“BERAPA KALI ARUNA BILANG, ARUNA TIDAK MAU!” Suara gadis itu menggelegar di ruang makan. Dia hanya menyentuh dua sendok nasi dan langsung tidak berselera makan. Lagipula kenapa ayahnya itu membicarakan perjodohan saat makan seperti ini?
“Sayang … kamu cobalah berkenalan dulu dengan dia, ya?” Suara laki-laki paruh baya itu tampak melas. Dia juga terlihat sedikit pucat. Bukan, laki-laki itu bukan tengah sekarat dan mengharapkan segera menimang cucu. Pria dengan nama Danurdara itu baru saja memberanikan diri bicara pada anak sematawayangnya tentang perjodohan setelah dimarahi habis-habisan oleh sang istri. Bukan tanpa alasan, laki-laki itu baru saja melakukan kesalahan yang membuat hartanya terkuras hanya dalam satu malam.
“Kamu tidak punya kekasih, kan?” bujuk ayahnya lagi.
“Iya, tapi usia Runa masih 24 tahun, perjalanan Runa masih panjang dan tidak mau menikah!” ujar gadis itu semakin ketus. Dia mencoba mencari pembelaan ibunya, tapi wanita anggun itu hanya diam dan melirik ayahnya dengan tatapan kesal.
Danurdara adalah sebuah keluarga yang cukup terpandang. Ia memiliki bisnis properti yang sudah lama menjadi turun temurun. Meski begitu, popularitasnya belum setara dengan konglomerat lain di negara ini. Beberapa minggu yang lalu, Danurdara hadir dalam sebuah pertemuan antarkepala keluarga pengusaha. Karena jengah dengan omong besar pada konglomerat sepanjang malam, Danurdara jadi terpancing dan ingin menyombongkan diri.
“Aku akan menang tender dengan perusahaan asing, aku berani jamin 95 persen proyek besar itu akan menjadi milikku! Jika ada yang berhasil merebutnya, aku akan siap memberikan apa pun yang kalian mau!” ujarnya sombong. Para kepala keluarga yang lain tampak tertarik, jika beruntung mereka bisa bekerja sama. Wajah Danurdara tampak yakin tidak akan ada yang bisa mengalahkannya di proyek ini. Dia merasa di atas angin.
Sayangnya, masih ada peluang lima persen yang tidak dihitung Danurdara. Laki-laki itu rupanya telah kalah. Beberapa hari kemudian di pertemuan yang serupa, ada laki-laki yang usianya tak jauh beda darinya memegang sebuah cek sebagai bukti kontrak. Wajah Danurdara berubah sangat pucat. Penyesalan memang datang belakangan. Dia tidak tahu bagaimana nasib dirinya keluarga ini. Pemenang tender yang sebenarnya adalah keluarga Johnson. Sangat tidak masuk akal bagi Danurdara karena keluarga Johnson adalah pemilik bisnis di bidang ekspor impor. Meski skalanya sudah multinasional, urusan properti Johnson masih terbilang kecil. Kenapa keluarga yang sudah menjadi jajaran top pengusaha itu masih tertarik dengan taruhannya?
“Bagaimana, Danurdara? Sudah siap memberikan yang saya mau?” Senyum kepala keluarga Johnson membuat Danurdara ngeri. Dia takut mendengar keinginan keluarga yang sudah memiliki segalanya itu. Apakah dia orang yang tamak?
“Aku mau 95 persen saham perusahaan Danurdara,” ujar Johnson sambil tersenyum. Semua kepala keluarga tampak terkejut dan ikut pucat. Bagaimana bisa memberikan 95 persen saham? Bukankah itu berarti kepemilikan perusahaan juga hampir berubah?
“M-mana bisa begitu, 95 persen itu angka yang mustahil!” jawab Danurdara panik.
“Oh? Bukankah kemarin kau berjanji akan memberikan apa pun yang diminta oleh si pemenang?” Johnson tertawa menatap kepala keluarga lain sebagai tanda meminta persetujuan. Para pengusaha lain ikut berbisik-bisik. Ucapan Danurdara kemarin memang begitu.
“T-tapi ….”
“Aku menyisakan lima persen, sama seperti kesempatanku untuk merebut proyek itu darimu. Cukup, kan?” ujar Johnson masih dengan senyumannya. Danurdara tampak lemas dan pucat. Bagaimana dia akan menyampaikan ini pada anak dan istrinya di rumah?
“Dan aku ingin satu lagi ….” Johnson tampak sedang berpikir. Para keluarga lain mulai ikut riuh, sebab tidak bisa membayangkan usaha yang telah diperjuangkan sepanjang hidup bisa habis dalam waktu satu malam.
“Anak perempuanmu itu lumayan cantik, kan? Aku mau dia,” ucap kepala keluarga Johnson tanpa rasa bersalah.
“HAH? Tidak mungkin aku memberikan Aruna padamu!” Danurdara setengah berteriak. Ruangan yang harusnya menjadi tempat pertemuan berkelas itu langsung menjadi sengit.
“Tidak, bukan untukku. Aku belum segila itu untuk meminta anakmu untukku. Aku mau kau menikahkan anakmu itu dengan anak pertamaku, Sean,” ucapnya sedikit terkekeh.
“Apa? Kenapa?” Danurdara terkejut. Kenapa tiba-tiba ingin anaknya dijodohkan? Bukankah kalau begini terdengar seperti pernikahan bisnis yang menguntungkan? Setelah dipikir lagi, akan sangat tidak menguntungkan baginya kalau nama kepemilikan saham berubah dan harus kehilangan puterinya. Danurdara sudah mengenal anak pertama keluarga Johnson. Laki-laki itu sering ikut atau bahkan menggantikan ayahnya untuk hadir ke beberapa pertemuan. Sebenarnya, dia yakin hidup anak perempuan sematawayangnya itu akan terjamin jika hidup bersama keluarga Johnson. Namun, Danurdara tidak yakin gadis cantiknya itu akan bahagia.
“Kau tidak perlu tahu alasannya, tapi aku harap kau bisa menyampaikan pada istri dan anakmu tentang pernikahan ini. Aku akan mengirim pengacara, sekretaris, dan notarisku ke kantormu minggu depan, persiapkanlah apa pun yang kau butuhkan,” ujar Johnson langsung meninggalkan ruangan yang membuat Danurdara semakin pening.
Jadilah dia membicarakan dengan istrinya tentang apa yang terjadi. Meski berakhir dipukuli istrinya karena gemas dan kesal, istrinya itu menangis. Dia tidak bisa membayangkan anaknya yang bahkan belum bekerja di kantornya secara resmi harus terpaksa di jodohkan. Mereka menebak bahwa gadis itu tidak akan mau. Dan kenyataannya memang begitu.
“Menikah dengan siapa tadi? Keluarga Johnson? Kami bahkan tidak saling mengenal. Apa-apaan, sih?!” Gadis dengan nama Aruna itu semakin ingin mengamuk. Danurdara dan istrinya memilih tidak membicarakan alasan perjodohan mereka dengan jujur karena takut gadis itu panik akan kondisi keluarga. Minimal jika dengan Johnson, Aruna tidak akan susah, begitu pikir mereka.
“Coba kamu bertemu dulu, kami akan mengatur beberapa pertemuan, ya?” ujar ayahnya lagi. Aruna berdecak keras dan memilih pergi ke kamarnya. Dia benar-benar kesal dan ingin meluapkan emosinya di kamar, dengan menangis.
Sebenarnya Aruna sudah pernah bertemu dengan laki-laki yang bernana Ocean Mallory Johnson itu. Mereka pernah hadir di acara peluncuran aplikasi yang mengundang para kepala keluarga pengusaha, tapi laki-laki itu tidak meninggalkan kesan yang bagus padanya. Dia adalah laki-laki yang jarang bicara dan senyumannya hanyalah senyuman bisnis. Usianya mungkin sudah 32 tahun, terpaut delapan tahun dengan Aruna. Laki-laki yang biasa dipanggil Sean itu tinggi dengan struktur badan yang proporsional, tampan, dan terlihat pintar. Sayangnya semua kelebihan itu berbanding terbalik dengan cara bicaranya yang dingin dan tidak menyenangkan. Gadis itu tidak bisa membayangkan menikah dengan orang yang bukan tipenya itu.
“Kenapa tiba-tiba membahas pernikahan, sih? Lagipula si Ocean Sean itu mana mungkin tidak punya pacar!” Aruna menghentak-hentakkan kakinya kesal. Dia sangat bingung karena orang tuanya yang tidak pernah membicarakan pernikahan sedikitpun tiba-tiba menyuruhnya menikah.
“Apa tadi katanya? Mau bertemu beberapa kali lalu menikah? Dih, si Johnson itu tidak mungkin suka denganku. Memangnya mau kalau aku tinggal di rumahnya dan tersiksa selamanya?” ujar gadis itu masih bergumam sendiri. Kalau di pikir lagi, perusahaan Johnson adalah dambaan semua orang. Menikah dengan putra pertama sekaligus calon penerus perusahaan itu bukanlah hal yang buruk. Apalagi menggabungkan dua perusahaan besar, mereka bisa saja menjadi penguasa bisnis di sana.
“Tapi kenapa tiba-tiba ya? Apakah aku dijual karena perusahaan ayah bangkrut?” gumam gadis itu, namun segera menggeleng kencang.
“Ah tidak mungkin, lagipula kalau benar bangkrut mereka tidak akan memintaku yang menikah.” Gadis itu mengangkat bahu dan memilih merebahkan badannya ke kasur. Tidak mungkin dirinya akan menikah. Dia belum siap.
Aruna Danurdara adalah gadis manis berusia 24 tahun. Gadis itu sedang melakukan internship di kantornya karena belum memiliki pengalaman bekerja sejak kuliah. Gadis yang kerap disapa Aruna itu menggambil jurusan management bisnis. Meski secara hak dia bisa saja langsung menjadi bos karena bekerja di kantor ayahnya sendiri, gadis itu tidak mau melakukannya. Dia sadar diri kemampuan implementasinya pada proyek yang sesungguhnya masih sangat kurang meskipun dirinya adalah lulusan terbaik saat kuliah. Jadilah dia menjadi anak magang di kantornya. Rekan-rekan kantor Aruna tentu tahu kalau gadis itu adalah anak pemilik perusahaan, tapi mereka tetap baik dan mengajari Aruna sesuai dengan standar kantor.
Aruna senang bekerja dengan orang-orang di kantornya. Terkadang dia bimbang, dia ingin mengembangkan sayapnya ke perusahaan lain dan belajar lebih banyak di luar. Aruna sadar ada beberapa orang yang baik padanya karena dia adalah anak pemilik perusahaan. Jadi dia berusaha mencari pengalaman dulu, lalu bekerja di tempat orang lain untuk mencari pengalaman lain. Gadis itu pernah mengungkapkan pikiran itu pada orang tuanya, dan mereka terus mendukung anaknya. Orang tua gadis cantik itu adalah orang yang sangat supportive dan tidak pernah memaksakan kehendak anaknya. Karena itulah Aruna bingung ketika tiba-tiba dijodohkan dengan orang yang bahkan hanya pernah dia temui sekali.
“Kalau aku bilang ingin lanjut kuliah Master’s Degree, apakah mereka tetap menyuruhku untuk menikah ya?” Aruna menghela napas dan mulai membuka laptopnya. Tujuannya adalah mencari informasi tempat kuliah, biaya pendaftaran, dan lain sebagainya. Menikah sama sekali tidak masuk ke dalam wishlist yang harus dilakukan Aruna saat usia 24 tahun. Gadis itu berniat kabur.
Seminggu berlalu, Danurdara benar-benar seperti siap mati berdiri. Johnson benar-benar mengirim orang kepercayaannya ke kantornya untuk menagih janji atas kesombongan Danurdara. Tidak ada keributan di kantor, yang orang-orang tahu dua perusahaan besar itu hanya akan bekerja sama. “Bagaimana? Sudah siap tanda tangan kontrak, Tuan Danurdara?” Suara sekretaris Johnson terdengar semakin mendesak. Pasalnya dari tadi Danurdara hanya berputar-putar di tempatnya karena kebingungan. “Tapi pemegang saham Danurdara kan ada beberapa orang, dan mereka belum mau memberikannya lagi pada kami.” Kini suara istri Danurdara yang terdengar. Ibu kesayangan Aruna itu memutuskan ikut ke kantor untuk mengetahui kondisi yang sebenarnya. “Kami sudah bilang, Johnson siap membeli dengan harga yang lebih tinggi. Jadi bisa dibilang kami ingin membeli saham selain yang kalian pegang sendiri,” ucap sekretarisnya lagi tampak lelah. Ini sudah lebih dari dua jam dia di perusahaan Dan
Suasana di luar ruangan Danurdara tampak riuh. Mereka mulai bergosip tentang kemungkinan-kemungkinana yang terjadi karena tiba-tiba perwakilan perusahaan Johnson datang. Tadi pagi, bagian resepsionis di luar tampak bingung karena ada tamu yang tidak terjadwal. Sekretaris Danurdara sendiri yang akhirnya menyusul rombongan Johnson yang datang. Jadilah berita itu menyebar dengan cepat. “Runa, kamu sungguh tidak tahu apa yang terjadi?” bisik salah satu rekan kerjanya yang duduk di sebelah kursi gadis manis itu. “Tidak tahu.” Aruna juga menjawab dengan wajah serius dan terlihat sedikit khawatir. Pasalnya hampir tiap malam orang tuanya menyuruh gadis itu untuk berkenalan dengan anak laki-laki keluarga Johnson, tapi hari ini mereka malah datang ke kantornya. Aruna merasa ada masalah yang harus dia tahu. “Menurutmu apa yang akan terjadi?” tanya temannya lagi pada Aruna. Dia adalah baru di kantornya yang umurnya tidak jauh dari Aruna, jadi mereka berteman.
Wajah Aruna memerah ketika sampai di rumahnya. Gadis itu membersihkan diri dan merapikan kamar besarnya sambil terus-terusan tersenyum lega. Sepertinya hal buruk tidak akan menimpanya jika dia berhasil memberanikan diri. Gadis itu bermain ponselnya sejenak sebelum turun untuk makan malam bersama keluarganya. Tradisi makan malam di keluarga Danurdara memang seperti itu. Mereka ingin agar suasana keluarga tampak harmonis dan selalu akur. Saat sesi makanlah mereka akan mendiskusikan masalah-masalah. Mulai dari cerita di sehari-hari, masalah kantor, dan lain sebagainya. Ruang makan keluarga Danurdara seolah menjadi tempat konsultasi. Aruna menyukai kebiasaan itu, karena itu membuatnya yang anak tunggal jadi memiliki teman untuk berbagi cerita di rumah. Aruna sudah hidup dengan kebiasaan itu sejak lama, jadilah dia anak yang terbuka dekat dengan kedua orang tuanya. “Bagaimana perkenalanmu dengan Sean tadi, Sayang?” tanya sang ibu setelah melihat anak gadisnya yang c
“Oh, ya? Proyek apa?” Aruna antusias bertanya sambil tersenyum. Gadis itu mengenakan riasan yang sedikit mencolok dibandingkan dengan kemarin. Bibir dan pipinya yang kemerahan sangat cocok dengan wajah putihnya yang ceria. Gadis itu menggerai rambut panjangnya dan mengenakan baju putih dilengkapi vest berwarna biru tua serta celana denim yang tidak ketat. Gadis itu akan ikut dalam kerja lapangan hari ini, jadi dia memakai pakaian yang enak dipakai di luar ruangan. “Nanti ayahmu pasti akan bercerita setelah proyek ini deal,” ujar Sean tersenyum kecil lagi. Gadis yang tingginya hanya mencapai dadanya itu sebenarnya tampak menarik, apalagi wajahnya yang terlihat antusias. Namun Ocean segera sadar dan memudarkan senyumnya. Aruna tidak lebih dari sekedar anak-anak yang baru menginjak dewasa dan senang belajar, tidak ada menariknya. Setelah beberapa percakapan pendek lagi, Aruna akhirnya pamit untuk masuk ke ruang kerjanya. Gadis itu juga menyilakan dua tamu itu untu
“Jadi begitu, saya ingin Ocean dan Aruna dapat saling mengenal lebih jauh dulu,” ujar Kepala keluarga Johnson tersenyum setelah sesi makan malam selesai. Danurdara juga tersenyum mengangguk, berpura-pura ramah. Laki-laki itu memikirkan sebenarnya apa yang direncanakan Johnson sampai bertingkah sejauh ini. Sore tadi, Johnson tiba-tiba meneleponnya dan mengatakan ingin datang berkunjung. Danurdara awalnya menolak karena tahu yang akan dibahas adalah tekait pernikahan anaknya. Tapi Johnson memaksa dan mengatakan Aruna dan Sean harus saling mengenal lebih dulu. Ini adalah langkah awal perkenalan mereka. “Pernikahan dua keluarga besar pasti akan sangat menguntungkan bagi kita. Saya merasa kalau anak saya ini sudah cukup umur dan harus menikah. Danurdara juga harus memiliki penerus perusahaan, kan? Bukankah ini adalah sebuah kesempatan untuk menggabungkan perusahaan kita?” tawar Johnson meyakinkan. “Saya sebenarnya masih bingung kenapa tiba-tiba kalian me
“Wajahmu kenapa ditekuk seperti itu?” tanya Celine setelah duduk di kursi kerjanya, mereka baru pulang dari makan siang di café kantornya.“Aku pusing sekali.” Aruna ikut duduk sambil mengelus kepalanya.“Kamu sakit? Apa tadi salah makan?” Celine tampak panik melihat wajah rekan sebelah mejanya yang pucat.“Tidak tau, aku kan hanya makan salad dan minum kopi?” Gadis itu sekarang memegang perutnya.“Sebaiknya kamu pergi ke ruang perawatan, wajahmu benar-benar pucat sekarang.” Celine memilih menggandeng gadis itu keluar ruangan. Banyak yang bertanya apa yang terjadi, tapi Celine hanya menjawab dengan anak magang ini butuh perawatan.Kabar Aruna yang sedang sakit terdengar sampai ke ruang CEO. Ayahnya tentu saja langsung menuju ruang perawatan khusus staf untuk mengunjungi puteri kesayangannya.“Apa yang terjadi?” tanya laki-laki itu panik.“Mungkin Aruna hanya kelelahan, Ayah,” jawab gadis itu tersenyum. Danurdara tampak cemas, pasalnya anaknya itu tergolong mudah sakit. Tapi mengingat