Aku melirik jam di kamar villa, sudah jam 22.00 WIB. Aku mematikan ponsel dan langsung membaur dengan Jordan yang tengah duduk di luar kamar. Memandangi keindahan alam saat malam hari. Kilauan lampu jalanan dan rumah penduduk yang dibawah puncak, terlihat seperti kerlipan cahaya yang indah menghiasi indahnya malam. Ku jatuhkan kepalaku di pundak tegap Jordan, sedangkan tanganku melingkar di pinggangnya. "Sudah telponnya?" Tanyanya dengan merengkuh tubuhku makin erat dalam dekapan hangat Jordan. Aku mengangguk mengiyakan. Berkali-kali aku menciumi dada bidangnya. Wangi parfum Jordan membuat aku semakin ingin memeluk erat. " Kita seperti pengantin baru ya yank. Yang lagi menikmati honeymoon. Hehehehhe. Makasih ya yank, mas bahagia hari ini bisa berduaan lama tanpa rasa takut ketahuan sama orang yang mengenal kita." Dengan lembut Jordan merapikan anak rambutku yang menutupi pipi, mengecup pucuk kepalaku berulangkali. " Iya mas, aku merasakan sensasi yang berbeda disaat aku disamping k
" Mam, tadi papi telpon adek. Tanya kapan mami pulang katanya? Ya adek jawab, suruh tanya mami sendiri, gitu. Tapi papi malah ngedumel gak jelas."Aku hanya mendengar cerita Farah tanpa mau bertanya lebih lanjut. Entah kenapa bayangan Kelvin sudah hilang dari pelupukku. Yang ada hanya bayangan Jordan dimana-mana. Sampai pak Lik Burhan, berasa mirip wajah Jordan. Sepertinya aku sudah terjordan - jordan deh. Benar kata syair lagu yang di nyanyikan oleh penyanyi kondang Evi Tamala, jika sudah cinta dan rindu, akan selalu terbayang-bayang."Mami, aku ada rahasia! Tapi jangan bilang eyang. Kata mbak Rinda, Bu Dhe Ambar punya cowok. Mbak Rinda pernah mergokin Bu Dhe Ambar berduaan di kamarnya pas siang hari. Dikiranya mbak Rinda belum pulang sekolah. " Bisik Farah menceritakan cinta terlarang mbak kandungku. "Hust,,, jangan ngomong sembarangan. Dikiranya fitnah nanti." Kataku melotot ke Farah. "Ih mami! Adek taunya juga dari mbak Rinda. Kan gak mungkin mbak Rinda mau jelek-jelekin mamany
POV JordanBerawal dari seringnya aku nongkrong di cafe pak Kelvin. Saat itu aku tidak terlalu memperhatikan istri pak Kelvin yang biasa duduk di bagian kasir. Seperti istri pada umumnya, Fiona selalu bersikap ramah pada semua pembeli. Dan Hal itu sudah biasa dilakukan oleh setiap penjual kan?! Tapi beda dengan hari-hari sebelumnya, aku melihat istri pak Kelvin malam ini sangat berbeda. Dengan balutan dress merah, dandanan yang natural, lipstik dengan warna nude menambah kecantikannya. Berbeda dengan malam ini, istri pak Kelvin duduk seorang diri. Makin leluasa aku mencuri pandang ke wajahnya. Dewa keberuntungan berpihak ke aku, begitu aku ingin membayar, ternyata dompetku ketinggalan di laci kantor. Aku menghubungi temanku yang dinas piketnya bareng aku untuk mengantar dompet ke cafe. Iseng-iseng aku tanya ke istri pak Kelvin. Dan selalu di jawab dengan ramah dan senyuman yang memabukkan. Aku pun membayar dengan uang lebih dan tidak mau mengambil kembaliannya. Sengaja, biar ada kesa
Tidak aku sangka, seorang Kelvin yang pendiam menurut aku, ternyata tidak beda jauh denganku. Sama-sama suka main serong. Tapi entah kenapa hatiku tidak terima jika seorang perempuan secantik dan sebaik Fiona di sakiti suaminya. Aku yakin, Fiona tidak akan pernah menduga kelakuan buruk suaminya. Sejak saat itu, aku memantapkan hatiku untuk mengutarakan isi hati ini ke Fiona. Dengan tangan gemetar, aku menggenggam tangan Fiona dan mendekapnya erat di dadaku. Irama jantungku sudah tak beraturan. Ada rasa tenang dan tentram bersama Fiona. Hal yang tidak aku temukan saat aku bersama istriku sendiri. Almira. Fiona yang selalu menghargai aku sebagai seorang pria, mampu membuatku menghabiskan waktuku dengan bertelepon dengannya saat jam kerjaku. Sehari tanpa mendengar suara manjanya, membuat aku tidak bisa konsentrasi dalam bertugas. Bagiku Fiona adalah vitamin buatku. Sebagai pria normal , munafik jika aku tidak menginginkan lebih dari sekedar ciuman. Aku sering merayu Fiona untuk melakuk
Dengan pikiran yang penuh tanda tanya, aku masih bersabar menunggu mbak Ambar di ruang tengah. Aku tidak ingin mencampuri urusan mbak Ambar dengan pria yang tengah bersamanya saat ini. " Kok kamu kesini gak bilang dulu dek?" Sapa mbak Ambar menghampiri aku. Ia menghempaskan tubuhnya di kursi panjang di sebelahku." Suntuk di rumah mbak. Farah keluar sama Rinda. Ibuk sama bapak sedang tidur siang. Makanya aku kesini. " Jawabku datar."Tadi itu pacar aku dek. Namanya Ryan. Aku kenal dia saat aku mengantarkan makanan untuk pasien yang di karantina karena covid. Setahun yang lalu. Dia duda tanpa anak. Awalnya sih berteman biasa. Tapi empat bulan terakhir ini, kami memutuskan untuk menjalin hubungan lebih serius lagi. " Mbk Ambar menceritakan hubungannya tanpa Aku pinta. Aku mendengar dengan seksama." Usia Ryan lebih muda enam tahun dari aku. Tapi sikap dia sangat dewasa. Makanya mbak makin sayang sama Ryan." Lanjutnya." Kalau sudah serius ke jenjang pernikahan, kenapa tidak mbak kenalk
"Apaan sih... Ngaco deh... Dah ah aku lapar, mau makan. Mbak masak apa sekarang?" Tanyaku mengalihkan pembicaraan. Tidak habis pikir dengan mbak Ambar. Bisa-bisanya dia yang dulunya pendiam, bahkan sangat tabu membahas urusan ranjang secara terang-terangan, sekarang bisa bar - bar begitu. Apa karena si Ryan pacar barunya itu yang membawa dampak buruk.. ah biarlah. Itu urusan mbak Ambar. "Huh,, orang pingin tahu juga Segede apa pistolnya. Pelit amat kamu dek." Sungutnya sambil melempar bantal kecil ke arahku. Aku membalas dengan menjulurkan lidah. " Mbak, sampean ini kesambet setan mana, kok Sekarang gaya bicaranya bar-bar gitu? Serius tanya aku!" Sambil mencomot perkedel singkong aku kembali bertanya tentang perubahan mbak Ambar. " Semua orang itu ada fasenya dek. Dulu saat aku sama papanya Rinda, masih sangat malu dan riskan membahas urusan ranjang secara blak-blakan. Permainan ranjang kami juga monoton. Dan hal itulah yang membuat papanya Rinda mencari pelampiasan di luar. Aku
Setelah dua Minggu tanpa melakukan pekerjaan rumah, pagi ini aku kembali ke aktivitas sebelumnya. Beberes rumah yang mulai banyak debu bersarang di beberapa tempat. Mungkin Farhan atau Kelvin menyapu bagian pentingnya saja. Sampai kolong meja sudah tebal oleh gumpalan debu. Aku mengerjakan pekerjaan rumah dengan cekatan dan cepat. Sehingga saat anak-anak berangkat sekolah, semua sudah kelar. " Mi, aku mau ngomong sama mami. Ada hal penting yang harus kita bahas. Mumpung anak-anak sudah berangkat." Kelvin memulai obrolan disaat aku tengah merapikan etalase kecil yang menyimpan berbagai skincare jualanku. Tanganku terhenti dan menoleh heran. Ada gurat gelisah di wajah Kelvin saat aku tatap." Mau ngomong apa pi? Ngomong saja. Sepenting apa sih yang mau dibahas? Kok mukanya tegang gitu." Jawabku sengaja menyindir. Kelvin tengah mengelap keringatnya dengan lengannya. "Emh begini, mami masih ingat ruko yang di jual oleh pak Jordan itu? Ternyata suami Renata tidak mau dengan ruko yang ak
Siang ini aku kedatangan Renata di rumah. Kami mengobrol lama sambil uprek di dapur membuat cemilan. Aku dan Renata memang sudah dari remaja hobi masak. Jadi kegiatan di dapur sangat menyenangkan tersendiri bagi aku dan Renata." Re, hubungan gelap kamu sama Ahmad gimana? Masih lanjut?" Tanyaku saat ingat bahwa Renata juga tidak jauh beda kelakuannya dengan aku. Bedanya, dulu saat Renata curhat tentang perselingkuhannya, aku selalu menasehati Renata. Tapi sekarang justru aku yang mengikuti jejak Renata yang keliru." Entahlah fio, aku sekarang sedang berada di titik jenuh dengan Ahmad maupun suamiku. Sepertinya menjadi janda itu lebih menyenangkan ya fio?" Jawabnya ambigu. " Lha kok kamu ngomongnya begitu? Tidak baik bilang mau jadi janda. Ntar di aminkan malaikat nangis kejer kamu." Omelku menasehati Renata. Ia hanya tersenyum kecut mendengar ocehan aku. Aku dan Renata kembali berkutat membuat cemilan tahu walik. Renata sibuk menggoreng. Dan aku sudah menyelesaikan membuat saos sam