Alland memperhatikan Vindy yang tampak asik dengan dunianya sendiri, Alland tersenyum dan perlahan-lahan mulai mendekat. Vindy yang menyadari kedatangan Alland, langsung menunduk hormat kepada sang pemilik Mansion itu. Alland menghela nafas panjang, tangan kekarnya menyentuh kedua bahu Vindy lalu berpindah mengusap wajah. Tubuh gadis cantik itu menegang seketika, tangan kekar itu mengelus lembut rambutnya. Alland tersenyum hangat lalu memeluknya dengan erat, Vindy diam seribu bahasa.Alland mengambil sesuatu dari ponselnya, lalu memencet tombol merah pada benda itu. Alland diam-diam mengabadikan momen itu, tanpa sepengetahuan Vindy karena dia tidak ingin gadis itu berfikir dirinya pria kurang ajar, yang mengambil kesempatan dalam kesempitan.Alland memasukkan kembali benda itu, lalu melepaskan pelukannya pada tubuh Vindy. "Aku akan selalu menjaga dirimu!"Vindy hanya diam dan memperhatikan Alland, gadis itu semakin mencintai pria itu. Cinta akan ketulusan, kasih sayang, kebaikan, dan
Saat Alland dan keluarganya sibuk memperkuat diri, dan memperbanyak pasukan khusus untuk menyerang, berbeda halnya dengan Draco Fredrick. Draco sibuk dengan minum-minum, bercinta dengan para pelayan, dan berjoget tidak jelas. Para pengawalnya juga ikut berpesta, Draco tidak tahu bahwa musuh sepuluh langkah lebih maju dari dirinya. Draco pikir dengan membunuh Alland, akan melemah kekuatan pada diri Alland. Allard tidak semudah itu dilemahkan, banyak yang menyayanginya karena kerendahan hati seorang Allard. Draco memiliki seorang istri dan dua orang putra, mereka adalah Demian Frederick dan Darren Frederick. Meski begitu Draco seperti tidak puas pada satu wanita, dia justru bercinta dengan wanita lain dan diam-diam berkhianat pada Diana Frederick istrinya.Draco tidak menyadari bahwa salah satu putranya, mengetahui apa yang selama ini dilakukan oleh Daddy nya."Daddy berselingkuh dengan banyak wanita dibelakang, Mommy. Aku tidak bisa menerima ini!" tegas Demian Frederick. Demian pun me
Rudolf, Ronald, dan Arnold menunduk hormat kepada calon nyonya mereka."Izinkan kami memperkenalkan diri nona," ujar Rudolf."Silahkan. Kalian bebas ketika sedang bersamaku," ujar Vindy ramah.Rudolf mundur beberapa langkah, lalu membungkuk hormat kepada Vindy."Nona. Perkenalkan saya Rudolf Donovan Abyan. Bodyguard pertama yang menemani tuan Alland sejak masih kecil," ujar Rudolf."Berarti kamu sudah mengenal kebiasaan Tuan Alland selama ini ya, Kakak Rudolf?" tanya Vindy."Benar, nona. Saya akan ceritakan tentang Tuan Alland mulai dari apa yang dia sukai dan juga tidak disukai olehnya," balas Rudolf.Vindy mengangguk dan tersenyum hangat.Rudolf kembali duduk di sofa, lalu menatap kearah Ronald."Nona. Perkenalkan nama saya Ronald Reagan Michael. Saya adalah tangan kanan kedua setelah Rudolf, sekaligus mata-mata terbaik yang dimiliki Tuan Alland," ujar Ronald."Apa anda sudah punya kekasih?" tanya Vindy."Belum, Nona. Hehehe ...," balas Ronald.Rudolf hanya menghela nafas panjang, p
Alland menutup telinganya, saat Lars sangat antusias dalam memuji gadisnya. Tak lama kemudian dia menggebrak meja, membuat Lars Douglas terkejut tapi dia tersenyum menyeringai. Lars berhasil membangkitkan sisi kecemburuan besar, dalam diri seorang Alland Edbert Edric. Alland pun pergi begitu saja, tatapan tajamnya tidak lepas kepada Lars. Vindy bingung dengan sikap Alland, Lars menyakinkan Vindy bahwa semua akan baik-baik saja. Vindy hanya menghela nafas panjang dan dia percaya pada Lars, Lars akhirnya pergi untuk menemui Alland. Dia harus meminta maaf, jika tidak maka hubungannya dengan sang ketua Gangster Blood Fire akan menjadi renggang. Lars tidak mau itu terjadi, kejahilan dianggap serius oleh Alland. *** Alland saat ini sedang berada di luar Restoran, menatap tajam kearah kendaraan yang berlalu-lalang. Tak lama kemudian Lars datang, dia menghela nafas panjang melihat tingkah Alland. "Kau cemburu, Alland?" tanya Lars tenang. "Menurutmu?" tanya Alland dingin. Lars kembali meng
Di dalam ruangan yang gelap dan minim penerangan, terlihat jelas delapan pria mengenakan jas formal berwarna hitam, dengan jubah khusus yang dicat dengan api dan darah. Mereka kompak mengenakan kacamata hitam, sarung tangan hitam tebal, sepatu hitam, dan masker hitam. Hari ini mereka akan membicarakan sesuatu yang sangat penting, tak ada ekspresi lain yang mereka tunjukkan, selain tatapan datar dan menyeramkan. Alland menatap ketujuh temannya, tatapannya dingin, tenang, dan penuh wibawa. Tak lama kemudian, laki-laki itu bangkit, mengambil koper berisi jenazah lelaki tua yang menyebabkan orang tua gadis itu terbunuh. Aldo dan Sean saling berpandangan, begitu pula Jean, Albert, Lars
Alland, Aldo, dan Sean saling menatap satu sama lain. Albert, Jean, Gerald, Lars, dan Xavierre menunggu jawaban dari ketiga sahabat itu."Jadi kesimpulannya adalah ...."Alland menatap Albert, Jean, Gerald, Lars, dan Xavierre."Kita akan memulai penyerangan kepada Draco di malam Jum'at nanti. Aku, Aldo, Sean akan menyerang dari arah timur. Kami akan membawa masing-masing dua ratus pasukan dengan senjata api yang lengkap!" tegas Alland.Aldo dan Sean mengangguk, mereka paham dengan penjelasan yang dipaparkan oleh Alland."Albert, Jean. Kalian menyerang kearah barat!" tegas Aldo.Albert dan Jean mengangguk dan tersenyum tipis."Kami juga akan membawa dua ratus pasukan khusus," ujar Albert dan Jean."Aku dan Lars akan ke menyerang dari arah selatan. Kami akan membawa tiga ratus pasukan khusus," sahut Gerald.Alland mengangguk tanda dia setuju dengan Lars dan Gerald."Silahkan bawa pasukan sebanyak apapun. Perang kali ini sepertinya akan spesial karena kita akan menyaksikan aksi Bryan per
Malam hari pun telah tiba, Alland dan Vindy sudah datang ke Mansion milik Allard Edbert Edric. Mereka akan makan malam bersama, sekaligus berpesta untuk penyambutan calon menantu. Saat ini mereka duduk saling berhadapan di meja makan, dengan posisi Allard, Carlina, dan Amilia duduk bersebelahan. Alland dengan Vindy duduk berhadapan dengan Alvian dan Alisya. Allard dan Carlina tampak sangat bahagia, melihat kedua putranya punya pasangan masing-masing. Para pelayan mulai berdatangan, menata makanan yang sudah di masak oleh koki khusus keluarga Allard. Alisya menatap Vindy dalam-dalam, yang tampak sangat antusias sekali dengan pertemuan malam ini sedangkan dirinya diliputi oleh ketakutan besar. Keluarga besar dihadapannya saat ini adalah Mafia berdarah dingin, yang sangat kejam terhadap musuh-musuh dan orang-orang yang berani berkhianat.Carlina dan Vindy mulai menyajikan makanan untuk pasangan tercintanya. Alisya hanya diam saja, dia bingung harus melakukan apa hingga akhirnya
Tiga hari pun berlalu setelah pertemuan terakhir dengan keluarganya, Alland menitipkan Vindy kepada Carlina. Malam ini dia akan menyaksikan kematian Draco Frederick, bersama dengan sahabat-sahabatnya. Saat ini Alland sedang berkumpul bersama, di markas khusus tempat mereka berunding. Malam itu pula mereka mengenakan setelan jas hitam formal, jubah hitam pekat, sarung tangan hitam, sepatu hitam, dan topeng hitam. Mereka tampak sempurna dengan memakai serba hitam, ketampanan delapan pria itu semakin bertambah. Alland menatap Aldo, Sean, Gerald, Albert, Jean, Lars, dan Xavierre sekilas. Mereka kompak mengangguk, sepertinya tujuh pria itu sudah siap untuk bermandikan darah musuh dan bodyguard-bodyguardnya malam ini. Alland menatap arloji hitam di tangannya, lalu tersenyum menyeringai."Sebentar lagi kita akan berangkat menuju mansion Draco Frederick. Kalian sudah menyiapkan segalanya?" tanya Alland."Tentu saja, Alland. Malam ini pasti akan menj