Seminggu berlalu, Danurdara benar-benar seperti siap mati berdiri. Johnson benar-benar mengirim orang kepercayaannya ke kantornya untuk menagih janji atas kesombongan Danurdara. Tidak ada keributan di kantor, yang orang-orang tahu dua perusahaan besar itu hanya akan bekerja sama.
“Bagaimana? Sudah siap tanda tangan kontrak, Tuan Danurdara?” Suara sekretaris Johnson terdengar semakin mendesak. Pasalnya dari tadi Danurdara hanya berputar-putar di tempatnya karena kebingungan.
“Tapi pemegang saham Danurdara kan ada beberapa orang, dan mereka belum mau memberikannya lagi pada kami.” Kini suara istri Danurdara yang terdengar. Ibu kesayangan Aruna itu memutuskan ikut ke kantor untuk mengetahui kondisi yang sebenarnya.
“Kami sudah bilang, Johnson siap membeli dengan harga yang lebih tinggi. Jadi bisa dibilang kami ingin membeli saham selain yang kalian pegang sendiri,” ucap sekretarisnya lagi tampak lelah. Ini sudah lebih dari dua jam dia di perusahaan Danurdara, dan ucapannya tadi sudah dia ulang lebih dari tiga kali.
“Tapi—“
“Kalau tidak bisa menepatinya setidaknya jangan membual.” Kalimat Danurdara dipotong sebelum bisa menyelesaikannya. Yang membuat Danurdara terkejut adalah yang berani memotong ucapannya adalah Ocean Mallory Johnson, calon menantunya.
“Saya bukan bermaksud tidak sopan, tapi yang membuat perjanjian seperti ini adalah anda sendiri, Tuan Danurdara.” Sean tersenyum ramah, tapi kalimatnya membuat calon mertuanya itu seperti semakin panas.
“Kau! Yang membuat aku berpikir berkali-kali lipat selain angka 95 persen itu adalah karena perjanjian itu memuat pernikahanmu dengan anakku! Kau pikir aku bisa secepat itu setuju?!” hardik Danurdara berjalan mendekati Sean yang duduk di sofa. Langkah Danurdara ditahan istrinya, tidak mau membuat masalah yang sudah membuat sakit kepala ini semakin runyam.
“Sebenarnya saya juga tidak setuju dengan hal itu, tapi ayah saya yang memutuskan seperti itu.” Sean masih tersenyum yang makin membuat ayah Aruna kesal.
“Wajahmu itu memang tampan, tapi kenapa menyebalkan sekali?! Kami kemarin sudah berdiskusi dengan Aruna dan dia terus menolak. Kami bisa apa? Tidak mungkin kami menikahkan putri kami satu-satunya itu dengan paksaan,” ujar sang ibu seolah membaca pikiran suaminya.
“Saya tidak mau ambil pusing dengan masalah pernikahan, karena saya juga tidak tertarik. Silakan diskusikan itu dengan ayah saya, yang saya tunggu adalah perjanjian pemberian saham 95 persen kepada Johnson, karena saya yang akan mengurusnya,” lanjut Sean.
Dalam perjanjian yang dibuat ayahnya, sebenarnya terdapat penambahan jumlah nama pemilik perusahaan. 95 persen saham Danurdara yang diminta ayahnya itu hendak diberikan pada Sean, dan namanyalah yang akan tercatat sebagai pemilik perusahaan. Sejujurnya, Sean juga bingung apa tujuan ayahnya membuat perjanjian ini. Perusahaan Danurdara tidak pernah masuk dalam daftar perusahaan yang ingin mereka akuisisi. Menurut Sean, perusahaan properti dan konstruksi tidak secocok itu dengan perusahaan bidang ekspor impor. Laki-laki berjas hitam itu juga bingung, kenapa dirinya disuruh menikah dengan anak pemilik perusahaan yang akan diambilnya. Mereka baru bertemu sekali dan tidak meninggalkan kesan apa pun.
Kepala keluarga Johnson memang sering menyuruh Sean menikah. Katanya karena umurnya sudah 32 tahun dan harus sudah memiliki keturunan untuk melanjutkan trah Johnson. Namun, karena terlalu sering disuruh, laki-laki itu jadi kurang minat. Sebenarnya, Sean memiliki adik laki-laki yang usianya sebaya dengan Aruna. Laki-laki itu bingung kenapa yang dijodohkan dengan Aruna adalah dirinya dan bukan adiknya.
“Batas akhir penandatanganan dokumennya adalah hari ini, tuan Johnson sudah mengirimi anda surat, kan?” ujar sekretaris itu memecah keheningan.
“Haduh kalian ini membuatku semakin pusing!” Danurdara memegang kepalanya. Dia takut tiba-tiba terkena tekanan darah tinggi karena kejadian tidak terduga ini. Dia ingin mengutuki mulutnya yang sudah bicara sombong itu sekali lagi.
“Saya yang akan memegang 95 persen saham Danurdara, jadi kalau anak anda menikah dengan saya, kepemilikan perusahaan ini seolah tidak berubah. Hanya saja anda menambahkan nama menantu anda dalam daftar pemilik perusahaan,” ujar Sean meyakinkan.
Danurdara diam memikirkan ucapan laki-laki itu. Kalau benar seperti itu, memangnya apa rencana Johnson? Apa benar yang diinginkan hanya perusahaan, lalu pernikahan anaknya hanya sebagai kedok untuk menyatukan perusahaan?
“Karena aku tidak bisa membayar ganti rugi atas omong kosongku itu, bagaimana kalau membuat dua kontrak?” tawar Danurdara.
“Tuan tolong jangan membuat masalah ini semakin sulit.” Sekretaris itu menghela napas panjang. Semakin lama pekerjaannya terasa semakin banyak.
“Dua kontrak bagaimana?” tanya Sean sambil meminum teh yang disajikan. Dia tampak mau-mau saja berdiskusi.
“Buat satu kontrak untuk penandatangannya pemindahan aset, aku akan menandatanganinya hari ini. Kalian harus pastikan untuk benar untuk berdiskusi dan membayar biaya saham pada para pemegang sahamku yang lain. Aku mau kita mengadakan rapat pemegang saham bersama antara Danurdara dan Johnson. Ini untuk mencegah ada kesimpang siuran berita,” terang Danurdara.
“Lalu kontrak satu lagi untuk apa?” tanya Sean menatap datar, namun tampak penasaran dengan rencana laki-laki di depannya.
“Kontrak satu lagi adalah tentang pernikahanmu dan Aruna. Aku tidak bisa memaksa gadis itu, jadi dia yang harus tanda tangan sendiri,” ujar laki-laki paruh baya itu tersenyum. Bagaimanapun, dia adalah seorang ayah yang tidak rela menjual anaknya. Apalagi karena mulut besarnya.
“Aku bicara begini karena kamu adalah pihak yang akan bersentuhan langsung dengan Aruna. Jadi aku harap kamu bisa mempertimbangkan untuk mengenal Aruna lebih dulu, lalu putuskan bagaimana yang terbaik bersama Aruna. Aku tetap tidak akan bisa kalau menyuruhnya menikah secara sepihak,” lanjut Danurdara.
Ada rasa kagum dalam diri Ocean, dia menyukai cara berpikir Danurdara yang tampak sangat menyanyangi anaknya itu. Laki-laki itu jadi penasaran bagaimana sebenarnya pribadi Aruna yang tumbuh besar dalam keluarga yang penuh cinta seperti ini. Sudah pasti berbeda dengan dirinya.
“Baiklah saya setuju,” ujar Sean kembali tersenyum kaku. Dia benar-benar melatih senyumannya seperti hanya digunakan untuk keperluan bisnis.
“Tapi Tuan Muda Sean—“
“Saya yang akan bicara pada ayah nanti, tolong persiapkan kontrak yang satunya lebih dulu. Lagipula saya memang harus mengenal perempuan yang akan menikah dengan saya lebih dulu, kan?” ucap Sean memotong sekretarisnya lagi. Sekretaris laki-laki itu mengangguk dan mulai menyiapkan kontrak baru untuk ditandatangani hari ini.
Ada senyum lega yang terpatri di wajah Danurdara. Meski hampir kehilangan perusahaannya, setidaknya hubungannya dengan puteri kesayangannya itu masih bisa sedikit diselamatkan. Calon menantunya itu juga terlihat bukan orang yang hanya mementingkan diri sendiri. Setidaknya dia mau diajak berdiskusi. Selanjutnya, Aruna yang akan menentukan jalannya sendiri.
Suasana di luar ruangan Danurdara tampak riuh. Mereka mulai bergosip tentang kemungkinan-kemungkinana yang terjadi karena tiba-tiba perwakilan perusahaan Johnson datang. Tadi pagi, bagian resepsionis di luar tampak bingung karena ada tamu yang tidak terjadwal. Sekretaris Danurdara sendiri yang akhirnya menyusul rombongan Johnson yang datang. Jadilah berita itu menyebar dengan cepat. “Runa, kamu sungguh tidak tahu apa yang terjadi?” bisik salah satu rekan kerjanya yang duduk di sebelah kursi gadis manis itu. “Tidak tahu.” Aruna juga menjawab dengan wajah serius dan terlihat sedikit khawatir. Pasalnya hampir tiap malam orang tuanya menyuruh gadis itu untuk berkenalan dengan anak laki-laki keluarga Johnson, tapi hari ini mereka malah datang ke kantornya. Aruna merasa ada masalah yang harus dia tahu. “Menurutmu apa yang akan terjadi?” tanya temannya lagi pada Aruna. Dia adalah baru di kantornya yang umurnya tidak jauh dari Aruna, jadi mereka berteman.
Wajah Aruna memerah ketika sampai di rumahnya. Gadis itu membersihkan diri dan merapikan kamar besarnya sambil terus-terusan tersenyum lega. Sepertinya hal buruk tidak akan menimpanya jika dia berhasil memberanikan diri. Gadis itu bermain ponselnya sejenak sebelum turun untuk makan malam bersama keluarganya. Tradisi makan malam di keluarga Danurdara memang seperti itu. Mereka ingin agar suasana keluarga tampak harmonis dan selalu akur. Saat sesi makanlah mereka akan mendiskusikan masalah-masalah. Mulai dari cerita di sehari-hari, masalah kantor, dan lain sebagainya. Ruang makan keluarga Danurdara seolah menjadi tempat konsultasi. Aruna menyukai kebiasaan itu, karena itu membuatnya yang anak tunggal jadi memiliki teman untuk berbagi cerita di rumah. Aruna sudah hidup dengan kebiasaan itu sejak lama, jadilah dia anak yang terbuka dekat dengan kedua orang tuanya. “Bagaimana perkenalanmu dengan Sean tadi, Sayang?” tanya sang ibu setelah melihat anak gadisnya yang c
“Oh, ya? Proyek apa?” Aruna antusias bertanya sambil tersenyum. Gadis itu mengenakan riasan yang sedikit mencolok dibandingkan dengan kemarin. Bibir dan pipinya yang kemerahan sangat cocok dengan wajah putihnya yang ceria. Gadis itu menggerai rambut panjangnya dan mengenakan baju putih dilengkapi vest berwarna biru tua serta celana denim yang tidak ketat. Gadis itu akan ikut dalam kerja lapangan hari ini, jadi dia memakai pakaian yang enak dipakai di luar ruangan. “Nanti ayahmu pasti akan bercerita setelah proyek ini deal,” ujar Sean tersenyum kecil lagi. Gadis yang tingginya hanya mencapai dadanya itu sebenarnya tampak menarik, apalagi wajahnya yang terlihat antusias. Namun Ocean segera sadar dan memudarkan senyumnya. Aruna tidak lebih dari sekedar anak-anak yang baru menginjak dewasa dan senang belajar, tidak ada menariknya. Setelah beberapa percakapan pendek lagi, Aruna akhirnya pamit untuk masuk ke ruang kerjanya. Gadis itu juga menyilakan dua tamu itu untu
“Jadi begitu, saya ingin Ocean dan Aruna dapat saling mengenal lebih jauh dulu,” ujar Kepala keluarga Johnson tersenyum setelah sesi makan malam selesai. Danurdara juga tersenyum mengangguk, berpura-pura ramah. Laki-laki itu memikirkan sebenarnya apa yang direncanakan Johnson sampai bertingkah sejauh ini. Sore tadi, Johnson tiba-tiba meneleponnya dan mengatakan ingin datang berkunjung. Danurdara awalnya menolak karena tahu yang akan dibahas adalah tekait pernikahan anaknya. Tapi Johnson memaksa dan mengatakan Aruna dan Sean harus saling mengenal lebih dulu. Ini adalah langkah awal perkenalan mereka. “Pernikahan dua keluarga besar pasti akan sangat menguntungkan bagi kita. Saya merasa kalau anak saya ini sudah cukup umur dan harus menikah. Danurdara juga harus memiliki penerus perusahaan, kan? Bukankah ini adalah sebuah kesempatan untuk menggabungkan perusahaan kita?” tawar Johnson meyakinkan. “Saya sebenarnya masih bingung kenapa tiba-tiba kalian me
“Wajahmu kenapa ditekuk seperti itu?” tanya Celine setelah duduk di kursi kerjanya, mereka baru pulang dari makan siang di café kantornya.“Aku pusing sekali.” Aruna ikut duduk sambil mengelus kepalanya.“Kamu sakit? Apa tadi salah makan?” Celine tampak panik melihat wajah rekan sebelah mejanya yang pucat.“Tidak tau, aku kan hanya makan salad dan minum kopi?” Gadis itu sekarang memegang perutnya.“Sebaiknya kamu pergi ke ruang perawatan, wajahmu benar-benar pucat sekarang.” Celine memilih menggandeng gadis itu keluar ruangan. Banyak yang bertanya apa yang terjadi, tapi Celine hanya menjawab dengan anak magang ini butuh perawatan.Kabar Aruna yang sedang sakit terdengar sampai ke ruang CEO. Ayahnya tentu saja langsung menuju ruang perawatan khusus staf untuk mengunjungi puteri kesayangannya.“Apa yang terjadi?” tanya laki-laki itu panik.“Mungkin Aruna hanya kelelahan, Ayah,” jawab gadis itu tersenyum. Danurdara tampak cemas, pasalnya anaknya itu tergolong mudah sakit. Tapi mengingat
“Kamu kenapa masih di sini?” Wajah Aruna memerah ketika menatap laki-laki di depannya. Saat ini mereka ada di kamar Aruna. Ocean benar-benar mengantarnya pulang sampai ke rumah. Tentu saja ibu gadis itu langsung heboh begitu melihat Aruna turun dengan wajah pucat digandeng Ocean. Selain khawatir pada anaknya, perempuan paruh baya itu juga bingung bagaimana bisa putrinya mendadak dekat dengan Sean padahal selama ini menolak perjodohan itu.“Ini hanya agar kita terlihat mesra, tidak perlu dipikirkan,” ujar Ocen tanpa menatap gadis itu. Dia tetap sibuk memeriksa ponselnya meski duduk di kasur yang sama dengan Aruna.Aruna menghela napas dan mengangguk, dia segera merebahkan dirinya karena kepalanya mendadak semakin pusing. Gadis itu sadar, harusnya mengusir laki-laki itu dengan segera. Tapi kenyataannya adalah tenaganya benar-benar habis. Ocean melirik gadis yang kini menutup matanya itu sekilas. Laki-laki itu menghembuskan napas dan segera keluar dari kamar. Usahanya tampak mesra dengan
Ocean Mallory Johnson mengedarkan pandangan ke sekeliling. Laki-laki tinggi itu berdiri di atap gedung 20 lantai dengan menggenggam segelas kopi hangat. Ia memandang hamparan kegiatan kota yang sibuk dan pemandangan kantor-kantor lain yang tinggi menjulang. Jauh di ujung sana, dia juga melihat kantornya yang juga tinggi. Udara tidak terlalu bagus, bahkan awan di atasnya juga tidak biru. Laki-laki dengan jas biru tua itu segera kembali masuk ke dalam cafe dan duduk dengan nyaman.Janji bertemunya dengan Aruna kemarin telah disetujui. Pria itu menunggu calon kekasih palsunya itu selesai dengan pekerjaan anak magangnya. Mereka berjanji untuk bertemu di atap kantor Danurdara sebelum akhirnya pergi makan malam bersama. Sebenarnya, Ocean bingung mau mengajak ke mana atau hendak mengatakan apa nanti. Namun laki-laki itu tampak tidak gentar sama sekali. Ia sangat yakin ini mudah karena tidak ada perasaan apa pun yang tumbuh di dalam dirinya.Di meja tempatnya menunggu kini sudah ada buket bun
“Aruna,” panggil Ocean membuat gadis itu menatapnya.“Ya?” Perempuan itu hanya diam sebentar dan menatap lebih lekat pada laki-laki di harapannya.“Kamu sudah bisa menebak apa yang akan saya bicarakan saat ini?” tanya Ocean, gadis itu menggeleng kecil. Dia sedikit bisa menebak, tapi tidak berani mengatakannya.“Terkait pernikahan kita, apa kamu sudah memikirkannya?” tanya Ocean lagi.“Sudah, tapi sepertinya kita perlu saling mengenal lebih jauh satu sama lain,” jawab gadis itu kembali menundukkan kepalanya.“Saya sepertinya hanya punya waktu sampai bulan depan kalau terus menunggu, kamu sudah membaca kontrak yang saya kirimkan?” Ocean membuka kembali ponselnya, membaca file yang ia kirimkan pada Aruna tempo hari.“Iya.” Aruna mengangguk. Gadis itu benar-benar tidak percaya ketika Ocean mengirimkan berkas perjanjian yang akan mereka setujui. Aruna semalaman membaca berulang-ulang file tersebut.“Bagaimana menurutmu? Apa kita tidak bisa saling mengenal selama pernikahan itu? Kita hanya
“Kalian sungguh akan menikah?” Mata Celine berbinar melihat undangan pernikahan yang tersebar di grup divisi.“Iya,” jawab Aruna. Sejak pagi, gadis itu sudah menerima ratusan ucapan selamat dari orang-orang di kantornya. Semalam, pihak Johnson sudah menyebarkan undangan pernikahan kepada para pekerja di dua perusahaan. Undangan itu juga sebagai pertanda bahwa penggabungan Johnson dan Danurdara akan semakin dekat.“Padahal sepertinya baru kemarin kalian makan bersama, kenapa tiba-tiba menikah?” tanya Celine tertawa, gadis itu berusaha bercanda.“Entahlah,” Aruna tersenyum kecil dan mengangkat bahu.Menatap banyaknya ucapan selamat di ponselnya membuat gadis itu tersenyum getir. Beberapa hari lagi dia akan menikah dengan Ocean. Laki-laki yang bahkan kemarin sore masih terlihat berciuman dengan seorang wanita setelah mengaku tidak punya kekasih di depan keluarga besar. Aruna tidak percaya nanti dia akan mencoba baju pengantin dan menunjukkan pada laki-laki yang tidak akan pernah menjadi
“Sayang, sudah waktunya makan malam.” Suara itu membangunkan Aruna dari tidur. Ketukan di pintunya semakin kencang. Aruna tau, kini ibunya ada di depan pintu dengan khawatir. Sebab, pintu kamar yang biasanya hanya ditutup biasa, kini terkunci rapat.Aruna menghela napas panjang dan pergi ke kamar mandi sebentar untuk membersihkan wajahnya. Gadis manis itu menyesal sudah tidur dalam keadaan menangis, kini wajahnya tampak bengkak. Beberapa saat kemudian, Aruna keluar dan mendapati ibunya mondar mandir di depan kamarnya.“Apa yang terjadi? Kenapa kamu menangis?” tanya ibunya semakin panik.“Tidak apa-apa, Bu.” Aruna tersenyum dan memilih berjalan menuju ruang makan. Sebenarnya, gadis itu tidak ingin pergi makan malam, tapi gadis itu yakin ibunya akan mendobrak pintu itu jika dia tidak muncul.Aruna tidak menjawab semua pertanyaan ayah dan ibunya ketika waktu makan. Namun, mereka menduga bahwa tangisan Aruna hari ini adalah karena pernikahannya yang semakin dekat. Tadi gadis itu pulang de
Wajah Aruna mendadak berubah pucat. Gadis itu kini dibiarkan duduk berdua dengan laki-laki yang telah mencari kekasih pura-puranya. Pestanya belum usai, mereka hanya ditempatkan berdua agar orang tua mereka bisa berkeliling. Ocean sebenarnya hendak ikut, sebab tentu saja penerus keluarga Johnson itu harus mengenal lebih banyak orang. Sayangnya, kali ini ayahnya menyuruhnya duduk bersama kekasihnya tanpa perlu melakukan apa pun.Ocean tidak melakukan pembicaraan sedikit pun dan hanya memeriksa ponselnya serta beberapa kali menyapa orang. Aruna juga sebenarnya harus berkeliling bersama ayahnya. Posisinya sebagai anak magang saat ini memang tidak terlalu terlihat, meski begitu Aruna tetaplah anak pemilik perusahaan Danurdara.“Haruskah kita ikut berkeliling dan berbincang dengan mereka?” tanya Aruna memutus rasa hening yang sejak tadi ada pada mereka.“Tidak perlu,” jawab Sean masih memandang ponselnya.“Tapi bukankah kita harus membangun relasi juga?” Aruna bertanya lagi.“Iya, tapi seh
Waktu berlalu presentasi telah selesai dilakukan. Acara kini berganti dengan makan malam dan bincang-bincang biasa. Suasana saat ini justru tampak seperti sebuah pesta. Aruna terus mengkuti ayahnya kemana pun dia pergi. Gadis itu juga tidak sungkan untuk mencicipi beberapa camilan yang disediakan. Gadis itu sempat berpikir untuk menjalin relasi dengan pengusaha yang bergerak di bidang makanan, lalu mencoba untuk berbisnis bersama.“Wah, lama tidak berjumpa, Aruna!” sapa seseorang membuat fokus gadis itu beralih. Aruna sedikit terkejut dan segera menyalami tangan laki-laki di depannya.“Kamu kemana saja?” Danurdara ikut antusias dengan orang yang menyapa anaknya tadi.“Aku ikut anakku di luar negeri, rindu sekali rasanya.” Laki-laki itu tersenyum sumringah, akhirnya bisa bertemu lagi dengan kawan lamanya.“Astaga, apa yang kalian lakukan di sana? Perusahaan Nalendra bahkan hampir tidak terdengar di perkumpulan lagi,” ujar Danurdara tertawa.“Anakku itu sedang menempuh studi, jadi sekal
“Wah siapa itu?” Suara Celine mengagetkan Aruna yang tengah duduk di kursinya sambil memandangi ponselnya. Mereka baru saja istirahat makan siang dan akan segera bekerja lagi.“Kekasihku,” ujar Aruna tersenyum.Celine membulatkan bola matanya, tadi yang dia lihat memang foto seorang laki-laki dan perempuan sedang berdiri sambil memegang buket bunga.“Kamu sungguh punya kekasih?” Celine terkejut, suaranya bahkan terdengar oleh orang lain yang membuat Aruna sibuk menutup mulut temannya itu.“Ya, bisa dianggap begitu. Ini baru hari kedua kami menjalin hubungan,” ungkap Aruna mengangkat bahu. Foto itu mereka ambil kemarin, alasannya karena ingin menunjukkan pada orang tua mereka.“Ini si Johnson itu, kan? Dia yang selalu datang ke kantor ini, kan?” Gadis dengan rambut sebahu itu masih menunjuk-nunjuk ponsel pintar Aruna yang masih menunjukkan foto itu karena Celine masih ingin melihat lebih lama.“Iya.”Jawaban Aruna langsung membuat Celine duduk di kursinya sambil menutup mulut. Gadis it
“Aruna,” panggil Ocean membuat gadis itu menatapnya.“Ya?” Perempuan itu hanya diam sebentar dan menatap lebih lekat pada laki-laki di harapannya.“Kamu sudah bisa menebak apa yang akan saya bicarakan saat ini?” tanya Ocean, gadis itu menggeleng kecil. Dia sedikit bisa menebak, tapi tidak berani mengatakannya.“Terkait pernikahan kita, apa kamu sudah memikirkannya?” tanya Ocean lagi.“Sudah, tapi sepertinya kita perlu saling mengenal lebih jauh satu sama lain,” jawab gadis itu kembali menundukkan kepalanya.“Saya sepertinya hanya punya waktu sampai bulan depan kalau terus menunggu, kamu sudah membaca kontrak yang saya kirimkan?” Ocean membuka kembali ponselnya, membaca file yang ia kirimkan pada Aruna tempo hari.“Iya.” Aruna mengangguk. Gadis itu benar-benar tidak percaya ketika Ocean mengirimkan berkas perjanjian yang akan mereka setujui. Aruna semalaman membaca berulang-ulang file tersebut.“Bagaimana menurutmu? Apa kita tidak bisa saling mengenal selama pernikahan itu? Kita hanya
Ocean Mallory Johnson mengedarkan pandangan ke sekeliling. Laki-laki tinggi itu berdiri di atap gedung 20 lantai dengan menggenggam segelas kopi hangat. Ia memandang hamparan kegiatan kota yang sibuk dan pemandangan kantor-kantor lain yang tinggi menjulang. Jauh di ujung sana, dia juga melihat kantornya yang juga tinggi. Udara tidak terlalu bagus, bahkan awan di atasnya juga tidak biru. Laki-laki dengan jas biru tua itu segera kembali masuk ke dalam cafe dan duduk dengan nyaman.Janji bertemunya dengan Aruna kemarin telah disetujui. Pria itu menunggu calon kekasih palsunya itu selesai dengan pekerjaan anak magangnya. Mereka berjanji untuk bertemu di atap kantor Danurdara sebelum akhirnya pergi makan malam bersama. Sebenarnya, Ocean bingung mau mengajak ke mana atau hendak mengatakan apa nanti. Namun laki-laki itu tampak tidak gentar sama sekali. Ia sangat yakin ini mudah karena tidak ada perasaan apa pun yang tumbuh di dalam dirinya.Di meja tempatnya menunggu kini sudah ada buket bun
“Kamu kenapa masih di sini?” Wajah Aruna memerah ketika menatap laki-laki di depannya. Saat ini mereka ada di kamar Aruna. Ocean benar-benar mengantarnya pulang sampai ke rumah. Tentu saja ibu gadis itu langsung heboh begitu melihat Aruna turun dengan wajah pucat digandeng Ocean. Selain khawatir pada anaknya, perempuan paruh baya itu juga bingung bagaimana bisa putrinya mendadak dekat dengan Sean padahal selama ini menolak perjodohan itu.“Ini hanya agar kita terlihat mesra, tidak perlu dipikirkan,” ujar Ocen tanpa menatap gadis itu. Dia tetap sibuk memeriksa ponselnya meski duduk di kasur yang sama dengan Aruna.Aruna menghela napas dan mengangguk, dia segera merebahkan dirinya karena kepalanya mendadak semakin pusing. Gadis itu sadar, harusnya mengusir laki-laki itu dengan segera. Tapi kenyataannya adalah tenaganya benar-benar habis. Ocean melirik gadis yang kini menutup matanya itu sekilas. Laki-laki itu menghembuskan napas dan segera keluar dari kamar. Usahanya tampak mesra dengan
“Wajahmu kenapa ditekuk seperti itu?” tanya Celine setelah duduk di kursi kerjanya, mereka baru pulang dari makan siang di café kantornya.“Aku pusing sekali.” Aruna ikut duduk sambil mengelus kepalanya.“Kamu sakit? Apa tadi salah makan?” Celine tampak panik melihat wajah rekan sebelah mejanya yang pucat.“Tidak tau, aku kan hanya makan salad dan minum kopi?” Gadis itu sekarang memegang perutnya.“Sebaiknya kamu pergi ke ruang perawatan, wajahmu benar-benar pucat sekarang.” Celine memilih menggandeng gadis itu keluar ruangan. Banyak yang bertanya apa yang terjadi, tapi Celine hanya menjawab dengan anak magang ini butuh perawatan.Kabar Aruna yang sedang sakit terdengar sampai ke ruang CEO. Ayahnya tentu saja langsung menuju ruang perawatan khusus staf untuk mengunjungi puteri kesayangannya.“Apa yang terjadi?” tanya laki-laki itu panik.“Mungkin Aruna hanya kelelahan, Ayah,” jawab gadis itu tersenyum. Danurdara tampak cemas, pasalnya anaknya itu tergolong mudah sakit. Tapi mengingat