"Gue sih nggak percaya, Haidan beneran terlibat skandal macam begitu!" Laras yang terkenal sebagai fans garis keras Haidan bersikukuh dengan opininya. Sedangkan Alya yang ada di tempat duduknya, hanya memilih memutar bola mata-malas meladeni perdebatan tidak berfaedah itu.
Suasana kantor majalah Potret sedari pagi Sudah terlihat ramai. Maklum saja, belakangan ini ada begitu banyak selebriti yang terlibat skandal, dan tentu saja hal itu membuat pekerjaan mereka bertambah.
Majalah Potret adalah sebuah media online yang berfokus pada berita selebriti, dan di Negara Celandia memangnya siapa yang tidak tahu bahwa 'Badan Intelijen Gossip' milik majalah potret adalah yang paling handal dalam membongkar skandal public figure?
"Alya, lo udah dapet materi baru soal Haidan?" Karin bertanya santai pada Alya yang Nampak sibuk menekuri komputernya-dia sedang mencari bukti lama yang bisa menguatkan dugaannya tentang skandal terbaru penyanyi senior Negara Celandia – Haidan, yang diduga mengencani anak di bawah umur.
"Udah, tapi belum lengkap" jawab Alya, sambil bangkit dari kursi. Dia hendak menuju ke ruang arsip untuk melakukan cek pada majalah cetak Potret yang terbit beberapa tahun lalu. Seingatnya dulu mereka juga pernah menyinggung kasus Haidan.
Ruang arsip adalah adalah ruangan yang sepi, jarang dikunjungi staff, dan penuh dengan gossip skandal. Ada yang bilang, banyak staff sering 'berkencan' diam-diam di dalam ruangan ini. Alya sih sebenarnya antara percaya dan tidak percaya, kerana selama ini dia belum pernah memergoki pasangan yang sedang melakukan kencan di ruang arsip.
Meskipun demikian, setiap kali dia hendak masuk ke ruangan ini dia selalu memastikan mengetuk pintu, memastikan benar-benar tidak akan terjebak pada situasi awkward memergoki dua orang yang sedang bermesraan.
"Oke, aman" lanjut Alya sambil membuka handle pintu setelah memastikan tidak ada suara jawaban dari dalam.
Alya berjalan menyusuri lorong demi lorong ruang arsip, hingga berhenti pada Lorong 'tahun 2015'. Lalu dengan gesit tangannya menarik sebuah kursi yang akan dijadikan pijakan untuk memeriksa beberapa majalah terbitan tahun tersebut.
Saat sedang serius mengambil salah satu majalah, tiba-tiba "Ngapain kamu?" suara bariton milik seorang laki-laki mengagetkannya. Seketika Alya berbalik, dan sialnya kuda-kuda kakinya tidak kuat sehingga menyebabkan tubuhnya limbung.
Yang lebih sial lagi adalah, Alya tidak bisa menghindari adegan mainstream di novel-novel romantic. Ya, tubuhnya jatuh dan saling bertindihan dengan laki-laki tadi-bonusnya bibir mereka saling bertubrukan.
Apa kalian pikir itu adalah hal paling sial yang dialami Alya hari itu? Percayalah, itu bukan puncaknya. Baik Alya, maupun Gavi-laki-laki yang sedang ada di bawah Alya, kini sama-sama syok dengan apa yang baru saja menimpa mereka.
Demi merespon rasa kaget tersebut, dengan sigap Gavi mendorong dan membanting tubuh Alya, sehingga tidak bisa dihindari lagi akhirnya kepala Alya membentur lantai dengan sempurna-bahkan sampai menghasilkan bunyi 'bugh!"
"Auuuuu, sakit Pak! Pelan-pelan dong," Alya merintih kesakitan sambil memegangi kepalanya. Namun rintihan tersebut seketika justru membuat mata Gavi mendelik, karena percayalah bahwa rintihan Alya adalah tipe rintihan yang akan membuat siapa saja yang mendengarnya salah paham–mengira mereka sedang melakukan perbuatan yang iya-iya di dalam ruang arsip.
Sesaat kemudian, terdengar suara derap langkah seperti orang berlari. Alya dan Gavi saling bertatapan, namun tidak ingin berpikir macam-macam lebih jauh.
"Hmm, saya minta maaf. Barusan kita tidak sengaja berci-,"
"NO!!" Dengan nada tinggi dan penuh semangat Alya menyela kalimat Gavi. Ia, alu berdiri dengan tegas. "yang barusan itu bukan ciuman, kita tidak berciuman. Itu hanya semacam ...." Lanjut Alya dengan panik dan sedikit berpikir, mencoba mencari kata yang tepat.
Gavi menaikan satu alis, lalu ikut berdiri dan berhadapan dengan Alya yang nampak sedang kebingungan untuk melanjutkan kalimatnya.
"kita hanya bertubrukan, tidak sengaja saling menyentuh. Sama seperti ketika Bapak sedang berjalan dan tidak sengaja bersenggolan dengan orang lain. Atau sama seperti saat kita sedang berdesak-desakan di lift, lalu kaki kita tidak sengaja saling menginjak. Ya, seperti itu!."
Dengan jelas Gavi bisa menangkap raut panik dan bingung dari wajah Alya. Jelas sekali bahwa kejadian barusan mempengaruhi dia. Entah mengapa tingkah Alya yang seperti ini membuat Gavi tidak kuasa menahan bibirnya melengkung ke atas.
"Oke, mari kita anggap barusan bukan apa-apa," Gavi maju satu langkah, memangkas jarak diantara mereka "lagi pula, itu bukan ciuman pertama saya, dan saya yakin itu juga bukan ciuman pertama kamu, kan?" lanjutnya sambil menatap Alya dari atas dengan kepala yang sengaja sedikit di miringkan.
Jarak diantara mereka terlalu dekat, membuat Alya sedikit sesak. "itu bukan ciuman!" sanggah Alya dengan tegas. Namun, sesaat kemudian gadis itu masih terlihat menampilkan raut wajahnya yang panik dan susah dikontrol, "hmmm, dan ya benar kata Bapak, toh ini juga bukan ciuman pertama saya."
Kali ini Gavi tidak kuasa menahan suara tawanya, suara tawa yang sialnya terdengar merdu di telinga Alya. belum lagi Alya akui bahwa ketampanan pria di hadapannya ini bertambah beberapa puluh persen ketika dia sedang tertawa seperti ini. "tadi kamu bilang itu bukan ciuman, tapi barusan kamu bilang itu ciuman. Jadi, sebenarnya kita berciuman atau tidak?" goda Gavi.
"Tidak!" gadis bermata hitam jerih tersebut buru-buru mengambil langkah ke samping, "tidak ciuman. Kita hanya, bersenggolan? … Bertubrukan?,” Lanjut Alya dengan nada yang tiba-tiba tidak yakin. "ah, pokoknya hal semacam itu."
Gavi mengangguk beberapa kali "Oke, kita anggap tidak pernah ada yang terjadi di ruangan ini." kata laki-laki tersebut lalu pergi meninggalkan ruang arsip. Meninggalkan Alya yang mendadak kakinya jadi lemas. Bahkan setelah Gavi benar-benar keluar dari ruang arsip, Alya rasanya hampir kehilangan kekuatannya untuk menumpu badan.
Dengan pelan dia berjalan menuju connecting dor yang menghubungkan ruang arsip dan ruang meeting. Di sana dia duduk beberapa saat dan memukuli kepalanya sendiri. "Bodoh! Kok bisa sih Al, lo terjebak di situasi kayak gini? Ya, emang sih itu bukan ciuman pertama lo, tapikan tetap saja itu ciuman!."
Gadis yang berprofesi sebagai penulis berita tersebut memilih untuk mencoba menenangkan dirinya, menarik napas beberapa kali, dan Kembali meyakinkan diri bahwa tidak ada apapun yang terjadi. "Oke, no problem. Nggak perlu panik, toh nggak ada yang tahu?." tidak lupa Alya mencoba memaksakan senyum di bibirnya.
Namun, baru saja ia hendak mengambil langkah meninggalkan ruang meeting, tiba-tiba handphone yang ada di saku blazernya terus menimbulkan suara notifikasi secara brutal.
Buru-buru Alya merogoh saku untuk mencari ponselnya, memastikan ada pemberitahuan apa, di group. Lalu betapa kagetnya dia saat membaca satu persatu chat dari rekannya.
Badan Intelegen Gosip
“Gossip terbaru guys! PAK BOS ADA SKANDAL SAMA ANAK KANTOR!”
Satu pesan singkat yang dikirim oleh Roni seketika langsung mendapat sambutan heboh. Namun, tentu saja banyak diantaranya memilih untuk tidak percaya. Mana mungkin Pak Bos si super tampan itu mau menjalin skandal dengan staf remahan macam mereka.
“NGGAK ADA BUKTI = HOAX” Laras-salah satu staff berita ikut menimpali.
Alya menghentikan sebentar kegiatan membacanya, "ini orang capsloknya pada jebol apa gimana sih? Kenapa semua harus dicapslok sih?," ia menggeleng-gelengkan kepala, namun sesaat kemudian menyadari dia ada dalam masalah, "emangnya sekarang itu penting?!"
Kini ia sadar bahwa yang sedang menjadi topik obrolan panas dalam group rekan-rekannya tersebut adalah dirinya! Astaga.
Dengan perasaan harap-harap cemas, Alya Kembali memperhatikan isi percakapan rekan-rekannya.
“Demi Tuhan, gue lihat sendiri Pak Gavi masuk ke ruang arsip. Tadinya gue cuma mau ngelewat aja. Eh, tiba-tiba pas nyampe depan ruang arsip gue denger suara gedubrak dan cewek mendesah!” lanjut Roni berusaha meyakinkan rekan-rekannya. Seketika group obrolan tersebut menjadi heboh dan tidak terkendali.
Di sisi lain, mata Alya seketika melotot usai membaca isi chat yang ditulis oleh Roni. "Desah apaan!!! Itu gue lagi kesakitan gegara kepentok lantai!." ingin sekali Alya mengetik kalimat itu dan mengirim ke group. Namun, teman-temannya si biang gosip pasti tidak akan mempercayainya begitu saja, kan?
Lagi pula, bukankah Roni tidak menyebutkan nama Alya? Itu artinya Roni tidak tahu kan kalau yang ada di ruang arsip Bersama Pak Gavi, adalah dirinya? Ya, pasti begitu!
Alya berusaha mengabaikan percakapan menarik dari teman-temannya. Lalu dengan mengatur wajah polos, sok tidak tahu apa-apa, dia mulai kembali ke ruang divisinya. Dia harus bisa mengelabui teman-teman satu divisinya, dan menyembunyikan 'scandal' ini baik-baik. Selama dia dan Gavi tidak membuka suara, maka tidak akan ada yang tahu bahwa perempuan yang katanya 'mendesah' itu adalah dirinya.
“Sepertinya gue tahu, siapa gadis itu.” ujar Roni tiba-tiba saat melihat Alya masuk ke ruangan.
Alya membeku, dan jantungnya berdebar. Apa ia sungguh ketahuan?
BERSAMBUNG
Saat memasuki ruang divisinya, ternyata kini rekan-rekan Alya sedang berkumpul di meja Roni yang sepertinya juga baru kembali dari suatu tempat. Kedatangan Alya sontak membuat semua orang langsung menatapnya, beberapa diantara mereka jelas ada yang menaruh curiga padanya.Ditambah lagi, tiba-tiba Roni mengatakan satu kalimat yang membuat Alya layak untuk dicurigai, “Sepertinya gue tahu, siapa gadis itu,” Setengah mati, Alya berusaha mengendalikan dirinya. Dia harus berpura-pura, dan mengambil alih situasi. "Kalian pikir perempuan itu gue? Emangnya, masuk akal?." ujarnya dengan nada yang dibuat sesantai mungkin.Karin menggeleng cepat, menyahuti pertanyaan Alya yang penuh nada meyakinkan. Ya, siapa saja tentu tidak akan berpikir bahwa perempuan itu adalah Alya. Melihat tampilan Alya yang cukup casual, nampaknya sangat jauh berbeda dengan perempuan-perempuan seksi yang biasanya diposting di instagram Gavi. Belum lagi, tingkah Alya yang juga bisa dibilang bar-bar. Ah sepertinya tidak mu
"Gila, gila, gila! Gue stress banget!." Alya menggebrak pelan meja yang ada di hadapannya. Sebenarnya dia ingin melakukan lebih dari itu, tapi dia takut Bara akan menyeretnya keluar karena rasa malu."Kenapa lagi, sih?" timpal Bara cuek sambil menuliskan pesananannya pada kertas menu yang tadi diberikan pelayan.Alya tidak langsung menjawab, dia memilih memejamkan mata, dan mengatur jalan pernapasannya-berusaha menenangkan gejolak emosi yang membara dalam dirinya. Jika tidak mengontrol emosi, bisa-bisa dia sungguhan akan menghampiri Gavi dan menjambak rambut laki-laki itu.Bagaimana Alya tidak emosi? laki-laki itu Sudah berjanji akan melupakan kejadian beberapa hari lalu, tapi hari ini justru terang-terangan dengan sengaja mengungkit masalah tersebut di depan orang lain. Bukankah sudah jelas bahwa Gavi sengaja mencari ribut dengannya?Usai menyebutkan menu yang dia inginkan pada Bara, Alya lanjut ngedumel panjang lebar, tanpa menyebutkan inti permasalahan, dan siapa sebenarnya sosok y
Sesampainya di rumah, Alya langsung menyalakan ponsel, dia memeriksa semua pesan masuk dari Dimas. Dan benar saja, mantan kekasihnya itu mengirim banyak pesan, yang banyak diantaranya adalah permohonan dan ancaman agar Alya datang ke Beach Club malam ini."Ahhhh, sinting! Kenapa sih dulu gue bisa pacaran sama manusia macam dia?!!!" Alya geregetan sendiri dengan tingkah bodohnya di masa lalu. Kini dia terus mondar-mandir, menimbang apakah harus menemui Dimas atau tidak.Sebenarnya Alya bisa saja mengabaikan Dimas seperti biasa, tapi di sisi lain di takut laki-laki itu akan nekat melakukan ucapannya. Karena segila-gilanya Dimas, sebelumnya dia tidak pernah memberikan ancaman seperti ini. Dia khawatir akan ada orang-orang yang terluka karena rasa acuh tak acuhnya."Ah masa bodoh deh, gue pikirin nanti" sekarang sudah pukul 7 malam, setidaknya masih ada waktu satu jam lagi, jika dia ingin menempuh perjalanan ke Beach Club. Meskipun Alya tidak pernah mengunjungi tempat terlarang tersebut,
"Mau sampai kapan sih kamu kayak gini?!""Seumur hidup"Suara ribut-ribut di luar adalah yang membuat Alya pada akhirnya terbangun dari tidurnya. Begitu membuka mata, satu-satunya hal yang langsung menyerang dirinya adalah rasa panik dan takut. Karena, sadar dia bangun di tempat asing.Alya menyibak selimut untuk memastikan pakaiannya tidak tertanggal dari tubuh, dan untungnya benar, dia masih berpakaian lengkap. Gadis itu lalu memejamkan mata sebentar, mengingat-ingat apa yang telah terjadi padanya, dan betapa murkanya dia saat nama Dimas, keluar dari salah satu laci memorinya, kemudian disusul rentetan kejadian menyebalkan sekaligus mengerikan yang terjadi tadi malam."Dimas, brengsek!" Desisnya. Dia yakin, di luar adalah suara Dimas dan ibunya yang sedang ribut. Apapun yang terjadi hari ini, jangan panggil dia Alya Tifany Pramana, jika dia tidak bisa membuat Dimas terkapar di rumah sakit dan nyaris mati!Dengan gontai dan amarah membuncah Alya mulai melangkahkan kaki, lalu membuka
Demi bumi dan seluruh isinya, sungguh Alya berusaha memutar cepat ide-ide yang ada di kepala, dia ingin bisa segera mengendalikan situasi saat ini. Karena nampaknya, Gavi sama sekali tidak terlihat ingin membantu. "Hmm Tante, sebenarnya meskipun saya menginap namun saya jamin tidak ada yang terjadi diantara kami-,""sayang," tiba-tiba Gavi menyela. "kamu lupa apa yang terjadi tadi malam?." wajahnya dibuat pura-pura sedih saat mengatakan kalimat tersebut. Terang saja, hal itu membuat Alya panik karena menduga hal yang tidak-tidak telah terjadi diantara mereka."Pak, eh maksud aku, kamu jangan becanda deh hehe. Nanti Mama kamu salah paham.”"Mama nggak akan salah paham. Iya kan, Ma?" sengaja benar Gavi memper erat rangkulannya di pinggang Alya.Amira tentu saja bahagia dengan pemandangan tersebut. Akhirnya dia bisa melihat putranya mulai membuka lembaran baru.Sedangkan Alya, dalam hati lagi-lagi mengucapkan sumpah serapah untuk bossnya yang senang sekali membuat dia terjebak pada situa
Alya masih terus memijat lengannya karena merasa pegal luar biasa. Beruntungnya dia, karena sang Ayah tadi malam mau berbelas kasihan menerima laporan intropeksi diri yang seadanya. Meskipun itu juga dia dapatkan dari duduk bersimpuh selama lebih dari dua jam untuk memohon pada ampun dan keringanan.Apa kalian pikir ayah Alya kejam? Percayalah, bagi Alya tidaklah demikian. Dia tahu, kakeknya dulunya merupakan seorang jendral, sehingga hal tersebut membuat pola didik sang ayah sangat keras sedari kecil.Meskipun dirinya adalah seorang perempuan, namun sedari kecil dia terus dilatih untuk bisa menjadi kuat. Karenanya, jangan heran pula jika Alya memiliki sifat dan sikap yang terbilang lumayan bar-bar.Di sisi lain, Gavi yang sedang duduk kursinya sesekali masih mencuri pandang pada Alya yang sudah lama tidak ia lihat, karena katanya gadis tersebut mendadak mengambil cuti selama satu minggu. "Apa kejadian waktu itu sangat mempengaruhi dia?" batin Gavi.Di tengah rapat, kini pikirannya j
Akibat serangan rasa panik, secara spontan Alya mendorong tubuh Gavi dengan cukup kuat, membuat laki-laki tersebut jatuh ke sisi. Sungguh siapapun yang melihat posisi barusan pasti akan sangat salah paham dan mengira mereka sedang melakukan perbuatan yang tidak-tidak. 'Ah sial, lagi-lagi kesalah pahaman menyebalkan!' geritu Alya sambil mencoba menenangkan detak jantungnya yang berderu akibat 'ketangkap basah'."Sorry. Kami tunggu di luar saja," ujar salah seorang pria sambil berjalan mundur."lanjut saja. Silahkan," sahut yang satunya lagi sambil hendak kembali menutup pintu. Alya bisa menjamin bahwa mereka menyunggingkan sebuah senyuman yang mengejek dirinya. Apa mereka pikir Alya adalah staf perempuan yang sedang menggoda bossnya?! Hell, big no!Namun, berbeda dengan dua laki-laki tadi yang tampak santai dan terkesan menggoda, Laura kini menghujani Alya dengan tatapan penuh kebencian."TUNGGU!," teriak Alya saat pintu hendak tertutup kembali. Buru-buru dia berdiri, "Anda semua sal
Siapapun yang melihat langkah serta ekspresi Alya siang ini, pasti dengan mudah bisa menduga bahwa gadis tersebut sedang diliputi amarah yang sangat besar."Akhirnya hari ini datang juga." Kata Alya pada dirinya sendiri dengan tatapan yang hanya lurus menghujani Dimas.Bahkan panggilan dari teman-temannya sama sekali tidak ia pedulikan. Terang saja mereka dibuat bingung dengan sikap Alya yang tiba-tiba memancarkan aura membunuh."Al-"Tanpa sudi mendengar Dimas menyelesaikan kata, Alya dengan cepat menarik tangan laki-laki tersebut, satu kakinya ia buat maju untuk mematahkan kuda-kuda dimas, dan dalam hitungan sepersekian detik saja dia langsung membanting tubuh Dimas dengan sangat keras di atas trotoar."AAAAAKKH!" suara pekikan terdengar dari banyak orang yang menyaksikan kejadian barusan. Tentu saja mereka kaget dengan keributan dan kekerasan yang tiba-tiba terjadi. Persetan, Alya tidak peduli dengan semua orang yang memandangnya ngeri. Hari ini, dia ingin lepas kendali untuk menu
"Adeeuh, yang habis kencan sama Pak Bos!" Roni buru-buru menggoda Alya yang baru saja sampai di ruang divisi mereka.Laras dan yang lain, kini juga buru-buru mengerubungi meja Alya, "Dari mana Al? sumpah gue penasaran banget! lo beneran kencan sama Pak Bos?""Jangan bilang, cewek yang terlibat skandal itu, beneran Elo ya, Al?" timpal Karin dengan nada yang sangat penasaran. Bahkan, beberapa staff lain kini juga ikut-ikutan kepo menghampiri meja Alya."Bisa gak, satu-satu nanyanya?" akhirnya Alya mulai membuka mulut sambil dengan santai menoyor kepala Karin yang tiba-tiba sudah maju dan dekat sekali dengan wajahnya."Ish, kan kita penasaran Al!" Alya membuang napas pendek, "Ron, lo kalo banyak bacot, nama lo gak bakal gue masukin ke team redaksi berita Haidan ya!" ancam Alya.Lalu, belum sempat Alya kembali membuka mulut memberikan penjelasan, tiba-tiba handphonenya yang ada di atas meja membunyikan nada dering dan menampilkan nama 'Pak Boss' di sana. Seketika, semua orang menatap cu
"Selamat ya, Vania juara dua, lagi." Seorang perempuan yang Alya yakini adalah guru Vania menyerahkan raport pada Gavi."Terimakasih, Bu""Eh, jangan panggil ibu. Saya masih muda Mas. Kayaknya, lebih muda dari Mas? ..""Gavi." Sahut Gavi cepat sambil tersenyum.Guru tadi tersenyum semakin cerah, seolah-olah gayung bersambut. "Saya Zahra," katanya lagi. Kemudian keduanya saling pandang dan saling melempar senyum. Huh dasar Gavi si playboy!"Apakah sudah selesai?" Alya menyela karena kesal dengan basa-basi tidak jelas ini. Bukan karena dia cemburu, tapi karena dia harus melakukan misi penting.Selain itu, sedari tadi yang diajak ngobrol oleh Zahra hanya Gavi seorang. Padahal, dia dan Gavi sama-sama duduk di depan meja guru tersebut.Helloooww, sejak kapan dia jadi invisible?!"Jika sudah selesai, kami pamit undur diri, Bu," kata Alya dengan gerakan berdiri dan berusaha menarik Gavi agar mengikutinya.Zahra menatap kurang suka pada sikap Alya."Bu Zahra, kami permisi dulu ya. Tunangan s
"Vania, kamu sekolah di mana?!"Sedikit kaget dengan pertanyaan yang tiba-tiba dilontarkan oleh Alya dengan penuh semangat, Vania menjawab, "SMA Tutwuri," Gavi menatap bingung pada binar mata Alya yang masih terlihat begitu jelas. Hello? Kemana perginya gadis murung yang sedang bersedih tadi?"Besok kamu pulang jam berapa? Apa Kakak boleh jemput kamu?"Kali ini, kernyitan di dahi Gavi kian dalam. Namun, tentu hal berbeda diperlihatkan oleh Vania. Remaja perempuan tersebut kini nampak tak kalah berbinar dari Alya."Gimana kalau besok, Kakak bantuin aku ambil rapot?""Maksudnya?""Jadi, besok aku ada acara ambil rapot. Tapi, orangtua aku lagi dinas ke luar negeri sampai lusa. Lalu, Tante Amira nanti malam mau nemenin Om Natan kondangan ke Suarabaya. Makanya, niatnya aku ke sini mau minta tolong ke Bang Gavi. Tapi, kayaknya lebih seru kalo Kak Alya aja yang ambilin rapot aku!" Alya langsung mengangguk, menyanggupi permintaan Vania. Baginya, yang terpenting kini dia bisa melihat remaja
Menit-menit berlalu, Gavi masih terus memeluk Alya dan mencoba memberikan ketenangan. Berbeda dengan semua orang yang merasa bingung dan tidak mengerti, mengapa Alya tiba-tiba menghajar Dimas, Gavi tentu sangat tahu alasannya.Saat dia mengatakan, akan membantu Alya jika ada di tempat kejadian, itu bukan sebuah candaan. Jangan lupa, bahwa Gavi belum sempat membuat perhitungan pada orang yang sudah membuat dadanya dijahit.Hingga, pada akhirnya dering telepon Gavi, adalah yang membuat mereka berdua tersadar dan saling menjauhkan badan-melepas pelukan."Hallo, Ma?" Kata Gavi sambil menempelkan benda pipih ke telinganya."Kamu, di mana? Mama lagi di ruangan, kamu""Di rooftop,""Sama, Alya? Tadi mama, mau cari dia ke ruangannya, tapi takut bikin staf lain curiga.""Iya Ma, aku kagi sama Alya," jawab Gavi sambil dengan ringan menggunakan ibu jarinya untuk menghapus jejak air mata yang membasahi pipi Alya.Sungguh, Gavi tidak akan pernah tahu, bahwa perlakuannya barusan, membuat hati Alya
Siapapun yang melihat langkah serta ekspresi Alya siang ini, pasti dengan mudah bisa menduga bahwa gadis tersebut sedang diliputi amarah yang sangat besar."Akhirnya hari ini datang juga." Kata Alya pada dirinya sendiri dengan tatapan yang hanya lurus menghujani Dimas.Bahkan panggilan dari teman-temannya sama sekali tidak ia pedulikan. Terang saja mereka dibuat bingung dengan sikap Alya yang tiba-tiba memancarkan aura membunuh."Al-"Tanpa sudi mendengar Dimas menyelesaikan kata, Alya dengan cepat menarik tangan laki-laki tersebut, satu kakinya ia buat maju untuk mematahkan kuda-kuda dimas, dan dalam hitungan sepersekian detik saja dia langsung membanting tubuh Dimas dengan sangat keras di atas trotoar."AAAAAKKH!" suara pekikan terdengar dari banyak orang yang menyaksikan kejadian barusan. Tentu saja mereka kaget dengan keributan dan kekerasan yang tiba-tiba terjadi. Persetan, Alya tidak peduli dengan semua orang yang memandangnya ngeri. Hari ini, dia ingin lepas kendali untuk menu
Akibat serangan rasa panik, secara spontan Alya mendorong tubuh Gavi dengan cukup kuat, membuat laki-laki tersebut jatuh ke sisi. Sungguh siapapun yang melihat posisi barusan pasti akan sangat salah paham dan mengira mereka sedang melakukan perbuatan yang tidak-tidak. 'Ah sial, lagi-lagi kesalah pahaman menyebalkan!' geritu Alya sambil mencoba menenangkan detak jantungnya yang berderu akibat 'ketangkap basah'."Sorry. Kami tunggu di luar saja," ujar salah seorang pria sambil berjalan mundur."lanjut saja. Silahkan," sahut yang satunya lagi sambil hendak kembali menutup pintu. Alya bisa menjamin bahwa mereka menyunggingkan sebuah senyuman yang mengejek dirinya. Apa mereka pikir Alya adalah staf perempuan yang sedang menggoda bossnya?! Hell, big no!Namun, berbeda dengan dua laki-laki tadi yang tampak santai dan terkesan menggoda, Laura kini menghujani Alya dengan tatapan penuh kebencian."TUNGGU!," teriak Alya saat pintu hendak tertutup kembali. Buru-buru dia berdiri, "Anda semua sal
Alya masih terus memijat lengannya karena merasa pegal luar biasa. Beruntungnya dia, karena sang Ayah tadi malam mau berbelas kasihan menerima laporan intropeksi diri yang seadanya. Meskipun itu juga dia dapatkan dari duduk bersimpuh selama lebih dari dua jam untuk memohon pada ampun dan keringanan.Apa kalian pikir ayah Alya kejam? Percayalah, bagi Alya tidaklah demikian. Dia tahu, kakeknya dulunya merupakan seorang jendral, sehingga hal tersebut membuat pola didik sang ayah sangat keras sedari kecil.Meskipun dirinya adalah seorang perempuan, namun sedari kecil dia terus dilatih untuk bisa menjadi kuat. Karenanya, jangan heran pula jika Alya memiliki sifat dan sikap yang terbilang lumayan bar-bar.Di sisi lain, Gavi yang sedang duduk kursinya sesekali masih mencuri pandang pada Alya yang sudah lama tidak ia lihat, karena katanya gadis tersebut mendadak mengambil cuti selama satu minggu. "Apa kejadian waktu itu sangat mempengaruhi dia?" batin Gavi.Di tengah rapat, kini pikirannya j
Demi bumi dan seluruh isinya, sungguh Alya berusaha memutar cepat ide-ide yang ada di kepala, dia ingin bisa segera mengendalikan situasi saat ini. Karena nampaknya, Gavi sama sekali tidak terlihat ingin membantu. "Hmm Tante, sebenarnya meskipun saya menginap namun saya jamin tidak ada yang terjadi diantara kami-,""sayang," tiba-tiba Gavi menyela. "kamu lupa apa yang terjadi tadi malam?." wajahnya dibuat pura-pura sedih saat mengatakan kalimat tersebut. Terang saja, hal itu membuat Alya panik karena menduga hal yang tidak-tidak telah terjadi diantara mereka."Pak, eh maksud aku, kamu jangan becanda deh hehe. Nanti Mama kamu salah paham.”"Mama nggak akan salah paham. Iya kan, Ma?" sengaja benar Gavi memper erat rangkulannya di pinggang Alya.Amira tentu saja bahagia dengan pemandangan tersebut. Akhirnya dia bisa melihat putranya mulai membuka lembaran baru.Sedangkan Alya, dalam hati lagi-lagi mengucapkan sumpah serapah untuk bossnya yang senang sekali membuat dia terjebak pada situa
"Mau sampai kapan sih kamu kayak gini?!""Seumur hidup"Suara ribut-ribut di luar adalah yang membuat Alya pada akhirnya terbangun dari tidurnya. Begitu membuka mata, satu-satunya hal yang langsung menyerang dirinya adalah rasa panik dan takut. Karena, sadar dia bangun di tempat asing.Alya menyibak selimut untuk memastikan pakaiannya tidak tertanggal dari tubuh, dan untungnya benar, dia masih berpakaian lengkap. Gadis itu lalu memejamkan mata sebentar, mengingat-ingat apa yang telah terjadi padanya, dan betapa murkanya dia saat nama Dimas, keluar dari salah satu laci memorinya, kemudian disusul rentetan kejadian menyebalkan sekaligus mengerikan yang terjadi tadi malam."Dimas, brengsek!" Desisnya. Dia yakin, di luar adalah suara Dimas dan ibunya yang sedang ribut. Apapun yang terjadi hari ini, jangan panggil dia Alya Tifany Pramana, jika dia tidak bisa membuat Dimas terkapar di rumah sakit dan nyaris mati!Dengan gontai dan amarah membuncah Alya mulai melangkahkan kaki, lalu membuka