Aku dan Farah menapakkan kaki di stasiun Gubeng Surabaya. Udara dan cuaca di Surabaya memang sangat jauh berbeda dengan kota tempat tinggal aku saat ini. Udara disini cukup panas karena sedikitnya pepohonan. Yang ada hanya bangunan pabrik dan gedung yang megah. Beda dibanding daerah yang saat ini aku tempati. Masih banyak pepohonan hijau di pinggir jalan,masih banyak sawah juga. Meskipun sudah banyak sawah yang berubah menjadi perumahan bersubsidi.
Kami_ Aku dan Farah memilih jalan kaki dari stasiun Gubeng kerumah orang tuaku, di karenakan jarak stasiun dan rumah sangat dekat."Assalamualaikum." Kami bersamaan mengucapkan salam sebelum akhirnya membuka pintu pagar rumah yang tidak di kunci."Waalaikum salam, lho cucu yangti yang cantik sudah sampai toh.. Kung.. ini lho cucumu wes datang. " Teriak ibu dengan memanggil bapak yang ada di dalam.Aku menyalami ibu dan bapak dengan takzim dan penuh haru. Dua tahun kami tidak berkunjung ke Surabaya ka[Halo mas][Ayank jam berapa nyampai stasiun Gubeng?] Suara lirih Jordan terdengar lembut.[Jam 9 an kayaknya mas. Lagi dirumah atau diluar rumah ini? Kok berani telpon aku! Kan mas baru pulang piket?] Cecarku penasaran.[Lagi ngajak Dira jalan jalan beli es krim. Makanya bisa telepon ayank. Kangen mas yank. ] Rengeknya lagi. Hmmm kumat.. dasar bayi gede. Sungutku dalam hati. [Kangen apanya? Palingan juga kangen kepingin cepat besok ya mas?] Kekehku menggoda dengan suara manja. [Hahahahha salah satunya sih itu yank! Mas sudah gak sabar pingin nerkam kamu.] [Dasar tirex jantan. Pinter suruh gombal.] Ledekku lagi. Jordan terdengar tertawa ketika aku menyangkal semua gombalannya. [Yank, vicall ya? Bentar! Kangen mas.!]Aku pun mengalihkan panggilan menjadi video call. [Kok ada dalam mobil yank? Mau kemana lagi itu?] Tanyanya heran. [ Gak ada, aku cuma pengen di dalam mobil. Biar gak ketahuan orang rumah kalau aku lagi teleponan sama suami orang.] Jelasku dengan merapikan anak rambu
Suara adzan subuh berkumandang beberapa menit yang lalu. Tapi mataku serasa enggan untuk bangun. Aku baru tertidur di jam 3 dini hari. Saking asyiknya aku teleponan sama Jordan, sampai tidak sadar kalau sudah menghabiskan waktu ngobrol dan bercanda selama kurang lebih 5 jam. Suara ketukan pintu dari luar memaksa aku untuk segera bangun dari tidur singkatku. "Fi, sudah subuh. Ayo bangun. "" Nggeh Bu, sebentar.." aku bangkit dari tempat tidur dan bergegas menunaikan shalat subuh." Kamu itu semalam telponan kok sampai malam fi! Apa tiap hari seperti itu kebiasaan kamu? Kalau ada waktu kosong, gunakan istirahat sebaik mungkin. Kalau kebangun tengah malam, usahakan untuk sholat tahajjud." Bapak yang baru pulang dari masjid menegurku."Nggeh pak. Semalaman lagi telponan sama beberapa reseller buat persiapan acara pagi ini. Kebetulan acaranya di adakan di Pasuruan pak. Jadi kami semalam bahas itu." Elakku menanggapi teguran bapak. "Lha mosok pembahasane akeh guyone. Jaman Saiki ancen bed
Lagi-lagi Jordan membuatku malu dengan candaannya. Aku mencubit kecil pinggang Jordan, sampai ia meringis menahan sakit. " Istri mudaku mulai nakal ya.. udah buruan kalau mau pipis atau mules ke kamar mandi. Gantian. " " Idih... Siapa yang mules.. " jawabku terus melangkah ke kamar mandi. Setelah merasa bersih, aku mengganti bajuku dengan lingerie berwarna dusty pemberian Jordan kala itu. Kulangkahkan kaki seanggun mungkin menuju ranjang yang di bungkus sprei warna putih bersih. Jordan menatapku tanpa berkedip sedikit pun. Aku melingkarkan tanganku ke lehernya, dan disambut remasan lembut di kedua sisi pinggangku. Ku tundukkan kepalaku menyentuh kepala Jordan. Hidung kami menyatu. Hembusan nafas beraroma mint menguar dari bibir tebalnya. "Aku sudah siap kamu miliki mas." Desahku di sela kecupan lembut bibirnya. Jordan menatapku dengan sayu dan penuh nafsu. Dagunya yang di tumbuhi bulu kasar menggesek di bagian leherku, membuat aku makin menggelinjang menahan gejolak nafsu yang mul
Matahari mulai tenggelam, aku ingin beranjak ke kamar mandi untuk membersihkan diri. Tapi tangan Jordan menahan gerakan ku."Yank, pulang besok subuh ya?sekalian langsung dinas akunya." Pintanya dengan mengendus-endus leher jenjangku. " Tapi aku tidak bilang kalau nginap mas ke orang tuaku."" Astaga...! Ponselku dari tadi pagi belum aku charger! Pasti orang rumah kepikiran aku gak ada kabar seharian. Mas bawa charger gak?" Seruku panik sambil mencari ponsel dalam tas aku. " Ada dalam tas aku itu sayang. Ambil saja sudah." Jawabnya dengan santai dan menatapku yang tanpa busana dengan nakal. " Ih.. mas ngapain liatin aku seperti itu.. nih tasnya, aku gak berani buka tas mas." Aku melotot dan pura-pura ketus ke Jordan, tapi yang ada malah Jordan tertawa melihat aku melotot seperti itu." Hahahahah, kamu lucu sayang. Ngapain malu mas liatin kamu. Telat kalau malu. Sudah dua ronde baru bilang malu. Hahhahaha." Aku melempar tas Jordan ke perutnya dengan kesal.. gegas aku pakai lingerik
Aku melirik jam di kamar villa, sudah jam 22.00 WIB. Aku mematikan ponsel dan langsung membaur dengan Jordan yang tengah duduk di luar kamar. Memandangi keindahan alam saat malam hari. Kilauan lampu jalanan dan rumah penduduk yang dibawah puncak, terlihat seperti kerlipan cahaya yang indah menghiasi indahnya malam. Ku jatuhkan kepalaku di pundak tegap Jordan, sedangkan tanganku melingkar di pinggangnya. "Sudah telponnya?" Tanyanya dengan merengkuh tubuhku makin erat dalam dekapan hangat Jordan. Aku mengangguk mengiyakan. Berkali-kali aku menciumi dada bidangnya. Wangi parfum Jordan membuat aku semakin ingin memeluk erat. " Kita seperti pengantin baru ya yank. Yang lagi menikmati honeymoon. Hehehehhe. Makasih ya yank, mas bahagia hari ini bisa berduaan lama tanpa rasa takut ketahuan sama orang yang mengenal kita." Dengan lembut Jordan merapikan anak rambutku yang menutupi pipi, mengecup pucuk kepalaku berulangkali. " Iya mas, aku merasakan sensasi yang berbeda disaat aku disamping k
" Mam, tadi papi telpon adek. Tanya kapan mami pulang katanya? Ya adek jawab, suruh tanya mami sendiri, gitu. Tapi papi malah ngedumel gak jelas."Aku hanya mendengar cerita Farah tanpa mau bertanya lebih lanjut. Entah kenapa bayangan Kelvin sudah hilang dari pelupukku. Yang ada hanya bayangan Jordan dimana-mana. Sampai pak Lik Burhan, berasa mirip wajah Jordan. Sepertinya aku sudah terjordan - jordan deh. Benar kata syair lagu yang di nyanyikan oleh penyanyi kondang Evi Tamala, jika sudah cinta dan rindu, akan selalu terbayang-bayang."Mami, aku ada rahasia! Tapi jangan bilang eyang. Kata mbak Rinda, Bu Dhe Ambar punya cowok. Mbak Rinda pernah mergokin Bu Dhe Ambar berduaan di kamarnya pas siang hari. Dikiranya mbak Rinda belum pulang sekolah. " Bisik Farah menceritakan cinta terlarang mbak kandungku. "Hust,,, jangan ngomong sembarangan. Dikiranya fitnah nanti." Kataku melotot ke Farah. "Ih mami! Adek taunya juga dari mbak Rinda. Kan gak mungkin mbak Rinda mau jelek-jelekin mamany
POV JordanBerawal dari seringnya aku nongkrong di cafe pak Kelvin. Saat itu aku tidak terlalu memperhatikan istri pak Kelvin yang biasa duduk di bagian kasir. Seperti istri pada umumnya, Fiona selalu bersikap ramah pada semua pembeli. Dan Hal itu sudah biasa dilakukan oleh setiap penjual kan?! Tapi beda dengan hari-hari sebelumnya, aku melihat istri pak Kelvin malam ini sangat berbeda. Dengan balutan dress merah, dandanan yang natural, lipstik dengan warna nude menambah kecantikannya. Berbeda dengan malam ini, istri pak Kelvin duduk seorang diri. Makin leluasa aku mencuri pandang ke wajahnya. Dewa keberuntungan berpihak ke aku, begitu aku ingin membayar, ternyata dompetku ketinggalan di laci kantor. Aku menghubungi temanku yang dinas piketnya bareng aku untuk mengantar dompet ke cafe. Iseng-iseng aku tanya ke istri pak Kelvin. Dan selalu di jawab dengan ramah dan senyuman yang memabukkan. Aku pun membayar dengan uang lebih dan tidak mau mengambil kembaliannya. Sengaja, biar ada kesa
Tidak aku sangka, seorang Kelvin yang pendiam menurut aku, ternyata tidak beda jauh denganku. Sama-sama suka main serong. Tapi entah kenapa hatiku tidak terima jika seorang perempuan secantik dan sebaik Fiona di sakiti suaminya. Aku yakin, Fiona tidak akan pernah menduga kelakuan buruk suaminya. Sejak saat itu, aku memantapkan hatiku untuk mengutarakan isi hati ini ke Fiona. Dengan tangan gemetar, aku menggenggam tangan Fiona dan mendekapnya erat di dadaku. Irama jantungku sudah tak beraturan. Ada rasa tenang dan tentram bersama Fiona. Hal yang tidak aku temukan saat aku bersama istriku sendiri. Almira. Fiona yang selalu menghargai aku sebagai seorang pria, mampu membuatku menghabiskan waktuku dengan bertelepon dengannya saat jam kerjaku. Sehari tanpa mendengar suara manjanya, membuat aku tidak bisa konsentrasi dalam bertugas. Bagiku Fiona adalah vitamin buatku. Sebagai pria normal , munafik jika aku tidak menginginkan lebih dari sekedar ciuman. Aku sering merayu Fiona untuk melakuk