Share

Chapter 6 - Hukuman Ayah

Demi bumi dan seluruh isinya, sungguh Alya berusaha memutar cepat ide-ide yang ada di kepala, dia ingin bisa segera mengendalikan situasi saat ini. Karena nampaknya, Gavi sama sekali tidak terlihat ingin membantu. "Hmm Tante, sebenarnya meskipun saya menginap namun saya jamin tidak ada yang terjadi diantara kami-,"

"sayang," tiba-tiba Gavi menyela. "kamu lupa apa yang terjadi tadi malam?." wajahnya dibuat pura-pura sedih saat mengatakan kalimat tersebut. Terang saja, hal itu membuat Alya panik karena menduga hal yang tidak-tidak telah terjadi diantara mereka.

"Pak, eh maksud aku, kamu jangan becanda deh hehe. Nanti Mama kamu salah paham.”

"Mama nggak akan salah paham. Iya kan, Ma?" sengaja benar Gavi memper erat rangkulannya di pinggang Alya.

Amira tentu saja bahagia dengan pemandangan tersebut. Akhirnya dia bisa melihat putranya mulai membuka lembaran baru.

Sedangkan Alya, dalam hati lagi-lagi mengucapkan sumpah serapah untuk bossnya yang senang sekali membuat dia terjebak pada situasi sulit serta tidak menyenangkan. Kenapa laki-laki itu senang sekali mempermainkannya?! Sial, lihat saja nanti, dia pasti akan membuat perhitungan nyata!

Untungnya, tidak lama kemudian Alya menyadari sesuatu yang lebih penting, "Oh my god. Kiamat!" ucap Alya kaget dan langsung berbalik menuju kamar tempat tadi dia sadar untuk pertama kali. Di sana dia langsung memungut semua barangnya, dan segera kembali keluar.

Saat sampai di ruang utama lagi, Alya melihat Amira nampak sangat antusias menanyakan beberapa hal pada Gavi. Malang sekali wanita paruh baya tersebut harus menerima kebohongan macam ini. Tapi, sungguh itu bukan hal penting untuk Alya saat ini, karena sebuah bencana besar kini sedang menanti dirinya.

"Tante maaf, saya harus pamit dulu. Karena ada urusan mendesak di rumah."

Nampak sekali ada raut kecewa dari wajah Amira, dia jelas enggan melepaskan Alya pergi begitu saja, ada banyak hal yang masih ingin dia bicarakan dengan gadis tersebut, "Ya sudah kalau begitu. Mungkin, orang tua kamu juga khawatir karena kamu menginap di luar,”

Alya mengangguk, itu dia masalahnya! "saya permisi dulu Tante." pamit Alya.

"Gav, kamu nggak nganterin Alya?"

Baru saja Gavi hendak menjawab, namun Alya buru-buru menyela, "Nggak perlu tante, katanya Pak-eh Mas Gavi masih ada lembur hari ini. Iya kan, Mas?"

Tawa Gavi hampir menyembur saat mendengar tiba-tiba Alya memanggilnya dengan sebutan Mas. Bukannya apa-apa, kentara sekali nadanya sangat kaku dan tidak nyaman. "Iya sayang, aku ada lembur. Maaf  ya, tidak bisa anterin kamu."

Senyum lega seketika langsung tercetak di bibir Alya, dia menggeleng, "Tidak apa-apa. Saya permisi dulu." buru-buru gais tersebut menenteng sepatunya dan menuju pintu.

"Alya, nanti kita ketemu lagi ya!"

"Iya, Tante." sahut Alya yang mendengar teriakan dari mama Gavi. Masa bodo nanti akan bagaimana, yang penting sekarang dia bisa segera meloloskan diri, lalu pulang ke rumah menghadapi hukuman besar yang akan dia terima.

"Ya Allah selamat Alya!" jeritnya dalam hati sambil berlari menuju lift.

Tepat saat lift terbuka, sialnya Alys justru bertemu dengan seseorang yang tidak seharusnya ia temui. “Mampus” gumam Alya pelan.

“Alya?” Kentara sekali ada keheranan yang terlihat jelas pada raut wajah wanita cantik yang mengenakan stelan olahraga tersebut.

“Bu Lau-ra …” Alya sedikit tergagap, “selamat pagi bu. Permisi Bu, saya buru-buru.”

Alya buru-buru masuk dalam lift. Dia takut ketahuan habis pulang dari unit Gavi. Bagaimanapun ia tahu, Laura menyukai Gavi. Bisa tasmat karirnya jika Laura samai tahu kejadian hari ini.

***

Jika tidak salah hitung, ini sudah kali ke 17 Alya menarik napas panjang dan membuangnya. Dia terus melakukan hal tersebut demi bisa mendapatkan ketenangan yang sudah sejak tadi hilang. Perasaan panik dan takutnya bahkan lebih besar ketimbang saat dia sadar dia bangun di kamar asing pagi tadi.

"Ayah beneran di rumah, Pak?" Pak Hendi mengangguk, dari ekspresinya, Alya bisa membaca bahwa situasi rumah tentu sangat jauh dari kata baik-baik saja, "Non, masuk aja. Dari tadi malam Tuan sama Nyonya kebingungan dan nggak tidur. Mereka semua khawatir dan panik nyariin Nona.”

Kali ini, dengan seluruh keberanian yang dia miliki akhirnya Alya, memutuskan untuk melangkahkan kaki masuk ke rumah. Di ruang tamu dia langsung disambut oleh tangisan ibunya.

"Alya! Kamu kemana aja sih? Ibu khawtair banget tahu! Ibu kira kamu kenapa-napa?"

"Alya baik-baik saja kok, Bu" gadis bermata hitam tersebut sebisa mungkin mencoba menenangkan hati ibunya. Dia terus meyakinkan bahwa dirinya benar baik-baik saja.

Suasana haru sudah berakhir, kini Alya sedang duduk berhadapan dengan sang Ayah yang sedari tadi mengetatkan rahangnya, kentara sekali ada amarah besar yang tersimpan dari setiap lekuk wajah ayah.

Pelan, Alya menelan ludahnya demi bisa membasahi kerongkomgan yang terasa kering. Saking tegang dan sunyinya, bahkan Alya bisa mendengar deru napas berat dari sang ayah yang kini mulai menatap dirinya tajam, "Explain." ujar Ayah singkat dan penuh perintah.

Gadis tersebut tergugu di hadapan orang tuanya, otak lincahnya yang biasanya pintar berkilah kini mendadak beku, dia tidak tahu harus mengatakan apa.

Apa yang harus dia jelaskan? Apa dia harus megungkap semua fakta? Tidak, dia masih kasihan pada ibu Dimas yang kini terkena strok, jika Dimas dipenjara siapa yang akan menjaga ibunya?

Lalu, apa dia harus mengatakan bahwa dia menginap di rumah seorang laki-laki? Sinting! Itu sih, namanya bunuh diri.

"ALYA!" bentakan dari sang ayah sontak membuat Alya terlonjak. "nggak mau jelasin?"

"Yah, ada beberapa hal yang nggak bisa selalu Alya, jelasin ke Ayah sama Ibu,"

"udah ngerasa gede kamu? HA?! Sekarang udah ngerasa bisa cari uang sendiri, jadi udah nggak mau lagi dengerin apa kata orang tua?”

Alya tidak ingin menjawab, dia hanya menautkan dua tangannya-sebuah cara yang ia pilih untuk mengontrol emosi.

"Ayah sama Ibu selalu ngajarin kamu buat jadi gadis baik-baik yang bisa menjaga harga diri. Sekarang kamu malah tiba-tiba memberontak bahkan sampai nginep di luar tanpa izin?!"

"Yah-" itu adalah suara Selvi-ibu Alya. Wanita usia 50 tahunan tersebut sedang berusaha membujuk suaminya agar tidak keluar batas.

"Ayah kasih kamu kesempatan sekali lagi buat jelasin semuanya. Dari mana kamu semalam? Tidur di mana kamu?"

"Yah, Alya udah dewasa, udah 25 tahun! Ada beberapa hal di hidup Alya yang nggak lagi bisa Alya ceritain ke Ayah sama Ibu, kaya dulu. Alya juga butuh privacy. Alya punya kehidupan Alya sendiri!"

Bian mengangguk beberapa kali setelah mendengar serentet kalimat dari putrinya barusan. Tapi jangan kalian kira itu adalah anggukan pengertian, bukan sama sekali bukan. "oke, kalo kamu nggak mau ngejelasin. Masuk ke kamar kamu, tulis 100 lembar intropeksi diri. Kalau belum selesai, jangan harap kamu bisa keluar dari kamar kamu"

"YAAAAHH!" Alya berusaha memohon, namun sang Ayah yang berdiri kini menatapnya tajam penuh kemarahan.

"apa mau diganti jadi 100 kali cambuk pakai rotan?" dengan cepat Alya menggeleng lalu lari ke kamarnya yang ada di lantai 2. Percayalah, kalimat yang diucapkan oleh sang ayah bukanlah candaan atau sekedar basa-basi.

Di dalam kamar, Alya langsung membanting tubuh di atas kasur. Dia meninju-ninju kasur dan memberikan sumpah serampah pada Dimas. Sungguh, setelah dia berhasil menyelesaikan hukumannya, dia bersumpah akan langsung mendatangi mantan brengseknya tersebut dan membuat perhitungan!

Alya menatap langit-langit kamarnya, mencoba mencerna setiap kerumitan yang tiba-tiba menimpa hidupnya beberapa waktu ke belakang. Dalam beberapa hari saja tiba-tiba dunianya seperti jungkir balik.

Belum lagi, pikirannya juga masih berkecamuk karena sungguh tidak memiliki clue apapun tentang apa yang terjadi tadi malam. Apa dia sungguh selamat? Maksudnya, baik Dimas maupun Gavi adalah laki-laki dewasa yang mungkin saja akan memanfaatkan kesempatan bukan?

Alya melihat ke area bawahnya. “Apa aku sungguh sudah kehilangan itu? Kenapa rasnya sakit?”

-BERSAMBUNG-

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status