Bara tiba-tiba saja datang dari kamarnya, dia menatap Alland dan Vindy dengan penuh kemarahan. Vindy mundur beberapa langkah, saat Bara mulai berjalan kearahnya. Vindy tidak tahu apa maksud dari Bara, dengan mendekati dirinya seperti ini, menimbulkan rasa takut yang dalam dihatinya. Erland mengerti dengan isyarat tatapan mata Vindy, dengan gerakan cepat dirinya sudah berhadapan dengan Bara. Allard yang merasakan suasana hati Alland yang penuh emosi dan kemarahan langsung mendekat, Carlina juga mendekati Bara. Saat ini ketiga pria dan dua wanita saling berhadapan, Bara tersenyum nakal pada Vindy. Vindy langsung bersembunyi dibalik tubuh kekar, seorang Erland Dallin Harrison. Erland memberikan isyarat kepada Vindy, untuk masuk ke dalam mobil mewah miliknya. Vindy yang mengerti isyarat tersebut, cepat-cepat masuk ke dalam mobil.
Erland kembali menatap Bara, kedua tangannya mengepal kuat. "Jangan menatapnya seperti itu. Kau tahu dia tidak nyaman saat ditatap olehmu!"
Bara tersenyum menyeringai. "Aku akan mengambil dia dari dirimu. Setelah itu akan ku hancurkan dirimu untuk kedua kalinya."
Erland menatap sinis Bara. "Kau tidak akan berhasil. Aku lebih kuat darimu sekarang, kita lihat saja nanti!"
Erland menatap kedua orangtuanya, Allard dan Carlina mengangguk lalu Erland pun masuk ke dalam mobil.
"Hati-hati nak. Jaga Vindy dengan baik!" tegas Allard dan Carlina.
Erland mengangguk dan tersenyum tipis. "Aku berjanji."
Erland pun melajukan mobilnya dengan kecepatan tinggi, meninggalkan kedua orangtuanya.
***
Di dalam mobil keadaan menjadi hening, Vindy masih memikirkan kejadian tadi saat Bara ingin mendekatinya.
"Tenanglah. Semuanya akan baik-baik saja dan kamu aman bersamaku," ujar Alland.
Vindy tersenyum tipis, hingga dia tidak menyadari bahwa Alland membawanya ke Cafe.
"Ayo turun. Segelas Cappucino hangat dan Redvelvet pasti akan mengembalikan suasana hati yang tidak baik-baik saja,” ujar Alland.
"Apakah tidak berlebihan, Tuan Harrison?" tanya Vindy pelan.
"Tentu saja tidak. Jangan memanggilku dengan sebutan Tuan karena saat ini kita diluar kantor," balas Alland.
Vindy akhirnya menurut dan mereka masuk ke dalam Cafe.
Suasana di dalam Cafe tersebut sangat ramai, hingga dalam sekejap keduanya sudah menjadi bahan perhatian. Alland mengusap bahu Vindy, agar gadis itu merasa tenang.
"Abaikan saja. Kita duduk di sana di dekat kolam," ujar Alland.
Keduanya telah duduk bersama di meja dekat kolam, Vindy tersenyum melihat ikan-ikan yang berenang dengan lincah. Alland hanya tersenyum, dia berhasil mengalihkan suasana hati gadis dihadapannya. Tak lama kemudian pelayan datang, Alland mulai memesan makanan dan minuman untuk dirinya dan Vindy. Pelayan itu sudah pergi, meninggalkan pasangan romantis dihadapannya.
"Saya boleh tanya sesuatu padamu?" tanya Alland membuka pembicaraan.
"Tentu saja," balas Vindy.
"Apa kamu sudah punya kekasih?" tanya Alland.
Pertanyaan yang dilontarkan oleh pria dihadapannya itu, membuat Vindy terkejut bukan main. Vindy hanya diam saja, membuat pria itu merasa bersalah karena menanyakan hal yang sangat sensitif.
"Maaf. Seharusnya saya tidak mengatakan pertanyaan itu," ujar Alland.
"Tidak apa-apa. Saya belum memiliki pasangan,” balas Vindy.
Alland tersenyum senang tanpa sepengetahuan Vindy.
"Kenapa tidak punya kekasih?" tanya Alland.
"Sebenarnya belum ada pria yang mampu menarik perhatian saya," balas Vindy.
Alland mengangguk paham dan Vindy hanya diam.
"Sebenarnya anda adalah pria yang mampu merebut perhatian dan hati saya. Aku tidak punya keberanian untuk mengatakan hal itu padamu, status kita berbeda," batin Vindy.
Suasana berubah menjadi hening seketika, hingga tak lama kemudian pelayan itu datang.
"Tuan. Ini pesanan anda dan selamat menikmati," ujar pelayan itu.
Alland hanya membalas dengan anggukan kepala, lalu memberikan segelas Cappucino hangat dan sepiring Redvelvet kepada Vindy.
"Makanlah," ujar Alland.
Vindy hanya mengangguk dan dia gugup bukan main, detak jantungnya berdetak tiga kali lebih kencang. Vindy memotong kue itu dengan garpu dan sendok.
"Makanlah dengan tenang. Jangan gugup seperti itu dan aku tidak akan memakan dirimu jadi kamu tidak perlu takut," ujar Alland.
Vindy menunduk malu, dia ketahuan oleh Alland. Alland tersenyum menyeringai dan tersenyum tipis.
"Ya aku tidak akan memakan kamu saat ini. Aku akan mencari waktu yang tepat untuk melamar dirimu dan menghalalkan kamu. Setelah itu aku pasti memakan dirimu, hingga benih-benih lucu itu hadir dalam kandungan mu."
Alland tersenyum hangat membayangkan hal tersebut.
Mereka menghabiskan waktu bersama di Cafe itu, hingga tidak menyadari bahwa waktu sudah menunjukkan pukul setengah lima sore.
"Sudah sore. Ayo saya hantarkan kamu pulang," ujar Alland.
Vindy mengangguk dan mereka pun pergi.
Di sisi lain...
Alland sudah sampai di Mansion milik peninggalan keluarga Vindy, Vindy membuka pintu mobil dan berpamitan kepada Alland. Alland mengangguk dan memerintahkan Vindy untuk segera masuk, Alland memastikan bahwa Vindy sudah masuk ke dalam dan tak lama kemudian pria itu pun pergi.
Di dalam kamar...
Vindy sudah selesai membersihkan dirinya, Vindy kembali tersenyum saat mengingat kebersamaan dirinya dengan Alland di Cafe tersebut. Hatinya terasa berbunga-bunga, dia ingin mengatakan pada pria itu tentang perasaannya, akan tetapi ia terlalu takut akan penolakan. Alland akan menjadi cinta pertamanya, sekaligus sebagai cinta terakhirnya hingga ajal menjemput dirinya. Sebelum Vindy sama sekali tidak pernah dekat dengan pria, tetapi setelah bertemu dengan Alland semuanya berubah begitu saja. Cinta kepada pria itu tumbuh begitu cepatnya, tanpa ada hambatan sedikitpun.
Vindy memutuskan untuk menikmati makanannya, pikirannya tetap terbayang akan ketampanan seorang Alland Edbert Edric.
"Aku tidak sabar bertemu dengan kamu lagi besok."
Vindy pun kembali fokus menikmati makanannya.
***
~ Mansion Alland ~
Alland tampak sedang sibuk mengurus berkas-berkas dihadapannya, pikirannya terus terbayang pada Vindy. Alland tersenyum hangat, saat bayangan Vindy menari-nari dipikirannya. Alland menghela nafas panjang, lalu mengambil ponsel miliknya. Alland menatap poto Vindy dan memeluknya dengan erat, dia jatuh cinta kepada wanita untuk pertama kalinya. Saat sedang asik menikmati bayangan Vindy, tak lama kemudian ponsel miliknya berdering dengan sangat kencang.
"Menganggu saja," ujar Alland.
Alland mengangkat teleponnya dan terdengarlah suara tegas Allard.
"Kamu sedang apa nak?" tanya Allard.
"Mengurus berkas-berkas kantor dan memikirkannya," balas Alland.
"Memikirkan siapa?" tanya Allard.
"Memikirkannya," balas Alland.
Allard hanya menghela nafas panjang diseberang sana, putranya tidak mau memberikan informasi padanya.
"Memikirkan siapa nak. Daddy penasaran dan cepat beritahu," ujar Allard dengan nada memaksa.
"Sikapmu tidak pernah berubah, Daddy. Selalu saja memaksa dan sepertinya Daddy sudah pernah bertemu dengannya," ujar Alland.
Allard terkekeh geli, ternyata Alland sangat baik mengenalnya.
"Baiklah, Alland. Daddy tahu siapa yang kamu maksud," ujar Allard.
"Sekarang pertanyaannya adalah, apa kamu bisa bantu Daddy mengelola Perusahaan?" tanya Allard.
"Tidak, Daddy. Aku sibuk mengelola Perusahaan diriku sendiri dan itu sangat penting buatku. Bukankah ada dia pewaris mu?" tanya Alland.
"Dia tidak bisa diharapkan, Alland. Aku kira putra pertamaku itu bisa membawa Perusahaan Daddy lebih kuat, tapi nyatanya dia malah sibuk bercinta dengan wanita," balas Allard.
"Apa dia memang anakmu?" tanya Alland.
"Apa yang kamu katakan nak. Dia kakak mu tentu saja," balas Allard.
"Tapi aku curiga bahwa dia bukan anakmu yang sebenarnya. Bahkan perilakunya berbeda jauh darimu," ujar Alland, "Aku curiga bahwa kakak ku yang sebenarnya tertukar dengan anak orang lain!"
Alland langsung memutuskan sambungan teleponnya, dia memberikan waktu pada Allard untuk berfikir jernih.
Allard memikirkan perkataan Alland, yang meragukan bahwa yang saat ini tinggal bersamanya bukanlah kakaknya melainkan orang lain. Allard berusaha untuk berfikir jernih, agar dia tidak gegabah dalam memutuskan hal yang sangat sensitif bagi kedua belah pihak, istrinya dan juga Alvian putranya. Allard sendiri juga tidak menyangka, bagaimana bisa Alland bisa berkata seperti itu. Apa yang selama ini terjadi padanya di masa lalu, waktu ketika dirinya tega membuang serta mengusir putra keduanya yang lumpuh karena kecelakaan. Bodohnya dia tidak bisa berfikir jernih, justru mengikuti kehendak anak pertamanya yang sangat dia sayangi. Alland putra keduanya seperti menutup diri padanya, menjauh, dan menciptakan dinding pembatas terhadap dirinya. Allard memijat keningnya, yang terus berdenyut nyeri. Pertanyaan demi pertanyaan yang tidak diketahui jawabannya, muncul secara tiba-tiba dalam pikirannya. Allard sadar bahwa Alland saat ini telah berubah menjadi lebih dingin, tidak tersentuh, cuek, dan t
Alvian palsu masuk ke dalam Mansion dengan cara bersembunyi, dia berfikir bahwa Allard tidak akan tahu dan sudah tidur terlelap bersama sang istri tercinta. Dari kejauhan Allard tampak tersenyum menyeringai, ketika putra tertuanya itu bersembunyi seperti maling. Perlahan namun pasti, dia mendekat kearah saklar dan tap. Lampu seketika hidup, hal tersebut membuat Alvian palsu salah tingkah dan cemas. Dengan tubuh yang lemah berbau alkohol dan mabuk, Allard pasti menghajarnya habis-habisan karena pria itu tidak suka anak-anaknya menyentuh minuman keras. Suara tepuk tangan tiga kali, yang dilakukan dengan keras membuat Alvian mundur dan ingin kabur. Namun sebuah ancaman tidak terduga dari Allard, membuat Alvian terdiam karena saat ini pria itu menodongkan pistol Glock 17 kepadanya.Alvian palsu mundur beberapa langkah. "BERHENTI! JIKA TIDAK AKAN KU TEMBAK KAMU ALVIAN!"Suara Allard yang tegas dan menggelar itu, membuat Carlina terbangun dan langsung menemui suaminya."Pergi kemana kamu, A
Saat Allard sedang fokus menatap tajam putra tertuanya, tiba-tiba saja muncullah seorang pria yang sangat menyeramkan dan sangat dingin tidak tersentuh. Dialah Aaron Matthew Wycliff berusia 39 tahun, dialah anggota termuda yang Allard miliki di kelompok Gangster Mafia Golden Lion. Gangster Mafia terkuat dan terhebat di dunia, memiliki dua ratus anggota inti dan banyak sekali anggota cadangan yang tersebar di mana-mana. Aaron menatap Bara dengan nada menusuk, seperti sedang merencanakan sesuatu di dalam pikirannya. Bara mulai merasa tidak nyaman ditatap itu, lalu memutuskan untuk mundur beberapa langkah agar tidak berkontak mata dengan Aaron. Aaron yang melihat hal tersebut hanya tersenyum tipis, benar dugaannya pria muda dihadapannya ini bukanlah putra kandung sahabatnya. Aaron mendekati Allard, lalu menepuk pundak pria berusia lima puluh lima tahun itu dengan tegas. "Bagaimana kabarmu, Allard? Maaf aku datang terlambat karena gadisku susah sekali diatur." Allard tersenyum dan mengan
Tak terasa hari sudah pagi, Alland sedang bersiap-siap untuk bertemu dengan seseorang yang memiliki darah sama seperti dirinya. Pagi ini Alland menggenakan setelan jas formal berwarna biru, sepatu hitam mewah, jam tangan mahal, dan kacamata hitam pekat yang selalu menambah ketampanannya. Aroma parfum beraroma mint semakin membuat dirinya wangi, menambah ketegasan, kewibawaan, dan aura kepemimpinannya. Tak lama kemudian Allard, Carlina, dan Amilia datang, gadis itu mengenakan gaun biru panjang dan bando bunga. Amilia menatap kagum Alland, kakaknya itu benar-benar sangat tampan dan penuh wibawa. Allard dan Carlina justru saling pandang, tidak biasanya pria dingin seperti Alland tampil dengan sempurna pagi ini tapi mereka juga pernah muda. Amilia berlari mendekati Alland, lalu memberikan kedua jempolnya. "Kakak sangat tampan sekali. Kakak Vindy pasti langsung terpesona melihat kakak." Alland menggelengkan kepalanya, tidak percaya adiknya bisa bicara seperti itu. "Jangan keras-keras. Jik
Sesampainya di Cafe XV23...Vindy dan Amilia turun duluan, sedangkan Alland memutuskan untuk memarkirkan mobil di tempat khusus. Vindy dan Amilia tampak antusias berada di halaman utama Cafe tersebut, sampai akhirnya Alland datang dan mengajak mereka untuk masuk. Amilia selalu menggenggam erat tangan Vindy, gadis itu seperti tidak mau kehilangan Vindy. Alland yang memperhatikan hal tersebut, diam-diam tersenyum hangat. Vindy tiba-tiba saja menghentikan langkahnya, saat dia melihat pria yang sangat kasar terhadap keponakannya sendiri. Alland yang mengetahui kehadiran pria yang bernama Kelvin, langsung membawa pergi Vindy dan adiknya ke ruangan VIP yang sudah ia pesan.Sesampainya di ruangan VIP...Alland meminta Vindy untuk duduk di sebelahnya, sedangkan Amilia duduk disebelah Vindy. Gadis itu masih memeluk erat tangan Vindy, Vindy hanya tersenyum dan mengusap lembut rambut Amilia.Tak lama kemudian pelayan pun datang, lalu membungkuk hormat kepada Alland."Selamat datang, Tuan Alland.
Allard langsung mengangkat teleponnya dan terdengarlah suara asing dari seberang sana. Allard bahkan tidak mengenali siapa penelepon asing tersebut.[Kau pasti sedang bersenang-senang bukan atas kembalinya Alvian? Dirimu pasti tidak menyadari bahaya yang akan datang kepada Alland dan Vindy! Hahaha!]Pria asing yang menelepon Allard langsung memutuskan sambungan teleponnya. Allard terkejut bukan main, lalu menatap Carlina dan Alvian."Ada apa, Daddy?" tanya Alvian."Iya, Baby. Ada apa dengan kamu?" tanya Carlina."Mereka dalam bahaya. Musuhku yang dulu dia kembali lagi dan aku tidak tahu apa yang direncanakan olehnya," balas Allard.Alvian dan Carlina terkejut bukan main."Seharusnya aku tidak meninggalkan mereka," batin Alvian.Tak lama kemudian telepon Allard berdering kembali.[Bom peledak itu akan segera meledak, Allard! Mereka akan mati, kau tidak akan bisa menyelamatkan keduanya. Hanya ada waktu sepuluh menit lagi. Hahaha!][Brengsek kau!]Allard memutuskan sambungan teleponnya.
Tiga hari pun berlalu dengan sangat cepat, setelah insiden bom peledak yang disimpan di dalam Alland. Alland telah bangkit untuk memperkuat dirinya, melindungi keluarga, membangun kekuatan untuk melawan musuh-musuh besar Allard Edbert Edric, dan menjaga cinta sejatinya. Saat ini Alland sedang duduk bersama ketujuh pria lainnya, di ruangan yang minim penerangan. Tak lama kemudian seorang pria dengan setelan jas formal berwarna hitam bangkit, pria itu mengenakan kacamata hitam. Pria itu tampak sedang memainkan pistol, hingga sebuah letusan peluru mengejutkan sahabat-sahabatnya. Alland mengambil pistol miliknya di meja, tak lama kemudian tersenyum menyeringai. Dia menatap sahabatnya, lalu membisikkan sesuatu hal yang sangat penting."Aku mengerti, Alland. Lebih baik kita memulai rapatnya dan menyusun rencana matang-matang," ujar pria itu.Aldo Mackenzie, pria berusia 29 tahun. Pemilik Perusahaan Mackenzie Corporation, dia ahli dalam hal tembak-menembak dan membuat senjata api legal berba
Alland memperhatikan Vindy yang tampak asik dengan dunianya sendiri, Alland tersenyum dan perlahan-lahan mulai mendekat. Vindy yang menyadari kedatangan Alland, langsung menunduk hormat kepada sang pemilik Mansion itu. Alland menghela nafas panjang, tangan kekarnya menyentuh kedua bahu Vindy lalu berpindah mengusap wajah. Tubuh gadis cantik itu menegang seketika, tangan kekar itu mengelus lembut rambutnya. Alland tersenyum hangat lalu memeluknya dengan erat, Vindy diam seribu bahasa.Alland mengambil sesuatu dari ponselnya, lalu memencet tombol merah pada benda itu. Alland diam-diam mengabadikan momen itu, tanpa sepengetahuan Vindy karena dia tidak ingin gadis itu berfikir dirinya pria kurang ajar, yang mengambil kesempatan dalam kesempitan.Alland memasukkan kembali benda itu, lalu melepaskan pelukannya pada tubuh Vindy. "Aku akan selalu menjaga dirimu!"Vindy hanya diam dan memperhatikan Alland, gadis itu semakin mencintai pria itu. Cinta akan ketulusan, kasih sayang, kebaikan, dan