Alland dan Vindy saat ini sedang berada di ruangan pertemuan, suasana di ruangan itu terasa dingin dan sunyi. Banyak sekali barang-barang mewah dan megah yang tertata rapi, belum lagi toples-toples cantik berisi kue yang menghiasi meja. Bunga Lily, Matahari, Mawar, dan Tulip juga ikut menghias agar ruangan itu terasa indah. Di dalam ruangan itu keduanya disibukkan dengan pekerjaannya masing-masing, Alland dengan laptopnya sementara Vindy sibuk dengan berkas-berkasnya. Tak lama kemudian pintu ruangan diketuk dari luar, dengan tegas Alland menyuruh orang itu untuk masuk. Alland menatap Vindy yang sibuk dengan berkas-berkas dihadapannya, pintu kemudian terbuka dan menampilkan sosok pria muda yang Alland kenal.
”bagaimana kabarmu, Alland?" tanya pria itu.
”Seperti yang kamu lihat, Aaron," balas Alland, "Bagaimana kabarmu sendiri?"
"Ya, diriku baik-baik saja. Aku kemari untuk mengundang dirimu makan malam di sebuah Restoran terkenal," ujar pria itu.
”Kapan itu?" tanya Alland dingin.
"Besok malam," balas Aaron.
"Jam berapa?" tanya Alland.
”Jam setengah delapan malam di Restoran Rose. Kalau perlu kau ajak juga kekasihmu itu agar dia bisa berteman dengan Anna," balas Aaron.
"Kau beruntung jadwalku kosong besok malam. Tentu saja aku akan mengajaknya karena dia harus selalu bersamaku kemana-mana," ujar Alland.
"Baiklah, Alland. Sampai jumpa besok malam dan aku akan kembali ke Kantor milikku!" tegas Aaron.
Alland hanya mengangguk dan pria itu akhirnya pergi dari hadapan mereka. Setelah kepergian Aaron, Alland menatap Vindy yang sejak tadi berdiri dan hanya diam tanpa bersuara.
"Jadi, Vindy. Apa penyebab kedua orangtuamu meninggal?" tanya Alland.
"Mereka mengalami kecelakaan, Tuan Harrison. Sampai saat ini jasadnya belum juga ditemukan," balas Vindy.
”Kecelakaan apa?" tanya Alland lagi.
"Pesawat terbang," balas Vindy pelan.
"Apa kamu tahu mereka naik pesawat apa?" tanya Alland.
"Ya, Tuan. Pesawatnya adalah JD2467," balas Vindy, "Mereka berencana pergi ke London, Inggris."
Alland mengangguk paham dan dia mengirimkan pesan kepada sahabatnya yang merupakan seorang Hacker terkenal.
"Siapa nama kedua orangtuamu?" tanya Alland.
"Arsene Daffano dan Vilia Marcella Daffano," balas Vindy.
"Baiklah. Aku sudah minta sahabatku untuk mencari informasi tentang kecelakaan itu. Saya akan mengabari kamu lagi nantinya," ujar Alland.
"Terimakasih, Tuan. Saya benar-benar bersyukur karena anda membantuku," ujar Vindy.
Alland hanya mengangguk dan tersenyum tipis, dia kembali fokus pada pekerjaannya.
"Tuan. Tuan Kevin sebentar lagi akan sampai. Tuan Rudolf baru saja mengabari,” ujar Vindy.
"Baiklah. Siapkan berkas-berkas yang diperlukan untuk pertemuan kali ini," ujar Alland.
"Baik, Tuan."
Vindy pun pergi meninggalkan Alland sendirian di ruang pertemuan.
***
Vindy tidak bisa berhenti tersenyum di dalam lift menuju lantai paling bawah Perusahaan Harrison Corporation, dia mulai merasakan adanya rasa ketertarikan terhadap Alland Edbert Edric atau Erland Dallin Harrison. Detak jantungnya berdetak sangat kencang, saat berada satu ruangan bersama Alland. Vindy tidak menyadari bahwa pintu lift terbuka, banyak pasang mata yang menatap aneh kearahnya. Ada juga yang berbisik sinis satu sama lain dan memandang tidak suka pada Vindy, meski begitu banyak pasang mata yang memandangnya dengan tatapan ramah bersahabat.
"Vindy!" teriak seseorang dari kejauhan.
Vindy yang mengenali suara tersebut lagi melirik kearah gadis itu.
"Hai," sapa gadis itu dengan ramah.
"Erlina," ujar Vindy dengan nada lembut.
Gadis itu tersenyum dan langsung memeluk erat Vindy.
"Terimakasih ya," ujar Erlina.
"Terimakasih untuk apa, Erlina?" tanya Vindy bingung.
"Terimakasih karena kamu telah mengungkapkan kebenaran tentang Pak Gabriel dan Pak Keenan kepada Tuan Harrison. Pemilik Perusahaan Harrison Corporation dan aku mengucapkan selamat atas pengangkatan kamu sebagai Sekretaris pribadi Tuan Erland," balas Erlina.
Vindy terkejut bukan main dan dia hanya diam saja.
"Kenapa melamun? Aku lupa menceritakan siapa Pemilik Perusahaan ini saat pertama kali kamu bekerja," ujar Erlina.
Vindy hanya mengangguk dan tersenyum hangat.
"Terimakasih ya, Erlina. Berkat kamu juga aku menjadi Sekretaris pribadi dari sahabat baik Tuan Erland. Kamu jangan sedih ya Vindy karena kita akan berpisah, tapi aku akan mengatur waktu untuk bisa berkumpul denganmu," ujar Erlina, "Kamu tahu, Vindy. Kita juga akan berpisah dengan Vilia dan Elvira juga."
"Sama seperti kamu dan aku. Mereka juga akan menjadi Sekretaris dari sahabat baik Tuan Erland," ujar Erlina.
"Aku sangat bahagia mendengarnya," ujar Vindy.
Vindy memeluk erat sahabatnya.
"Jadi kalian bersahabat?" tanya seorang pria yang baru saja datang.
Keduanya tampak terkejut dan sontak menatap kearah pria, dengan balutan setelan jas formal berwarna hitam. Vindy menyadari siapa pria tersebut lewat nama tag yang tertera pada pakaiannya, Vindy langsung membungkuk hormat.
"Tuan X," hormat Vindy.
"X?" tanya pria itu heran.
"Silahkan, Tuan. Anda sudah ditunggu Tuan Erland di ruang pertemuan dan saya akan mengikuti dari belakang," balas Vindy.
Pria itu hanya menghela nafas panjang, bukan itu jawaban yang dia inginkan dari Vindy. Pria itu akhirnya pergi dari hadapan Vindy serta Erlina, Erlina mengisyaratkan untuk mengikuti pria tersebut.
***
Sesampainya di ruangan...
Erland mempersilahkan sahabatnya untuk duduk dan meminta Vindy untuk menyiapkan minuman dan makanan, agar selama perbincangan serius berlangsung. Mereka bisa menikmatinya tanpa harus menunggu lama, Erland adalah sosok Owner yang patut dijadikan motivasi.
"Apa dia Sekretaris pribadimu?" tanya pria itu.
"Ya. Ada apa?" tanya Erland dingin.
"Dia sangat unik. Baru kali ini aku dipanggil Mr. X," balas pria itu.
Erland mengangguk paham.
"Ya. Maka dari itu aku menjadikannya sebagai Sekretaris pribadiku!" tegas Erland, "Mommy juga sangat menyukainya dan berharap aku mengajaknya lagi, ketika nanti diriku mengunjunginya."
Pria itu hanya mengangguk dan tersenyum tipis.
"Lalu, gadis mana yang kamu berikan padaku untuk menjadi Sekretaris pribadiku. Apakah Erlina sahabat baik gadismu?" tanya pria itu.
"Ya, kau benar. Apa kamu mau membawanya langsung setelah kita selesai berbincang penting?" tanya Erland.
"Besok saja. Aku ingin melihat mereka menghabiskan waktu dahulu,” balas pria itu.
Tak lama kemudian Vindy datang membawa minuman dingin dan kue bolu.
"Kamu pergi kemana?" tanya Erland.
"Saya baru selesai membuat kue bolu," balas Vindy.
"Kamu bisa membuat kue bolu?" tanya Erland antusias.
"Ya, Tuan. Sejak berusia 15 tahun aku sudah bisa membuatnya termasuk makanan yang lembut lainnya,” balas Vindy.
"Saat ini kamu tinggal bersama dengan siapa?" tanya Erland.
"Saya tinggal bersama Nenek," balas Vindy.
Erland mengangguk dan tersenyum.
"Duduklah. Kita akan memulai perbincangan penting ini," ujar Erland.
Vindy hanya mengangguk dan akhirnya mereka berbincang-bincang dengan fokus. Disela-sela pembicaraan, Erland malah asik menikmati kue bolu buatan Vindy. Kini kue itu hanya tersisa beberapa potong lagi, Mr. X hanya diam dan tampak berdoa agar kue bolu itu tidak habis.
"Aku sudah kenyang. Xavier kau habiskan kuenya," ujar Erland.
Erland meminum jus lemon miliknya dan akhirnya perbincangan penting selesai.
Satu Minggu pun berlalu dengan cepat, setelah pertemuan menegangkan itu keduanya tidak saling bertemu kembali. Erland pergi ke Rusia untuk melakukan pertemuan dengan kliennya, Erland sengaja tidak mengajak Vindy. Jika Vindy ia bawa maka Perusahaan tidak ada yang memimpin, jadi dia memutuskan untuk pergi sendirian saja. Vindy juga jarang sekali bertemu dengan ketiga sahabatnya, mereka seperti disibukkan dengan urusan penting masing-masing. Saat ini Vindy sedang berlibur di Taman Hiburan anak-anak, dia mengenakan pakaian santai tetapi tetap tertutup untuk melindungi dirinya sendiri. Saat dirinya asik mengambil beberapa gambar, tiba-tiba saja seorang anak laki-laki tidak sengaja menabraknya sehingga ponselnya jatuh ke tanah. Anak itu tampak ketakutan, wajahnya pusat pasi, dan tangan mungil itu gemetar hebat."Aunty maafkan Robert. Aku tidak sengaja menjatuhkannya. Ada musuh Uncle Kelvin yang mengejar diriku dan ingin menculik Robert," ujar Robert.Vindy menatap Robert dengan penuh kelemb
Setelah kejadian tadi di Toko Ice Cream, Vindy hanya diam saja tidak ada pembicaraan apa-apa dari ketiganya. Baik Amilia, Vindy, dan Alland semuanya hening. Amilia menatap kedua kakak-kakaknya, dan dia sedang memikirkan sesuatu agar kedua kakaknya itu saling berbincang-bincang satu sama lain. Tak lama kemudian Amilia tersenyum tipis, karena dia telah menemukan ide yang bagus. Amilia mengambil Tablet miliknya lalu bermain game, Vindy mulai tertarik dengan apa yang dimainkan oleh seorang gadis berusia 12 tahun itu. Alland juga mulai tertarik dengan kedua gadis dihadapannya, Amilia bersorak gembira dalam batinnya dan dia mulai mematikan tabletnya. Alland dan Vindy langsung diam seketika, lalu menatap Amilia."Ami. Kenapa dimatikan gamenya?" tanya Vindy."Bosan kakak. Bagaimana kalau kita main di tempat lain saja?" balas Amilia."Mau main di mana? Apa mau ke Toko Bunga," ujar Alland.Amilia menggeleng pelan, Vindy jadi gemas dan memeluk erat Amilia. Amilia tersenyum dan membalas pelukan V
Bara tiba-tiba saja datang dari kamarnya, dia menatap Alland dan Vindy dengan penuh kemarahan. Vindy mundur beberapa langkah, saat Bara mulai berjalan kearahnya. Vindy tidak tahu apa maksud dari Bara, dengan mendekati dirinya seperti ini, menimbulkan rasa takut yang dalam dihatinya. Erland mengerti dengan isyarat tatapan mata Vindy, dengan gerakan cepat dirinya sudah berhadapan dengan Bara. Allard yang merasakan suasana hati Alland yang penuh emosi dan kemarahan langsung mendekat, Carlina juga mendekati Bara. Saat ini ketiga pria dan dua wanita saling berhadapan, Bara tersenyum nakal pada Vindy. Vindy langsung bersembunyi dibalik tubuh kekar, seorang Erland Dallin Harrison. Erland memberikan isyarat kepada Vindy, untuk masuk ke dalam mobil mewah miliknya. Vindy yang mengerti isyarat tersebut, cepat-cepat masuk ke dalam mobil.Erland kembali menatap Bara, kedua tangannya mengepal kuat. "Jangan menatapnya seperti itu. Kau tahu dia tidak nyaman saat ditatap olehmu!"Bara tersenyum menyer
Allard memikirkan perkataan Alland, yang meragukan bahwa yang saat ini tinggal bersamanya bukanlah kakaknya melainkan orang lain. Allard berusaha untuk berfikir jernih, agar dia tidak gegabah dalam memutuskan hal yang sangat sensitif bagi kedua belah pihak, istrinya dan juga Alvian putranya. Allard sendiri juga tidak menyangka, bagaimana bisa Alland bisa berkata seperti itu. Apa yang selama ini terjadi padanya di masa lalu, waktu ketika dirinya tega membuang serta mengusir putra keduanya yang lumpuh karena kecelakaan. Bodohnya dia tidak bisa berfikir jernih, justru mengikuti kehendak anak pertamanya yang sangat dia sayangi. Alland putra keduanya seperti menutup diri padanya, menjauh, dan menciptakan dinding pembatas terhadap dirinya. Allard memijat keningnya, yang terus berdenyut nyeri. Pertanyaan demi pertanyaan yang tidak diketahui jawabannya, muncul secara tiba-tiba dalam pikirannya. Allard sadar bahwa Alland saat ini telah berubah menjadi lebih dingin, tidak tersentuh, cuek, dan t
Alvian palsu masuk ke dalam Mansion dengan cara bersembunyi, dia berfikir bahwa Allard tidak akan tahu dan sudah tidur terlelap bersama sang istri tercinta. Dari kejauhan Allard tampak tersenyum menyeringai, ketika putra tertuanya itu bersembunyi seperti maling. Perlahan namun pasti, dia mendekat kearah saklar dan tap. Lampu seketika hidup, hal tersebut membuat Alvian palsu salah tingkah dan cemas. Dengan tubuh yang lemah berbau alkohol dan mabuk, Allard pasti menghajarnya habis-habisan karena pria itu tidak suka anak-anaknya menyentuh minuman keras. Suara tepuk tangan tiga kali, yang dilakukan dengan keras membuat Alvian mundur dan ingin kabur. Namun sebuah ancaman tidak terduga dari Allard, membuat Alvian terdiam karena saat ini pria itu menodongkan pistol Glock 17 kepadanya.Alvian palsu mundur beberapa langkah. "BERHENTI! JIKA TIDAK AKAN KU TEMBAK KAMU ALVIAN!"Suara Allard yang tegas dan menggelar itu, membuat Carlina terbangun dan langsung menemui suaminya."Pergi kemana kamu, A
Saat Allard sedang fokus menatap tajam putra tertuanya, tiba-tiba saja muncullah seorang pria yang sangat menyeramkan dan sangat dingin tidak tersentuh. Dialah Aaron Matthew Wycliff berusia 39 tahun, dialah anggota termuda yang Allard miliki di kelompok Gangster Mafia Golden Lion. Gangster Mafia terkuat dan terhebat di dunia, memiliki dua ratus anggota inti dan banyak sekali anggota cadangan yang tersebar di mana-mana. Aaron menatap Bara dengan nada menusuk, seperti sedang merencanakan sesuatu di dalam pikirannya. Bara mulai merasa tidak nyaman ditatap itu, lalu memutuskan untuk mundur beberapa langkah agar tidak berkontak mata dengan Aaron. Aaron yang melihat hal tersebut hanya tersenyum tipis, benar dugaannya pria muda dihadapannya ini bukanlah putra kandung sahabatnya. Aaron mendekati Allard, lalu menepuk pundak pria berusia lima puluh lima tahun itu dengan tegas. "Bagaimana kabarmu, Allard? Maaf aku datang terlambat karena gadisku susah sekali diatur." Allard tersenyum dan mengan
Tak terasa hari sudah pagi, Alland sedang bersiap-siap untuk bertemu dengan seseorang yang memiliki darah sama seperti dirinya. Pagi ini Alland menggenakan setelan jas formal berwarna biru, sepatu hitam mewah, jam tangan mahal, dan kacamata hitam pekat yang selalu menambah ketampanannya. Aroma parfum beraroma mint semakin membuat dirinya wangi, menambah ketegasan, kewibawaan, dan aura kepemimpinannya. Tak lama kemudian Allard, Carlina, dan Amilia datang, gadis itu mengenakan gaun biru panjang dan bando bunga. Amilia menatap kagum Alland, kakaknya itu benar-benar sangat tampan dan penuh wibawa. Allard dan Carlina justru saling pandang, tidak biasanya pria dingin seperti Alland tampil dengan sempurna pagi ini tapi mereka juga pernah muda. Amilia berlari mendekati Alland, lalu memberikan kedua jempolnya. "Kakak sangat tampan sekali. Kakak Vindy pasti langsung terpesona melihat kakak." Alland menggelengkan kepalanya, tidak percaya adiknya bisa bicara seperti itu. "Jangan keras-keras. Jik
Sesampainya di Cafe XV23...Vindy dan Amilia turun duluan, sedangkan Alland memutuskan untuk memarkirkan mobil di tempat khusus. Vindy dan Amilia tampak antusias berada di halaman utama Cafe tersebut, sampai akhirnya Alland datang dan mengajak mereka untuk masuk. Amilia selalu menggenggam erat tangan Vindy, gadis itu seperti tidak mau kehilangan Vindy. Alland yang memperhatikan hal tersebut, diam-diam tersenyum hangat. Vindy tiba-tiba saja menghentikan langkahnya, saat dia melihat pria yang sangat kasar terhadap keponakannya sendiri. Alland yang mengetahui kehadiran pria yang bernama Kelvin, langsung membawa pergi Vindy dan adiknya ke ruangan VIP yang sudah ia pesan.Sesampainya di ruangan VIP...Alland meminta Vindy untuk duduk di sebelahnya, sedangkan Amilia duduk disebelah Vindy. Gadis itu masih memeluk erat tangan Vindy, Vindy hanya tersenyum dan mengusap lembut rambut Amilia.Tak lama kemudian pelayan pun datang, lalu membungkuk hormat kepada Alland."Selamat datang, Tuan Alland.