“Oh, ya? Proyek apa?” Aruna antusias bertanya sambil tersenyum. Gadis itu mengenakan riasan yang sedikit mencolok dibandingkan dengan kemarin. Bibir dan pipinya yang kemerahan sangat cocok dengan wajah putihnya yang ceria. Gadis itu menggerai rambut panjangnya dan mengenakan baju putih dilengkapi vest berwarna biru tua serta celana denim yang tidak ketat. Gadis itu akan ikut dalam kerja lapangan hari ini, jadi dia memakai pakaian yang enak dipakai di luar ruangan.
“Nanti ayahmu pasti akan bercerita setelah proyek ini deal,” ujar Sean tersenyum kecil lagi. Gadis yang tingginya hanya mencapai dadanya itu sebenarnya tampak menarik, apalagi wajahnya yang terlihat antusias. Namun Ocean segera sadar dan memudarkan senyumnya. Aruna tidak lebih dari sekedar anak-anak yang baru menginjak dewasa dan senang belajar, tidak ada menariknya.
Setelah beberapa percakapan pendek lagi, Aruna akhirnya pamit untuk masuk ke ruang kerjanya. Gadis itu juga menyilakan dua tamu itu untuk berkeliling kantor bersama sekretaris ayahnya kalau-kalau ayahnya itu terlambat datang. Aruna menuju meja kerjanya dan merapikannya sedikit. Teman satu divisinya sudah datang semua dan ada beberapa yang bersiap untuk keluar. Mereka akan meninjau lokasi pembangunan komplek perumahan yang hendak digarap Danurdara.
“Masih ada orang di luar, ya?” sapa Celine setelah melihat Aruna bersiap.
“Iya, orang-orang yang kemarin. Apa mereka sudah di situ sejak tadi?” tanya Aruna penasaran.
“Tidak tahu ya, tapi ketika aku datang mereka sudah ada di sana,” terang Celine. Gadis itu hanya mengangguk sebagai jawaban dan mulai berkumpul dengan rekan yang lain untuk pergi ke lokasi rencana pembangunan.
“Aruna!” Suara yang sangat gadis itu kenal memanggilnya, itu adalah ayahnya. Di belakangnya kini ada orang-orang Johnson yang tadi bertemu dengannya. Gadis yang sedang berjalan bersama rombongannya di lobi perusahaan itu berhenti sambil tersenyum dan membungkuk kecil sebagai sapaan.
“Nanti tolong jangan pulang terlalu larut,” ujar ayahnya setelah berjalan mendekat.
“Baik. Lagipula ayah kan bisa mengirim pesan atau telepon.” Gadis itu menatap bingung. Rekan-rekan di belakangnya menunggunya setelah ikut menyapa atasannya. Mereka juga bingung karena biasanya Pak Danurdara itu tidak pernah menunjukkan hubungan kekeluargaannya dengan Aruna seterang ini. Danurdara hanya tersenyum dan menyilakan mereka pergi. Wajahnya berubah serius ketika melihat anaknya selesai menyapa dan pergi meninggalkan kantor.
“Kontraknya sudah selesai? Ayo masuk ke ruanganku,” ujar Danurdara memimpin jalan menuju ruangannya. Dia kembali menyesal telah melemparkan bualan yang terlewat sombong itu. Kini dia harus sering-sering melihat Johnson, bahkan di kantornya.
“Aku sudah tanda tangan tentang saham, jadi nanti kita urus para pemegang saham bersama,” ujar Danurdara menghela napas menatap kontrak di depannya.
“Tentang pernikahan—“
“Aku sangat berharap kamu bisa menikah dengan puteriku karena aku kira kamu cukup baik, lalu saham perusahaanku itu seolah hanya kuberikan pada menantuku. Ternyata kamu bilang kalau sudah punya kekasih? Aku perlu menghubungi ayahmu lebih dulu,” ujar Danurdara datar memotong ucapan Ocean. Laki-laki itu juga menatap datar sejenak, lalu tersenyum.
“Aruna yang mengatakan itu?”
“Tentu, anakku itu tidak pernah berbohong kepadaku.” Danurdara menatap laki-laki di depannya bingung. Ia sebenarnya ingin mengenal Ocean lebih jauh, sebab dia ingin anaknya menikah dengan laki-laki yang baik. Sekali lagi dia mengutuk mulut besarnya yang harus membuat puterinya menderita.
Tak lama setelah itu, pihak Johnson memilih untuk kembali ke kantor mereka. Kontrak pertama sudah didapatkan. Ocean berpikir mungkin harus berdiskusi dengan ayahnya terkait pernikahan. Tidak menikah dengan Aruna sebenarnya merupakan hal yang lebih menguntungkan bagi pihak mereka. Kenapa ayahnya itu tampak ingin sekali melihat Sean menikah dengan anak perempuan Danurdara?
Waktu berlalu dengan cepat, malam akhirnya datang. Aruna tampak lelah sedang duduk santai di ruang keluarga setelah membersihkan diri. Sebenarnya dia tidak terlalu mengerti tentang peninjauan yang dilakukan hari ini, sebab itu urusan orang-orang teknik. Dia dan teman-temannya hanya memikirkan strategi pemasaran yang akan dilakukan. Namun bekerja di luar memang selalu membuatnya senang. Dia jadi tahu kondisi luar perusahaan ayahnya.
“Makan malam sudah siap, Nona.” Seseorang menyapanya ramah, itu adalah seorang pekerja di rumahnya yang disuruh menyampaikan pesan agar gadis itu segera hadir di ruang makan. Gadis itu langsung mengucapkan terima kasih dengan ramah dan segera pergi.
“Kenapa kita belum mulai makan?” tanya Aruna bingung karena ayah dan ibunya hanya tersenyum gelisah sambil menatapnya. Tradisi makan di keluarga Aruna akan dimulai jika ayahnya sudah mulai makan. Sudah lebih dari lima menit gadis itu duduk di kursi makan, dan ayahnya belum juga mulai. Hal aneh lainnya adalah karena makanan di mejanya tampak lebih banyak dan beragam dari biasanya.
Suara bel rumah tampak membuat gadis itu terkejut. Biasanya tidak ada yang bertamu ke rumahnya selain keluarga dekatnya. Apalagi ini terhitung malam, siapa yang datang? Danurdara berdiri menuju pintu depan dibarengi dengan salah satu pekerja di rumahnya. Aruna tampak penasaran, tapi tidak ikut ke depan. Gadis itu memilih untuk bermain ponsel dan mencuri satu biji anggur karena merasa lapar. Aruna sempat melirik ibunya yang tersenyum kaku.
“Selamat malam.” Suara yang tidak Aruna kenal menyapa dan membuat gadis itu menoleh. Matanya langsung membulat tidak percaya. Ibu gadis itu berdiri dan segera menghampiri para tamu itu untuk menjabat tangan. Aruna hanya berdiri masih dengan wajah terkejut.
“Maaf karena tidak memberi tahu, mereka akan bergabung untuk makan malam kita hari ini, tidak apa-apa kan?” Danurdara tersenyum menatap puterinya.
Gadis itu tersenyum kaku dan segera duduk begitu tamu yang datang itu mulai duduk. Seperti yang kalian pikirkan, tamu yang datang itu adalah keluarga Johnson. Kepala keluarga, istrinya, serta Ocean ikut hadir dalam makan malam kali ini. Mereka semua tampak rapi, tidak seperti Aruna yang hanya mengenakan tunik selutut berwarna putih dengan lengan pendek. Rambut lurusnya terurai panjang dengan hiasan pita kecil yang terjepit di rambutnya. Gadis itu terlihat sangat polos.
“Maaf membuat terkejut, selamat malam, Aruna,” sapa kepala keluarga Johnson sekali lagi membuat gadis itu kembali sadar.
“Jadi begitu, saya ingin Ocean dan Aruna dapat saling mengenal lebih jauh dulu,” ujar Kepala keluarga Johnson tersenyum setelah sesi makan malam selesai. Danurdara juga tersenyum mengangguk, berpura-pura ramah. Laki-laki itu memikirkan sebenarnya apa yang direncanakan Johnson sampai bertingkah sejauh ini. Sore tadi, Johnson tiba-tiba meneleponnya dan mengatakan ingin datang berkunjung. Danurdara awalnya menolak karena tahu yang akan dibahas adalah tekait pernikahan anaknya. Tapi Johnson memaksa dan mengatakan Aruna dan Sean harus saling mengenal lebih dulu. Ini adalah langkah awal perkenalan mereka. “Pernikahan dua keluarga besar pasti akan sangat menguntungkan bagi kita. Saya merasa kalau anak saya ini sudah cukup umur dan harus menikah. Danurdara juga harus memiliki penerus perusahaan, kan? Bukankah ini adalah sebuah kesempatan untuk menggabungkan perusahaan kita?” tawar Johnson meyakinkan. “Saya sebenarnya masih bingung kenapa tiba-tiba kalian me
“Wajahmu kenapa ditekuk seperti itu?” tanya Celine setelah duduk di kursi kerjanya, mereka baru pulang dari makan siang di café kantornya.“Aku pusing sekali.” Aruna ikut duduk sambil mengelus kepalanya.“Kamu sakit? Apa tadi salah makan?” Celine tampak panik melihat wajah rekan sebelah mejanya yang pucat.“Tidak tau, aku kan hanya makan salad dan minum kopi?” Gadis itu sekarang memegang perutnya.“Sebaiknya kamu pergi ke ruang perawatan, wajahmu benar-benar pucat sekarang.” Celine memilih menggandeng gadis itu keluar ruangan. Banyak yang bertanya apa yang terjadi, tapi Celine hanya menjawab dengan anak magang ini butuh perawatan.Kabar Aruna yang sedang sakit terdengar sampai ke ruang CEO. Ayahnya tentu saja langsung menuju ruang perawatan khusus staf untuk mengunjungi puteri kesayangannya.“Apa yang terjadi?” tanya laki-laki itu panik.“Mungkin Aruna hanya kelelahan, Ayah,” jawab gadis itu tersenyum. Danurdara tampak cemas, pasalnya anaknya itu tergolong mudah sakit. Tapi mengingat
“Kamu kenapa masih di sini?” Wajah Aruna memerah ketika menatap laki-laki di depannya. Saat ini mereka ada di kamar Aruna. Ocean benar-benar mengantarnya pulang sampai ke rumah. Tentu saja ibu gadis itu langsung heboh begitu melihat Aruna turun dengan wajah pucat digandeng Ocean. Selain khawatir pada anaknya, perempuan paruh baya itu juga bingung bagaimana bisa putrinya mendadak dekat dengan Sean padahal selama ini menolak perjodohan itu.“Ini hanya agar kita terlihat mesra, tidak perlu dipikirkan,” ujar Ocen tanpa menatap gadis itu. Dia tetap sibuk memeriksa ponselnya meski duduk di kasur yang sama dengan Aruna.Aruna menghela napas dan mengangguk, dia segera merebahkan dirinya karena kepalanya mendadak semakin pusing. Gadis itu sadar, harusnya mengusir laki-laki itu dengan segera. Tapi kenyataannya adalah tenaganya benar-benar habis. Ocean melirik gadis yang kini menutup matanya itu sekilas. Laki-laki itu menghembuskan napas dan segera keluar dari kamar. Usahanya tampak mesra dengan
Ocean Mallory Johnson mengedarkan pandangan ke sekeliling. Laki-laki tinggi itu berdiri di atap gedung 20 lantai dengan menggenggam segelas kopi hangat. Ia memandang hamparan kegiatan kota yang sibuk dan pemandangan kantor-kantor lain yang tinggi menjulang. Jauh di ujung sana, dia juga melihat kantornya yang juga tinggi. Udara tidak terlalu bagus, bahkan awan di atasnya juga tidak biru. Laki-laki dengan jas biru tua itu segera kembali masuk ke dalam cafe dan duduk dengan nyaman.Janji bertemunya dengan Aruna kemarin telah disetujui. Pria itu menunggu calon kekasih palsunya itu selesai dengan pekerjaan anak magangnya. Mereka berjanji untuk bertemu di atap kantor Danurdara sebelum akhirnya pergi makan malam bersama. Sebenarnya, Ocean bingung mau mengajak ke mana atau hendak mengatakan apa nanti. Namun laki-laki itu tampak tidak gentar sama sekali. Ia sangat yakin ini mudah karena tidak ada perasaan apa pun yang tumbuh di dalam dirinya.Di meja tempatnya menunggu kini sudah ada buket bun
“Aruna,” panggil Ocean membuat gadis itu menatapnya.“Ya?” Perempuan itu hanya diam sebentar dan menatap lebih lekat pada laki-laki di harapannya.“Kamu sudah bisa menebak apa yang akan saya bicarakan saat ini?” tanya Ocean, gadis itu menggeleng kecil. Dia sedikit bisa menebak, tapi tidak berani mengatakannya.“Terkait pernikahan kita, apa kamu sudah memikirkannya?” tanya Ocean lagi.“Sudah, tapi sepertinya kita perlu saling mengenal lebih jauh satu sama lain,” jawab gadis itu kembali menundukkan kepalanya.“Saya sepertinya hanya punya waktu sampai bulan depan kalau terus menunggu, kamu sudah membaca kontrak yang saya kirimkan?” Ocean membuka kembali ponselnya, membaca file yang ia kirimkan pada Aruna tempo hari.“Iya.” Aruna mengangguk. Gadis itu benar-benar tidak percaya ketika Ocean mengirimkan berkas perjanjian yang akan mereka setujui. Aruna semalaman membaca berulang-ulang file tersebut.“Bagaimana menurutmu? Apa kita tidak bisa saling mengenal selama pernikahan itu? Kita hanya
“Wah siapa itu?” Suara Celine mengagetkan Aruna yang tengah duduk di kursinya sambil memandangi ponselnya. Mereka baru saja istirahat makan siang dan akan segera bekerja lagi.“Kekasihku,” ujar Aruna tersenyum.Celine membulatkan bola matanya, tadi yang dia lihat memang foto seorang laki-laki dan perempuan sedang berdiri sambil memegang buket bunga.“Kamu sungguh punya kekasih?” Celine terkejut, suaranya bahkan terdengar oleh orang lain yang membuat Aruna sibuk menutup mulut temannya itu.“Ya, bisa dianggap begitu. Ini baru hari kedua kami menjalin hubungan,” ungkap Aruna mengangkat bahu. Foto itu mereka ambil kemarin, alasannya karena ingin menunjukkan pada orang tua mereka.“Ini si Johnson itu, kan? Dia yang selalu datang ke kantor ini, kan?” Gadis dengan rambut sebahu itu masih menunjuk-nunjuk ponsel pintar Aruna yang masih menunjukkan foto itu karena Celine masih ingin melihat lebih lama.“Iya.”Jawaban Aruna langsung membuat Celine duduk di kursinya sambil menutup mulut. Gadis it
Waktu berlalu presentasi telah selesai dilakukan. Acara kini berganti dengan makan malam dan bincang-bincang biasa. Suasana saat ini justru tampak seperti sebuah pesta. Aruna terus mengkuti ayahnya kemana pun dia pergi. Gadis itu juga tidak sungkan untuk mencicipi beberapa camilan yang disediakan. Gadis itu sempat berpikir untuk menjalin relasi dengan pengusaha yang bergerak di bidang makanan, lalu mencoba untuk berbisnis bersama.“Wah, lama tidak berjumpa, Aruna!” sapa seseorang membuat fokus gadis itu beralih. Aruna sedikit terkejut dan segera menyalami tangan laki-laki di depannya.“Kamu kemana saja?” Danurdara ikut antusias dengan orang yang menyapa anaknya tadi.“Aku ikut anakku di luar negeri, rindu sekali rasanya.” Laki-laki itu tersenyum sumringah, akhirnya bisa bertemu lagi dengan kawan lamanya.“Astaga, apa yang kalian lakukan di sana? Perusahaan Nalendra bahkan hampir tidak terdengar di perkumpulan lagi,” ujar Danurdara tertawa.“Anakku itu sedang menempuh studi, jadi sekal
Wajah Aruna mendadak berubah pucat. Gadis itu kini dibiarkan duduk berdua dengan laki-laki yang telah mencari kekasih pura-puranya. Pestanya belum usai, mereka hanya ditempatkan berdua agar orang tua mereka bisa berkeliling. Ocean sebenarnya hendak ikut, sebab tentu saja penerus keluarga Johnson itu harus mengenal lebih banyak orang. Sayangnya, kali ini ayahnya menyuruhnya duduk bersama kekasihnya tanpa perlu melakukan apa pun.Ocean tidak melakukan pembicaraan sedikit pun dan hanya memeriksa ponselnya serta beberapa kali menyapa orang. Aruna juga sebenarnya harus berkeliling bersama ayahnya. Posisinya sebagai anak magang saat ini memang tidak terlalu terlihat, meski begitu Aruna tetaplah anak pemilik perusahaan Danurdara.“Haruskah kita ikut berkeliling dan berbincang dengan mereka?” tanya Aruna memutus rasa hening yang sejak tadi ada pada mereka.“Tidak perlu,” jawab Sean masih memandang ponselnya.“Tapi bukankah kita harus membangun relasi juga?” Aruna bertanya lagi.“Iya, tapi seh
“Kalian sungguh akan menikah?” Mata Celine berbinar melihat undangan pernikahan yang tersebar di grup divisi.“Iya,” jawab Aruna. Sejak pagi, gadis itu sudah menerima ratusan ucapan selamat dari orang-orang di kantornya. Semalam, pihak Johnson sudah menyebarkan undangan pernikahan kepada para pekerja di dua perusahaan. Undangan itu juga sebagai pertanda bahwa penggabungan Johnson dan Danurdara akan semakin dekat.“Padahal sepertinya baru kemarin kalian makan bersama, kenapa tiba-tiba menikah?” tanya Celine tertawa, gadis itu berusaha bercanda.“Entahlah,” Aruna tersenyum kecil dan mengangkat bahu.Menatap banyaknya ucapan selamat di ponselnya membuat gadis itu tersenyum getir. Beberapa hari lagi dia akan menikah dengan Ocean. Laki-laki yang bahkan kemarin sore masih terlihat berciuman dengan seorang wanita setelah mengaku tidak punya kekasih di depan keluarga besar. Aruna tidak percaya nanti dia akan mencoba baju pengantin dan menunjukkan pada laki-laki yang tidak akan pernah menjadi
“Sayang, sudah waktunya makan malam.” Suara itu membangunkan Aruna dari tidur. Ketukan di pintunya semakin kencang. Aruna tau, kini ibunya ada di depan pintu dengan khawatir. Sebab, pintu kamar yang biasanya hanya ditutup biasa, kini terkunci rapat.Aruna menghela napas panjang dan pergi ke kamar mandi sebentar untuk membersihkan wajahnya. Gadis manis itu menyesal sudah tidur dalam keadaan menangis, kini wajahnya tampak bengkak. Beberapa saat kemudian, Aruna keluar dan mendapati ibunya mondar mandir di depan kamarnya.“Apa yang terjadi? Kenapa kamu menangis?” tanya ibunya semakin panik.“Tidak apa-apa, Bu.” Aruna tersenyum dan memilih berjalan menuju ruang makan. Sebenarnya, gadis itu tidak ingin pergi makan malam, tapi gadis itu yakin ibunya akan mendobrak pintu itu jika dia tidak muncul.Aruna tidak menjawab semua pertanyaan ayah dan ibunya ketika waktu makan. Namun, mereka menduga bahwa tangisan Aruna hari ini adalah karena pernikahannya yang semakin dekat. Tadi gadis itu pulang de
Wajah Aruna mendadak berubah pucat. Gadis itu kini dibiarkan duduk berdua dengan laki-laki yang telah mencari kekasih pura-puranya. Pestanya belum usai, mereka hanya ditempatkan berdua agar orang tua mereka bisa berkeliling. Ocean sebenarnya hendak ikut, sebab tentu saja penerus keluarga Johnson itu harus mengenal lebih banyak orang. Sayangnya, kali ini ayahnya menyuruhnya duduk bersama kekasihnya tanpa perlu melakukan apa pun.Ocean tidak melakukan pembicaraan sedikit pun dan hanya memeriksa ponselnya serta beberapa kali menyapa orang. Aruna juga sebenarnya harus berkeliling bersama ayahnya. Posisinya sebagai anak magang saat ini memang tidak terlalu terlihat, meski begitu Aruna tetaplah anak pemilik perusahaan Danurdara.“Haruskah kita ikut berkeliling dan berbincang dengan mereka?” tanya Aruna memutus rasa hening yang sejak tadi ada pada mereka.“Tidak perlu,” jawab Sean masih memandang ponselnya.“Tapi bukankah kita harus membangun relasi juga?” Aruna bertanya lagi.“Iya, tapi seh
Waktu berlalu presentasi telah selesai dilakukan. Acara kini berganti dengan makan malam dan bincang-bincang biasa. Suasana saat ini justru tampak seperti sebuah pesta. Aruna terus mengkuti ayahnya kemana pun dia pergi. Gadis itu juga tidak sungkan untuk mencicipi beberapa camilan yang disediakan. Gadis itu sempat berpikir untuk menjalin relasi dengan pengusaha yang bergerak di bidang makanan, lalu mencoba untuk berbisnis bersama.“Wah, lama tidak berjumpa, Aruna!” sapa seseorang membuat fokus gadis itu beralih. Aruna sedikit terkejut dan segera menyalami tangan laki-laki di depannya.“Kamu kemana saja?” Danurdara ikut antusias dengan orang yang menyapa anaknya tadi.“Aku ikut anakku di luar negeri, rindu sekali rasanya.” Laki-laki itu tersenyum sumringah, akhirnya bisa bertemu lagi dengan kawan lamanya.“Astaga, apa yang kalian lakukan di sana? Perusahaan Nalendra bahkan hampir tidak terdengar di perkumpulan lagi,” ujar Danurdara tertawa.“Anakku itu sedang menempuh studi, jadi sekal
“Wah siapa itu?” Suara Celine mengagetkan Aruna yang tengah duduk di kursinya sambil memandangi ponselnya. Mereka baru saja istirahat makan siang dan akan segera bekerja lagi.“Kekasihku,” ujar Aruna tersenyum.Celine membulatkan bola matanya, tadi yang dia lihat memang foto seorang laki-laki dan perempuan sedang berdiri sambil memegang buket bunga.“Kamu sungguh punya kekasih?” Celine terkejut, suaranya bahkan terdengar oleh orang lain yang membuat Aruna sibuk menutup mulut temannya itu.“Ya, bisa dianggap begitu. Ini baru hari kedua kami menjalin hubungan,” ungkap Aruna mengangkat bahu. Foto itu mereka ambil kemarin, alasannya karena ingin menunjukkan pada orang tua mereka.“Ini si Johnson itu, kan? Dia yang selalu datang ke kantor ini, kan?” Gadis dengan rambut sebahu itu masih menunjuk-nunjuk ponsel pintar Aruna yang masih menunjukkan foto itu karena Celine masih ingin melihat lebih lama.“Iya.”Jawaban Aruna langsung membuat Celine duduk di kursinya sambil menutup mulut. Gadis it
“Aruna,” panggil Ocean membuat gadis itu menatapnya.“Ya?” Perempuan itu hanya diam sebentar dan menatap lebih lekat pada laki-laki di harapannya.“Kamu sudah bisa menebak apa yang akan saya bicarakan saat ini?” tanya Ocean, gadis itu menggeleng kecil. Dia sedikit bisa menebak, tapi tidak berani mengatakannya.“Terkait pernikahan kita, apa kamu sudah memikirkannya?” tanya Ocean lagi.“Sudah, tapi sepertinya kita perlu saling mengenal lebih jauh satu sama lain,” jawab gadis itu kembali menundukkan kepalanya.“Saya sepertinya hanya punya waktu sampai bulan depan kalau terus menunggu, kamu sudah membaca kontrak yang saya kirimkan?” Ocean membuka kembali ponselnya, membaca file yang ia kirimkan pada Aruna tempo hari.“Iya.” Aruna mengangguk. Gadis itu benar-benar tidak percaya ketika Ocean mengirimkan berkas perjanjian yang akan mereka setujui. Aruna semalaman membaca berulang-ulang file tersebut.“Bagaimana menurutmu? Apa kita tidak bisa saling mengenal selama pernikahan itu? Kita hanya
Ocean Mallory Johnson mengedarkan pandangan ke sekeliling. Laki-laki tinggi itu berdiri di atap gedung 20 lantai dengan menggenggam segelas kopi hangat. Ia memandang hamparan kegiatan kota yang sibuk dan pemandangan kantor-kantor lain yang tinggi menjulang. Jauh di ujung sana, dia juga melihat kantornya yang juga tinggi. Udara tidak terlalu bagus, bahkan awan di atasnya juga tidak biru. Laki-laki dengan jas biru tua itu segera kembali masuk ke dalam cafe dan duduk dengan nyaman.Janji bertemunya dengan Aruna kemarin telah disetujui. Pria itu menunggu calon kekasih palsunya itu selesai dengan pekerjaan anak magangnya. Mereka berjanji untuk bertemu di atap kantor Danurdara sebelum akhirnya pergi makan malam bersama. Sebenarnya, Ocean bingung mau mengajak ke mana atau hendak mengatakan apa nanti. Namun laki-laki itu tampak tidak gentar sama sekali. Ia sangat yakin ini mudah karena tidak ada perasaan apa pun yang tumbuh di dalam dirinya.Di meja tempatnya menunggu kini sudah ada buket bun
“Kamu kenapa masih di sini?” Wajah Aruna memerah ketika menatap laki-laki di depannya. Saat ini mereka ada di kamar Aruna. Ocean benar-benar mengantarnya pulang sampai ke rumah. Tentu saja ibu gadis itu langsung heboh begitu melihat Aruna turun dengan wajah pucat digandeng Ocean. Selain khawatir pada anaknya, perempuan paruh baya itu juga bingung bagaimana bisa putrinya mendadak dekat dengan Sean padahal selama ini menolak perjodohan itu.“Ini hanya agar kita terlihat mesra, tidak perlu dipikirkan,” ujar Ocen tanpa menatap gadis itu. Dia tetap sibuk memeriksa ponselnya meski duduk di kasur yang sama dengan Aruna.Aruna menghela napas dan mengangguk, dia segera merebahkan dirinya karena kepalanya mendadak semakin pusing. Gadis itu sadar, harusnya mengusir laki-laki itu dengan segera. Tapi kenyataannya adalah tenaganya benar-benar habis. Ocean melirik gadis yang kini menutup matanya itu sekilas. Laki-laki itu menghembuskan napas dan segera keluar dari kamar. Usahanya tampak mesra dengan
“Wajahmu kenapa ditekuk seperti itu?” tanya Celine setelah duduk di kursi kerjanya, mereka baru pulang dari makan siang di café kantornya.“Aku pusing sekali.” Aruna ikut duduk sambil mengelus kepalanya.“Kamu sakit? Apa tadi salah makan?” Celine tampak panik melihat wajah rekan sebelah mejanya yang pucat.“Tidak tau, aku kan hanya makan salad dan minum kopi?” Gadis itu sekarang memegang perutnya.“Sebaiknya kamu pergi ke ruang perawatan, wajahmu benar-benar pucat sekarang.” Celine memilih menggandeng gadis itu keluar ruangan. Banyak yang bertanya apa yang terjadi, tapi Celine hanya menjawab dengan anak magang ini butuh perawatan.Kabar Aruna yang sedang sakit terdengar sampai ke ruang CEO. Ayahnya tentu saja langsung menuju ruang perawatan khusus staf untuk mengunjungi puteri kesayangannya.“Apa yang terjadi?” tanya laki-laki itu panik.“Mungkin Aruna hanya kelelahan, Ayah,” jawab gadis itu tersenyum. Danurdara tampak cemas, pasalnya anaknya itu tergolong mudah sakit. Tapi mengingat