Demi bumi dan seluruh isinya, sungguh Alya berusaha memutar cepat ide-ide yang ada di kepala, dia ingin bisa segera mengendalikan situasi saat ini. Karena nampaknya, Gavi sama sekali tidak terlihat ingin membantu. "Hmm Tante, sebenarnya meskipun saya menginap namun saya jamin tidak ada yang terjadi diantara kami-,"
"sayang," tiba-tiba Gavi menyela. "kamu lupa apa yang terjadi tadi malam?." wajahnya dibuat pura-pura sedih saat mengatakan kalimat tersebut. Terang saja, hal itu membuat Alya panik karena menduga hal yang tidak-tidak telah terjadi diantara mereka. "Pak, eh maksud aku, kamu jangan becanda deh hehe. Nanti Mama kamu salah paham.” "Mama nggak akan salah paham. Iya kan, Ma?" sengaja benar Gavi memper erat rangkulannya di pinggang Alya. Amira tentu saja bahagia dengan pemandangan tersebut. Akhirnya dia bisa melihat putranya mulai membuka lembaran baru. Sedangkan Alya, dalam hati lagi-lagi mengucapkan sumpah serapah untuk bossnya yang senang sekali membuat dia terjebak pada situasi sulit serta tidak menyenangkan. Kenapa laki-laki itu senang sekali mempermainkannya?! Sial, lihat saja nanti, dia pasti akan membuat perhitungan nyata! Untungnya, tidak lama kemudian Alya menyadari sesuatu yang lebih penting, "Oh my god. Kiamat!" ucap Alya kaget dan langsung berbalik menuju kamar tempat tadi dia sadar untuk pertama kali. Di sana dia langsung memungut semua barangnya, dan segera kembali keluar. Saat sampai di ruang utama lagi, Alya melihat Amira nampak sangat antusias menanyakan beberapa hal pada Gavi. Malang sekali wanita paruh baya tersebut harus menerima kebohongan macam ini. Tapi, sungguh itu bukan hal penting untuk Alya saat ini, karena sebuah bencana besar kini sedang menanti dirinya. "Tante maaf, saya harus pamit dulu. Karena ada urusan mendesak di rumah." Nampak sekali ada raut kecewa dari wajah Amira, dia jelas enggan melepaskan Alya pergi begitu saja, ada banyak hal yang masih ingin dia bicarakan dengan gadis tersebut, "Ya sudah kalau begitu. Mungkin, orang tua kamu juga khawatir karena kamu menginap di luar,” Alya mengangguk, itu dia masalahnya! "saya permisi dulu Tante." pamit Alya. "Gav, kamu nggak nganterin Alya?" Baru saja Gavi hendak menjawab, namun Alya buru-buru menyela, "Nggak perlu tante, katanya Pak-eh Mas Gavi masih ada lembur hari ini. Iya kan, Mas?" Tawa Gavi hampir menyembur saat mendengar tiba-tiba Alya memanggilnya dengan sebutan Mas. Bukannya apa-apa, kentara sekali nadanya sangat kaku dan tidak nyaman. "Iya sayang, aku ada lembur. Maaf ya, tidak bisa anterin kamu." Senyum lega seketika langsung tercetak di bibir Alya, dia menggeleng, "Tidak apa-apa. Saya permisi dulu." buru-buru gais tersebut menenteng sepatunya dan menuju pintu. "Alya, nanti kita ketemu lagi ya!" "Iya, Tante." sahut Alya yang mendengar teriakan dari mama Gavi. Masa bodo nanti akan bagaimana, yang penting sekarang dia bisa segera meloloskan diri, lalu pulang ke rumah menghadapi hukuman besar yang akan dia terima. "Ya Allah selamat Alya!" jeritnya dalam hati sambil berlari menuju lift. Tepat saat lift terbuka, sialnya Alys justru bertemu dengan seseorang yang tidak seharusnya ia temui. “Mampus” gumam Alya pelan. “Alya?” Kentara sekali ada keheranan yang terlihat jelas pada raut wajah wanita cantik yang mengenakan stelan olahraga tersebut. “Bu Lau-ra …” Alya sedikit tergagap, “selamat pagi bu. Permisi Bu, saya buru-buru.” Alya buru-buru masuk dalam lift. Dia takut ketahuan habis pulang dari unit Gavi. Bagaimanapun ia tahu, Laura menyukai Gavi. Bisa tasmat karirnya jika Laura samai tahu kejadian hari ini. *** Jika tidak salah hitung, ini sudah kali ke 17 Alya menarik napas panjang dan membuangnya. Dia terus melakukan hal tersebut demi bisa mendapatkan ketenangan yang sudah sejak tadi hilang. Perasaan panik dan takutnya bahkan lebih besar ketimbang saat dia sadar dia bangun di kamar asing pagi tadi. "Ayah beneran di rumah, Pak?" Pak Hendi mengangguk, dari ekspresinya, Alya bisa membaca bahwa situasi rumah tentu sangat jauh dari kata baik-baik saja, "Non, masuk aja. Dari tadi malam Tuan sama Nyonya kebingungan dan nggak tidur. Mereka semua khawatir dan panik nyariin Nona.” Kali ini, dengan seluruh keberanian yang dia miliki akhirnya Alya, memutuskan untuk melangkahkan kaki masuk ke rumah. Di ruang tamu dia langsung disambut oleh tangisan ibunya. "Alya! Kamu kemana aja sih? Ibu khawtair banget tahu! Ibu kira kamu kenapa-napa?" "Alya baik-baik saja kok, Bu" gadis bermata hitam tersebut sebisa mungkin mencoba menenangkan hati ibunya. Dia terus meyakinkan bahwa dirinya benar baik-baik saja. Suasana haru sudah berakhir, kini Alya sedang duduk berhadapan dengan sang Ayah yang sedari tadi mengetatkan rahangnya, kentara sekali ada amarah besar yang tersimpan dari setiap lekuk wajah ayah. Pelan, Alya menelan ludahnya demi bisa membasahi kerongkomgan yang terasa kering. Saking tegang dan sunyinya, bahkan Alya bisa mendengar deru napas berat dari sang ayah yang kini mulai menatap dirinya tajam, "Explain." ujar Ayah singkat dan penuh perintah. Gadis tersebut tergugu di hadapan orang tuanya, otak lincahnya yang biasanya pintar berkilah kini mendadak beku, dia tidak tahu harus mengatakan apa. Apa yang harus dia jelaskan? Apa dia harus megungkap semua fakta? Tidak, dia masih kasihan pada ibu Dimas yang kini terkena strok, jika Dimas dipenjara siapa yang akan menjaga ibunya? Lalu, apa dia harus mengatakan bahwa dia menginap di rumah seorang laki-laki? Sinting! Itu sih, namanya bunuh diri. "ALYA!" bentakan dari sang ayah sontak membuat Alya terlonjak. "nggak mau jelasin?" "Yah, ada beberapa hal yang nggak bisa selalu Alya, jelasin ke Ayah sama Ibu," "udah ngerasa gede kamu? HA?! Sekarang udah ngerasa bisa cari uang sendiri, jadi udah nggak mau lagi dengerin apa kata orang tua?” Alya tidak ingin menjawab, dia hanya menautkan dua tangannya-sebuah cara yang ia pilih untuk mengontrol emosi. "Ayah sama Ibu selalu ngajarin kamu buat jadi gadis baik-baik yang bisa menjaga harga diri. Sekarang kamu malah tiba-tiba memberontak bahkan sampai nginep di luar tanpa izin?!" "Yah-" itu adalah suara Selvi-ibu Alya. Wanita usia 50 tahunan tersebut sedang berusaha membujuk suaminya agar tidak keluar batas. "Ayah kasih kamu kesempatan sekali lagi buat jelasin semuanya. Dari mana kamu semalam? Tidur di mana kamu?" "Yah, Alya udah dewasa, udah 25 tahun! Ada beberapa hal di hidup Alya yang nggak lagi bisa Alya ceritain ke Ayah sama Ibu, kaya dulu. Alya juga butuh privacy. Alya punya kehidupan Alya sendiri!" Bian mengangguk beberapa kali setelah mendengar serentet kalimat dari putrinya barusan. Tapi jangan kalian kira itu adalah anggukan pengertian, bukan sama sekali bukan. "oke, kalo kamu nggak mau ngejelasin. Masuk ke kamar kamu, tulis 100 lembar intropeksi diri. Kalau belum selesai, jangan harap kamu bisa keluar dari kamar kamu" "YAAAAHH!" Alya berusaha memohon, namun sang Ayah yang berdiri kini menatapnya tajam penuh kemarahan. "apa mau diganti jadi 100 kali cambuk pakai rotan?" dengan cepat Alya menggeleng lalu lari ke kamarnya yang ada di lantai 2. Percayalah, kalimat yang diucapkan oleh sang ayah bukanlah candaan atau sekedar basa-basi. Di dalam kamar, Alya langsung membanting tubuh di atas kasur. Dia meninju-ninju kasur dan memberikan sumpah serampah pada Dimas. Sungguh, setelah dia berhasil menyelesaikan hukumannya, dia bersumpah akan langsung mendatangi mantan brengseknya tersebut dan membuat perhitungan! Alya menatap langit-langit kamarnya, mencoba mencerna setiap kerumitan yang tiba-tiba menimpa hidupnya beberapa waktu ke belakang. Dalam beberapa hari saja tiba-tiba dunianya seperti jungkir balik. Belum lagi, pikirannya juga masih berkecamuk karena sungguh tidak memiliki clue apapun tentang apa yang terjadi tadi malam. Apa dia sungguh selamat? Maksudnya, baik Dimas maupun Gavi adalah laki-laki dewasa yang mungkin saja akan memanfaatkan kesempatan bukan? Alya melihat ke area bawahnya. “Apa aku sungguh sudah kehilangan itu? Kenapa rasnya sakit?” -BERSAMBUNG-Alya masih terus memijat lengannya karena merasa pegal luar biasa. Beruntungnya dia, karena sang Ayah tadi malam mau berbelas kasihan menerima laporan intropeksi diri yang seadanya. Meskipun itu juga dia dapatkan dari duduk bersimpuh selama lebih dari dua jam untuk memohon pada ampun dan keringanan.Apa kalian pikir ayah Alya kejam? Percayalah, bagi Alya tidaklah demikian. Dia tahu, kakeknya dulunya merupakan seorang jendral, sehingga hal tersebut membuat pola didik sang ayah sangat keras sedari kecil.Meskipun dirinya adalah seorang perempuan, namun sedari kecil dia terus dilatih untuk bisa menjadi kuat. Karenanya, jangan heran pula jika Alya memiliki sifat dan sikap yang terbilang lumayan bar-bar.Di sisi lain, Gavi yang sedang duduk kursinya sesekali masih mencuri pandang pada Alya yang sudah lama tidak ia lihat, karena katanya gadis tersebut mendadak mengambil cuti selama satu minggu. "Apa kejadian waktu itu sangat mempengaruhi dia?" batin Gavi.Di tengah rapat, kini pikirannya j
Akibat serangan rasa panik, secara spontan Alya mendorong tubuh Gavi dengan cukup kuat, membuat laki-laki tersebut jatuh ke sisi. Sungguh siapapun yang melihat posisi barusan pasti akan sangat salah paham dan mengira mereka sedang melakukan perbuatan yang tidak-tidak. 'Ah sial, lagi-lagi kesalah pahaman menyebalkan!' geritu Alya sambil mencoba menenangkan detak jantungnya yang berderu akibat 'ketangkap basah'."Sorry. Kami tunggu di luar saja," ujar salah seorang pria sambil berjalan mundur."lanjut saja. Silahkan," sahut yang satunya lagi sambil hendak kembali menutup pintu. Alya bisa menjamin bahwa mereka menyunggingkan sebuah senyuman yang mengejek dirinya. Apa mereka pikir Alya adalah staf perempuan yang sedang menggoda bossnya?! Hell, big no!Namun, berbeda dengan dua laki-laki tadi yang tampak santai dan terkesan menggoda, Laura kini menghujani Alya dengan tatapan penuh kebencian."TUNGGU!," teriak Alya saat pintu hendak tertutup kembali. Buru-buru dia berdiri, "Anda semua sal
Siapapun yang melihat langkah serta ekspresi Alya siang ini, pasti dengan mudah bisa menduga bahwa gadis tersebut sedang diliputi amarah yang sangat besar."Akhirnya hari ini datang juga." Kata Alya pada dirinya sendiri dengan tatapan yang hanya lurus menghujani Dimas.Bahkan panggilan dari teman-temannya sama sekali tidak ia pedulikan. Terang saja mereka dibuat bingung dengan sikap Alya yang tiba-tiba memancarkan aura membunuh."Al-"Tanpa sudi mendengar Dimas menyelesaikan kata, Alya dengan cepat menarik tangan laki-laki tersebut, satu kakinya ia buat maju untuk mematahkan kuda-kuda dimas, dan dalam hitungan sepersekian detik saja dia langsung membanting tubuh Dimas dengan sangat keras di atas trotoar."AAAAAKKH!" suara pekikan terdengar dari banyak orang yang menyaksikan kejadian barusan. Tentu saja mereka kaget dengan keributan dan kekerasan yang tiba-tiba terjadi. Persetan, Alya tidak peduli dengan semua orang yang memandangnya ngeri. Hari ini, dia ingin lepas kendali untuk menu
Menit-menit berlalu, Gavi masih terus memeluk Alya dan mencoba memberikan ketenangan. Berbeda dengan semua orang yang merasa bingung dan tidak mengerti, mengapa Alya tiba-tiba menghajar Dimas, Gavi tentu sangat tahu alasannya.Saat dia mengatakan, akan membantu Alya jika ada di tempat kejadian, itu bukan sebuah candaan. Jangan lupa, bahwa Gavi belum sempat membuat perhitungan pada orang yang sudah membuat dadanya dijahit.Hingga, pada akhirnya dering telepon Gavi, adalah yang membuat mereka berdua tersadar dan saling menjauhkan badan-melepas pelukan."Hallo, Ma?" Kata Gavi sambil menempelkan benda pipih ke telinganya."Kamu, di mana? Mama lagi di ruangan, kamu""Di rooftop,""Sama, Alya? Tadi mama, mau cari dia ke ruangannya, tapi takut bikin staf lain curiga.""Iya Ma, aku kagi sama Alya," jawab Gavi sambil dengan ringan menggunakan ibu jarinya untuk menghapus jejak air mata yang membasahi pipi Alya.Sungguh, Gavi tidak akan pernah tahu, bahwa perlakuannya barusan, membuat hati Alya
"Vania, kamu sekolah di mana?!"Sedikit kaget dengan pertanyaan yang tiba-tiba dilontarkan oleh Alya dengan penuh semangat, Vania menjawab, "SMA Tutwuri," Gavi menatap bingung pada binar mata Alya yang masih terlihat begitu jelas. Hello? Kemana perginya gadis murung yang sedang bersedih tadi?"Besok kamu pulang jam berapa? Apa Kakak boleh jemput kamu?"Kali ini, kernyitan di dahi Gavi kian dalam. Namun, tentu hal berbeda diperlihatkan oleh Vania. Remaja perempuan tersebut kini nampak tak kalah berbinar dari Alya."Gimana kalau besok, Kakak bantuin aku ambil rapot?""Maksudnya?""Jadi, besok aku ada acara ambil rapot. Tapi, orangtua aku lagi dinas ke luar negeri sampai lusa. Lalu, Tante Amira nanti malam mau nemenin Om Natan kondangan ke Suarabaya. Makanya, niatnya aku ke sini mau minta tolong ke Bang Gavi. Tapi, kayaknya lebih seru kalo Kak Alya aja yang ambilin rapot aku!" Alya langsung mengangguk, menyanggupi permintaan Vania. Baginya, yang terpenting kini dia bisa melihat remaja
"Selamat ya, Vania juara dua, lagi." Seorang perempuan yang Alya yakini adalah guru Vania menyerahkan raport pada Gavi."Terimakasih, Bu""Eh, jangan panggil ibu. Saya masih muda Mas. Kayaknya, lebih muda dari Mas? ..""Gavi." Sahut Gavi cepat sambil tersenyum.Guru tadi tersenyum semakin cerah, seolah-olah gayung bersambut. "Saya Zahra," katanya lagi. Kemudian keduanya saling pandang dan saling melempar senyum. Huh dasar Gavi si playboy!"Apakah sudah selesai?" Alya menyela karena kesal dengan basa-basi tidak jelas ini. Bukan karena dia cemburu, tapi karena dia harus melakukan misi penting.Selain itu, sedari tadi yang diajak ngobrol oleh Zahra hanya Gavi seorang. Padahal, dia dan Gavi sama-sama duduk di depan meja guru tersebut.Helloooww, sejak kapan dia jadi invisible?!"Jika sudah selesai, kami pamit undur diri, Bu," kata Alya dengan gerakan berdiri dan berusaha menarik Gavi agar mengikutinya.Zahra menatap kurang suka pada sikap Alya."Bu Zahra, kami permisi dulu ya. Tunangan s
"Adeeuh, yang habis kencan sama Pak Bos!" Roni buru-buru menggoda Alya yang baru saja sampai di ruang divisi mereka.Laras dan yang lain, kini juga buru-buru mengerubungi meja Alya, "Dari mana Al? sumpah gue penasaran banget! lo beneran kencan sama Pak Bos?""Jangan bilang, cewek yang terlibat skandal itu, beneran Elo ya, Al?" timpal Karin dengan nada yang sangat penasaran. Bahkan, beberapa staff lain kini juga ikut-ikutan kepo menghampiri meja Alya."Bisa gak, satu-satu nanyanya?" akhirnya Alya mulai membuka mulut sambil dengan santai menoyor kepala Karin yang tiba-tiba sudah maju dan dekat sekali dengan wajahnya."Ish, kan kita penasaran Al!" Alya membuang napas pendek, "Ron, lo kalo banyak bacot, nama lo gak bakal gue masukin ke team redaksi berita Haidan ya!" ancam Alya.Lalu, belum sempat Alya kembali membuka mulut memberikan penjelasan, tiba-tiba handphonenya yang ada di atas meja membunyikan nada dering dan menampilkan nama 'Pak Boss' di sana. Seketika, semua orang menatap cu
"Gue sih nggak percaya, Haidan beneran terlibat skandal macam begitu!" Laras yang terkenal sebagai fans garis keras Haidan bersikukuh dengan opininya. Sedangkan Alya yang ada di tempat duduknya, hanya memilih memutar bola mata-malas meladeni perdebatan tidak berfaedah itu.Suasana kantor majalah Potret sedari pagi Sudah terlihat ramai. Maklum saja, belakangan ini ada begitu banyak selebriti yang terlibat skandal, dan tentu saja hal itu membuat pekerjaan mereka bertambah.Majalah Potret adalah sebuah media online yang berfokus pada berita selebriti, dan di Negara Celandia memangnya siapa yang tidak tahu bahwa 'Badan Intelijen Gossip' milik majalah potret adalah yang paling handal dalam membongkar skandal public figure?"Alya, lo udah dapet materi baru soal Haidan?" Karin bertanya santai pada Alya yang Nampak sibuk menekuri komputernya-dia sedang mencari bukti lama yang bisa menguatkan dugaannya tentang skandal terbaru penyanyi senior Negara Celandia – Haidan, yang diduga mengencani ana