Suasana di luar ruangan Danurdara tampak riuh. Mereka mulai bergosip tentang kemungkinan-kemungkinana yang terjadi karena tiba-tiba perwakilan perusahaan Johnson datang. Tadi pagi, bagian resepsionis di luar tampak bingung karena ada tamu yang tidak terjadwal. Sekretaris Danurdara sendiri yang akhirnya menyusul rombongan Johnson yang datang. Jadilah berita itu menyebar dengan cepat.
“Runa, kamu sungguh tidak tahu apa yang terjadi?” bisik salah satu rekan kerjanya yang duduk di sebelah kursi gadis manis itu.
“Tidak tahu.” Aruna juga menjawab dengan wajah serius dan terlihat sedikit khawatir. Pasalnya hampir tiap malam orang tuanya menyuruh gadis itu untuk berkenalan dengan anak laki-laki keluarga Johnson, tapi hari ini mereka malah datang ke kantornya. Aruna merasa ada masalah yang harus dia tahu.
“Menurutmu apa yang akan terjadi?” tanya temannya lagi pada Aruna. Dia adalah baru di kantornya yang umurnya tidak jauh dari Aruna, jadi mereka berteman.
“Apa ya? Mungkinkah mereka melakukan kerja sama?” gumam Aruna.
“Kamu kenapa terlihat khawatir begitu?” Aruna memang tidak bisa berbohong dengan wajah ayunya. Gadis itu terlihat semakin pucat dan panik. Bahkan jika dibandingkan harus presentasi proyek baru atau menaikkan sales produk, kondisi sekarang lebih membuatnya panik.
“Bagaimana ya? Tiap kita ada rapat divisi atau bahkan personal dari ayah, Johnson tidak pernah disebut di dalamnya. Kami tidak pernah memikirkan akan melakukan kerjasama dengan pihak Johnson. Bukankah ini aneh?” tanya Aruna. Meski isi kepalanya bukan itu, setidaknya tidak akan terjadi keributan jika tidak ada yang tahu tentang rencana perjodohannya.
“Benar juga, kenapa ya mereka datang ke sini?” gumam rekan Aruna, gadis itu bernama Celine.
“Duh aku tidak tahu! Sebentar lagi makan siang, bukankah lebih baik kita pikirkan menu makan siang saja?” tanya Aruna membuka ponselnya untuk memeriksa aplikasi pesan antar makanan. Gadis di meja sebelah setuju dan segera menyelesaikan pekerjaannya lalu bergabung dengan Aruna mencari menu makanan.
Celine adalah salah satu yang membuat Aruna senang menjalani magang di kantornya. Sebab gadis yang usianya 25 tahun itu sudah mengenal Aruna lebih dulu. Mereka dulu pernah menjadi teman di salah satu komunitas pemerhati bisnis. Mereka berkenalan karena Celine akan melakukan pertukaran pelajar ke kampus Aruna di luar negeri. Lalu mereka pernah berkeliling bersama selama beberapa hari. Setelah itu, mereka tidak pernah bertemu lagi dan hanya menanyakan kondisi melalui media sosial. Seolah sudah jalannya, rupanya Celine bekerja di kantor Danurdara dan bertemu Aruna si anak magang. Celine baru tahu kalau Aruna adalah anak pengusaha sukses setelah mendengar gosip di kantor. Padahal menurut gadis itu, Aruna seperti tidak menunjukkan kalau dirinya kaya raya saat bertemu dulu.
Perhatian mereka teralih ke arah pintu masuk ruang divisi saat jam istirahat makan siang berbunyi. Para staf langsung berdiri dan menyapa ramah. Pasalnya kini ada Danurdara, istrinya, dan beberapa orang di belakangnya. Itu adalah para staf perusahaan Johnson, mereka sedang berpura-pura melakukan kunjungan dan pengenalan kantor. Di sudut sana, wajah Aruna tampak semakin bingung.
“Selamat makan siang semuanya, ini beberapa staf dari perusahaan Johnson. Sepertinya kita akan melakukan kerja sama dalam waktu dekat. Kalau mereka membutuhkan bantuan, tolong segera bantu mereka,” ujar Danurdara tersenyum, orang-orang Johnson termasuk Sean juga tersenyum ramah.
Para staf di ruang bisnis dan penjualan itu sedikit bingung, tapi segera mengangguk dan tersenyum ramah. Aruna menatap keluarganya dengan tatapan tidak suka. Apalagi dia melihat Sean yang saat ini menatapnya juga. Gadis itu merasa ada yang tidak benar dengan sikap ayahnya yang tiba-tiba seperti ini.
“Aruna, kemari sebentar!” Ibu Aruna memanggil gadis itu yang langsung terkejut dan mendekat. Sebelumnya gadis itu meminta maaf pada Celine karena sepertinya hari ini tidak bisa makan bersama.
“Nikmati makan siang kalian yaa, kami permisi dulu,” ujar Danurdara keluar ruangan bersama yang lain. Aruna menghela napas panjang mengikuti langkah mereka menjauhi ruangan divisinya itu. Mereka menuju rooftop gedung yang merupakan kafe untuk pegawai.
“Kenalkan, ini anak perempuanku satu-satunya, Aruna,” ujar Danurdara menunjuk anaknya dengan senyuman setelah duduk di kursi dengan desain minimalis itu.
“Selamat siang,” jawab Aruna pelan sambil membungkuk kecil. Para staf Johnson saling adu pandang, kecuali Sean yang langsung ikut mengangguk kecil.
“Dia sedang magang menjadi asisten staf marketing di ruang divisi yang tadi,” terang Danurdara lagi.
“Magang?” Sekretaris Johnson menatap bingung dengan ucapan Danurdara.
“Iya, dia tidak mau langsung bekerja. Katanya karena kurang pengalaman, jadi kami membiarkan dia terbiasa dengan lingkungan kerja dengan magang lebih dulu.” Danurdara menjawab sambil tersenyum menatap puterinya. Aruna semakin merasakan keanehan yang ada pada ayahnya. Kenapa mereka melakukan ini?
“Ohh begitu, bagus sekali!” Sekretaris Johnson tersenyum mengangguk pada Aruna. Gadis itu kemudian hanya menunduk kecil menunggu makanannya datang. Ada beberapa perbincangan kecil yang mereka lakukan, tapi gadis itu tidak ikut menanggapi.
Aruna sekarang mengenakan pakaian berwarna putih dengan kerah Vneck dan rok panjang berwarna biru tua. Rambut panjang yang dibuat bergelombang itu dikuncir kuda dengan pita yang juga berwarna biru. Ada sedikit rambut yang disisakan di bagian pinggir dan poninya agar gadis itu tampak lebih anggun. Tubuhnya yang tidak kurus dan juga tidak gemuk itu membuat gadis itu pantas memakai apa pun. Gadis itu cantik.
“Oh iya Aruna, kamu sudah berkenalan dengan Sean?” tanya ayahnya tiba-tiba setelah makanannya datang. Aruna tahu pertanyaan ini akan datang, tapi bingug kenapa ayahnya selalu membuatnya kehilangan selera makan.
“Belum, Ayah,” jawab Aruna terseyum.
“Kalau begitu nanti setelah jam makan siang usai, kalian di sini saja dulu untuk berkenalan. Kami ada urusan sebentar yang harus segera diselesaikan.” Danurdara tersenyum dan menyilakan makan tanpa membiarkan Aruna membantah. Gadis itu tahu hal ini akan terjadi meskipun setiap hari melontarkan penolakan atas perjodohan yang direncanakan.
Setelah beberapa makanan habis dan beberapa sesi percakapan basa-basi, mereka sungguhan meninggalkan Aruna dan Sean, hanya berdua. Dua orang itu hanya diam sambil memandangi ponselnya masing-masing untuk beberapa waktu.
“Salam kenal, saya Aruna,” ujar Aruna memecah keheningan setelah menarik napas panjang.
“Salam kenal, kamu bisa panggil saya Sean,” jawab laki-laki itu kini menatap Aruna.
“Maaf sebelumnya, saya harusnya bekerja tapi ayah justru menyuruh saya di sini. Jadi saya ingin menanyakan sesuatu.”
“Iya?”
“Beberapa waktu yang lalu ayah saya menyuruh saya menikah, dan itu dengan anda. Apa anda sudah mendengar terkait hal itu?” tanya Aruna malu, tapi dia tetap berusaha tampak tidak panik. Gadis itu menggenggam gelas es dingin di tangannya agar tidak terlihat gemetara.
“Iya saya sudah tahu, ayah saya juga mengatakan hal serupa,” jawab Sean mengangguk dengan ekspresi datar. Perlu Aruna akui, laki-laki itu memang tampan.
“Mohon maaf lagi, jujur saya belum siap menikah dan kurang tertarik dengan hal-hal seperti perjodohan, jadi saya harap anda bisa bekerja sama dan mempertimbangkan terkait masalah ini lagi.” Aruna membungkuk sedikit tanda menghormati. Mau tidak mau dia harus mengatakan hal itu karena takut akan semakin runyam kalau dia pendam sendiri. Sean tampak menghembuskan napas panjang.
“Sebenarnya saya juga kurang tertarik.” Ada jeda lama dalam ucapan Ocean, tapi itu berhasil membuat Aruna menatap padanya lagi.
“Saya juga sudah punya kekasih,” lanjut laki-laki itu.
Wajah Aruna memerah ketika sampai di rumahnya. Gadis itu membersihkan diri dan merapikan kamar besarnya sambil terus-terusan tersenyum lega. Sepertinya hal buruk tidak akan menimpanya jika dia berhasil memberanikan diri. Gadis itu bermain ponselnya sejenak sebelum turun untuk makan malam bersama keluarganya. Tradisi makan malam di keluarga Danurdara memang seperti itu. Mereka ingin agar suasana keluarga tampak harmonis dan selalu akur. Saat sesi makanlah mereka akan mendiskusikan masalah-masalah. Mulai dari cerita di sehari-hari, masalah kantor, dan lain sebagainya. Ruang makan keluarga Danurdara seolah menjadi tempat konsultasi. Aruna menyukai kebiasaan itu, karena itu membuatnya yang anak tunggal jadi memiliki teman untuk berbagi cerita di rumah. Aruna sudah hidup dengan kebiasaan itu sejak lama, jadilah dia anak yang terbuka dekat dengan kedua orang tuanya. “Bagaimana perkenalanmu dengan Sean tadi, Sayang?” tanya sang ibu setelah melihat anak gadisnya yang c
“Oh, ya? Proyek apa?” Aruna antusias bertanya sambil tersenyum. Gadis itu mengenakan riasan yang sedikit mencolok dibandingkan dengan kemarin. Bibir dan pipinya yang kemerahan sangat cocok dengan wajah putihnya yang ceria. Gadis itu menggerai rambut panjangnya dan mengenakan baju putih dilengkapi vest berwarna biru tua serta celana denim yang tidak ketat. Gadis itu akan ikut dalam kerja lapangan hari ini, jadi dia memakai pakaian yang enak dipakai di luar ruangan. “Nanti ayahmu pasti akan bercerita setelah proyek ini deal,” ujar Sean tersenyum kecil lagi. Gadis yang tingginya hanya mencapai dadanya itu sebenarnya tampak menarik, apalagi wajahnya yang terlihat antusias. Namun Ocean segera sadar dan memudarkan senyumnya. Aruna tidak lebih dari sekedar anak-anak yang baru menginjak dewasa dan senang belajar, tidak ada menariknya. Setelah beberapa percakapan pendek lagi, Aruna akhirnya pamit untuk masuk ke ruang kerjanya. Gadis itu juga menyilakan dua tamu itu untu
“Jadi begitu, saya ingin Ocean dan Aruna dapat saling mengenal lebih jauh dulu,” ujar Kepala keluarga Johnson tersenyum setelah sesi makan malam selesai. Danurdara juga tersenyum mengangguk, berpura-pura ramah. Laki-laki itu memikirkan sebenarnya apa yang direncanakan Johnson sampai bertingkah sejauh ini. Sore tadi, Johnson tiba-tiba meneleponnya dan mengatakan ingin datang berkunjung. Danurdara awalnya menolak karena tahu yang akan dibahas adalah tekait pernikahan anaknya. Tapi Johnson memaksa dan mengatakan Aruna dan Sean harus saling mengenal lebih dulu. Ini adalah langkah awal perkenalan mereka. “Pernikahan dua keluarga besar pasti akan sangat menguntungkan bagi kita. Saya merasa kalau anak saya ini sudah cukup umur dan harus menikah. Danurdara juga harus memiliki penerus perusahaan, kan? Bukankah ini adalah sebuah kesempatan untuk menggabungkan perusahaan kita?” tawar Johnson meyakinkan. “Saya sebenarnya masih bingung kenapa tiba-tiba kalian me
“Wajahmu kenapa ditekuk seperti itu?” tanya Celine setelah duduk di kursi kerjanya, mereka baru pulang dari makan siang di café kantornya.“Aku pusing sekali.” Aruna ikut duduk sambil mengelus kepalanya.“Kamu sakit? Apa tadi salah makan?” Celine tampak panik melihat wajah rekan sebelah mejanya yang pucat.“Tidak tau, aku kan hanya makan salad dan minum kopi?” Gadis itu sekarang memegang perutnya.“Sebaiknya kamu pergi ke ruang perawatan, wajahmu benar-benar pucat sekarang.” Celine memilih menggandeng gadis itu keluar ruangan. Banyak yang bertanya apa yang terjadi, tapi Celine hanya menjawab dengan anak magang ini butuh perawatan.Kabar Aruna yang sedang sakit terdengar sampai ke ruang CEO. Ayahnya tentu saja langsung menuju ruang perawatan khusus staf untuk mengunjungi puteri kesayangannya.“Apa yang terjadi?” tanya laki-laki itu panik.“Mungkin Aruna hanya kelelahan, Ayah,” jawab gadis itu tersenyum. Danurdara tampak cemas, pasalnya anaknya itu tergolong mudah sakit. Tapi mengingat
“BERAPA KALI ARUNA BILANG, ARUNA TIDAK MAU!” Suara gadis itu menggelegar di ruang makan. Dia hanya menyentuh dua sendok nasi dan langsung tidak berselera makan. Lagipula kenapa ayahnya itu membicarakan perjodohan saat makan seperti ini? “Sayang … kamu cobalah berkenalan dulu dengan dia, ya?” Suara laki-laki paruh baya itu tampak melas. Dia juga terlihat sedikit pucat. Bukan, laki-laki itu bukan tengah sekarat dan mengharapkan segera menimang cucu. Pria dengan nama Danurdara itu baru saja memberanikan diri bicara pada anak sematawayangnya tentang perjodohan setelah dimarahi habis-habisan oleh sang istri. Bukan tanpa alasan, laki-laki itu baru saja melakukan kesalahan yang membuat hartanya terkuras hanya dalam satu malam. “Kamu tidak punya kekasih, kan?” bujuk ayahnya lagi. “Iya, tapi usia Runa masih 24 tahun, perjalanan Runa masih panjang dan tidak mau menikah!” ujar gadis itu semakin ketus. Dia mencoba mencari pembelaan ibunya, tapi wanita anggun it
Seminggu berlalu, Danurdara benar-benar seperti siap mati berdiri. Johnson benar-benar mengirim orang kepercayaannya ke kantornya untuk menagih janji atas kesombongan Danurdara. Tidak ada keributan di kantor, yang orang-orang tahu dua perusahaan besar itu hanya akan bekerja sama. “Bagaimana? Sudah siap tanda tangan kontrak, Tuan Danurdara?” Suara sekretaris Johnson terdengar semakin mendesak. Pasalnya dari tadi Danurdara hanya berputar-putar di tempatnya karena kebingungan. “Tapi pemegang saham Danurdara kan ada beberapa orang, dan mereka belum mau memberikannya lagi pada kami.” Kini suara istri Danurdara yang terdengar. Ibu kesayangan Aruna itu memutuskan ikut ke kantor untuk mengetahui kondisi yang sebenarnya. “Kami sudah bilang, Johnson siap membeli dengan harga yang lebih tinggi. Jadi bisa dibilang kami ingin membeli saham selain yang kalian pegang sendiri,” ucap sekretarisnya lagi tampak lelah. Ini sudah lebih dari dua jam dia di perusahaan Dan