Share

Bab 6; Kesepakatan

“Jadi begitu, saya ingin Ocean dan Aruna dapat saling mengenal lebih jauh dulu,” ujar Kepala keluarga Johnson tersenyum setelah sesi makan malam selesai. Danurdara juga tersenyum mengangguk, berpura-pura ramah. Laki-laki itu memikirkan sebenarnya apa yang direncanakan Johnson sampai bertingkah sejauh ini.

            Sore tadi, Johnson tiba-tiba meneleponnya dan mengatakan ingin datang berkunjung. Danurdara awalnya menolak karena tahu yang akan dibahas adalah tekait pernikahan anaknya. Tapi Johnson memaksa dan mengatakan Aruna dan Sean harus saling mengenal lebih dulu. Ini adalah langkah awal perkenalan mereka.

            “Pernikahan dua keluarga besar pasti akan sangat menguntungkan bagi kita. Saya merasa kalau anak saya ini sudah cukup umur dan harus menikah. Danurdara juga harus memiliki penerus perusahaan, kan? Bukankah ini adalah sebuah kesempatan untuk menggabungkan perusahaan kita?” tawar Johnson meyakinkan.

            “Saya sebenarnya masih bingung kenapa tiba-tiba kalian memilih anak kami? Bukankah masih banyak keluarga besar lain yang bisa lebih menguntungkan kalian?” tanya ibu Aruna. Mereka berusaha menutupi kebenaran dari Aruna tentang taruhan ayahnya itu. Mereka berharap Johnson dapat berpura-pura membuat alasan logis tanpa menyinggung hal tersebut.

            “Benar, anak laki-laki pertamaku ini juga sangat populer di kalangan para pengusaha. Tapi setelah menilik lebih jauh, hanya keluarga Danurdara yang bersih dan kami rasa cocok dengan keluarga Johnson. Lagi pula, sepertinya tidak ada anak pengusaha lain yang secantik Aruna, kan?” Kepala keluarga Johnson tersenyum dan menoleh pada istri dan anaknya. Istrinya mengangguk, tapi Sean hanya menatap datar. Aruna bergidik ngeri mendengar pujian itu. Entah kenapa, dia tidak senang. Bahkan dia jadi tidak napsu makan setelah kedatangan mereka ke rumahnya.

            “Bagaimana menurut kalian?”

            “Aku tidak terlalu keberatan, tapi semua itu tergantung keputusan Aruna,” jawab Danurdara menghela napas menatap puterinya. Dalam hatinya, dia masih sangat menyesal harus berpura-pura seperti ini.

            “Saya sepertinya tidak bisa melakukan itu,” ujar Aruna langsung membuat orang-orang di meja membulatkan mata. Penolakan langsungnya terdengar sangat tegas.

            “Ada yang salah, Aruna?” Kepala keluarga Johnson itu bertanya lagi.

            “Kemarin kami sempat makan siang bersama dan ada sedikit pembahasan terkait ini. Namun Tuan Sean mengaku kalau dia memiliki kekasih, saya tidak mungkin mau menjadi orang yang merebut milik orang lain,” terang Aruna membungkuk. Johnson saling pandang sejenak. Ada tatapan tidak suka dari Johnson pada Sean, tapi segera kembali memasang wajah ramah dan menatap Danurdara dan puterinya.

            “Maaf, kemarin saya berbohong dan mengatakan hal tidak mengenakkan seperti itu. Saya tidak berpikir panjang saat mengatakannya kemarin.” Sean menghela napas dan membungkuk menatap Aruna. Gadis itu semakin bingung. Belum apa-apa saja sudah dibohongi.

            “Lalu bagaimana denganmu, Sean?” tanya Danurdara.

            “Saya tidak keberatan untuk mengenal Aruna lebih jauh. Kalau untuk pernikahan, saya akan biarkan Aruna yang memutuskan,” ujar laki-laki itu menatap Aruna sambil tersenyum tipis. Gadis itu terlihat menggeleng kecil dengan tatapan yang tidak nyaman. Tapi tidak ada yang menyadarinya.

            “Baiklah kalau begitu, kalian segeralah bertukar nomor ponsel lalu sering-sering jalan berdua. Kalau kalian setuju mau menikah, kami bisa mengadakan pesta pernikahan itu bulan depan. ” Johnson tampak antusias, lalu segera mengangkat minuman dingin di gelasnya. Laki-laki itu mendekatkan gelasnya pada Danurdara sebagai bentuk kesepakatan, lalu mereka menempelkan gelasnya dan segera meneguk minuman dingin itu.

            “Hah … kenapa cepat sekali?” Aruna mengeluh pelan, tapi Sean dapat mendengarnya.

            Keluarga Johnson sudah berpindah ke taman belakang rumah, mereka mulai membicarakan hal-hal tentang perusahaan. Itu semakin membuat Aruna jengah karena tidak diizinkan kembali ke kamar dan hanya duduk di dekat kolam renang bersama Sean.

            “Anda sungguh tidak ingin menikah?” Suara berat Sean membuat gadis itu menoleh. Itu percakapan pertama mereka setelah bertukar nomor telepon tadi.

            “Saya belum pernah memikirkan itu, apakah anda sudah memikirkannya?” sahut Aruna.

            “Ayah saya yang menyuruh, jadi saya harus melakukannya.” Laki-laki itu memandang jauh ke arah ayahnya dan Danurdara yang tiba-tiba terlihat akrab. Dia sungguh tidak mengerti maksud ayahnya.

            “Aneh, padahal kan anda akan menikah dengan orang yang tidak anda cintai, harusnya anda bisa menolaknya.” Hanya ada senyuman yang diberikan Sean pada ucapan Aruna. Gadis itu tidak tahu apa-apa.

            “Anda benar-benar tidak memiliki kekasih?” tanya gadis itu lagi.

            “Anda sendiri bagaimana?” balas Sean balik bertanya.

            “Saya sih memang tidak punya, dulu kekasih terakhir saya saat saya usia 20 tahunan dan masih berkuliah,” jawab Aruna. Ada sedikit rasa terkejut dalam diri Sean karena perempuan di sampingnya itu mudah sekali terbuka padanya.

            “Oh begitu, lalu apakah anda bisa menikah dengan orang yang anda tidak sukai?” tanya Sean lagi. Entah kenapa situasi ini malah terlihat seperti sesi tanya jawab.

            “Sepertinya tidak, tapi entahlah. Rasa suka bisa tumbuh karena terbiasa, kan?” gumam Aruna menyangga dagunya dengan tangan. Dia tidak menyangka akan ada masa dimana dia dijodohkan seperti di cerita-cerita novel.

            “Kalau dipaksa menikah bagaimana? Misalnya dengan saya.” Sean menatap gadis itu lamat-lamat.

            “Entahlah, saya terpikir untuk kabur dan lanjut kuliah di luar negeri. Jangan bilang pada orang tua saya, ya?” Aruna terkekeh kecil setelah mengungkapkan jawabannya, laki-laki di sampingnya juga tersenyum. Gadis ini tampak menyenangkan. Lalu ada hening sesaat, mereka asyik dengan pikirannya masing-masing.

            “Mau buat kesepakatan dengan saya, Aruna?” tanya laki-laki itu membuyarkan pikiran Aruna. Gadis itu menoleh dan menatap bingung, Sean saat ini sudah kembali dengan wajahnya yang datar dan kaku khas pebisnis yang siap melakukan negosiasi.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status