Carlina syok bukan main dengan perilaku kasar putra pertamanya, Allard wajahnya memerah dan siap meledakkan amarah luar biasa. Carlina tidak menyangka Alvian bisa berubah menjadi kasar, dan kini dia mulai meragukan bahwa yang ada dihadapannya saat ini adalah putra kandung pertamanya. Carlina menatap putranya dengan pandangan tidak percaya, tidak terasa air mata mengalir deras lalu Carlina pergi begitu saja meninggalkan suami dan putra pertamanya. Tatapan tajam Allard membuat Bara sedikit takut, tapi pria muda itu kembali menguasai dirinya. Allard sekali lagi melayangkan tamparan keras, tepat dikedua pipi Bara. Bara hanya tersenyum dan tertawa terbahak-bahak, seolah-olah mengatakan tamparan itu tidak ada apa-apanya.
"Kasar sekali kamu pada Ibunda sendiri. Jika saja Tuan Alland tahu tentang hal ini dia pasti akan marah besar!” tegas Rudolf.
"Aku tidak perduli sama sekali yang diriku inginkan saat ini hanyalah kekayaan Daddy Allard. Kau hanya orang luar tidak perlu ikut campur!" bentak Bara.
"Alvian. Turunkan nada bicaramu padanya, dia lebih dewasa dari kamu!" tegas Allard.
Tak lama kemudian datanglah sebuah mobil mewah berwarna hitam dan berhenti dihadapan Allard. Sosok pria tampan dengan setelan jas formal berwarna hitam keluar dari mobil, aura kepemimpinan serta kewibawaannya terasa menusuk tajam.
"Tuan Alland. Anda ada di sini?" tanya Rudolf.
"Seperti yang kamu lihat," balas Alland dingin.
Rudolf hanya diam dan kembali memasang wajah datarnya seperti Alland. Allard hanya diam dan tidak mampu berkata-kata lagi, Alland putranya yang lumpuh dahulu berubah dengan Alland yang sempurna.
"Bagaimana kabarmu, Daddy?" tanya Alland.
"Daddy baik-baik saja, Alland. Bagaimana kabarmu?" tanya Allard kembali.
"Seperti yang kau lihat," balas Alland dingin.
Alland menatap Rudolf dengan tegas.
"Di mana, Nona Vindy? Kenapa dia belum juga menyusul?" tanya Alland dingin.
Tak lama kemudian datanglah seorang gadis cantik.
"Saya di sini, Tuan Harrison," sahut Vindy.
Vindy sangat gugup luar biasa, saat berhadapan dengan Alland. Alland menatap Carlina yang sejak tadi berjalan bersama Vindy, ada kerinduan luar biasa dari mata Alland terhadap wanita yang sangat ia cintai dan sayangi. Wanita yang selama sembilan bulan sepuluh hari mengandungnya dan membesarkan selama 16 tahun.
"Mommy," ujar Alland.
Carlina terkejut bukan main seketika dia mengingat bahwa dirinya punya dua putra.
"Alland," sahut Carlina.
"Yes, Mommy. Aku putra keduamu," ujar Alland.
Alland langsung memeluk Ibundanya dengan erat, Bara terkejut luar biasa. Vindy tanpa sadar meneteskan air matanya, Rudolf tersenyum tulus dan Allard hanya diam membisu.
”Aku rindu kalian, Daddy, Mommy. Seandainya saja kecelakaan itu tidak terjadi, diriku pasti akan terus merasakan kehangatan cinta kalian," ujar Vindy.
Alland dan Carlina terdiam, mereka langsung menatap Vindy seketika.
"Kemari sayang. Mommy akan membuat kamu merasakan kasih sayang seorang Ibu kembali," ujar Carlina dengan nada lembut.
Vindy terkejut dan menatap Alland, Alland mengisyaratkan untuk mendekat. Vindy langsung memeluk Carlina dengan erat, begitu pula dengan Alland. Alland tersenyum hangat melihat kebahagiaan di mata Vindy, ada rasa tenang dan nyaman dalam dirinya.
Bara mengepalkan tangannya dan Allard tersenyum hangat karena cinta Alland kepada Carlina masih sangat besar, tidak ada dendam atau kata-kata menyakitkan ketika bertemu kembali dengan keluarganya. Alland tersenyum saat melihat binar kebahagian, dari wajah cantik sekretarisnya. Dia tahu kebenaran tentang Vindy, dia bertekad untuk mencari informasi tentang kecelakaan itu.
"Kenapa kau kembali?" tanya Bara dengan nada kesal.
”Aku kembali karena rindu dengan Mommy," balas Alland dingin.
Alland kembali memasang wajah datarnya, senyumnya menghilang saat melihat air mata yang masih tersisa dari mata biru Carlina.
"Siapa orang yang membuatmu menangis, Mommy?" tanya Alland dengan nada tegas.
Suasana berubah menjadi hening seketika, tak lama kemudian Alland tersenyum menyeringai. Alland tertawa terbahak-bahak, lalu menatap tajam kearah Bara. Allard, Carlina, dan Bara tampak heran dengan perubahan sikap putra keduanya. Rudolf dan Vindy hanya tersenyum tipis, keduanya sudah terbiasa dengan sisi gelap Alland.
"Berani sekali kamu mendorong Ibuku. Aku jadi meragukan kalau kau adalah putra dari Allard Edbert Edric!" tegas Alland.
"Alland. Apa yang kamu katakan nak?" tanya Carlina.
"Nyonya Edric. Saat ini dia bukanlah Alland tapi putramu yang lain," balas Rudolf.
"Apa yang kamu bicarakan nak?" tanya Allard pelan.
"Dia adalah sisi gelap Alland yang tercipta saat Tuan Alland sedang terpuruk beberapa tahun lalu," balas Rudolf.
"Yes, Daddy. Aku bukan Alland Edbert Edric tetapi Erland Dallin Harrison," ujar Erland.
"Kami memang berada di tubuh yang sama tapi berbeda sikap dan tingkah laku," lanjutnya.
"Jadi yang selama ini berbicara dengan kami adalah kamu Erland?" tanya Allard.
Erland tersenyum menyeringai dan mengangguk tegas, Allard diam seribu bahasa.
Carlina mengusap lembut wajah putranya dan mengecup keningnya dengan penuh cinta.
"Mommy tetap menyayangi kalian berdua. Kamu, Erland, Alvian, dan adik kecil kalian Almira adalah kesayanganku," ujar Carlina.
Carlina memeluk erat tubuh kekar berotot milik putranya.
"Kamu semakin tampan sayang,” ujar Carlina.
Erland hanya tersenyum dan mengecup pipi Ibunya.
"Kali ini aku memaafkan kesalahanmu. Tapi jika kau menyakiti Ibuku lagi maka diriku sendiri yang akan membalas perbuatan itu dengan lebih kejam!" tegas Erland.
Bara hanya diam dan mengepalkan tangannya erat, tatapannya sangat sinis terhadap Vindy serta Rudolf.
"Mommy kami harus segera kembali. Aku, Vindy, dan Rudolf ada pertemuan penting beberapa jam lagi," ujar Alland.
Carlina mengangguk dan tersenyum, dikecupnya kedua pipi putra keduanya dengan penuh cinta.
"Kapan-kapan temui Mommy dan Daddy serta adikmu ya," ujar Carlina.
Alland mengangguk dan mengecup pipi Ibunya.
"Bawa Vindy juga jika berkunjung. Almira pasti sangat senang," ujar Carlina.
Alland tersenyum tipis dan melirik kearah Vindy yang seperti ingin memeluk Carlina kembali.
"Mommy. Apa boleh aku memelukmu kembali sebelum berpisah?" tanya Vindy.
Alland melirik kearah Vindy dan tersenyum tipis, Carlina yang mendengar perkataan Vindy langsung merentangkan tangannya.
"Dengan senang hati sayang. Kemarilah putri kecilku," ujar Carlina.
Vindy langsung memeluk erat Carlina.
"Kapan-kapan ikut Erland dan Alland main kemari lagi ya," ujar Carlina.
Carlina mengusap lembut rambut panjang Vindy dan mengecup lembut keningnya.
"Aku akan datang kemari lagi bertemu dengan Mommy," ujar Vindy.
Carlina tersenyum hangat dan keduanya saling melepaskan pelukan.
"Daddy. Jaga Mommy dan Almira dengan baik. Aku dan Vindy harus segera pergi," ujar Alland.
"Ya, Alland. Aku akan menjaga istriku dengan sangat baik," ujar Allard.
Vindy menatap Allard dan membungkuk hormat.
"Paman. Kami pamit pergi," ujar Vindy.
"Ya nak. Kalian hati-hati di jalan," ujar Allard.
Vindy mencium punggung tangan Allard, sebagai bentuk rasa hormat yang tinggi.
"Alland. Jaga dia baik-baik," ujar Allard.
"Tentu," ujar Alland.
Alland dan Vindy pun masuk ke dalam mobil, lalu pergi meninggalkan gedung pencakar langit Perusahaan Edric Corporation. Rudolf juga pamit kepada Allard dan Carlina, beberapa menit kemudian Allard pergi bersama istrinya.
"Sialan!" umpat Bara.
Alland dan Vindy saat ini sedang berada di ruangan pertemuan, suasana di ruangan itu terasa dingin dan sunyi. Banyak sekali barang-barang mewah dan megah yang tertata rapi, belum lagi toples-toples cantik berisi kue yang menghiasi meja. Bunga Lily, Matahari, Mawar, dan Tulip juga ikut menghias agar ruangan itu terasa indah. Di dalam ruangan itu keduanya disibukkan dengan pekerjaannya masing-masing, Alland dengan laptopnya sementara Vindy sibuk dengan berkas-berkasnya. Tak lama kemudian pintu ruangan diketuk dari luar, dengan tegas Alland menyuruh orang itu untuk masuk. Alland menatap Vindy yang sibuk dengan berkas-berkas dihadapannya, pintu kemudian terbuka dan menampilkan sosok pria muda yang Alland kenal.”bagaimana kabarmu, Alland?" tanya pria itu.”Seperti yang kamu lihat, Aaron," balas Alland, "Bagaimana kabarmu sendiri?""Ya, diriku baik-baik saja. Aku kemari untuk mengundang dirimu makan malam di sebuah Restoran terkenal," ujar pria itu.”Kapan itu?" tanya Alland dingin."Besok
Satu Minggu pun berlalu dengan cepat, setelah pertemuan menegangkan itu keduanya tidak saling bertemu kembali. Erland pergi ke Rusia untuk melakukan pertemuan dengan kliennya, Erland sengaja tidak mengajak Vindy. Jika Vindy ia bawa maka Perusahaan tidak ada yang memimpin, jadi dia memutuskan untuk pergi sendirian saja. Vindy juga jarang sekali bertemu dengan ketiga sahabatnya, mereka seperti disibukkan dengan urusan penting masing-masing. Saat ini Vindy sedang berlibur di Taman Hiburan anak-anak, dia mengenakan pakaian santai tetapi tetap tertutup untuk melindungi dirinya sendiri. Saat dirinya asik mengambil beberapa gambar, tiba-tiba saja seorang anak laki-laki tidak sengaja menabraknya sehingga ponselnya jatuh ke tanah. Anak itu tampak ketakutan, wajahnya pusat pasi, dan tangan mungil itu gemetar hebat."Aunty maafkan Robert. Aku tidak sengaja menjatuhkannya. Ada musuh Uncle Kelvin yang mengejar diriku dan ingin menculik Robert," ujar Robert.Vindy menatap Robert dengan penuh kelemb
Setelah kejadian tadi di Toko Ice Cream, Vindy hanya diam saja tidak ada pembicaraan apa-apa dari ketiganya. Baik Amilia, Vindy, dan Alland semuanya hening. Amilia menatap kedua kakak-kakaknya, dan dia sedang memikirkan sesuatu agar kedua kakaknya itu saling berbincang-bincang satu sama lain. Tak lama kemudian Amilia tersenyum tipis, karena dia telah menemukan ide yang bagus. Amilia mengambil Tablet miliknya lalu bermain game, Vindy mulai tertarik dengan apa yang dimainkan oleh seorang gadis berusia 12 tahun itu. Alland juga mulai tertarik dengan kedua gadis dihadapannya, Amilia bersorak gembira dalam batinnya dan dia mulai mematikan tabletnya. Alland dan Vindy langsung diam seketika, lalu menatap Amilia."Ami. Kenapa dimatikan gamenya?" tanya Vindy."Bosan kakak. Bagaimana kalau kita main di tempat lain saja?" balas Amilia."Mau main di mana? Apa mau ke Toko Bunga," ujar Alland.Amilia menggeleng pelan, Vindy jadi gemas dan memeluk erat Amilia. Amilia tersenyum dan membalas pelukan V
Bara tiba-tiba saja datang dari kamarnya, dia menatap Alland dan Vindy dengan penuh kemarahan. Vindy mundur beberapa langkah, saat Bara mulai berjalan kearahnya. Vindy tidak tahu apa maksud dari Bara, dengan mendekati dirinya seperti ini, menimbulkan rasa takut yang dalam dihatinya. Erland mengerti dengan isyarat tatapan mata Vindy, dengan gerakan cepat dirinya sudah berhadapan dengan Bara. Allard yang merasakan suasana hati Alland yang penuh emosi dan kemarahan langsung mendekat, Carlina juga mendekati Bara. Saat ini ketiga pria dan dua wanita saling berhadapan, Bara tersenyum nakal pada Vindy. Vindy langsung bersembunyi dibalik tubuh kekar, seorang Erland Dallin Harrison. Erland memberikan isyarat kepada Vindy, untuk masuk ke dalam mobil mewah miliknya. Vindy yang mengerti isyarat tersebut, cepat-cepat masuk ke dalam mobil.Erland kembali menatap Bara, kedua tangannya mengepal kuat. "Jangan menatapnya seperti itu. Kau tahu dia tidak nyaman saat ditatap olehmu!"Bara tersenyum menyer
Allard memikirkan perkataan Alland, yang meragukan bahwa yang saat ini tinggal bersamanya bukanlah kakaknya melainkan orang lain. Allard berusaha untuk berfikir jernih, agar dia tidak gegabah dalam memutuskan hal yang sangat sensitif bagi kedua belah pihak, istrinya dan juga Alvian putranya. Allard sendiri juga tidak menyangka, bagaimana bisa Alland bisa berkata seperti itu. Apa yang selama ini terjadi padanya di masa lalu, waktu ketika dirinya tega membuang serta mengusir putra keduanya yang lumpuh karena kecelakaan. Bodohnya dia tidak bisa berfikir jernih, justru mengikuti kehendak anak pertamanya yang sangat dia sayangi. Alland putra keduanya seperti menutup diri padanya, menjauh, dan menciptakan dinding pembatas terhadap dirinya. Allard memijat keningnya, yang terus berdenyut nyeri. Pertanyaan demi pertanyaan yang tidak diketahui jawabannya, muncul secara tiba-tiba dalam pikirannya. Allard sadar bahwa Alland saat ini telah berubah menjadi lebih dingin, tidak tersentuh, cuek, dan t
Alvian palsu masuk ke dalam Mansion dengan cara bersembunyi, dia berfikir bahwa Allard tidak akan tahu dan sudah tidur terlelap bersama sang istri tercinta. Dari kejauhan Allard tampak tersenyum menyeringai, ketika putra tertuanya itu bersembunyi seperti maling. Perlahan namun pasti, dia mendekat kearah saklar dan tap. Lampu seketika hidup, hal tersebut membuat Alvian palsu salah tingkah dan cemas. Dengan tubuh yang lemah berbau alkohol dan mabuk, Allard pasti menghajarnya habis-habisan karena pria itu tidak suka anak-anaknya menyentuh minuman keras. Suara tepuk tangan tiga kali, yang dilakukan dengan keras membuat Alvian mundur dan ingin kabur. Namun sebuah ancaman tidak terduga dari Allard, membuat Alvian terdiam karena saat ini pria itu menodongkan pistol Glock 17 kepadanya.Alvian palsu mundur beberapa langkah. "BERHENTI! JIKA TIDAK AKAN KU TEMBAK KAMU ALVIAN!"Suara Allard yang tegas dan menggelar itu, membuat Carlina terbangun dan langsung menemui suaminya."Pergi kemana kamu, A
Saat Allard sedang fokus menatap tajam putra tertuanya, tiba-tiba saja muncullah seorang pria yang sangat menyeramkan dan sangat dingin tidak tersentuh. Dialah Aaron Matthew Wycliff berusia 39 tahun, dialah anggota termuda yang Allard miliki di kelompok Gangster Mafia Golden Lion. Gangster Mafia terkuat dan terhebat di dunia, memiliki dua ratus anggota inti dan banyak sekali anggota cadangan yang tersebar di mana-mana. Aaron menatap Bara dengan nada menusuk, seperti sedang merencanakan sesuatu di dalam pikirannya. Bara mulai merasa tidak nyaman ditatap itu, lalu memutuskan untuk mundur beberapa langkah agar tidak berkontak mata dengan Aaron. Aaron yang melihat hal tersebut hanya tersenyum tipis, benar dugaannya pria muda dihadapannya ini bukanlah putra kandung sahabatnya. Aaron mendekati Allard, lalu menepuk pundak pria berusia lima puluh lima tahun itu dengan tegas. "Bagaimana kabarmu, Allard? Maaf aku datang terlambat karena gadisku susah sekali diatur." Allard tersenyum dan mengan
Tak terasa hari sudah pagi, Alland sedang bersiap-siap untuk bertemu dengan seseorang yang memiliki darah sama seperti dirinya. Pagi ini Alland menggenakan setelan jas formal berwarna biru, sepatu hitam mewah, jam tangan mahal, dan kacamata hitam pekat yang selalu menambah ketampanannya. Aroma parfum beraroma mint semakin membuat dirinya wangi, menambah ketegasan, kewibawaan, dan aura kepemimpinannya. Tak lama kemudian Allard, Carlina, dan Amilia datang, gadis itu mengenakan gaun biru panjang dan bando bunga. Amilia menatap kagum Alland, kakaknya itu benar-benar sangat tampan dan penuh wibawa. Allard dan Carlina justru saling pandang, tidak biasanya pria dingin seperti Alland tampil dengan sempurna pagi ini tapi mereka juga pernah muda. Amilia berlari mendekati Alland, lalu memberikan kedua jempolnya. "Kakak sangat tampan sekali. Kakak Vindy pasti langsung terpesona melihat kakak." Alland menggelengkan kepalanya, tidak percaya adiknya bisa bicara seperti itu. "Jangan keras-keras. Jik