholat][Mari menunaikan ibadah sholat subuh][Banguuuun ayaaaank.... Kita sholat bareng - bareng ya?! ]Itulah serentetan pesan Jordan jika membang
Aku dan Farah menapakkan kaki di stasiun Gubeng Surabaya. Udara dan cuaca di Surabaya memang sangat jauh berbeda dengan kota tempat tinggal aku saat ini. Udara disini cukup panas karena sedikitnya pepohonan. Yang ada hanya bangunan pabrik dan gedung yang megah. Beda dibanding daerah yang saat ini aku tempati. Masih banyak pepohonan hijau di pinggir jalan,masih banyak sawah juga. Meskipun sudah banyak sawah yang berubah menjadi perumahan bersubsidi. Kami_ Aku dan Farah memilih jalan kaki dari stasiun Gubeng kerumah orang tuaku, di karenakan jarak stasiun dan rumah sangat dekat. "Assalamualaikum." Kami bersamaan mengucapkan salam sebelum akhirnya membuka pintu pagar rumah yang tidak di kunci. "Waalaikum salam, lho cucu yangti yang cantik sudah sampai toh.. Kung.. ini lho cucumu wes datang. " Teriak ibu dengan memanggil bapak yang ada di dalam.Aku menyalami ibu dan bapak dengan takzim dan penuh haru. Dua tahun kami tidak berkunjung ke Surabaya ka
[Halo mas][Ayank jam berapa nyampai stasiun Gubeng?] Suara lirih Jordan terdengar lembut.[Jam 9 an kayaknya mas. Lagi dirumah atau diluar rumah ini? Kok berani telpon aku! Kan mas baru pulang piket?] Cecarku penasaran.[Lagi ngajak Dira jalan jalan beli es krim. Makanya bisa telepon ayank. Kangen mas yank. ] Rengeknya lagi. Hmmm kumat.. dasar bayi gede. Sungutku dalam hati. [Kangen apanya? Palingan juga kangen kepingin cepat besok ya mas?] Kekehku menggoda dengan suara manja. [Hahahahha salah satunya sih itu yank! Mas sudah gak sabar pingin nerkam kamu.] [Dasar tirex jantan. Pinter suruh gombal.] Ledekku lagi. Jordan terdengar tertawa ketika aku menyangkal semua gombalannya. [Yank, vicall ya? Bentar! Kangen mas.!]Aku pun mengalihkan panggilan menjadi video call. [Kok ada dalam mobil yank? Mau kemana lagi itu?] Tanyanya heran. [ Gak ada, aku cuma pengen di dalam mobil. Biar gak ketahuan orang rumah kalau aku lagi teleponan sama suami orang.] Jelasku dengan merapikan anak rambu
Suara adzan subuh berkumandang beberapa menit yang lalu. Tapi mataku serasa enggan untuk bangun. Aku baru tertidur di jam 3 dini hari. Saking asyiknya aku teleponan sama Jordan, sampai tidak sadar kalau sudah menghabiskan waktu ngobrol dan bercanda selama kurang lebih 5 jam. Suara ketukan pintu dari luar memaksa aku untuk segera bangun dari tidur singkatku. "Fi, sudah subuh. Ayo bangun. "" Nggeh Bu, sebentar.." aku bangkit dari tempat tidur dan bergegas menunaikan shalat subuh." Kamu itu semalam telponan kok sampai malam fi! Apa tiap hari seperti itu kebiasaan kamu? Kalau ada waktu kosong, gunakan istirahat sebaik mungkin. Kalau kebangun tengah malam, usahakan untuk sholat tahajjud." Bapak yang baru pulang dari masjid menegurku."Nggeh pak. Semalaman lagi telponan sama beberapa reseller buat persiapan acara pagi ini. Kebetulan acaranya di adakan di Pasuruan pak. Jadi kami semalam bahas itu." Elakku menanggapi teguran bapak. "Lha mosok pembahasane akeh guyone. Jaman Saiki ancen bed
Lagi-lagi Jordan membuatku malu dengan candaannya. Aku mencubit kecil pinggang Jordan, sampai ia meringis menahan sakit. " Istri mudaku mulai nakal ya.. udah buruan kalau mau pipis atau mules ke kamar mandi. Gantian. " " Idih... Siapa yang mules.. " jawabku terus melangkah ke kamar mandi. Setelah merasa bersih, aku mengganti bajuku dengan lingerie berwarna dusty pemberian Jordan kala itu. Kulangkahkan kaki seanggun mungkin menuju ranjang yang di bungkus sprei warna putih bersih. Jordan menatapku tanpa berkedip sedikit pun. Aku melingkarkan tanganku ke lehernya, dan disambut remasan lembut di kedua sisi pinggangku. Ku tundukkan kepalaku menyentuh kepala Jordan. Hidung kami menyatu. Hembusan nafas beraroma mint menguar dari bibir tebalnya. "Aku sudah siap kamu miliki mas." Desahku di sela kecupan lembut bibirnya. Jordan menatapku dengan sayu dan penuh nafsu. Dagunya yang di tumbuhi bulu kasar menggesek di bagian leherku, membuat aku makin menggelinjang menahan gejolak nafsu yang mul
POV Kelvin " sayang,, kamu jangan pulang dulu. Aku masih kangen sama kamu." Rengek Tsania yang sedang bergelayut manja di lenganku. " Beb, jangan begitulah. Kamu tahu aku masih ada istri dan anak yang ada di rumah. Nanti mereka curiga kalau aku tidak pulang malam ini. " Tolakku halus. Sudah setahun lebih aku menjalin hubungan asmara dengan Tsania. Seorang gadis periang yang aku kenal saat motorku mogok kehabisan bensin diwaktu touring ke gunung Ijen. Seorang gadis tiba-tiba berhenti di sampingku dan menawarkan bantuan. Tanpa aku pinta, dia menawarkan diri untuk membelikan aku bensin eceran. Itulah awal pertemuan aku dengan Tsania. Sebagai ucapan rasa terimakasih aku yang sudah di bantu olehnya, aku mengajak Tsania untuk makan nasi goreng keliling yang kebetulan lewat. Siapa sangka, pertemuan yang tak sengaja membawaku pada sebuah hubungan yang terlarang bersama Tsania. Wajahnya yang cantik, periang dan memiliki wawasan yang luas membuat aku terpikat akan pesonanya. Awalnya aku men
Udara malam ini terasa sangat dingin setelah diguyur hujan sejak sore tadi. Suara nyanyian kodok saling bersautan menambah sunyinya suasana di sekitaran perumahan yang aku tempati. Aku termenung seorang diri di teras rumah. Menunggu Kelvin yang sedari tadi susah di hubungi. Ku lirik jam tangan sudah menunjukkan pukul 23.18 WIB. Seharusnya Kelvin sudah sampai rumah sejam yang lalu. Kemana dia?"Mami belum tidur? " Tanya Farhan yang tiba-tiba nongol dengan membawa dua gelas coklat hangat. "Biasanya habis hujan begini enaknya itu minum yang hangat-hangat mi." Ujarnya dengan menyodorkan segelas coklat hangat. Aku menerimanya sambil mengulum senyum. "Makasih ya kak." Farhan membalas dengan senyum. Aku kembali menatap lurus ke arah jalanan. Pikiran yang menumpuk di otak sangat menggangguku." Nungguin papi ya mam?" Tanya Farhan melirikku. "Hu'um." Jawabku sambil menyeruput coklat hangat. " Boleh mami tanya sesuatu kak?""Mau tanya apa mam?" Jawabnya dengan balik bertanya." Kalau boleh
POV Fiona " Mamiii,,," seru Farah lemah ketika melihatku di pintu UGD. Aku menghambur memeluk Farah yang baru sadar. Putri manjaku menangis dalam pelukanku. " Adek apanya yang sakit sayang?" Tanyaku setelah mengurai pelukannya. Aku meneliti setiap inci tubuh anak gadisku. Tangan dan kakinya terdapat luka lecet-lecet. " Tidak apa-apa mi, hanya luka ringan." Jawabnya sambil meringis. Aku mengelus rambut anakku. Mataku menoleh ke ranjang di depan Farah. Ada Farhan yang masih di jahit pelipisnya oleh pihak puskesmas. Aku mendekati Farhan dengan hati yang miris. " Maaf ya mam, Farhan belum bisa jaga adek dengan baik. " Ujarnya setelah selesai ia di jahit. Aku mencium keningnya sesaat. " Tidak ada yang perlu di maafkan kak. Ini musibah. Jangan merasa bersalah begitu. " Jawabku lembut dengan mengelus rambutnya. " Farhan, motor kamu mengalami kerusakan. Papi mau bawa ke bengkel motor langganan kamu. Oh ya, apa kalian sudah hubungin pihak sekolah kalau hari ini tidak bisa masuk?" Kelvin b
Aku membantu Almira menyiapkan perlengkapan Dira sekolah. Pagi-pagi aku sudah antri membeli sarapan untuk kami bertiga. Almira memang bisa di hitung kalau mau masak. Tidak seperti istri muda aku. Sesibuk apapun, selalu menyempatkan waktunya untuk menyiapkan makan untuk keluarganya. Ups,,, istri muda aku. Kedengarannya sangat menggelitik telinga. " Pa, habis antar Dira, langsung pulang! Jangan mampir kemana-mana dulu." Seru Almira saat aku tengah memanaskan mesin motor. " Iya. Kamu jangan balik tidur lagi. Mandi kek, atau beberes rumah gitu." Balasku dengan mengingatkan Almira akan tugasnya sebagai seorang ibu rumah tangga." Ogah." Cibirnya sambil masuk ke dalam rumah. Istri macam apa yang telah aku nikahi ini. Andai tidak memiliki ke tiga anak, sudah aku kembalikan ke orang tuanya. Hampir semua kerjaan rumah aku yang handle. Kalau aku suami pengangguran mungkin aku tidak akan mengeluh, tapi disini aku sudah menjadi suami yang tidak melalaikan tanggung jawab aku untuk mencukupi kelu
POV JORDANSetelah kejadian di puncak, aku semakin mencintai Fiona. Bukan hanya karena nafsu, tapi memang aku benar-benar mencintai dia. Karena kepribadian Fiona yang sangat menyenangkan. Bersama Fiona, aku merasa menjadi diri sendiri. Fiona yang humoris bisa mengimbangi sifat aku yang sebenarnya suka bercanda. Tapi sayangnya aku hidup dengan istri yang selalu serius dalam hidup. Susah diajak bercanda. Yang ada omelan yang kerap aku dapatkan. Tapi aku adalah seorang suami yang tidak suka mencari keributan, jadi jika istriku Almira suka uring-uringan, aku tidak pernah menanggapi. Memilih keluar rumah mencari ketenangan dengan kumpul bersama para pecinta burung.Sore ini Dira memaksa makan di gacoan. Almira juga merengek mengajak jalan-jalan. Kebetulan aku sedang tidak dinas, jadi aku menyanggupi ajakan Almira dan Dira. Kami menikmati makan dengan santai. Sesekali Dira bertingkah berlarian kecil. Aku hanya memantau saja. Wajar menurut aku,anak sekecil Dira bertingkah seperti itu. Tapi s
Aku, Renata, dan Laras sebenarnya memiliki masalah yang sama. Kami sama-sama sedang bermain api dalam rumah tangga kami. Entah sampai kapan permainan ini akan berakhir. Dan entah api ini akan padam dengan sendirinya, atau apa justru akan membakar diri kami sendiri. Kami tidak tahu. Biarlah ini berjalan dengan seiring berjalannya waktu. Kami tahu ini salah. Tapi kami terlanjur masuk dalam kubangan dan sulit untuk bangkit. " Kita tidak akan menjadi buaya betina seperti ini kalau suami kita tidak egois dengan dirinya sendiri. Kita akan menjadi ratu di kerajaan rumah tangga kita, jika kita berada dalam genggaman lelaki yang tepat." Ucapan Laras tadi siang masih terngiang di telingaku. Apa betul selama ini aku berada dalam genggaman lelaki yang salah? Tanpa sadar, aku sudah menghabiskan waktu satu jam lamanya di dalam kamar mandi tanpa melakukan apa-apa. Jika tidak karena Farhan yang menggedor pintu kamar mandi, mungkin aku masih tetap bertapa didalam. " Mami tumbenan lama banget di dal
Siang ini aku kedatangan Renata di rumah. Kami mengobrol lama sambil uprek di dapur membuat cemilan. Aku dan Renata memang sudah dari remaja hobi masak. Jadi kegiatan di dapur sangat menyenangkan tersendiri bagi aku dan Renata." Re, hubungan gelap kamu sama Ahmad gimana? Masih lanjut?" Tanyaku saat ingat bahwa Renata juga tidak jauh beda kelakuannya dengan aku. Bedanya, dulu saat Renata curhat tentang perselingkuhannya, aku selalu menasehati Renata. Tapi sekarang justru aku yang mengikuti jejak Renata yang keliru." Entahlah fio, aku sekarang sedang berada di titik jenuh dengan Ahmad maupun suamiku. Sepertinya menjadi janda itu lebih menyenangkan ya fio?" Jawabnya ambigu. " Lha kok kamu ngomongnya begitu? Tidak baik bilang mau jadi janda. Ntar di aminkan malaikat nangis kejer kamu." Omelku menasehati Renata. Ia hanya tersenyum kecut mendengar ocehan aku. Aku dan Renata kembali berkutat membuat cemilan tahu walik. Renata sibuk menggoreng. Dan aku sudah menyelesaikan membuat saos sam
Setelah dua Minggu tanpa melakukan pekerjaan rumah, pagi ini aku kembali ke aktivitas sebelumnya. Beberes rumah yang mulai banyak debu bersarang di beberapa tempat. Mungkin Farhan atau Kelvin menyapu bagian pentingnya saja. Sampai kolong meja sudah tebal oleh gumpalan debu. Aku mengerjakan pekerjaan rumah dengan cekatan dan cepat. Sehingga saat anak-anak berangkat sekolah, semua sudah kelar. " Mi, aku mau ngomong sama mami. Ada hal penting yang harus kita bahas. Mumpung anak-anak sudah berangkat." Kelvin memulai obrolan disaat aku tengah merapikan etalase kecil yang menyimpan berbagai skincare jualanku. Tanganku terhenti dan menoleh heran. Ada gurat gelisah di wajah Kelvin saat aku tatap." Mau ngomong apa pi? Ngomong saja. Sepenting apa sih yang mau dibahas? Kok mukanya tegang gitu." Jawabku sengaja menyindir. Kelvin tengah mengelap keringatnya dengan lengannya. "Emh begini, mami masih ingat ruko yang di jual oleh pak Jordan itu? Ternyata suami Renata tidak mau dengan ruko yang ak
"Apaan sih... Ngaco deh... Dah ah aku lapar, mau makan. Mbak masak apa sekarang?" Tanyaku mengalihkan pembicaraan. Tidak habis pikir dengan mbak Ambar. Bisa-bisanya dia yang dulunya pendiam, bahkan sangat tabu membahas urusan ranjang secara terang-terangan, sekarang bisa bar - bar begitu. Apa karena si Ryan pacar barunya itu yang membawa dampak buruk.. ah biarlah. Itu urusan mbak Ambar. "Huh,, orang pingin tahu juga Segede apa pistolnya. Pelit amat kamu dek." Sungutnya sambil melempar bantal kecil ke arahku. Aku membalas dengan menjulurkan lidah. " Mbak, sampean ini kesambet setan mana, kok Sekarang gaya bicaranya bar-bar gitu? Serius tanya aku!" Sambil mencomot perkedel singkong aku kembali bertanya tentang perubahan mbak Ambar. " Semua orang itu ada fasenya dek. Dulu saat aku sama papanya Rinda, masih sangat malu dan riskan membahas urusan ranjang secara blak-blakan. Permainan ranjang kami juga monoton. Dan hal itulah yang membuat papanya Rinda mencari pelampiasan di luar. Aku