Allard langsung mengangkat teleponnya dan terdengarlah suara asing dari seberang sana. Allard bahkan tidak mengenali siapa penelepon asing tersebut.[Kau pasti sedang bersenang-senang bukan atas kembalinya Alvian? Dirimu pasti tidak menyadari bahaya yang akan datang kepada Alland dan Vindy! Hahaha!]Pria asing yang menelepon Allard langsung memutuskan sambungan teleponnya. Allard terkejut bukan main, lalu menatap Carlina dan Alvian."Ada apa, Daddy?" tanya Alvian."Iya, Baby. Ada apa dengan kamu?" tanya Carlina."Mereka dalam bahaya. Musuhku yang dulu dia kembali lagi dan aku tidak tahu apa yang direncanakan olehnya," balas Allard.Alvian dan Carlina terkejut bukan main."Seharusnya aku tidak meninggalkan mereka," batin Alvian.Tak lama kemudian telepon Allard berdering kembali.[Bom peledak itu akan segera meledak, Allard! Mereka akan mati, kau tidak akan bisa menyelamatkan keduanya. Hanya ada waktu sepuluh menit lagi. Hahaha!][Brengsek kau!]Allard memutuskan sambungan teleponnya.
Tiga hari pun berlalu dengan sangat cepat, setelah insiden bom peledak yang disimpan di dalam Alland. Alland telah bangkit untuk memperkuat dirinya, melindungi keluarga, membangun kekuatan untuk melawan musuh-musuh besar Allard Edbert Edric, dan menjaga cinta sejatinya. Saat ini Alland sedang duduk bersama ketujuh pria lainnya, di ruangan yang minim penerangan. Tak lama kemudian seorang pria dengan setelan jas formal berwarna hitam bangkit, pria itu mengenakan kacamata hitam. Pria itu tampak sedang memainkan pistol, hingga sebuah letusan peluru mengejutkan sahabat-sahabatnya. Alland mengambil pistol miliknya di meja, tak lama kemudian tersenyum menyeringai. Dia menatap sahabatnya, lalu membisikkan sesuatu hal yang sangat penting."Aku mengerti, Alland. Lebih baik kita memulai rapatnya dan menyusun rencana matang-matang," ujar pria itu.Aldo Mackenzie, pria berusia 29 tahun. Pemilik Perusahaan Mackenzie Corporation, dia ahli dalam hal tembak-menembak dan membuat senjata api legal berba
Alland memperhatikan Vindy yang tampak asik dengan dunianya sendiri, Alland tersenyum dan perlahan-lahan mulai mendekat. Vindy yang menyadari kedatangan Alland, langsung menunduk hormat kepada sang pemilik Mansion itu. Alland menghela nafas panjang, tangan kekarnya menyentuh kedua bahu Vindy lalu berpindah mengusap wajah. Tubuh gadis cantik itu menegang seketika, tangan kekar itu mengelus lembut rambutnya. Alland tersenyum hangat lalu memeluknya dengan erat, Vindy diam seribu bahasa.Alland mengambil sesuatu dari ponselnya, lalu memencet tombol merah pada benda itu. Alland diam-diam mengabadikan momen itu, tanpa sepengetahuan Vindy karena dia tidak ingin gadis itu berfikir dirinya pria kurang ajar, yang mengambil kesempatan dalam kesempitan.Alland memasukkan kembali benda itu, lalu melepaskan pelukannya pada tubuh Vindy. "Aku akan selalu menjaga dirimu!"Vindy hanya diam dan memperhatikan Alland, gadis itu semakin mencintai pria itu. Cinta akan ketulusan, kasih sayang, kebaikan, dan
Saat Alland dan keluarganya sibuk memperkuat diri, dan memperbanyak pasukan khusus untuk menyerang, berbeda halnya dengan Draco Fredrick. Draco sibuk dengan minum-minum, bercinta dengan para pelayan, dan berjoget tidak jelas. Para pengawalnya juga ikut berpesta, Draco tidak tahu bahwa musuh sepuluh langkah lebih maju dari dirinya. Draco pikir dengan membunuh Alland, akan melemah kekuatan pada diri Alland. Allard tidak semudah itu dilemahkan, banyak yang menyayanginya karena kerendahan hati seorang Allard. Draco memiliki seorang istri dan dua orang putra, mereka adalah Demian Frederick dan Darren Frederick. Meski begitu Draco seperti tidak puas pada satu wanita, dia justru bercinta dengan wanita lain dan diam-diam berkhianat pada Diana Frederick istrinya.Draco tidak menyadari bahwa salah satu putranya, mengetahui apa yang selama ini dilakukan oleh Daddy nya."Daddy berselingkuh dengan banyak wanita dibelakang, Mommy. Aku tidak bisa menerima ini!" tegas Demian Frederick. Demian pun me
Rudolf, Ronald, dan Arnold menunduk hormat kepada calon nyonya mereka."Izinkan kami memperkenalkan diri nona," ujar Rudolf."Silahkan. Kalian bebas ketika sedang bersamaku," ujar Vindy ramah.Rudolf mundur beberapa langkah, lalu membungkuk hormat kepada Vindy."Nona. Perkenalkan saya Rudolf Donovan Abyan. Bodyguard pertama yang menemani tuan Alland sejak masih kecil," ujar Rudolf."Berarti kamu sudah mengenal kebiasaan Tuan Alland selama ini ya, Kakak Rudolf?" tanya Vindy."Benar, nona. Saya akan ceritakan tentang Tuan Alland mulai dari apa yang dia sukai dan juga tidak disukai olehnya," balas Rudolf.Vindy mengangguk dan tersenyum hangat.Rudolf kembali duduk di sofa, lalu menatap kearah Ronald."Nona. Perkenalkan nama saya Ronald Reagan Michael. Saya adalah tangan kanan kedua setelah Rudolf, sekaligus mata-mata terbaik yang dimiliki Tuan Alland," ujar Ronald."Apa anda sudah punya kekasih?" tanya Vindy."Belum, Nona. Hehehe ...," balas Ronald.Rudolf hanya menghela nafas panjang, p
Alland menutup telinganya, saat Lars sangat antusias dalam memuji gadisnya. Tak lama kemudian dia menggebrak meja, membuat Lars Douglas terkejut tapi dia tersenyum menyeringai. Lars berhasil membangkitkan sisi kecemburuan besar, dalam diri seorang Alland Edbert Edric. Alland pun pergi begitu saja, tatapan tajamnya tidak lepas kepada Lars. Vindy bingung dengan sikap Alland, Lars menyakinkan Vindy bahwa semua akan baik-baik saja. Vindy hanya menghela nafas panjang dan dia percaya pada Lars, Lars akhirnya pergi untuk menemui Alland. Dia harus meminta maaf, jika tidak maka hubungannya dengan sang ketua Gangster Blood Fire akan menjadi renggang. Lars tidak mau itu terjadi, kejahilan dianggap serius oleh Alland. *** Alland saat ini sedang berada di luar Restoran, menatap tajam kearah kendaraan yang berlalu-lalang. Tak lama kemudian Lars datang, dia menghela nafas panjang melihat tingkah Alland. "Kau cemburu, Alland?" tanya Lars tenang. "Menurutmu?" tanya Alland dingin. Lars kembali meng
Di dalam ruangan yang gelap dan minim penerangan, terlihat jelas delapan pria mengenakan jas formal berwarna hitam, dengan jubah khusus yang dicat dengan api dan darah. Mereka kompak mengenakan kacamata hitam, sarung tangan hitam tebal, sepatu hitam, dan masker hitam. Hari ini mereka akan membicarakan sesuatu yang sangat penting, tak ada ekspresi lain yang mereka tunjukkan, selain tatapan datar dan menyeramkan. Alland menatap ketujuh temannya, tatapannya dingin, tenang, dan penuh wibawa. Tak lama kemudian, laki-laki itu bangkit, mengambil koper berisi jenazah lelaki tua yang menyebabkan orang tua gadis itu terbunuh. Aldo dan Sean saling berpandangan, begitu pula Jean, Albert, Lars
Alland, Aldo, dan Sean saling menatap satu sama lain. Albert, Jean, Gerald, Lars, dan Xavierre menunggu jawaban dari ketiga sahabat itu."Jadi kesimpulannya adalah ...."Alland menatap Albert, Jean, Gerald, Lars, dan Xavierre."Kita akan memulai penyerangan kepada Draco di malam Jum'at nanti. Aku, Aldo, Sean akan menyerang dari arah timur. Kami akan membawa masing-masing dua ratus pasukan dengan senjata api yang lengkap!" tegas Alland.Aldo dan Sean mengangguk, mereka paham dengan penjelasan yang dipaparkan oleh Alland."Albert, Jean. Kalian menyerang kearah barat!" tegas Aldo.Albert dan Jean mengangguk dan tersenyum tipis."Kami juga akan membawa dua ratus pasukan khusus," ujar Albert dan Jean."Aku dan Lars akan ke menyerang dari arah selatan. Kami akan membawa tiga ratus pasukan khusus," sahut Gerald.Alland mengangguk tanda dia setuju dengan Lars dan Gerald."Silahkan bawa pasukan sebanyak apapun. Perang kali ini sepertinya akan spesial karena kita akan menyaksikan aksi Bryan per
Tak terasa waktu berjalan begitu cepat, berbulan-bulan telah dilewati oleh Alland dan Vindy. Mereka merasa sangat bahagia, dalam kedamaian dan ketenangan kehidupan mereka. Malam ini tampak sangat cerah, karena diterangi oleh sinar bulan purnama. Alland dan Vindy sedang menikmati suasana malam, yang terlihat sangat romantis. Keduanya menikmati susu jahe dan kue jahe, Alland mengusap lembut kedua tangan lalu menciumnya.Tatapan mata keduanya terlihat saling mengikat satu sama lain, debaran jantung mereka berdetak seirama. Tatapan Alland beralih pada perut Vindy yang semakin besar, tidak akan lama lagi anak kembarnya akan segera terlahir ke dunia ini dan membuat suasana semakin ramai dengan tangisan bayi."Sayang. Pada akhirnya semua berjalan dengan baik, tidak ada lagi penghalang atau musuh yang akan menganggu hubungan kita. Terimakasih telah mendampingi diriku dan selalu bersabar dengan sikap dan sifat yang ku miliki," ujar Alland."Sayang. Pada dasarnya aku pun memiliki banyak kekur
"Mereka sudah masuk dalam jebakan kita, Alland. Kakak Alvian kau sudah siap menyambut mereka bukan?" tanya Jack."Tenang saja Jack. Aku sudah siap dengan senjataku dan menyambut mereka," balas Alvian.Alland melihat musuh sudah masuk ke dalam Mansion, mereka tampak tertawa terbahak-bahak."Lihatlah teman-teman. Keluarga Edric sangat bodoh sekali, mereka bahkan tidak menjaga Mansion nya dengan pengawalan. Kesempatan bagi kita untuk mencabut nyawa mereka!"Alland tersenyum menyeringai dan menatap musuh dengan tatapan tajam."Mereka sombong sekali!" tegas Alland."Kesombongan adalah awal dari kehancuran, Alland. Mereka akan hancur dengan sifat mereka!" tegas Jack."Aku akan bergerak mendekat tanpa disadari oleh mereka!" tegas Alvian."Hati-hati Kakak Alvian. Tetaplah waspada!" tegas Jack dan Alland."Aku akan baik-baik saja. Jangan terlalu khawatir!" tegas Alvian.Alvian pun bergerak perlahan mendekati musuh, pria berambut pirang itu menodong pistol pada pria tua berkepala botak."Kakek t
Pesta untuk merayakan kehadiran pewaris keluarga Edric, berlangsung dengan sangat meriah. Alland mengundang teman-teman dan klien bisnisnya, Allard pun mengundang seluruh anggota mafia yang bersahabat dengannya. Jack Archer mendekati Alland, lalu membisikkan sesuatu hal penting. Alland hanya mengangguk saja, mempertajam pandangan dan pendengaran. Alland menatap anak buahnya, tatapan itu dimengerti oleh para penjaga nya, mereka langsung menyebar ke seluruh Mansion.Para tamu mulai mendatangi Vindy, bersalaman dan memberikan ucapan selamat. Vindy merasa sangat bahagia, dia telah memberikan yang terbaik untuk keluarga besarnya. Alland tersenyum melihat kebahagiaan yang terpancar dari wajah istrinya, mereka akan segera menjadi orang beberapa bulan lagi dan hal itu semakin membuatnya menjadi pria yang sangat ketat.Malam ini Alland mengenakan jas formal berwarna biru, yang senada dengan gaun pesta milik istrinya."Kamu sangat cantik hari ini sayang," bisik Alland."Kamu juga terlihat lebih
Alland Edbert Edric dan Jack Archer kini saling berhadapan, dua mafia terkenal di Kota New York Amerika Serikat itu saling berjabat tangan karena hari ini adalah pertemuan pertama mereka, setelah sekian lama tidak bertemu. Kedua nya di dampingi oleh pasangan masing-masing, berbeda dengan anggota mereka yang hanya datang sendirian tanpa ada yang menemani.Vindy tersenyum melihat gadis yang lebih muda dihadapannya."Kita bertemu lagi, Alland. Sudah berapa lama kita tidak bertemu?" tanya Jack dengan nada tenang, akan tetapi sangat waspada."Sepertinya sudah dua belas tahun kita tidak bertemu. Bagaimana kabarmu sahabatku?" tanya Alland."Pelayan," ujar Jack.Tak lama kemudian pelayan pun datang, mereka menundukkan kepalanya sebagai tanda menghormati."Bawakan makanan serta minuman untuk sahabatku ini. Katakan pada para pengawal untuk selalu memperketat penjagaan!" tegas Jack."Baik, Tuan."Para pelayan pun pergi meninggalkan Jack Archer."Jack. Kenalkan dia adalah istriku tersayang, Vindy
Satu minggu pun berlalu, saat ini Alland dan Vindy telah sampai di Mansion keluarga Edric. Mereka berdua di sambut hangat, oleh kedua orang tua mereka. Carlina yang sangat antusias melihat kedatangan putra-putrinya, langsung memeluk keduanya.Carlina menatap perut Vindy yang mulai membesar, wanita paruh baya itu mengusapnya dengan penuh kasih sayang."Selamat datang cucuku," ujar Carlina.Vindy tersenyum dan mencium tangan Carlina dengan penuh kebahagiaan."Akhirnya kalian datang juga," ujar Allard.Allard memandangi kedua anak-anaknya, dengan penuh kelembutan dia sangat senang dengan kehamilan Vindy. Keluarga Edric akan segera memiliki cucu, Mansion ini akan sangat ramai."Daddy sangat senang mendengar kabar kehamilan mu nak. Kami akan punya cucu," ujar Allard."Terimakasih, Daddy. Aku sangat senang bisa memberikan hadiah terindah untuk keluarga ini," ujar Vindy."Daddy, Mommy. Kita bicara di dalam saja karena aku khawatir ada mata-mata musuh yang mendengarnya," ujar Alvian."Kamu be
Alland dan Vindy membungkuk hormat, menghormati wanita yang statusnya sebagai Grand Duchees di Negara Rusia."Selamat datang, Grand Duke dan Grand Duchees. Kami sangat senang melihat anda berdua datang kemari," ujar pemilik restoran tersebut.Erik dan istrinya hanya mengangguk, sebagai jawaban dari sambutan tersebut.Pemilik Restoran itu bahkan sudah menyiapkan tempat yang khusus, untuk tamu kehormatan mereka yang berasal dari keluarga bangsawan."Terimakasih atas ucapannya, Grand Duke dan Grand Duchees. Kami merasa sangat senang," ujar Alland dan Vindy.Alland dan Vindy saling memandang, sepertinya mereka harus berpamitan hari ini untuk kembali ke New York besok."Kami juga ingin berpamitan kepada anda berdua, karena besok akan kembali ke Amerika lagi," ujar Alland dan Vindy."Kenapa cepat sekali?" tanya Erik."Kedua orangtua kami sudah sangat rindu," balas Vindy cepat.Erik mengangguk dan mengerti dengan apa yang dikatakan oleh Vindy."Baiklah nak. Kami mengerti hal itu dan kapan-kap
Alland menghubungi keluarganya memberikan kabar baik tentang kehamilan istrinya. Kedua keluarga besarnya tampak sangat bahagia sekali, mendapat kabar dari putra dan putri mereka. Vindy sudah tidak lagi mengalami mual, dia hanya akan muntah di pagi hari saja dan Alland akan selalu siap siaga untuk hal itu. Dia rela tidak tidur dengan nyenyak, agar istrinya selalu mendapatkan perhatian besar darinya. Alland merasa hari-harinya akan sangat membahagiakan, apalagi dia akan menjadi orang tua saat anak-anaknya lahir ke dunia ini. Anak-anaknya nanti akan mewarisi kekayaannya, salah satu dari mereka akan menjadi pemimpin mafia menggantikan dirinya.Vindy menatap lembut wajah tampan suaminya, lalu mengecupnya dengan penuh cinta. "Kapan kita akan kembali ke New York?"Alland tersenyum hangat dan memeluk tubuh mungil itu. "Kita harus menunggu perintah dari Duke Arkady, dia yang berkuasa di Negara ini."Vindy mengangguk paham, dia sangat memahami di mana dirinya dan Alland saat ini."Sayang. Kamu
Beberapa dokter yang bertugas memeriksa keadaan Vindy, saling menatap satu sama lain. Alland menatap Arkady, yang ditatap hanya diam memperhatikan Vindy. Mereka tampak sedang berbincang-bincang, dalam bahasa Rusia yang Alland sendiri tidak tahu apa artinya. Salah satu dokter itu mendekat kepada Arkady, Alland menghela nafas panjang saat Arkady dan dokter itu berbicara dengan bahasa Negara mereka.Arkady mengangguk tanda dia mengerti dan paham apa yang di maksud, oleh dokter-dokter khusus tersebut. Salah satu dari dokter itu memutuskan untuk pergi, Arkady langsung mendekati Alland. Alland tampak tegang, menunggu apa yang akan dikatakan oleh sang Duke atau calon Grand Duke tersebut.Arkady menghela nafas panjang. "Mereka akan membawa salah satu dokter khusus lain, Vindy harus diperiksa oleh dokter kandungan."Alland yang tadi tegang, berubah menjadi lebih tenang."Bagaimana rasanya menjadi seorang suami?" tanya Arkady."Kamu kan sudah menikah. Mengapa masih bertanya lagi?" tanya Alland
Setelah dua bulan lamanya bulan madu di Rusia dan menyelesaikan perjalanan bisnis di Swedia, Alland bersama istrinya kembali ke New York, Amerika Serikat menggunakan pesawat pribadi milik Alland. Alland memandangi wajah istrinya, Vindy terlihat sangat nyaman dalam tidurnya. Perlahan namun pasti, tangan kekarnya membawa sang istri ke dalam pelukannya. Alland sudah merencanakan makan malam romantis di dalam pesawat, serta melakukan hal-hal yang menyenangkan lainnya. Alland menatap jam tangan mewah miliknya, waktu sudah menunjukkan pukul sembilan lewat dua puluh pagi. Vindy belum makan dari semalam, karena percintaan panas mereka yang sangat mengasyikkan. Alland membangunkan istrinya, mereka akan sarapan bersama untuk mengisi tenaga.Alland mengusap lembut rambut istrinya, lalu berbisik dengan lembut. "Sayang bangun dulu ya. Kita sarapan dulu karena kamu belum makan dari semalam!"Alland tersenyum melihat istrinya yang mulai membuka matanya. "Selamat pagi cintaku."Vindy tersenyum dan me