Mas Duda itu Mantan Kekasihku

Mas Duda itu Mantan Kekasihku

last updateTerakhir Diperbarui : 2024-02-29
Oleh:  Lentera Jingga Tamat
Bahasa: Bahasa_indonesia
goodnovel16goodnovel
10
3 Peringkat. 3 Ulasan-ulasan
34Bab
3.3KDibaca
Baca
Tambahkan

Share:  

Lapor
Ringkasan
Katalog
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi

Ketika cinta terhalang restu keluarga perpisahan menjadi jalan terbaik bagi keduanya. Sama-sama pergi membawa luka. Thalita terpaksa memutuskan kekasihnya —Aravi demi baktinya pada keluarga. Mencoba memulihkan keadaan sama-sama mencoba membuka hati untuk pasangan yang baru. Delapan tahun kemudian takdir kembali mempertemukan keduanya dalam status yang berbeda. Thalita dengan statusnya sebagai seorang janda anak satu, begitu juga dengan Aravi yang berstatus duda anak satu. Akankah cinta kembali bersemi pada keduanya?

Lihat lebih banyak

Bab 1

Bab 1. Dia Susah Sendiri Lagi

POV Thalita Anggraeni

Bias hujan memantul dari rerumputan pemakaman. Aku menatap penuh kerinduan pada gundukan tanah dengan nisan bertuliskan Ardani Idris bin Bapak Danang. Kadang masih berpikir bahwa semua ini hanya mimpi. Meski ini sudah lima tahun sejak kepergian Mas Dani meninggalkanku dengan kembali ke pangkuan sang maha kuasa.

Angin semilir memberikan rasa dingin di ujung senja. Aku melirik ke arah gadis kecil yang berada di sisiku. Fahira Azizahra Idris — putriku dengan mendiang Mas Dani yang saat ini tengah berusia empat tahun. Ya, setiap tahun aku akan ziarah ke makamnya. Suamiku meninggal karena kecelakaan, meninggalkan aku yang saat itu tengah mengandung Fahira tujuh bulan. Dialah sosok lelaki istimewa menurutku, hingga meski tahun telah berganti aku tidak pernah ada niat untuk segera mencari penggantinya.

“Memang tidak pernah ada yang tahu kapan ajal akan menjemput. Hanya saja kepergianmu yang ku rasa begitu tiba-tiba, seolah meninggalkan luka untukku.” Aku mengambil segenggam bunga untuk aku tebarkan di pusarannya. “Ini tahun ke lima setelah kepergianmu, Mas. Aku datang membawa Fahira.” Aku meraih putri kecilku ke dalam dekapanku.

“Ayah, ini aku Hira. Aku datang bersama Ibu untuk mengunjungimu. Apakah Ayah mendengar doaku?” seru Fahira. Terlihat mata anak itu mulai berkaca-kaca. Tak lama terdengar isakan kecil dari bibirnya.

“Ayah pasti mendengarmu, sayang.” Aku menarik Fahira ke dalam dekapanku.

“Aku merindukan Ayah, Bu. Bisakah aku bertemu dengannya?” tanyanya di balik isakan kecilnya. Hal ini yang kerap berhasil menyayat hatiku. Sejak lahir ia tak pernah merasakan kasih sayang seorang ayah.

“Sebutlah nama Ayahmu di dalam doamu sayang,” ucapku menenangkan. Setelah aku memastikan jika putriku sudah tenang, tak lagi menangis. Aku mengajaknya untuk beranjak dari sana. Kami pulang ke rumah mertuaku, ayah dan ibunya mendiang suamiku. Meski sudah tidak ada Mas Dani mereka masih menganggap aku sebagai anak sendiri, apalagi ketika adanya Hira.

“Jadi, mau langsung pulang ke rumah Mbah Dewi?” tanya Ibu mertuaku pada cucunya dengan rasa tak rela. Aku tahu ia berat melihat kami pergi, karena kamu memang baru semalam menginap.

“Jadi dong Uti.”

“Padahal Uti masih kangen. Hira kan baru semalam di sini.”

Aku yang tengah membereskan barang-barangku tersenyum kecil. “Lita minta maaf, Bu. Karena waktunya harus dibagi-bagi. Lita cuma bisa cuti sekitar lima harian.”

“Ibu mengerti, Lita.” Ibu mertuaku berlalu masuk ke dalam dapur lalu kembali membawa satu kantong keresek berwarna hitam. Lalu ia ulurkan padaku. “Gula aren, buat ibumu. Buat bumbu masak.”

“Terima kasih, Bu. Kenapa mesti repot-repot, Bu. Lita bahkan tidak membawa apa-apa kesini.” Aku mengambil alih gula aren itu. “Padahal harga gula aren itu sedang naik. Seharusnya Ibu bisa menjualnya, lumayan bisa buat beli sembako.”

“Setiap hari kami sudah menjualnya.” Ibu mertuaku mengusap rambut Hira dengan penuh cinta, namun tatapannya terlihat sendu. “Kedatanganmu kemari saja, sudah membuat ibu merasa senang,” lanjutnya membuatku cukup terharu.

Aku dan putriku pun berlalu keluar dari rumah. Dan di depan gerbang sudah ada ojek yang akan mengantar kami ke rumah ibuku.

“Sudah lima tahun, sejak kepergian Dani, Lita.” Ibu mertuaku kembali membuka suara, membuat langkahku terpaku menatapnya. “Tidakkah kamu ingin menjalin rumah tangga lagi? Fahira butuh figur ayah. Dan kamu juga berhak bahagia. Usiamu masih terlalu muda jika untuk menghabiskan waktu seorang diri.”

“Aku belum memikirkan hal itu, Bu.” Aku menjawab dengan helaan napas kasar. Tidak hanya ibu mertua, ibuku dan saudaraku juga kerap mencecar pertanyaan yang sama. Namun, aku tetap pada pendirianku. Bagiku tidaklah mudah membuka hati pada sembarang pria. Menggantikan sosok Mas Dani pada pria yang lain. Mas Dani bukan hanya sosok seorang suami yang sempurna bagiku. Dia juga bisa menjadi sosok kakak yang bisa mengayomi diriku. Aku ingat betapa sabarnya dia menghadapi sifat keras kepalaku. Betapa sabarnya dia menunggu diriku yang saat itu menikah dengannya tanpa cinta. Ya, aku menikah dengannya karena perjodohan. Butuh beberapa bulan untuk dirinya meluluhkan hatiku. Namun, di saat hatiku sudah bersemayam namanya dengan sepenuh hati. Musibah justru menimpa kami, aku kehilangan sosoknya untuk selama-lamanya. Hingga membuatku berpikir, jika aku tidak beruntung dalam hal cinta. Aku seolah mati rasa dan merasa trauma, tak ingin membuka hati kembali.

“Baiklah. Ibu hanya mau bilang, jika suatu saat kau berkeinginan untuk menikah, beritahu kami. Karena kami tetap menganggap ku seperti anak kami sendiri.”

Aku mengangguk lemah. “Iya, Bu.”

🦋

Sekitar dua jam aku sudah tiba di rumah ibuku. Kedatanganku sudah disambut olehnya. Apalagi dia sangat merindukan cucunya. Sebelum masuk aku membayar ojek yang mengantarku. Ibuku tinggal bersama keluarga kakakku, sedangkan ayahku sudah meninggal karena riwayat penyakit tidak tiga tahun yang lalu.

Melihat aku datang kakak iparku langsung sigap membuatkan aku minuman dan mengeluarkan beberapa cemilan ringan. “Minumannya Bibi.”

“Terima kasih, Budhe.”

Kami terbiasa membiasakan bahasa seperti itu. Agar anak-anak mengikutinya. Malam itu kami berkumpul menonton televisi bersama sesekali mereka bertanya kegiatan dan pekerjaanku di kota.

“Besok Mas Pram nikah. Kamu aja yang datang ya, Ta.” Ibuku tiba-tiba datang membawa sepiring singkong goreng sambil berkata.

“Ada Mas Iwan dan Mbak Siti kan?” tanyanya. Jujur saja belakangan setelah Mas Dani tiada aku menghindari berkumpul dengan keluarga besar.

“Kami ada acara di sekolahan Ridwan. Siangnya juga harus antar dagangan.” Kakak iparku menyela. Aku terdiam sejenak memang benar kakakku itu memiliki warung sembako yang terkadang harus mengantarkan ke pembeli.

“Akan ku pikirkan, Bu.” Aku menjawab dengan rasa malas. Sesekali menghela napas dalam-dalam. Entah kenapa ada rasa gundah gulana yang tiba-tiba menyergap dalam dada. Segera aku menepis kemungkinan buruk apapun.

🌸🌸

Keesokkan harinya aku dan putriku sudah bersiap ke tempat nikahan sepupuku Mas Pram. Sebenarnya rumahnya tidak terlalu jauh, dengan menggunakan motor hanya bisa ditempuh dalam waktu tiga puluh menit. Kedatanganku sudah disambut oleh Budheku dan juga para saudaraku. Di atas pelaminan terlihat Mas Pram dan Mbak Atika tersenyum bahagia. Rona bahagia pengantin terlihat di wajahnya. Aku mengajak putriku untuk naik ke atas pelaminan.

“Selamat ya Mas, Mbak, semoga menjadi keluarga yang samawa,” ucapku dengan tulus.

“Makasih ya, Ta. Udah nyempetin buat datang.” Mbak Atika menyahut. Aku memang mengenalnya karena ia pernah satu kantor denganku di kota. Kami juga diajak foto bersama mereka.

“Ta, dia sudah sendiri lagi lho.” Ucapan Mas Pram membuat keningku mengerucut tak mengerti.

“Siapa Mas?” tanyaku polos.

“Aravi.”

Deg!

Jantungku tiba-tiba berdetak lebih kencang mendengar nama lelaki itu. Ah, ini benar-benar tak wajar. Aku mengibaskan tangannya di depan wajahnya. “Itu bukan urusanku, Mas. Aku kebawah dulu mau gabung sama yang lain.... Hira jangan lari-larian...” Pamitku setengah berteriak di akhir kalimat mendapati putriku berlari cukup kencang. Aku pun dengan tergesa-gesa mengikutinya turun ke bawah tanpa hati-hati.

Brugh!!! Prangg!!!

Aku terkejut mendapati diri ini menabrak seseorang yang hingga minumannya tumpah.

“Dek...”

Kedua mataku terkejut melihat lelaki yang delapan tahun lalu pernah mengisi hatiku.

Tampilkan Lebih Banyak
Bab Selanjutnya
Unduh

Bab terbaru

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Komen

user avatar
Nanik Ifayanti
Kak, cinta diambang perceraian Up disini dong
2025-03-28 00:53:00
1
user avatar
Jusnah
bagus banget cerita nya
2025-01-07 15:45:22
0
user avatar
Amalia
ceritanya seru ya. ada sedihnya ada senangnya. kisah tidak direstui
2024-01-30 15:51:40
3
34 Bab
Bab 1. Dia Susah Sendiri Lagi
POV Thalita AnggraeniBias hujan memantul dari rerumputan pemakaman. Aku menatap penuh kerinduan pada gundukan tanah dengan nisan bertuliskan Ardani Idris bin Bapak Danang. Kadang masih berpikir bahwa semua ini hanya mimpi. Meski ini sudah lima tahun sejak kepergian Mas Dani meninggalkanku dengan kembali ke pangkuan sang maha kuasa. Angin semilir memberikan rasa dingin di ujung senja. Aku melirik ke arah gadis kecil yang berada di sisiku. Fahira Azizahra Idris — putriku dengan mendiang Mas Dani yang saat ini tengah berusia empat tahun. Ya, setiap tahun aku akan ziarah ke makamnya. Suamiku meninggal karena kecelakaan, meninggalkan aku yang saat itu tengah mengandung Fahira tujuh bulan. Dialah sosok lelaki istimewa menurutku, hingga meski tahun telah berganti aku tidak pernah ada niat untuk segera mencari penggantinya. “Memang tidak pernah ada yang tahu kapan ajal akan menjemput. Hanya saja kepergianmu yang ku rasa begitu tiba-tiba, seolah meninggalkan luka untukku.” Aku mengambil seg
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-01-07
Baca selengkapnya
Bab 2. Apa Kabarmu, Dek?
Pov Thalita“Dek...”Kedua mataku terkejut melihat lelaki yang delapan tahun yang lalu pernah mengisi hatiku, kini berada di depanku. Tatapannya terlibat teduh, sepasang alis hitamnya menyatu, dengan bola mata hitam yang terang. “Maaf,” ujarku yang langsung menarik pergelangan tanganku, yang tak sengaja di genggam olehnya, dengan salah tingkah. “Cie.... Cie...” Goda Mas Pram dan Mbak Atika yang berada di atas pelaminan.“Apaan sih, Mas.” Aku mendengus sebal tak mempedulikan tatapan Mas Ravi padaku. “Aku akan ambil sapu untuk membereskan pecahan gelas ini,” lanjutkan yang berlalu pergi, tak mempedulikan panggilan Mas Ravi padaku. Mengerti jika aku tidak ingin diganggu, Mas Ravi pun berlalu naik ke pelaminan memberikan ucapan pada Mas Pram. Aku seakan dibuat lupa hubungan Mas Ravi dan Mas Pram, mereka adalah teman semasa sekolah, tentu saja Mas Ravi akan datang di acara nikahan Mas Pram. Kalau sudah begini, aku seakan menyesal menyanggupi kemauan Ibu untuk datang. Seharusnya aku diam
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-01-07
Baca selengkapnya
Bab 3. Kisah Silam
POV ThalitaPada akhirnya aku kembali duduk, dalam beberapa detik kami hanya sibuk dengan pemikirannya masing-masing. Aku enggan membuka suara. Pikiranku mengembara pada kejadian delapan tahun yang lalu. “Apa yang ingin kamu katakan pada Mas, Dek?” tanya Ravi lembut padaku. Tangannya bergerak meraih surai hitamku yang berterbangan karena tertiup angin, lalu menyelipkan ke daun telinga. Saat ini kami berada di Monas, tepatnya kami duduk di salah satu kursi panjang. Ku tatap wajah lelaki yang baru beberapa bulan ini dekat denganku dengan senyum masam. Menahan air mata yang ingin tumpah dari kedua sudut mataku. Rasanya aku tidak akan sanggup untuk mengatakan niatku. “Dek...” panggilnya lagi. “Kenapa hanya diam? Apakah ada masalah? Katakan pada Mas? Ceritakan pada mas.”Mendengar perhatiannya yang begitu tulus padaku. Rasanya membuat dadaku terasa sesak. Hingga akhirnya bulir air mata yang sejak tadi aku tahan pun luruh juga. Aku menangis, spontan dia menarik tubuhku ke dalam dekapannya
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-01-07
Baca selengkapnya
Bab 4. Apa Kabarmu?
POV ThalitaAku buru-buru menghapus sudut air mataku, dan mengabaikan sapu tangan yang diberikan Mas Ravi. “Tidak ada peletnya di sapu tangan ini. Kenapa mesti takut?” tanyanya setengah mengejek diriku. Aku sontak menoleh ke arahnya menatapnya dengan kesal. “Aku tidak mengatakan demikian,” bantahku sedikit kesal. Kenapa dia selalu mencari perkara agar bisa ribut denganku. “Tapi sikapmu seolah menunjukkan hal itu,” kekeh Mas Ravi tak ingin disalahkan. Ia tersenyum tipis seraya mengangkat alisnya, tak memperdulikan aku yang menatapnya dengan geram, entah dia sengaja ingin membuatku kesal atau bagaimana. “Itu hakku!” tegasku lalu memalingkan wajah ke arah lain. Dia terkekeh kecil, menghela napas sebelum kemudian menjawab. “Ya kamu memang tidak pernah salah. Kamu mempunyai hak apapun tentang dirimu. Bahkan memutuskanku secara sepihak dengan alasan yang tak jelas itu juga hakmu. Bukan begitu Nona Thalita Anggraini?”“Ck!” Aku berdecak malas ke arahnya. “Sebenarnya yang kamu inginkan
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-01-07
Baca selengkapnya
Bab 5. Nasabah Baru
POV Thalita Hari berlalu setelah kembali dari kampung, aku kembali pada aktivitasku seperti biasa. Usai mengantar Hira ke sekolah, aku langsung bertolak ke kantor tempatku bekerja. Aku memarkirkan motorku di tempat parkir.“Selamat pagi, Mbak Lita.” Pak Jono selaku tukang parkir menyapa.“Pagi juga, Pak.” Aku melepaskan helmku dan meletakkan di atas spion motorku. Kemudian tanganku beralih mengambil kantong kresek yang berisi oleh-oleh dari kampung. “Lita.” Langkahku terhenti ketika ada suara yang memanggil namaku. Sontak aku berbalik dan melihat Pak Yusuf menghampiriku, tangannya tampak menenteng kantong kresek berwarna putih. “Selamat Pagi, Pak.” Aku menyapanya dengan sopan mengingat posisi dia adalah atasanku. Ya dia merupakan manager operasional sedangkan aku hanya bagian customer service. “Ah, kamu Lita. Masih kaku saja.” Pak Yusuf melihat arloji di tangannya. “Belum masuk jam kerja. Panggilanmu udah formal saja. Coba sekali-kali panggil Mas gitu kan kedengarannya enak, k
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-01-07
Baca selengkapnya
Bab 6. Kangen, Dek
Aku menghela napas berulang kali, mengenyahkan perasaan gugup dan kesal yang tiba-tiba mendera. Sadar jika saat ini adalah jam kerja. Dia adalah nasabahku, dan aku tentu harus profesional melayaninya dengan sepenuh hati. “Selamat siang, ada yang bisa saya bantu, Pak.” Aku menyapanya dengan ramah dan penuh sopan santun seperti aku menyapa nasabahku pada umumnya.“Siang juga.” Mas Ravi membalasnya lalu menegapkan badannya. “Kebetulan saya ingin membuat deposito. Bisakah Nona Thalita membantu saya?”“Bisa. Apakah sudah tahu persyaratannya?” “Tentu saja.” Mas Ravi mengeluarkan dokumen yang sudah ia bawa. “Kebetulan saya juga belum mempunyai rekening bank ini. Jadi, harus buat rekening dulu kan?”“Iya, Pak.”Aku menyiapkan beberapa formulir yang harus ia isi. Sejujurnya, jika hanya ingin rekening aku yakin ia pun tahu dan paham jika semua itu bisa dilakukan online, tapi aku tidak ingin tahu hal itu. Aku tetap melayaninya seperti pada umumnya. Menunjukkan apa saja yang harus ia isi serta
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-01-25
Baca selengkapnya
Bab 7. Karena Kamu, Mas
POV Thalita“Omonganmu itu loh, Mas!” sergahku dengan kesal. Namun, bukannya merasa bersalah Mas Ravi justru tersenyum menatapku dari balik spionnya. “Mas serius.”Aku menghela napas dengan panjang, memilih untuk bersikap abai. Selama ia terus melajukan mobilnya. Tiba-tiba lelaki itu memutar sebuah lagu Jawa dengan judul **Kelingan Mantan** *_Dek koe mbiyen janji ro aku. Nglakoni tresna suci iklhas tekan mati. Neng nyatane ngapusi, cidro ati Iki. Netes eluhku deres mili di pipi_Mendengar lirik lagu itu seketika membuat aku merasa Dejavu. Merasa jika mas Ravi tengah menyindirku. Dulu kami memang pernah saling berjanji akan terus bersama memperjuangkan cinta kita. Namun, nyatanya takdir berkata lain. Saat cinta itu terhalang restu keluarga, aku bisa apa? Selain mengalah, memilih meninggalkannya. Ibunya bilang itu demi kebahagiaannya. Ya, aku lakukan itu demi dirinya. Dan sekarang kami dipertemukan dalam status yang tak lagi sama seperti dulu. Apa yang harus ku lakukan? Sudah berusa
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-01-26
Baca selengkapnya
Bab 8. Hanya Demi Ibu
POV Aravi Monumen Nasional masih meninggalkan sejarah. Ya, sejarah aku dan kamu.Aravi***Namaku Aravi Kurniawan, merupakan anak pertama dari ketiga saudara. Adikku yang pertama bernama Rahman Kurniawan yang kini sudah menikah dengan orang Wonosobo. Sedangkan adik bungsuku Ria Tria Kurniawan juga sudah menikah dengan lelaki yang berasal dari Magelang. Ya, kami semua sudah memiliki keluarga masing-masing. Punya kesibukan masing-masing. Namun, Jalan cintaku tak semulus kedu adikku. Enam tahun yang lalu aku diputuskan oleh kekasihku — Thalita dengan alasan kami masih saudara. Aku sempat membencinya karena hal itu. Ia mengingkari janjinya untuk memperjuangkan cinta kami. Hatiku rasanya hancur mengingat betapa dalamnya rasa cintaku. Kenapa? Apa yang terjadi? Apakah dia meragukan cintaku? Padahal aku berjanji akan sekuat tenaga membahagiakan dirinya. Itulah pikiran negatif ku saat tiba-tiba ia memutuskan ku. Monumen nasional atau yang biasa disebut Monas akan menjadi sebuah sejarah yang m
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-01-28
Baca selengkapnya
Bab 9. Ceraikan Aku, Mas.
POV ARAVISetelah kejadian itu rumah tanggaku semakin terasa dingin. Sikap Adiba yang begitu sinis, dan selalu menaruh rasa curiga padaku, mengira jika aku selingkuh darinya. Aku berusaha untuk meminta maaf adanya, dengan mengatakan jika aku hanya salah sebut. Namun, perempuan itu tetap tak percaya padaku. Meski aku sudah berjanji akan memperbaiki semuanya. Tiga bulan kemudian, saat aku tengah sibuk bekerja di ruang tengah dengan laptopku. Dia datang tiba-tiba melemparkan sebuah amplop padaku. “Apa yang kamu lakukan?!” teriakku sedikit marah.“Buka amplop itu, Mas!” Dia menggertak berbalik marah, sambil melipatkan tangannya di dada. “Ini apa?" tanyaku.“Buka saja.” Karena desakannya aku pun membuka amplop itu yang ternyata berisi foto-foto kebersamaan ku dengan Lita. Aku tampak terkejut melihatnya, lalu beralih menatap ke arah Adiba yang kini menatapku dengan sinis. “Ini....”“Kenapa? Kamu kaget, aku bisa menemukan dan tahu siapa perempuan itu?” Aku menghela nafasnya. “Untuk apa k
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-01-30
Baca selengkapnya
Bab 10. Cukup Sampai Di Sini
“Kenapa?” tanyaku berusaha santai.Adiba mendongak menatapku dengan kedua mata yang mulai berkaca-kaca. Namun, sepertinya ia sudah berada di ambang batas kesabaran. “Jangan tanyakan kenapa, Mas? Kamu juga tahu alasannya. Rumah tangga kita memang tidak baik-baik saja. Sudah tak bisa terselamatkan,” sahutnya menatapku dengan sendu.Aku mendesis, merasa ingin memaki dalam hati. Agar kemarahan ini bisa terurai. “Empat tahun bukankah waktu cukup lama untuk kita bisa saling memahami. Tetapi, semua seperti berjalan dengan sia-sia. Rumah tangga yang kita jalani, hanya sebuah kepalsuan. Dan kini... Kenapa aku tidak menemukan kenyamanan apapun dalam dirimu. Aku justru menemukan kenyamanan itu pada orang lain,” sambung Adiba membuatku ingin kembali memaki dalam hati. Saat bayangan canda dan tawa Adiba pada seorang dokter muda di rumah sakit, serta cafe itu terlintas dalam otaknya. Seketika aku paham, jika istriku itu tengah membandingkan ku dengan dengan lelaki itu. “Aku terlalu bodoh selama
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-01-30
Baca selengkapnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status