Sesampainya di rumah, Alya langsung menyalakan ponsel, dia memeriksa semua pesan masuk dari Dimas. Dan benar saja, mantan kekasihnya itu mengirim banyak pesan, yang banyak diantaranya adalah permohonan dan ancaman agar Alya datang ke Beach Club malam ini.
"Ahhhh, sinting! Kenapa sih dulu gue bisa pacaran sama manusia macam dia?!!!" Alya geregetan sendiri dengan tingkah bodohnya di masa lalu. Kini dia terus mondar-mandir, menimbang apakah harus menemui Dimas atau tidak.
Sebenarnya Alya bisa saja mengabaikan Dimas seperti biasa, tapi di sisi lain di takut laki-laki itu akan nekat melakukan ucapannya. Karena segila-gilanya Dimas, sebelumnya dia tidak pernah memberikan ancaman seperti ini. Dia khawatir akan ada orang-orang yang terluka karena rasa acuh tak acuhnya.
"Ah masa bodoh deh, gue pikirin nanti" sekarang sudah pukul 7 malam, setidaknya masih ada waktu satu jam lagi, jika dia ingin menempuh perjalanan ke Beach Club. Meskipun Alya tidak pernah mengunjungi tempat terlarang tersebut, tapi untuk berjaga-jaga dia telah mencari tahu saat tadi dalam perjalanan pulang dari kantor.
Gadis pemilik mata hitam legam tersebut akhirnya memilih untuk segera mandi saja. Mana tahu, di kamar mandi dia bisa mendapatkan solusi dari problem yang membuatnya dilematis ini. Meskipun nyatanya, berlama-lama di kamar mandi juga tidak membuahkan hasil sama sekali.
"Alya," suara Ibu membuat Alya yang sedang melamun di depan cermin sedikit berjingkat kaget. Sesaat kemudian pintu kamarnya terbuka-ibunya melongok dari luar. "cepet turun ke ruang makan, Ayah udah nungguin"
"Iya Bu, bentar Alya beresin nyisir. Nanti ke bawah"
"cepet"
"iya" jawab Alya cuek sambil membiarkan sang Ibu turun lebih dulu ke ruang makan.
Setelah selesai menyisir rambut, Alya dengan cepat berjalan ke arah ruang tempat orang tuanya berada. Karena jika sedikit lebih lama, pasti ayahnya akan langsung memberikan ceramah panjang lebar, dan menyebabkan Alya mimpi buruk.
Ruang makan keluarga Alya terbilang besar, meskipun begitu tetap terasa hangat, karena setiap malam mereka selalu melakukan agenda rutin untuk makan malam bersama.
"Gimana kerjaan kamu, Al"? Ayah membuka suara saat Alya mulai menyendok nasi
"Lancar, Yah"
"Kamu kok ambil nasinya dikit banget?" Ibu menyela karena melihat putrinya nampak lesu dan tidak nafsu makan.
"tadi pulang kantor aku udah makan bareng Bara, Bu"
"sama Caca, juga?" lanjut sang Ibu, menyinggung salah satu sahabat dekat Alya dan Bara.
"nggak, makannya juga deket kantor. Sekalian ngomongin masalah kerjaan"
"ngomongin apa?"
"urusan kerjaan Yah. Nggak boleh bilang-bilang. Rahasia"
"kamu ada masalah hukum apa sampai harus bawa-bawa Bara? Jangan aneh-aneh lho ya Al"
"Ayah ini suudzon mulu deh sama anaknya. Aku cuma minta Bara nyariin bukti apakah pernah ada laporan yang mengatakan dulu Haidan dilaporkan karena masalah pedofilia apa nggak"
Bian-ayah Alya, diam sebentar, mengingat-ingat apakah pernah mendengar masalah ini atau tidak. "Ayah nggak pernah denger kasus itu sih. Kamu harus hati-hati, jangan sampai membuat berita yang menjurus pada fitnah ya Al. Inget, UU ITE Pasal 27 ayat 3-"
"Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik." Penjelasan Pasal 27 ayat (3) berbunyi "Ketentuan pada ayat ini mengacu pada ketentuan pencemaran nama baik dan/atau fitnah yang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)." Alya buru-buru menyela kalimat sang Ayah. Sungguh dia sudah hafal di luar kepala, karena tidak terhitung lagi berapa kali ayahnya mengatakan masalah ini. Di sisi lain, sedari kecil Alya memang dibesarkan dalam lingkungan hukum, karena itu menghafal pasal undang-undang bukan hal baru bagi gadis itu.
"bagus. Jangan cuma dihafal, jadikan pedoman"
"bawel" gerutu Alya.
"Ehhh, ngomong apa barusan?"
"Alya bilang, Ayah ganteng banget dan bijak banget. Makasih ya ayahku sayang atas nasehat baiknya" baik ayah maupun ibu tentu saja tahu bahwa Alya sedang berbohong dan hanya pura-pura bermulut manis.
Meskipun begitu obrolan mereka tetap berlanjut. Ayah masih terus memberikan berbagai macam wejangan yang menurutnya sangat bijak, tapi percayalah bagi Alya itu hanya pembicaraan yang terdengar sangat membosankan. Karena ayahnya, melakukan hal tersebut setiap hari. Ini pula salah satu alasan besar mengapa Alya memilih untuk tidak satu kantor dengan sang Ayah.
"Inget, apapun yang terjadi kita tidak boleh merugikan orang lain. Jangan buat orang yang tidak berdosa jadi menanggung sesuatu yang berat. Hanya karena kelalaian kita Al" sontak Alya langsung menghentikan kunyahan nugget di dalam mulutnya. Kalimat dari sang ayah seperti motivasi dan jawaban yang sangat dia perlukan sedari tadi.
"Benar kata Ayah, selama kita hidup, kita nggak boleh merugikan orang lain. Kalau kita merugikan mereka, bagaimana kita bisa hidup dengan menanggung rasa malu dan tidak tahu diri? Thankyou Ayah" Alya segera berdiri dari duduknya, lalu ngibrit ke kamar. Jelas saja itu adalah kelakuan yang membuat Ayah dan Ibunya bingung.
Beberapa saat kemudian, Alya sudah kembali turun dengan pakaian yang berbeda, dia mengenakan kaos oversize berwarna putih yang dipadukan dengan celana jeans hitam, sneaker putih, dan tas slempang kecil warna hitam kesayangannya.
"Mau ke mana?" tanya Ayahnya bingung saat tiba-tiba Alya melakukan salim.
"Ada urusan penting"
"Urusan apa? Ini udah jam 8"
"Alya gak bisa jelasin, pokoknya penting banget. Assalamualaikum!" jawab Alya sambil lari, dia tahu ayahnya tidak akan mungkin mengizinkannya jika sampai tahu ia pergi ke club. Sungguh, itu adalah tempat haram dalam kamus sang ayah.
"Jam 10 udah harus balik!" Ayah balas berteriak, namun di abaikan oleh Alya.
Menjadi putri semata wayang dari Bian Pramana adalah kehidupan yang keras bagi Alya. Sedari kecil ayahnya mendidik dan menjaganya dengan aturan yang sangat ketat. Maka jangan heran, jika bahkan di usia Alya yang sudah menginjak 25 tahun pun masih diberlakukan jam malam yang sangat ketat.
Alya pikir toh malam ini dia akan menyelesaikan urusannya dengan Dimas, secara cepat. Dia hanya akan mengobrol sebentar dan membuat kesepakatan dengan mantan kekasih sialanya itu. Setelahnya akan langsung pulang. Apapun yang terjadi, malam itu dia harus menyelesaikan semua masalah dari masa lalu.
Berhubung jalanan lumayan macet karena terjadi kebakaran di sebuah ruko yang dilewatinya, al hasil taksi online yang mengantarkan Alya baru sampai Beach Club tepat pukul 21:10. Setelah sampai di depan club, Alya tiba-tiba kembali ragu. Sebenarnya dia tidak tahu pasti apa rencana yang telah disusun Dimas, yang pasti besar kemungkinannya, rencana itu akan merugikan dirinya.
"Masa bodoh deh," Alya mulai melangkahkan kaki ke arah penjaga club yang bertubuh tinggi kekar untuk menunjukan kartu identitas miliknya.
Setelah melewati pemeriksaan, Alya segera masuk dan mulai celingukan mencari Dimas, yang bahkan sampai satu menit lalu masih terus mengirimkan pesan terror. Setelah beberapa saat mencari, akhirnya Alya menemukan Dimas yang masih sedang memegangi ponsel, sepertinya laki-laki itu sedang kembali mengirim pesan padanya.
Di sisi lain, yang Alya tidak sadari adalah, dari meja lain, Gavi sedang memperhatikannya dengan intens. Sejak gadis itu memasuki club, Gavi sudah kaget dan menyadari kehadirannya. Bahkan dari jauh, Gavi bisa melihat betapa tidak nyamannya Alya dengan suara bising dan aroma alcohol yang menyebar di ruangan ini. Hal itu ditunjukan dengan Alya yang mengernyit, sempat menutup telinga, juga hidung.
Setelah sampai di meja Dimas, si gadis langsung ditarik paksa oleh si laki-laki. Nampak sekali jika mantan kekasih Alya tersebut begitu antusias, bahkan sepertinya dia juga tidak begitu menyangka Alya akan benar-benar datang.
"Aku seneng banget kamu mau nemuin aku" Dimas hendak memeluk Alya, namun dengan sigap gadis itu menghindar. "Kalo lo berani macem-macem, gue pastikan tangan sama kaki lo patah" kata Alya penuh ancaman.
Dimas mengambil langkah mundur, membiarkan Alya berjalan menuju kursi yang ada di seberangnya. Dia tahu betul Alya tidak pernah datang ke club, karena itu dia menyimpulkan bhawa Alya pasti masih memiliki perasaan padanya-karena gadis tersebut rela mendatangi tempat seperti ini, untuknya.
Dari tempat duduknya, sekali lagi Alya membuang napas dengan kasar, kini dia sungguh paham kenapa ayahnya melarang ia datang ke tempat seperti ini. Jelas saja karena tempat ini sangat jauh dari kata nyaman! Sambil melirik pada jam tangan yang melingkar di tangannya, Alya segera melanjutkan niat awal yang dia bawa sejak dari rumah. "Gue udah datang, dan sesuai sama janji lo. Lo harus berhenti ngejar-ngejar gue"
Tanpa diduga, Dimas langsung bangkit dari kursinya, memutari meja, dan mengambil posisi duduk tepat di sebelah Alya. Alya yang merasa kaget tentu saja langsung sigap bergeser.
"Al, aku tahu kamu sebenarnya masih sayang sama aku"
"Dimas, please jangan bikin gue ngulang kalimat yang udah gue ulang bertahun-tahun ke belakang"
Mantan kekasih Alya memejamkan mata, Nampak bahwa dirinya sedang mencoba mengendalikan diri. Di tempatnya duduk, sebenarnya Alya masih berperang dengan ketakutannya. Sepemberani apapun dirinya, Alya tetaplah seorang gadis, dia tidak tahu jebakan atau rencana apa yang dibuat oleh Dimas.
"oke, aku tanya sekali lagi sama kamu. Kamu beneran udah nggak ada perasaan apapun sama aku?" kali ini nada bicara lelaki itu terdengar lebih lembut dan normal.
"Maaf Dim," jawab Alya sambil menggeleng. Lalu, tidak diduga respon yang diberikan oleh Dimas justru hanya senyum yang penuh ketenangan.
"Aku paham perasaan kamu. Mulai saat ini, aku akan berhenti buat ganggu kamu. Aku tahu, semua usaha aku toh akan sia-sia. Maafin aku karena udah bikin kamu gak nyaman dan terganggu"
Alya tertegun, 'semudah ini?' batinnya
"aku doain semoga kamu bahagia" di tengah minimnya cahaya, Alya tidak bisa memastikan apakah raut wajah Dimas saat mengatakan kalimat barusan adalah penuh ketulusan atau tidak. Tapi, persetan dengan semua itu. Toh yang paling penting sekarang dia bisa terbebas dari gangguan mantan kekasihnya yang berbahaya.
"Gue juga minta maaf atas semua hal yang gue lakukan ke, Elo. Gue harap, Lo bisa ketemu sama gadis yang baik dan bisa mencintai Lo dengan tulus," Alya berdiri, "jam malam gue udah mau abis," lanjutnya sambil mulai melangkah. Tapi lagi-lagi Dimas menahannya.
"temenin aku sebentar lagi Al, please"
"gue nggak bisa"
"Al, buat yang terakhir kalinya. Anggap saja sebagai tanda perpisahan kita. Aku mohon" desak Dimas penuh permohonan dan pada akhirnya membuat Alya yang pada dasarnya berhati baik, luluh juga.
Alya kembali duduk, namun segera menolak minuman yang diberikan oleh Dimas, "lo tau gue nggak pernah minum alkohol"
"Ini orange juice, Al"
Nampak bahwa Alya tidak percaya, lalu dengan sigap Dimas mengambil satu botol air mineral. "kalua ini gapapa kan?" lagi-lagi Alya tidak merespon, "Al. kamu tahukan segimana cintanya aku sama kamu? Satu-satunya orang di dunia ini yang paling tidak berharap kamu kenapa-napa adalah aku"
Entah apa yang merasuki pikiran Alya, pada akhirnya merasa bahwa kalimat yang dikatakan Dimas terdengar cukup masuk akal. Dia mengulurkan tangan untuk meminta botol air mineral dari Dimas.
"Aku bukain dulu" kata Demas lalu memutar penutup botol dan segera memberikannya pada Alya.
Masih dengan rasa curiganya, Alya dengan ragu-ragu meminum air mineral tersebut. Disisi lain, dia melihat Dimas tidak menunjukan gelagat aneh, sehingga dia memilih untuk mempercayai mantan kekasih gilanya.
Ya, nampaknya Alya sudah gila karena mau mempercayai orang gila macam Dimas. Karena 10 menit setelah minum air mineral tersebut, yang Alya rasanyakan adalah, matanya mulai berat, tubuhnya mulai lemas. Dia tahu ada yang tidak beres dengan badannya, karena itu ia berusaha berdiri, untuk bisa segera meninggalkan club terkutuk ini.
"Sayang, kamu mau ke mana? Temenin aku dulu" meski dalam keadaan seperti itu, namun dengan jelas Alya bisa mendengar nada kemenangan dalam kalimat yang diucapkan oleh Dimas.
"brengsek! Lo campurin apaan ke minuman gue?" dengan lemas Alya mendesis dan mencoba melepaskan cekalan Dimas.
"sesuatu yang bisa bikin kamu jadi milik aku seutuhnya. Yang bikin kamu gak akan lagi ninggalin aku"
"lo, menjebak gue?," Alya sudah hampir kehilangan semua tenaganya, dia bahkan hanya bisa meronta pelan saat Dimas memeluk tubuhnya agar tidak jatuh membentur lantai.
Lalu yang selanjutnya Alya ingat adalah, dia kehilangan kesadaran.
BERSAMBUNG
"Mau sampai kapan sih kamu kayak gini?!""Seumur hidup"Suara ribut-ribut di luar adalah yang membuat Alya pada akhirnya terbangun dari tidurnya. Begitu membuka mata, satu-satunya hal yang langsung menyerang dirinya adalah rasa panik dan takut. Karena, sadar dia bangun di tempat asing.Alya menyibak selimut untuk memastikan pakaiannya tidak tertanggal dari tubuh, dan untungnya benar, dia masih berpakaian lengkap. Gadis itu lalu memejamkan mata sebentar, mengingat-ingat apa yang telah terjadi padanya, dan betapa murkanya dia saat nama Dimas, keluar dari salah satu laci memorinya, kemudian disusul rentetan kejadian menyebalkan sekaligus mengerikan yang terjadi tadi malam."Dimas, brengsek!" Desisnya. Dia yakin, di luar adalah suara Dimas dan ibunya yang sedang ribut. Apapun yang terjadi hari ini, jangan panggil dia Alya Tifany Pramana, jika dia tidak bisa membuat Dimas terkapar di rumah sakit dan nyaris mati!Dengan gontai dan amarah membuncah Alya mulai melangkahkan kaki, lalu membuka
Demi bumi dan seluruh isinya, sungguh Alya berusaha memutar cepat ide-ide yang ada di kepala, dia ingin bisa segera mengendalikan situasi saat ini. Karena nampaknya, Gavi sama sekali tidak terlihat ingin membantu. "Hmm Tante, sebenarnya meskipun saya menginap namun saya jamin tidak ada yang terjadi diantara kami-,""sayang," tiba-tiba Gavi menyela. "kamu lupa apa yang terjadi tadi malam?." wajahnya dibuat pura-pura sedih saat mengatakan kalimat tersebut. Terang saja, hal itu membuat Alya panik karena menduga hal yang tidak-tidak telah terjadi diantara mereka."Pak, eh maksud aku, kamu jangan becanda deh hehe. Nanti Mama kamu salah paham.”"Mama nggak akan salah paham. Iya kan, Ma?" sengaja benar Gavi memper erat rangkulannya di pinggang Alya.Amira tentu saja bahagia dengan pemandangan tersebut. Akhirnya dia bisa melihat putranya mulai membuka lembaran baru.Sedangkan Alya, dalam hati lagi-lagi mengucapkan sumpah serapah untuk bossnya yang senang sekali membuat dia terjebak pada situa
Alya masih terus memijat lengannya karena merasa pegal luar biasa. Beruntungnya dia, karena sang Ayah tadi malam mau berbelas kasihan menerima laporan intropeksi diri yang seadanya. Meskipun itu juga dia dapatkan dari duduk bersimpuh selama lebih dari dua jam untuk memohon pada ampun dan keringanan.Apa kalian pikir ayah Alya kejam? Percayalah, bagi Alya tidaklah demikian. Dia tahu, kakeknya dulunya merupakan seorang jendral, sehingga hal tersebut membuat pola didik sang ayah sangat keras sedari kecil.Meskipun dirinya adalah seorang perempuan, namun sedari kecil dia terus dilatih untuk bisa menjadi kuat. Karenanya, jangan heran pula jika Alya memiliki sifat dan sikap yang terbilang lumayan bar-bar.Di sisi lain, Gavi yang sedang duduk kursinya sesekali masih mencuri pandang pada Alya yang sudah lama tidak ia lihat, karena katanya gadis tersebut mendadak mengambil cuti selama satu minggu. "Apa kejadian waktu itu sangat mempengaruhi dia?" batin Gavi.Di tengah rapat, kini pikirannya j
Akibat serangan rasa panik, secara spontan Alya mendorong tubuh Gavi dengan cukup kuat, membuat laki-laki tersebut jatuh ke sisi. Sungguh siapapun yang melihat posisi barusan pasti akan sangat salah paham dan mengira mereka sedang melakukan perbuatan yang tidak-tidak. 'Ah sial, lagi-lagi kesalah pahaman menyebalkan!' geritu Alya sambil mencoba menenangkan detak jantungnya yang berderu akibat 'ketangkap basah'."Sorry. Kami tunggu di luar saja," ujar salah seorang pria sambil berjalan mundur."lanjut saja. Silahkan," sahut yang satunya lagi sambil hendak kembali menutup pintu. Alya bisa menjamin bahwa mereka menyunggingkan sebuah senyuman yang mengejek dirinya. Apa mereka pikir Alya adalah staf perempuan yang sedang menggoda bossnya?! Hell, big no!Namun, berbeda dengan dua laki-laki tadi yang tampak santai dan terkesan menggoda, Laura kini menghujani Alya dengan tatapan penuh kebencian."TUNGGU!," teriak Alya saat pintu hendak tertutup kembali. Buru-buru dia berdiri, "Anda semua sal
Siapapun yang melihat langkah serta ekspresi Alya siang ini, pasti dengan mudah bisa menduga bahwa gadis tersebut sedang diliputi amarah yang sangat besar."Akhirnya hari ini datang juga." Kata Alya pada dirinya sendiri dengan tatapan yang hanya lurus menghujani Dimas.Bahkan panggilan dari teman-temannya sama sekali tidak ia pedulikan. Terang saja mereka dibuat bingung dengan sikap Alya yang tiba-tiba memancarkan aura membunuh."Al-"Tanpa sudi mendengar Dimas menyelesaikan kata, Alya dengan cepat menarik tangan laki-laki tersebut, satu kakinya ia buat maju untuk mematahkan kuda-kuda dimas, dan dalam hitungan sepersekian detik saja dia langsung membanting tubuh Dimas dengan sangat keras di atas trotoar."AAAAAKKH!" suara pekikan terdengar dari banyak orang yang menyaksikan kejadian barusan. Tentu saja mereka kaget dengan keributan dan kekerasan yang tiba-tiba terjadi. Persetan, Alya tidak peduli dengan semua orang yang memandangnya ngeri. Hari ini, dia ingin lepas kendali untuk menu
Menit-menit berlalu, Gavi masih terus memeluk Alya dan mencoba memberikan ketenangan. Berbeda dengan semua orang yang merasa bingung dan tidak mengerti, mengapa Alya tiba-tiba menghajar Dimas, Gavi tentu sangat tahu alasannya.Saat dia mengatakan, akan membantu Alya jika ada di tempat kejadian, itu bukan sebuah candaan. Jangan lupa, bahwa Gavi belum sempat membuat perhitungan pada orang yang sudah membuat dadanya dijahit.Hingga, pada akhirnya dering telepon Gavi, adalah yang membuat mereka berdua tersadar dan saling menjauhkan badan-melepas pelukan."Hallo, Ma?" Kata Gavi sambil menempelkan benda pipih ke telinganya."Kamu, di mana? Mama lagi di ruangan, kamu""Di rooftop,""Sama, Alya? Tadi mama, mau cari dia ke ruangannya, tapi takut bikin staf lain curiga.""Iya Ma, aku kagi sama Alya," jawab Gavi sambil dengan ringan menggunakan ibu jarinya untuk menghapus jejak air mata yang membasahi pipi Alya.Sungguh, Gavi tidak akan pernah tahu, bahwa perlakuannya barusan, membuat hati Alya
"Vania, kamu sekolah di mana?!"Sedikit kaget dengan pertanyaan yang tiba-tiba dilontarkan oleh Alya dengan penuh semangat, Vania menjawab, "SMA Tutwuri," Gavi menatap bingung pada binar mata Alya yang masih terlihat begitu jelas. Hello? Kemana perginya gadis murung yang sedang bersedih tadi?"Besok kamu pulang jam berapa? Apa Kakak boleh jemput kamu?"Kali ini, kernyitan di dahi Gavi kian dalam. Namun, tentu hal berbeda diperlihatkan oleh Vania. Remaja perempuan tersebut kini nampak tak kalah berbinar dari Alya."Gimana kalau besok, Kakak bantuin aku ambil rapot?""Maksudnya?""Jadi, besok aku ada acara ambil rapot. Tapi, orangtua aku lagi dinas ke luar negeri sampai lusa. Lalu, Tante Amira nanti malam mau nemenin Om Natan kondangan ke Suarabaya. Makanya, niatnya aku ke sini mau minta tolong ke Bang Gavi. Tapi, kayaknya lebih seru kalo Kak Alya aja yang ambilin rapot aku!" Alya langsung mengangguk, menyanggupi permintaan Vania. Baginya, yang terpenting kini dia bisa melihat remaja
"Selamat ya, Vania juara dua, lagi." Seorang perempuan yang Alya yakini adalah guru Vania menyerahkan raport pada Gavi."Terimakasih, Bu""Eh, jangan panggil ibu. Saya masih muda Mas. Kayaknya, lebih muda dari Mas? ..""Gavi." Sahut Gavi cepat sambil tersenyum.Guru tadi tersenyum semakin cerah, seolah-olah gayung bersambut. "Saya Zahra," katanya lagi. Kemudian keduanya saling pandang dan saling melempar senyum. Huh dasar Gavi si playboy!"Apakah sudah selesai?" Alya menyela karena kesal dengan basa-basi tidak jelas ini. Bukan karena dia cemburu, tapi karena dia harus melakukan misi penting.Selain itu, sedari tadi yang diajak ngobrol oleh Zahra hanya Gavi seorang. Padahal, dia dan Gavi sama-sama duduk di depan meja guru tersebut.Helloooww, sejak kapan dia jadi invisible?!"Jika sudah selesai, kami pamit undur diri, Bu," kata Alya dengan gerakan berdiri dan berusaha menarik Gavi agar mengikutinya.Zahra menatap kurang suka pada sikap Alya."Bu Zahra, kami permisi dulu ya. Tunangan s