~ New York, Amerika Serikat ~
Vindy Marsela Dafani berjalan terburu-buru menuju sebuah ruangan yang diperintahkan oleh manager pemasaran, untuk menyerahkan surat pengunduran diri kepada pemilik Perusahaan Harrison Corporation. Vindy sengaja berlari menuju lift, karena sebentar lagi jam makan siang. Jika dia tidak buru-buru lift akan penuh sesak, dia bisa saja telat menyerahkan tugas kepada sang pemimpin. Sesampainya di lorong ruangan tertinggi di Perusahaan tersebut, dia langsung melirik ke kanan dan ke kiri. Vindy bingung luar biasa, karena di sana banyak sekali pintu ruangan yang tertutup. Vindy memejamkan matanya, lalu menghela napas panjang dan mengetuk pintu ruangan berwarna hitam pekat, terdapat ukiran singa emas yang sangat indah.
"Semoga saja benar ini ruangannya. Jika tidak habislah aku," batin Vindy.
Vindy kembali menghela napas panjang dan mengetuk pintunya dengan penuh kelembutan. Lama ia menunggu, tetapi ketukan pertama di pintu tersebut tidak dihiraukan sama sekali.
"Apa aku ketuk lagi saja ya?" tanya Vindy kepada dirinya sendiri.
Vindy tidak membuang waktu berharganya, lalu dia mengetuk kembali pintunya tetapi kali ini lebih kencang. Tak lama kemudian pintu terbuka dan menampilkan sosok pria tampan berwibawa akan tetapi sangat dingin luar biasa.
"Maaf menganggu waktu anda, Tuan Keenan. Saya diperintahkan Tuan Gabriel untuk menyerahkan surat pemberhentian beberapa karyawan di bidang pemasaran," ujar Vindy cepat.
Sosok pria tampan berwibawa itu hanya diam saja, lalu menatap Vindy dari atas hingga bawah. Tubuh gadis dihadapannya ini terlihat gemetar hebat, seperti sedang ketakutan.
"Saya bukan Keenan," sahut pria itu dengan cepat.
Gadis itu terkejut bukan main, rasanya ia ingin pingsan saja. Waktu sudah berjalan 30 menit, jika dia tidak kembali 10 menit lagi maka dirinya akan dikeluarkan dari Harisson Corporation.
"Mati aku," lirihnya pelan akan tetapi sepertinya pria itu sangat peka. Dia bisa mendengar jelas perkataan Vindy.
"Maafkan saya, Tuan," ujar Vindy.
Vindy berjalan dengan lemas meninggalkan pria dingin itu, dia sepertinya sudah pasrah saja akan kehilangan pekerjaan.
"Berikan berkas itu padaku dan kamu ikut denganku!" tegas pria itu.
Vindy yang mendengar perkataan tegas tersebut langsung berbalik arah dan mendekati pria dingin itu, kini keduanya sudah saling berhadapan meski ada jarak satu jengkal diantara mereka. Pria berwibawa itu langsung mengambil berkas tersebut, tangan kanannya membuka pintu ruangan miliknya seperti memberikan isyarat kepada Vindy untuk masuk. Vindy langsung masuk ke ruangan, dia terpesona dengan isinya tetapi cepat-cepat menguasai dirinya kembali.
"Silahkan duduk. Saya akan memeriksa berkas-berkas ini terlebih dahulu, sepertinya ada yang tidak beres!" tegas pria itu.
Vindy menurut dan langsung duduk dihadapan pria itu. Sosok itu dengan teliti memeriksa berkas-berkas itu, tangan kekar itu mengepal kuat.
"Siapa namamu?" tanya pria itu.
"Vindy Marsella Dafani," balas Vindy dengan cepat.
Sosok pria tampan itu menghela nafas panjang dan menahan emosi yang akan meledak.
"Mulai sekarang kamu menjadi sekretaris pribadi saya. Gabriel ingin menyingkirkan dirimu!" tegas pria itu.
Pria itu langsung bangkit dan berjalan menuju pintu, tetapi suara lembut Vindy menghentikan langkahnya.
"Apa salah saya kepada Tuan Gabriel, Tuan? Padahal diriku selalu mengikuti semua perintahnya tanpa pernah membantah," ujar Vindy.
"Kamu jangan khawatir, Vindy. Saya akan mencari informasi tentang Gabriel dan perlu kamu ketahui ketiga sahabatmu juga mengalami hal yang sama begitu pula dengan beberapa karyawan dan karyawati lainnya. Mereka pasti akan kecewa terhadapku jika sampai surat ini sampai ke tangan mereka. Tugas pertama kamu sebagai sekretaris pribadi diriku adalah mencatat semua jadwalku dan menjaga ruangan ini sampai saya kembali!" tegas pria itu.
Vindy mengangguk dan pria itu pergi.
Kini hanya ada Vindy saja di ruangan itu beserta keheningan. Vindy menatap berkas-berkas surat masuk dihadapannya, lalu mulai mengerjakannya dengan teliti.
"Mr. Cool. Anda sangat baik dan aku bahagia bisa bekerja di Harrison Corporation," ujar Vindy.
Vindy tersenyum dan kembali fokus.
***
Di sisi lain...
~ Edbert Edric Corporation ~
Seorang pria muda dengan setelan jas formal sedang asik menikmati Vodka Js5 miliknya, di kanan dan kirinya ada dua wanita yang tampak asik meraba tubuhnya.
"Anda sangat tampan sekali, Tuan. Apa tidak ingin bermain cinta dengan kami?" tanya wanita seksi disebelah kanannya.
"Benar yang dikatakan Jessica, Tuan. Anda tidak rindu bercinta dengan kami?" tanya wanita seksi disebelah kirinya.
Pria itu langsung menerkam wanita bernama Jessica itu, dikecupnya leher mulus wanita itu. Terdengar suara desahan menjijikkan, dari mulut wanita dibawah kungkungannya. Sebelum adegan menjijikkan selanjutnya berlanjut, pintu ruangan tiba-tiba saja terbuka dan menampilkan sosok pria paruh baya dengan balutan jas formal berwarna putih, pria itu tampak sangat jijik dengan pemandangan dihadapannya.
"Jadi ini yang kamu lakukan di Kantor, Alvian. Benar-benar memalukan tidak tersangka anakku sendiri melakukan hal menjijikkan seperti ini," ujar pria paruh baya itu, ada rasa kecewa luar biasa karena putra pertama yang dia banggakan ternyata tumbuh menjadi pria yang menjijikkan, suka bermain wanita, dan tidak pantas untuk meneruskan Perusahaan.
"AKU KECEWA PADAMU!" bentak pria paruh baya itu, "PERUSAHAAN KU BISA HANCUR KARENA DIRIMU."
Pria paruh baya itu langsung pergi begitu saja, dan pria muda itu tersenyum menyeringai.
"Kau benar tua bangka. Aku akan menghancurkan perusahaan yang telah kau bangun dari nol, diriku jugalah yang telah memfitnah Alland putra keduamu dengan cara menyewa wanita jalang. Wanita itu telah melakukan tugasnya, dengan mengatakan padamu kalau dia hamil anak Alland. Diriku berhasil membuat konspirasi besar dengan memodifikasi mobil Alland, hingga dia mengalami kecelakaan dan kakinya lumpuh lalu setelah itu kau mengusirnya dan mengatakan anak pembawa sial pada putra kandungmu sendiri," ujar pria itu.
Pria itu tidak menyadari bahwa seorang pria tampan penuh wibawa serta berkharisma tinggi, dia sedang merekam perkataan pria muda licik itu.
"Aku bukanlah Alvian Edbert Edric dan diriku adalah Bara putra kandung Devan Barnard. Daddy lah yang telah menyingkirkan Alvian dan membuangnya jauh-jauh dari dirimu Allard Edbert Edric, saat itu istrimu melahirkan Alvian di rumah sakit dan Daddy menukar bayi Alvian dengan diriku. Bayi Alvian dibuangnya ke tempat sampah yang sangat jauh. Aku berhasil menyingkirkan Alland dan akan berhasil menyingkirkan Almira juga adik dari Alvian dan Alland. Setelah kedua anakmu tersingkirkan, maka istrimu akan terbunuh olehku lalu kau serta Perusahaan milikmu. Barnard Corporation akan menjadi Perusahaan terbesar di dunia!" teriak Bara.
Bara tertawa terbahak-bahak dan pria yang merekam perkataan Bara pun pergi.
***
Pria muda yang sangat berwibawa dan berkharisma itu tampak khawatir serta cemas luar biasa. Di satu sisi dia senang mengetahui dirinya adalah pewaris tunggal Edbert Edric Corporation, tapi di sisi lain nyawa kedua orangtuanya dan kedua adiknya dalam bahaya.
"Aku harus membuat rencana besar untuk melawan Bara dan mengungkapkan kebenaran sesungguhnya, bahwa aku adalah Alvian Edbert Edric yang asli. Ayo Alvian kamu pasti bisa," ujar Alvian.
Alvian pun berjalan dengan terburu-buru, dan menabrak seorang wanita paruh baya. Dia adalah Carlina Sofea Edric, istri dari Allard Edbert Edric.
"Maafkan saya, Nyonya," ujar Alvian.
Carlina menatap mata hijau milik Alvian, warna matanya mirip dengan suaminya dan juga dirinya. Carlina merasakan ikatan batin yang kuat, saat bersama dengan pria muda dihadapannya.
"Sayang kenapa kamu menyusul diriku, siapa yang akan menjaga Almira di Mansion?" tanya Allard.
Debaran jantung Allard dan Carlina terasa kencang, saat keduanya menatap mata hijau milik Alvian yang asli.
"Siapa sebenarnya kamu nak? Kenapa kami tidak merasakan debaran jantung dan ikatan batin yang kuat saat bersama dengan Alvian putra pertama kami?" tanya Allard.
Alvian hanya diam saja dan tanpa bisa ditahan dia memeluk keduanya dengan sangat erat. Ikatan batin itu semakin kuat menyatu, tapi tiba-tiba saja Alvian palsu mendorong Alvian yang asli.
"Lancang sekali kamu memeluk kedua orangtuaku!" bentak Bara.
"Alvian! Jaga bicaramu!" tegas Allard.
"Maafkan putra kami nak. Dia selalu kasar seperti ini," ujar Carlina membela Alvian yang asli.
"Tidak apa-apa, Mommy. Aku baik-baik saja," ujar Alvian.
"Mommy?" tanya Allard.
Allard tersenyum dan mengusap lembut rambut hitam pendek Alvian, Alvian tersenyum lalu pamit untuk pergi.
"Daddy. Aku ingin meminta Black Card milikmu untuk bersenang-senang di Bar. Cepat berikan!" bentak Bara.
"Tidak akan!" bentak Allard.
"Cepat berikan. Tua bangka sialan!" bentak Bara.
"Jangan sayang!" tegas Carlina.
"Jangan ikut campur!" bentak Bara.
Bara mendorong Carlina dengan kencang dan kepalanya hampir membentur batu, tetapi Rudolf orang kepercayaan Owner Perusahaan Harrison Corporation berhasil menahannya.
Sebuah tamparan dahsyat dilayangkan oleh Allard pada kedua pipi Bara.
Carlina syok bukan main dengan perilaku kasar putra pertamanya, Allard wajahnya memerah dan siap meledakkan amarah luar biasa. Carlina tidak menyangka Alvian bisa berubah menjadi kasar, dan kini dia mulai meragukan bahwa yang ada dihadapannya saat ini adalah putra kandung pertamanya. Carlina menatap putranya dengan pandangan tidak percaya, tidak terasa air mata mengalir deras lalu Carlina pergi begitu saja meninggalkan suami dan putra pertamanya. Tatapan tajam Allard membuat Bara sedikit takut, tapi pria muda itu kembali menguasai dirinya. Allard sekali lagi melayangkan tamparan keras, tepat dikedua pipi Bara. Bara hanya tersenyum dan tertawa terbahak-bahak, seolah-olah mengatakan tamparan itu tidak ada apa-apanya."Kasar sekali kamu pada Ibunda sendiri. Jika saja Tuan Alland tahu tentang hal ini dia pasti akan marah besar!” tegas Rudolf."Aku tidak perduli sama sekali yang diriku inginkan saat ini hanyalah kekayaan Daddy Allard. Kau hanya orang luar tidak perlu ikut campur!" bentak B
Alland dan Vindy saat ini sedang berada di ruangan pertemuan, suasana di ruangan itu terasa dingin dan sunyi. Banyak sekali barang-barang mewah dan megah yang tertata rapi, belum lagi toples-toples cantik berisi kue yang menghiasi meja. Bunga Lily, Matahari, Mawar, dan Tulip juga ikut menghias agar ruangan itu terasa indah. Di dalam ruangan itu keduanya disibukkan dengan pekerjaannya masing-masing, Alland dengan laptopnya sementara Vindy sibuk dengan berkas-berkasnya. Tak lama kemudian pintu ruangan diketuk dari luar, dengan tegas Alland menyuruh orang itu untuk masuk. Alland menatap Vindy yang sibuk dengan berkas-berkas dihadapannya, pintu kemudian terbuka dan menampilkan sosok pria muda yang Alland kenal.”bagaimana kabarmu, Alland?" tanya pria itu.”Seperti yang kamu lihat, Aaron," balas Alland, "Bagaimana kabarmu sendiri?""Ya, diriku baik-baik saja. Aku kemari untuk mengundang dirimu makan malam di sebuah Restoran terkenal," ujar pria itu.”Kapan itu?" tanya Alland dingin."Besok
Satu Minggu pun berlalu dengan cepat, setelah pertemuan menegangkan itu keduanya tidak saling bertemu kembali. Erland pergi ke Rusia untuk melakukan pertemuan dengan kliennya, Erland sengaja tidak mengajak Vindy. Jika Vindy ia bawa maka Perusahaan tidak ada yang memimpin, jadi dia memutuskan untuk pergi sendirian saja. Vindy juga jarang sekali bertemu dengan ketiga sahabatnya, mereka seperti disibukkan dengan urusan penting masing-masing. Saat ini Vindy sedang berlibur di Taman Hiburan anak-anak, dia mengenakan pakaian santai tetapi tetap tertutup untuk melindungi dirinya sendiri. Saat dirinya asik mengambil beberapa gambar, tiba-tiba saja seorang anak laki-laki tidak sengaja menabraknya sehingga ponselnya jatuh ke tanah. Anak itu tampak ketakutan, wajahnya pusat pasi, dan tangan mungil itu gemetar hebat."Aunty maafkan Robert. Aku tidak sengaja menjatuhkannya. Ada musuh Uncle Kelvin yang mengejar diriku dan ingin menculik Robert," ujar Robert.Vindy menatap Robert dengan penuh kelemb
Setelah kejadian tadi di Toko Ice Cream, Vindy hanya diam saja tidak ada pembicaraan apa-apa dari ketiganya. Baik Amilia, Vindy, dan Alland semuanya hening. Amilia menatap kedua kakak-kakaknya, dan dia sedang memikirkan sesuatu agar kedua kakaknya itu saling berbincang-bincang satu sama lain. Tak lama kemudian Amilia tersenyum tipis, karena dia telah menemukan ide yang bagus. Amilia mengambil Tablet miliknya lalu bermain game, Vindy mulai tertarik dengan apa yang dimainkan oleh seorang gadis berusia 12 tahun itu. Alland juga mulai tertarik dengan kedua gadis dihadapannya, Amilia bersorak gembira dalam batinnya dan dia mulai mematikan tabletnya. Alland dan Vindy langsung diam seketika, lalu menatap Amilia."Ami. Kenapa dimatikan gamenya?" tanya Vindy."Bosan kakak. Bagaimana kalau kita main di tempat lain saja?" balas Amilia."Mau main di mana? Apa mau ke Toko Bunga," ujar Alland.Amilia menggeleng pelan, Vindy jadi gemas dan memeluk erat Amilia. Amilia tersenyum dan membalas pelukan V
Bara tiba-tiba saja datang dari kamarnya, dia menatap Alland dan Vindy dengan penuh kemarahan. Vindy mundur beberapa langkah, saat Bara mulai berjalan kearahnya. Vindy tidak tahu apa maksud dari Bara, dengan mendekati dirinya seperti ini, menimbulkan rasa takut yang dalam dihatinya. Erland mengerti dengan isyarat tatapan mata Vindy, dengan gerakan cepat dirinya sudah berhadapan dengan Bara. Allard yang merasakan suasana hati Alland yang penuh emosi dan kemarahan langsung mendekat, Carlina juga mendekati Bara. Saat ini ketiga pria dan dua wanita saling berhadapan, Bara tersenyum nakal pada Vindy. Vindy langsung bersembunyi dibalik tubuh kekar, seorang Erland Dallin Harrison. Erland memberikan isyarat kepada Vindy, untuk masuk ke dalam mobil mewah miliknya. Vindy yang mengerti isyarat tersebut, cepat-cepat masuk ke dalam mobil.Erland kembali menatap Bara, kedua tangannya mengepal kuat. "Jangan menatapnya seperti itu. Kau tahu dia tidak nyaman saat ditatap olehmu!"Bara tersenyum menyer
Allard memikirkan perkataan Alland, yang meragukan bahwa yang saat ini tinggal bersamanya bukanlah kakaknya melainkan orang lain. Allard berusaha untuk berfikir jernih, agar dia tidak gegabah dalam memutuskan hal yang sangat sensitif bagi kedua belah pihak, istrinya dan juga Alvian putranya. Allard sendiri juga tidak menyangka, bagaimana bisa Alland bisa berkata seperti itu. Apa yang selama ini terjadi padanya di masa lalu, waktu ketika dirinya tega membuang serta mengusir putra keduanya yang lumpuh karena kecelakaan. Bodohnya dia tidak bisa berfikir jernih, justru mengikuti kehendak anak pertamanya yang sangat dia sayangi. Alland putra keduanya seperti menutup diri padanya, menjauh, dan menciptakan dinding pembatas terhadap dirinya. Allard memijat keningnya, yang terus berdenyut nyeri. Pertanyaan demi pertanyaan yang tidak diketahui jawabannya, muncul secara tiba-tiba dalam pikirannya. Allard sadar bahwa Alland saat ini telah berubah menjadi lebih dingin, tidak tersentuh, cuek, dan t
Alvian palsu masuk ke dalam Mansion dengan cara bersembunyi, dia berfikir bahwa Allard tidak akan tahu dan sudah tidur terlelap bersama sang istri tercinta. Dari kejauhan Allard tampak tersenyum menyeringai, ketika putra tertuanya itu bersembunyi seperti maling. Perlahan namun pasti, dia mendekat kearah saklar dan tap. Lampu seketika hidup, hal tersebut membuat Alvian palsu salah tingkah dan cemas. Dengan tubuh yang lemah berbau alkohol dan mabuk, Allard pasti menghajarnya habis-habisan karena pria itu tidak suka anak-anaknya menyentuh minuman keras. Suara tepuk tangan tiga kali, yang dilakukan dengan keras membuat Alvian mundur dan ingin kabur. Namun sebuah ancaman tidak terduga dari Allard, membuat Alvian terdiam karena saat ini pria itu menodongkan pistol Glock 17 kepadanya.Alvian palsu mundur beberapa langkah. "BERHENTI! JIKA TIDAK AKAN KU TEMBAK KAMU ALVIAN!"Suara Allard yang tegas dan menggelar itu, membuat Carlina terbangun dan langsung menemui suaminya."Pergi kemana kamu, A
Saat Allard sedang fokus menatap tajam putra tertuanya, tiba-tiba saja muncullah seorang pria yang sangat menyeramkan dan sangat dingin tidak tersentuh. Dialah Aaron Matthew Wycliff berusia 39 tahun, dialah anggota termuda yang Allard miliki di kelompok Gangster Mafia Golden Lion. Gangster Mafia terkuat dan terhebat di dunia, memiliki dua ratus anggota inti dan banyak sekali anggota cadangan yang tersebar di mana-mana. Aaron menatap Bara dengan nada menusuk, seperti sedang merencanakan sesuatu di dalam pikirannya. Bara mulai merasa tidak nyaman ditatap itu, lalu memutuskan untuk mundur beberapa langkah agar tidak berkontak mata dengan Aaron. Aaron yang melihat hal tersebut hanya tersenyum tipis, benar dugaannya pria muda dihadapannya ini bukanlah putra kandung sahabatnya. Aaron mendekati Allard, lalu menepuk pundak pria berusia lima puluh lima tahun itu dengan tegas. "Bagaimana kabarmu, Allard? Maaf aku datang terlambat karena gadisku susah sekali diatur." Allard tersenyum dan mengan