“Wajahmu kenapa ditekuk seperti itu?” tanya Celine setelah duduk di kursi kerjanya, mereka baru pulang dari makan siang di café kantornya.
“Aku pusing sekali.” Aruna ikut duduk sambil mengelus kepalanya.
“Kamu sakit? Apa tadi salah makan?” Celine tampak panik melihat wajah rekan sebelah mejanya yang pucat.
“Tidak tau, aku kan hanya makan salad dan minum kopi?” Gadis itu sekarang memegang perutnya.
“Sebaiknya kamu pergi ke ruang perawatan, wajahmu benar-benar pucat sekarang.” Celine memilih menggandeng gadis itu keluar ruangan. Banyak yang bertanya apa yang terjadi, tapi Celine hanya menjawab dengan anak magang ini butuh perawatan.
Kabar Aruna yang sedang sakit terdengar sampai ke ruang CEO. Ayahnya tentu saja langsung menuju ruang perawatan khusus staf untuk mengunjungi puteri kesayangannya.
“Apa yang terjadi?” tanya laki-laki itu panik.
“Mungkin Aruna hanya kelelahan, Ayah,” jawab gadis itu tersenyum. Danurdara tampak cemas, pasalnya anaknya itu tergolong mudah sakit. Tapi mengingat gadis itu sering ikut kegiatan lapangan membuat Danurdara menghela napas. Mungkin itu yang menjadi salah satu alasannya.
“Sekarang kondisimu sudah lebih baik? Apa ada yang perlu Ayah bawakan untukmu?” Danurdara memeriksa jam di pergelangan tangannya. Gadis itu menggeleng. Aruna tahu laki-laki itu sibuk, apalagi sejak Johnson sering berkunjung ke kantornya. Kesibukan ayahnya tampak semakin berlipat ganda.
“Oh, apa Ayah bisa menyampaikan pesanku untuk Sean?” Aruna teringat sesuatu sebelum ayahnya berpamitan untuk meninggalkan ruangan.
“Ya?”
“Sepertinya pertemuan kami hari ini dibatalkan saja, kondisiku kan tidak baik.” Gadis itu tersenyum kecil. Setelah pertemuannya beberapa hari lalu di rumahnya, mereka bertukar pesan beberapa kali. Lalu hari ini adalah hari mereka akan mulai kencan pertama. Sayangnya gadis itu sepertinya terlalu terbawa pikiran hingga berefek pada kondisi tubuhnya.
“Kamu tidak ingin menghubunginya secara langsung?” tanya Danurdara meyakinkan, gadis itu menggeleng dan mulai merebahkan dirinya lagi.
“Baiklah, nanti pulanglah lebih awal ketika kondisimu sudah membaik. Ayah ada beberapa meeting yang tidak bisa ditinggal.” Laki-laki itu memeriksa jam di tangannya lagi dan menghubungi dokter keluarga sebelum akhirnya meninggalkan ruangan. Perut Aruna masih terasa melilit, kepalanya juga masih pusing. Jadilah gadis itu memilih untuk tidur. Tadi dia hanya diperiksa sebentar dan disuruh beristirahat.
Beberapa hari lalu, Sean mengajukan sebuah penawaran untuk Aruna terkait pernikahan mereka. Sean menawarkan beberapa kontrak untuk mereka lakukan. Gadis itu sedikit terkejut ketika mengetahui Sean telah membawa berkas itu kepadanya. Obrolan malam itu justru terlihat seperti pengajuan proposal untuk rencana bisnis. Ada beberapa hal yang Aruna sepakati, tapi banyak yang ingin diganti. Sebab Aruna tidak sebutuh itu untuk menikah. Gadis itu merasa pernikahan ini hanya menguntungkan pihak Johnson.
Namun, sebuah kalimat membuat Aruna cukup takut. Sean mengatakan kalau tidak menikah dengan dirinya, perusahaan Danurdara akan dilanda kehancuran. Usaha yang dilakukan keluarganya secara turun temurun itu tidak akan ada harganya lagi. Awalnya gadis itu bingung karena dia merasa baik-baik saja dengan perusahaan ayahnya. Tapi gadis itu langsung terdiam ketika melihat Ocean membawa catatan pemindahan saham sekian persen atas namanya. Sean tidak menunjukkan data 95 persen, dia tidak ingin membongkar Danurdara yang diambang kebangkrutan. Tapi tidak disangka, jumlah yang tidak seberapa itu membuat Aruna mau memikirkan untuk menikah dengan dirinya.
“Aku tidak akan segan untuk mengambil semuanya kalau pernikahan ini tidak dilakukan. Toh kalau kita menikah, saham ini sama saja milikmu yang merupakan istriku, kan?” Sean mengatakan itu sambil tersenyum membuat Aruna bergidik. Laki-laki ini sedikit mengerikan. Wajah tampannya sungguh tidak mencerminkan perilakunya.
Gadis itu akhirnya bilang agar mereka harus berusaha dekat lebih dulu, lalu akan mengoreksi beberapa kontrak itu sebelum ditandatangani. Pikiran-pikiran itulah yang akhirnya berkumpul dan menjadi penyebab dirinya sakit hari ini. Dia jadi malas bertemu dengan si Ocean Malorry Johnson itu.
Hampir tiga puluh menit berselang, dokter keluarganya datang dan langsung mengambil tindakan pengobatan. Gadis itu disuntik vitamin dan diberi obat untuk dikonsumsi selama kurang lebih satu minggu, katanya untuk menambah imunitas.
“Kalau dirasa belum membaik, silakan hubungi saya lagi ya, Nona,” ujar dokter perempuan itu tersenyum ramah.
“Sepertinya kita akan sering bertemu,” ucap Aruna tersenyum tipis. Memikirkan tentang rencana pernikahan dan masa depan perusahaan keluarganya akan cukup untuk membuatnya bertemu dokter ini minimal tiap minggu.
Di tengah kebingungan sang dokter, pintu ruang perawatan itu diketuk. Dokter itu pamit permisi sebentar untuk membukakan pintu. Takut-takut kalau ada staf lain yang sakit. Orang yang masuk setelah dibukakan pintu itu membuat Aruna cukup terkejut. Dia sungguh tidak habis pikir dengan apa yang dilakukan orang itu saat ini.
Di samping dokter itu, kini berjalan Ocean dengan wajah yang terlihat ramah. Dia mengenakan setelan jas berwarna abu-abu dengan kemeja putih dan rambut yang tertata rapi. Laki-laki itu tampak menawan. Hal yang membuat Aruna terbelalak adalah si Ocean itu datang ke ruang perawatan di kantor Danurdara sambil membawa buket bunga berwarna merah yang ukurannya cukup besar. Laki-laki itu kemudian menyerahkannya pada Aruna yang wajahnya masih tampak terkejut.
“Tadi saya meeting dengan Ayahmu, dan beliau menyampaikan bahwa kamu sakit. Apa sekarang kamu sudah lebih baik?” Ocean tersenyum dan duduk di sebelah ranjang perawatan Aruna. Dokter itu sudah memilih pamit untuk pergi ke rumah sakit lagi.
“Iya,” jawab Aruna singkat. Dia kini menatap bunga di tangannya, gadis itu tahu laki-laki itu hanya berpura-pura ramah. Laki-laki itu bahkan sudah mulai memanggilnya dengan sebutan “kamu”, bukan “anda” seperti biasa.
“Kapan Anda menyiapkan ini?” Aruna balik bertanya karena hanya ada keheningan diantara mereka.
“Tadi, saya minta tolong sekretaris saya untuk memesan bunga ketika mendengar kamu sakit. Saya kebetulan ada di kantor ini sejak pagi,” jawab Ocean masih tersenyum. Gadis itu melihat sekeliling, dan menyadari ada perawat kamar yang memerhatikan mereka. Pantas saja laki-laki ini bertingkah seperti ini. Ini semua hanya akting.
“Saya cukup sedih kencan kita dibatalkan.” Laki-laki itu menghembuskan napas.
“Ayahmu sepertinya akan pulang larut, apa mau saya antar pulang?” lanjut laki-laki itu masih dengan senyum bisnisnya.
“Hah? Kenapa begitu? Saya kan bisa pulang dengan supir?” Aruna menggeleng cepat. Laki-laki ini berbahaya.
“Mana bisa saya biarkan begitu. Kekasih saya sedang sakit, saya sendiri yang harus mengantar sampai rumah.” Laki-laki itu berucap seperti tanpa dosa, meninggalkan wajah Aruna yang mengerutkan alis kebingungan. Perawat yang dari tadi menatap mereka juga tampak terkejut. Hanya ada satu hal yang ada di kepala Aruna saat ini, laki-laki itu sudah tidak waras.
“BERAPA KALI ARUNA BILANG, ARUNA TIDAK MAU!” Suara gadis itu menggelegar di ruang makan. Dia hanya menyentuh dua sendok nasi dan langsung tidak berselera makan. Lagipula kenapa ayahnya itu membicarakan perjodohan saat makan seperti ini? “Sayang … kamu cobalah berkenalan dulu dengan dia, ya?” Suara laki-laki paruh baya itu tampak melas. Dia juga terlihat sedikit pucat. Bukan, laki-laki itu bukan tengah sekarat dan mengharapkan segera menimang cucu. Pria dengan nama Danurdara itu baru saja memberanikan diri bicara pada anak sematawayangnya tentang perjodohan setelah dimarahi habis-habisan oleh sang istri. Bukan tanpa alasan, laki-laki itu baru saja melakukan kesalahan yang membuat hartanya terkuras hanya dalam satu malam. “Kamu tidak punya kekasih, kan?” bujuk ayahnya lagi. “Iya, tapi usia Runa masih 24 tahun, perjalanan Runa masih panjang dan tidak mau menikah!” ujar gadis itu semakin ketus. Dia mencoba mencari pembelaan ibunya, tapi wanita anggun it
Seminggu berlalu, Danurdara benar-benar seperti siap mati berdiri. Johnson benar-benar mengirim orang kepercayaannya ke kantornya untuk menagih janji atas kesombongan Danurdara. Tidak ada keributan di kantor, yang orang-orang tahu dua perusahaan besar itu hanya akan bekerja sama. “Bagaimana? Sudah siap tanda tangan kontrak, Tuan Danurdara?” Suara sekretaris Johnson terdengar semakin mendesak. Pasalnya dari tadi Danurdara hanya berputar-putar di tempatnya karena kebingungan. “Tapi pemegang saham Danurdara kan ada beberapa orang, dan mereka belum mau memberikannya lagi pada kami.” Kini suara istri Danurdara yang terdengar. Ibu kesayangan Aruna itu memutuskan ikut ke kantor untuk mengetahui kondisi yang sebenarnya. “Kami sudah bilang, Johnson siap membeli dengan harga yang lebih tinggi. Jadi bisa dibilang kami ingin membeli saham selain yang kalian pegang sendiri,” ucap sekretarisnya lagi tampak lelah. Ini sudah lebih dari dua jam dia di perusahaan Dan
Suasana di luar ruangan Danurdara tampak riuh. Mereka mulai bergosip tentang kemungkinan-kemungkinana yang terjadi karena tiba-tiba perwakilan perusahaan Johnson datang. Tadi pagi, bagian resepsionis di luar tampak bingung karena ada tamu yang tidak terjadwal. Sekretaris Danurdara sendiri yang akhirnya menyusul rombongan Johnson yang datang. Jadilah berita itu menyebar dengan cepat. “Runa, kamu sungguh tidak tahu apa yang terjadi?” bisik salah satu rekan kerjanya yang duduk di sebelah kursi gadis manis itu. “Tidak tahu.” Aruna juga menjawab dengan wajah serius dan terlihat sedikit khawatir. Pasalnya hampir tiap malam orang tuanya menyuruh gadis itu untuk berkenalan dengan anak laki-laki keluarga Johnson, tapi hari ini mereka malah datang ke kantornya. Aruna merasa ada masalah yang harus dia tahu. “Menurutmu apa yang akan terjadi?” tanya temannya lagi pada Aruna. Dia adalah baru di kantornya yang umurnya tidak jauh dari Aruna, jadi mereka berteman.
Wajah Aruna memerah ketika sampai di rumahnya. Gadis itu membersihkan diri dan merapikan kamar besarnya sambil terus-terusan tersenyum lega. Sepertinya hal buruk tidak akan menimpanya jika dia berhasil memberanikan diri. Gadis itu bermain ponselnya sejenak sebelum turun untuk makan malam bersama keluarganya. Tradisi makan malam di keluarga Danurdara memang seperti itu. Mereka ingin agar suasana keluarga tampak harmonis dan selalu akur. Saat sesi makanlah mereka akan mendiskusikan masalah-masalah. Mulai dari cerita di sehari-hari, masalah kantor, dan lain sebagainya. Ruang makan keluarga Danurdara seolah menjadi tempat konsultasi. Aruna menyukai kebiasaan itu, karena itu membuatnya yang anak tunggal jadi memiliki teman untuk berbagi cerita di rumah. Aruna sudah hidup dengan kebiasaan itu sejak lama, jadilah dia anak yang terbuka dekat dengan kedua orang tuanya. “Bagaimana perkenalanmu dengan Sean tadi, Sayang?” tanya sang ibu setelah melihat anak gadisnya yang c
“Oh, ya? Proyek apa?” Aruna antusias bertanya sambil tersenyum. Gadis itu mengenakan riasan yang sedikit mencolok dibandingkan dengan kemarin. Bibir dan pipinya yang kemerahan sangat cocok dengan wajah putihnya yang ceria. Gadis itu menggerai rambut panjangnya dan mengenakan baju putih dilengkapi vest berwarna biru tua serta celana denim yang tidak ketat. Gadis itu akan ikut dalam kerja lapangan hari ini, jadi dia memakai pakaian yang enak dipakai di luar ruangan. “Nanti ayahmu pasti akan bercerita setelah proyek ini deal,” ujar Sean tersenyum kecil lagi. Gadis yang tingginya hanya mencapai dadanya itu sebenarnya tampak menarik, apalagi wajahnya yang terlihat antusias. Namun Ocean segera sadar dan memudarkan senyumnya. Aruna tidak lebih dari sekedar anak-anak yang baru menginjak dewasa dan senang belajar, tidak ada menariknya. Setelah beberapa percakapan pendek lagi, Aruna akhirnya pamit untuk masuk ke ruang kerjanya. Gadis itu juga menyilakan dua tamu itu untu
“Jadi begitu, saya ingin Ocean dan Aruna dapat saling mengenal lebih jauh dulu,” ujar Kepala keluarga Johnson tersenyum setelah sesi makan malam selesai. Danurdara juga tersenyum mengangguk, berpura-pura ramah. Laki-laki itu memikirkan sebenarnya apa yang direncanakan Johnson sampai bertingkah sejauh ini. Sore tadi, Johnson tiba-tiba meneleponnya dan mengatakan ingin datang berkunjung. Danurdara awalnya menolak karena tahu yang akan dibahas adalah tekait pernikahan anaknya. Tapi Johnson memaksa dan mengatakan Aruna dan Sean harus saling mengenal lebih dulu. Ini adalah langkah awal perkenalan mereka. “Pernikahan dua keluarga besar pasti akan sangat menguntungkan bagi kita. Saya merasa kalau anak saya ini sudah cukup umur dan harus menikah. Danurdara juga harus memiliki penerus perusahaan, kan? Bukankah ini adalah sebuah kesempatan untuk menggabungkan perusahaan kita?” tawar Johnson meyakinkan. “Saya sebenarnya masih bingung kenapa tiba-tiba kalian me