Rudolf, Ronald, dan Arnold menunduk hormat kepada calon nyonya mereka."Izinkan kami memperkenalkan diri nona," ujar Rudolf."Silahkan. Kalian bebas ketika sedang bersamaku," ujar Vindy ramah.Rudolf mundur beberapa langkah, lalu membungkuk hormat kepada Vindy."Nona. Perkenalkan saya Rudolf Donovan Abyan. Bodyguard pertama yang menemani tuan Alland sejak masih kecil," ujar Rudolf."Berarti kamu sudah mengenal kebiasaan Tuan Alland selama ini ya, Kakak Rudolf?" tanya Vindy."Benar, nona. Saya akan ceritakan tentang Tuan Alland mulai dari apa yang dia sukai dan juga tidak disukai olehnya," balas Rudolf.Vindy mengangguk dan tersenyum hangat.Rudolf kembali duduk di sofa, lalu menatap kearah Ronald."Nona. Perkenalkan nama saya Ronald Reagan Michael. Saya adalah tangan kanan kedua setelah Rudolf, sekaligus mata-mata terbaik yang dimiliki Tuan Alland," ujar Ronald."Apa anda sudah punya kekasih?" tanya Vindy."Belum, Nona. Hehehe ...," balas Ronald.Rudolf hanya menghela nafas panjang, p
Alland menutup telinganya, saat Lars sangat antusias dalam memuji gadisnya. Tak lama kemudian dia menggebrak meja, membuat Lars Douglas terkejut tapi dia tersenyum menyeringai. Lars berhasil membangkitkan sisi kecemburuan besar, dalam diri seorang Alland Edbert Edric. Alland pun pergi begitu saja, tatapan tajamnya tidak lepas kepada Lars. Vindy bingung dengan sikap Alland, Lars menyakinkan Vindy bahwa semua akan baik-baik saja. Vindy hanya menghela nafas panjang dan dia percaya pada Lars, Lars akhirnya pergi untuk menemui Alland. Dia harus meminta maaf, jika tidak maka hubungannya dengan sang ketua Gangster Blood Fire akan menjadi renggang. Lars tidak mau itu terjadi, kejahilan dianggap serius oleh Alland. *** Alland saat ini sedang berada di luar Restoran, menatap tajam kearah kendaraan yang berlalu-lalang. Tak lama kemudian Lars datang, dia menghela nafas panjang melihat tingkah Alland. "Kau cemburu, Alland?" tanya Lars tenang. "Menurutmu?" tanya Alland dingin. Lars kembali meng
Di dalam ruangan yang gelap dan minim penerangan, terlihat jelas delapan pria mengenakan jas formal berwarna hitam, dengan jubah khusus yang dicat dengan api dan darah. Mereka kompak mengenakan kacamata hitam, sarung tangan hitam tebal, sepatu hitam, dan masker hitam. Hari ini mereka akan membicarakan sesuatu yang sangat penting, tak ada ekspresi lain yang mereka tunjukkan, selain tatapan datar dan menyeramkan. Alland menatap ketujuh temannya, tatapannya dingin, tenang, dan penuh wibawa. Tak lama kemudian, laki-laki itu bangkit, mengambil koper berisi jenazah lelaki tua yang menyebabkan orang tua gadis itu terbunuh. Aldo dan Sean saling berpandangan, begitu pula Jean, Albert, Lars
Alland, Aldo, dan Sean saling menatap satu sama lain. Albert, Jean, Gerald, Lars, dan Xavierre menunggu jawaban dari ketiga sahabat itu."Jadi kesimpulannya adalah ...."Alland menatap Albert, Jean, Gerald, Lars, dan Xavierre."Kita akan memulai penyerangan kepada Draco di malam Jum'at nanti. Aku, Aldo, Sean akan menyerang dari arah timur. Kami akan membawa masing-masing dua ratus pasukan dengan senjata api yang lengkap!" tegas Alland.Aldo dan Sean mengangguk, mereka paham dengan penjelasan yang dipaparkan oleh Alland."Albert, Jean. Kalian menyerang kearah barat!" tegas Aldo.Albert dan Jean mengangguk dan tersenyum tipis."Kami juga akan membawa dua ratus pasukan khusus," ujar Albert dan Jean."Aku dan Lars akan ke menyerang dari arah selatan. Kami akan membawa tiga ratus pasukan khusus," sahut Gerald.Alland mengangguk tanda dia setuju dengan Lars dan Gerald."Silahkan bawa pasukan sebanyak apapun. Perang kali ini sepertinya akan spesial karena kita akan menyaksikan aksi Bryan per
Malam hari pun telah tiba, Alland dan Vindy sudah datang ke Mansion milik Allard Edbert Edric. Mereka akan makan malam bersama, sekaligus berpesta untuk penyambutan calon menantu. Saat ini mereka duduk saling berhadapan di meja makan, dengan posisi Allard, Carlina, dan Amilia duduk bersebelahan. Alland dengan Vindy duduk berhadapan dengan Alvian dan Alisya. Allard dan Carlina tampak sangat bahagia, melihat kedua putranya punya pasangan masing-masing. Para pelayan mulai berdatangan, menata makanan yang sudah di masak oleh koki khusus keluarga Allard. Alisya menatap Vindy dalam-dalam, yang tampak sangat antusias sekali dengan pertemuan malam ini sedangkan dirinya diliputi oleh ketakutan besar. Keluarga besar dihadapannya saat ini adalah Mafia berdarah dingin, yang sangat kejam terhadap musuh-musuh dan orang-orang yang berani berkhianat.Carlina dan Vindy mulai menyajikan makanan untuk pasangan tercintanya. Alisya hanya diam saja, dia bingung harus melakukan apa hingga akhirnya
Tiga hari pun berlalu setelah pertemuan terakhir dengan keluarganya, Alland menitipkan Vindy kepada Carlina. Malam ini dia akan menyaksikan kematian Draco Frederick, bersama dengan sahabat-sahabatnya. Saat ini Alland sedang berkumpul bersama, di markas khusus tempat mereka berunding. Malam itu pula mereka mengenakan setelan jas hitam formal, jubah hitam pekat, sarung tangan hitam, sepatu hitam, dan topeng hitam. Mereka tampak sempurna dengan memakai serba hitam, ketampanan delapan pria itu semakin bertambah. Alland menatap Aldo, Sean, Gerald, Albert, Jean, Lars, dan Xavierre sekilas. Mereka kompak mengangguk, sepertinya tujuh pria itu sudah siap untuk bermandikan darah musuh dan bodyguard-bodyguardnya malam ini. Alland menatap arloji hitam di tangannya, lalu tersenyum menyeringai."Sebentar lagi kita akan berangkat menuju mansion Draco Frederick. Kalian sudah menyiapkan segalanya?" tanya Alland."Tentu saja, Alland. Malam ini pasti akan menj
Mobil Lamborghini Aventador yang dikendarai oleh Alland telah memasuki halaman mansion kedua orangtuanya, di sana sudah ada para penjaga yang tampak bahagia melihat kedatangannya. Alland turun dari mobil, tak lama kemudian pintu mansion terbuka dan keluarlah gadis pujaannya yaitu Vindy Marcella Daffani. Alland terpesona dengan penampilan gadisnya malam ini, Vindy memakai setelan kemeja berwarna biru cerah, jam tangan, cincin pertunangan yang melingkar manis di jarinya, dan syal biru. Kedua tangan kekar Alland mengusap lembut rambut gadisnya, Vindy menikmati hal itu dan sekarang tangan kekar itu beralih menyentuh pipi hingga leher. Tak lama kemudian sebuah kecupan manis mendarat di leher gadisnya. Allard dan Carlina yang menyaksikan hal itu, mereka tersenyum hangat."Kamu sangat merindukan gadismu ya nak?" tanya Allard dengan senyuman tipisnya."Tentu saja. Tiga hari tidak bertemu dengannya aku benar-benar gelisah," balas Alland dengan nada lembut."Satu minggu setelah pernikahan Alvia
Beberapa hari pun berlalu dengan cepat, saat ini keluarga besar Edric merasakan kebahagiaan besar atas pernikahan Alvian dan Alisya. Kedua nya mengenakan gaun mewah, dilengkapi pernak-pernik yang sangat megah. Alvian mengenakan jas formal berwarna biru sedangkan Alisya mengenakan gaun panjang berwarna biru. Alvian sangat bahagia, berbeda halnya dengan Alisya yang tampak sedikit muram. Saat Alisya sedang asik melamun, tiba-tiba saja datang seorang wanita paruh baya. Siapa lagi kalau bukan Carlina Sofea Edric, wanita yang sangat awet muda karena cinta dari suaminya. Alisya merasa nyaman dengan pelukan hangat pada tubuhnya, dia seperti memiliki kekuatan besar untuk menghadapi hari-hari pernikahan dirinya selanjutnya."Kamu sangat cantik sekali hari ini nak," ujar Carlina."Mommy bisa saja. Mommy lebih cantik dari aku," ujar Alisya."Kamu bisa saja nak. Aku sudah tua," ujar Carlina ramah.Tak lama kemudian Allard mendatangi kedua wanita dihadapannya."Selamat atas pernikahan kalian. Daddy