Gebrakan meja mengagetkan Zenaya, yang sedang menikmati jam makan siang. Hampir saja dia menumpahkan minuman di atas meja, karena terkejut.
“Putuskan Kak Ferdi sekarang!” Sudah datang tiba-tiba. Wanita ini juga mengatakan hal yang tidak masuk akal.“Kamu siapa?” Zenaya masih mencoba berbicara dengan lembut, meskipun perilaku wanita itu sudah sangat kurang ajar. Apalagi kalau dilihat-lihat, wanita ini masih sangat muda.“Aku pacar Kak Ferdi. Kami saling mencintai dan kamu sudah menjadi benalu dalam hubungan kami!” Tuduhnya.Zenaya menganga tak percaya. Apa tadi katanya? Pacar siapa? “Jangan bercanda, Nona muda. Apa kamu sedang berkhayal?” Ia masih mencoba berbicara dengan tenang meskipun tatapan mata pengunjung lain, terarah pada mereka.“Dia bilang sangat mencintaiku, karena itu dia memilihku. Bukannya wanita membosankan seperti kamu!”“Apa Ferdi yang mengatakan, jika aku membosankan?” Geram Zee.“Tentu saja! Jadi, cepatlah sadar diri dan putuskan dia!” Sungguh tak tahu malu sekali wanita di depan Zee itu.Zee melipat tangan di dada. Mencoba tenang di tengah bisik-bisik yang terarah pada mereka. “Apa kamu tahu kalau kami sudah pacaran selama dua tahun?”“Tahu! Kasihan sekali kak Ferdi tidak bahagia bersamamu. Sudah tidak perhatian, egois, dan menjadi beban.”Zee mengeraskan rahang. Beban katanya? Siapa yang sudah menjadi beban selama ini? Dua tahun Zee membantu pria tanpa kemampuan itu, agar mendapat posisi yang bagus di perusahaan. Sekarang dia berkata Zee adalah beban? Luar biasa sekali Pria itu. “Sudah sadar diri? Sebaiknya cepat putuskan dia!”“Kenapa aku yang harus memutuskan, kenapa bukan dia? Apa jangan-jangan kamu berbohong, untuk merusak hubungan kami?”“Kamu tidak percaya?” Wanita itu mengambil ponsel dan menunjukkan sebuah rekaman yang, apa bahasa halusnya? Menjijikkan!Tangan Zee mengepal di bawah meja. Pria yang ada di video itu benar Ferdi. Pria yang sudah menjalin hubungan dengan Zee selama dua tahun ini.Sialan! Dada Zee mulai terasa nyeri.“Sudah lihat ‘kan? Masih belum percaya? Mau kuceritakan bagaimana awal mula cinta kami terjalin. Sebaiknya kalian putus hari ini juga dan jangan lagi mendekati Kak Ferdi!” Dia bersikap, seolah Zee, adalah selingkuhannya.Bagaimana perasaan Zee?Dunia miliknya terasa runtuh seketika. Bahkan saat wanita itu menunjukkan bukti mereka telah tidur bersama. ‘Sialan!’Dua tahun lebih, waktu yang Zee habiskan bersama pria yang telah menusuknya dari belakang itu. Rasanya, seluruh kenangan manis mereka sirna begitu saja. Semua hal yang telah Zee lakukan untuk orang itu, sekarang terasa sia-sia.“Aku tidak peduli,” Ucap Zee pada wanita muda yang duduk di hadapannya itu. Dari gerakan matanya, Zee tahu banyak hal yang tadi wanita itu lebih-lebihkan. Tidak semua cerita yang ia sampaikan benar. Tapi itu tidak akan mengurangi rasa sakit hatinya pada pria itu. “Kamu bisa memiliki pria tidak berguna itu. Selama kamu bisa menerima sisa milikku.” Lanjutnya, penuh percaya diri.“Ap-“ Wanita itu langsung terkejut. “yah, dia bilang kamu tidak cantik dan galak. Tidak sepertiku yang lemah lembut dan manis. Makanya dia-”“Ya, ya. Terserah saja. Aku malah bersyukur, karena bisa membuangnya lebih cepat.” Zee bangkit dari tempat duduknya. Dia menunjukkan wajah biasa saja, dan bahkan menyempatkan diri untuk tersenyum tipis. “Terima kasih sudah mau menjadi tempat pembuangannya.”Zee tidak lagi menoleh pada wanita yang mengaku bernama Nia itu. Dia ingin segera pergi dari Cafe tempat biasa dia menghabiskan waktu istirahat, dengan wajah tanpa ekspresi. Ingin mengabaikan sepenuhnya teriakan Nia, yang mengatainya tidak layak untuk pria itu. Entah apa lagi mau wanita itu. Padahal Zee sudah menyerahkan pria brengsek tukang selingkuh yang saat ini akan menjadi mantannya.“Dasar jalang pengecut! Kembali kamu!”Cukup! Zee tidak bisa menahannya lagi. Langkahnya terhenti. Padahal ia ingin menghindari tontonan orang-orang. Dia berbalik dan berdiri menantang di depan Nia. “Katakan lagi!”“Apa! Jalang?”PLAK!Dengan seluruh emosi yang dia tahan sejak tadi, akhirnya sebuah tamparan mendarat di pipi Nia. Membuat wanita itu diam tak lagi mengoceh.“Apa pantas wanita selingkuhan sepertimu menyebut orang lain jalang? Apa kamu bangga sudah menjadi pelampiasan nafsu pria itu?” Zee menunjuk wajah pias Nia. Pastilah dia terkejut karena Zee berani menamparnya di depan semua orang.“Aku diam bukan karena takut padamu! Tapi, karena pria itu tidak lagi bernilai dan aku bisa kapan pun membuangnya. Jadi berhentilah menggangguku, atau bukan sekedar tamparan saja yang akan kau dapatkan. Paham!”Tidak mau terus menjadi tontonan. Zee berbalik pergi dari sana. Dengan meneguhkan hati, dia berjanji untuk tidak menangis. Membuang seluruh kenangan yang telah ia lewati selama dua tahun bersama pria itu. Membuang semua janji manis yang pernah pria itu ucapkan padanya.Begitulah yang Zee rencanakan. Tetapi, dikhianati tetaplah menyakitkan. Membuatnya tak lagi mampu kembali ke kantor dan memilih tempat lain untuk meluapkan emosinya. Ke kantor hanya akan membuatnya bertemu pria itu lagi. Jadi, sebisa mungkin dia tidak akan ke sana.“Sialan! Pria brengsek!” Makinya, begitu mengingat kejadian tadi. Ia masuk ke dalam mobil dan melajukannya.***Zee berakhir di sebuah Club yang sedikit jauh dari tempat tinggalnya. Dia tidak mau ada satu pun orang yang dia kenal, melihat dia dalam kondisi terpuruk. Biar satu hari ini, dia meluapkan emosinya dengan menyendiri.“Berikan apa saja yang kadar alkoholnya rendah.” Katanya pada Penjaga bar minuman. Zee masih cukup waras, untuk tidak melewati batas tolerannya pada minuman keras.Segelas cairan berwarna kemerahan dengan es batu bulat di dalamnya telah ditangan. Zee belum ada niat meneguk minuman itu. Dia hanya memutarnya sejak tadi. Seakan sedang mengumpulkan segala perasaan yang ingin dia utarakan, pada minuman di tangannya. Segelas minuman, tempat yang paling pojok. Rasanya semua sudah sangat pas, untuk menangis. Yah, dia ingin menangis saat ini. Kata siapa dia melepas pria itu dengan mudah?Dua tahun. Selama dua tahun, pria itu mengisi hari-harinya. Lalu tiba-tiba saja. Tanpa adanya angin dan hujan, seorang wanita yang lebih muda darinya datang dengan bukti menjijikkan itu. Zee menghabiskan minumannya dalam sekali teguk. Melupakan tujuan jika tadi tidak ingin mabuk.“Wanita itu bilang aku jalang setelah mengambil pacarku ... heh, sebenarnya siapa yang jalang?” Keluhnya. Entah pada siapa, karena di meja itu, dia hanya sendirian. Efek dari mabuk mulai ia rasakan.Di depan Zee ada pasangan muda yang sedang bercumbu mesra. Ah, Zee jadi ingin mengumpat. Karena di tempat seperti inilah, dia mengenal pria itu. Di sebelah Zee, ada seorang pria yang juga sama sendirian. Sepertinya, bukan hanya dia yang datang ke sana untuk tujuan menyendiri.“Huh! Dua tahun aku mendukungnya.” Lirih Zee. Kesedihannya lama-lama semakin memuncak. Akhirnya, Zee memesan minuman lagi. Masa bodoh dia mabuk dan tidak bisa pulang. Dia akan menghabiskan seluruh keluhannya di sini, dan besok benar-benar akan melupakan pria itu.“Kamu bilang aku membosankan? Biar kutunjukkan! Aku tidak membosankan!” Zee naik ke pangkuan pria yang duduk seorang diri meja sebelah. Kesadaran Zee sudah menghilang. Dia mencium pria itu dengan gerakan sensual.Pria itu tidak menolak. Dia malah meladeni ciuman panas dari Zee. Bahkan berani mencumbunya di sana. Dalam keadaan setengah sadar. Zee dapat mendengar seorang memanggil dengan nama panggilan kecilnya.“Aku mencintaimu, Naya.”Zee terbangun saat sinar matahari menerpa wajahnya. Tirai jendela yang bergerak tertiup angin, menjadi pemandangan pertama, kala membuka mata. Dinding yang berwarna gelap dengan sentuhan biru gelap, membuatnya merasa sangat asing dengan tempat itu. Kepala Zee terasa berat dan dia sedikit mual. Beginilah Efek yang harus dia terima setelah minum secara berlebihan kemarin. Perasaan menyesal itu, tentunya memang akan dirasakan belakangan.Zee ingin bangun, tapi lengan seseorang menyadarkannya, jika gadis itu tidaklah sendirian di sana.'Mampus!'Zee menggigit bibir, saat tak merasakan selembar kain pun menutupi tubuhnya dibalik selimut. Dia merutuki kebodohannya, karena mabuk hingga tidak sadarkan diri dan berakhir di ranjang bersama pria asing.Dengan perlahan, Zee memindahkan tangan pria itu, lalu kabur ke kamar mandi dengan cepat. Masa bodoh dia telanjang sekarang. Zee akan mencari sesuatu yang bisa dipakai nanti. 'Semoga pria itu tidak bangun,' harapnya.Waktu satu jam, Zee habiskan d
'Hah? Apa katanya?'"Jangan bilang Kakak mau pergi begitu saja, setelah mengambil malam pertamaku." Haikal memasang wajah tersakiti. 'Apa ini tidak ke balik?' Bukankah seharusnya pihak perempuan yang meminta pertanggung jawaban?"Huh, dengar ya bocah! Ini juga pertama kali buat aku. Dan harusnya, kamu yang tanggung jawab sudah mengambil pertamaku. Sialan." Kesal Zee. Merasa dirinya telah dinilai sebagai tante-tante girang yang suka daun muda."Jadi, aku yang harus tanggung jawab?" Tanya Haikal. Suaranya naik satu oktaf, seperti tidak setuju dengan keputusan Zee."Ya, iyalah!" Zee tak kalah menaikkan suaranya."Okey, aku bakal tanggung jawab. Jadi Kakak tidak boleh lari dariku." Ucap Haikal dengan senyum tengil.Tunggu sebentar! Mengapa Zee merasa ada yang salah, di sini?'Shit!' Sepertinya Zee sudah menggali lubang kuburannya sendiri. Tanpa Ia sadari, akan semakin terjebak dengan bocah itu sekarang. "Kamu!" Belum juga Zee selesai melanjutkan kalimatnya, mobil sudah berhenti di tempat
"Kal!"Haikal menoleh. Dia baru saja keluar dari salah satu kelas dan temannya yang bernama Wira, sedang berlari ke arahnya. "Apa?" Tanya Haikal. Sembari menunggu temannya itu mendekat. Wira merangkul Haikal begitu sampai. "Hari ini kamu sibuk gak? Aku izin telat ke cafe, ya. Ada urusan di BEM." Ujarnya, dengan napas sedikit terengah. Salah satu teman Haikal ini adalah manusia yang paling sibuk. Dia bekerja part time di Cafe, padahal sudah sibuk dengan urusan BEM yang seabrek. "Lama gak?" Haikal sebenarnya ingin pergi ke suatu tempat. "Aku ada urusan nanti malam." Ujarnya."Gak tau juga, sih. Tapi aku bakal balik duluan kalau misal lama." Janjinya. Dia juga tidak enak hati sebenarnya."Santai aja. Aku juga udah gak ada kelas habis ini. Urusanku juga gak begitu mendesak." Haikal ini juga salah satu jenis manusia yang bisa di andalkan."Makasih, ya. Ngomong-ngomong, gimana cewek yang kemarin?" Tanya Wira. Mereka mengobrol sambil menyusuri lorong kampus yang masih ramai dengan aktivitas
"Nanti pulang jam berapa?"Zee mengernyitkan dahinya. "Buat apa tanya aku pulang jam berapa?" Sewotnya."Mau nebeng. Aku tadi berangkatnya kan sama kamu. Ke sini nya naik ojek, jadi buat menghemat biaya, boleh dong numpang lagi." "Dasar gak modal.""Modalnya aku tabung buat masa depan kita. 'Kan tadi kamu minta aku tanggung jawab.""Ah, benar. Untung kamu ingatkan. Aku gak ngerasa sakit apa-apa. Kamu jujur, sebenarnya kita gak ngapa-ngapain semalam 'kan?"Haikal mengedikkan bahunya. "Mana aku tahu kenapa gak sakit. Itu juga yang pertama kali buat aku. Atau jangan-jangan kamu." Haikal menatap tubuh Zee dari bawah ke atas. Seperti gerakan memindai."Itu juga yang pertama buat aku." Zee marah karena merasa diremehkan."Ya sudah kalau begitu. masih perlu dibahas?" Ucap Haikal dengan wajah tengil.Zee baru pertama kali menghadapi bocah seperti ini. Dia geram dan gemas diwaktu bersamaan."Jadi bisa numpang tidak?""Iya." Entah mengapa Zee mengiyakan hal ini. "Jadi jam berapa pulangnya?"h
Dengan cepat, Haikal membawa tubuh Zee ke atas tempat tidur. "Naya!" Dia masih memanggil Zee. Wajah paniknya sudah berubah menjadi wajah khawatir.Haikal mengambil ponsel miliknya yang ada di atas meja. Dia mencari nomor telepon seseorang. "Om. Naya pingsan. Aku harus gimana?" Ucapnya langsung, saat panggilannya sudah tersambung."Dokter? Ah, iya. Maaf. Aku sudah kelewatan tadi. Aku tutup dulu dan manggil Dokter. Iya, Om." Haikal mencari nomor lain setelahnya."Maaf, Naya." Haikal duduk di tepi ranjang, sambil menunggu Zee yang sedang diperiksa seorang dokter. "Bagaimana, Kak?" Tanyanya."Tidak apa-apa. Tapi jangan buat dia panik lagi setelah ini. Paham!" Dokter cantik dengan rambut disanggul tinggi itu tersenyum, saat Haikal mengangguk. "Bukankah kamu janji bakalan jaga dia? Jadi, lakukanlah pendekatan awal yang baik itu langkah yang penting! Kalau kamu buru-buru begini, dia cuma bakal mendorong kamu pergi jauh." Haikal menunduk. Dia merasa bersalah karena telah memaksa Zee langsung
Haikal mengantar Zee menuju Apartemennya. Sebelum pergi ke kantor, Zee ingin berganti pakaian lebih dulu. Mana mungkin dia akan pergi bekerja dengan baju yang sama seperti kemarin. Haikal menunggunya di tempat parkir. Jadi, begitu Zee selesai, mereka bisa langsung berangkat. Pemuda itu siap sedia menjadi sopir hari ini. “Harusnya kamu pergi kuliah saja,” ujar Zee, yang jadi merasa tak enak hati, karena sudah membuat pemuda itu mengantarnya ke mana-mana. “Aku bisa pergi sendiri.” Imbuhnya. Pemuda yang sedang fokus pada jalan raya itu mengabaikan Kata-kata Zee. Merasa diabaikan Zee mendengus kesal. “Masih marah? Aku ‘kan sudah minta maaf.” Mana dia tahu kalau Haikal tidak senang saat di panggil dengan sebutan bocah. Keheningan terjadi selama perjalanan. Bahkan ketika sampai di kantor pun, Haikal masih mendiamkan Zee. ‘Benar-benar bocah. Begitu saja ngambek!’ Zee mengatakannya dalam hati. Khawatir kalau ia bilang langsung, bocah ini malah akan tantrum.Haikal turun lebih dulu. Ia memb
Gia merasa jengah. Sejak tadi Zee tak hentinya menghela napas. “Mending kamu kejar aja si berondong, dari pada galau di sini!” ujarnya. Setelah insiden penyerangan oleh Ferdi, Zee membawa seorang pemuda masuk ke dalam ruangannya.Tidak begitu lama, terdengar teriakan dan desahan. Tentu semua bawahan Zee jadi penasaran dan mencoba menguping. Sayangnya, saat mereka bisa mendekat. Pemuda itu pergi dengan wajah sedih. Sementara Zee tidak kunjung keluar.Akhirnya, Gia sebagai asisten manajer, yang di dorong masuk oleh teman-temannya. “Buruan masuk!” Begitulah kiranya dia dipaksa dan dijadikan tumbal untuk mendapatkan berita. Zee mendengus kesal. “Ih, buat apa? Aku sudah berhasil mengusirnya pergi, masa harus kupanggil lagi,” sewotnya.“Habisnya kamu galau sejak dia keluar dari kantor ini. Eh, BTW, kenal di mana?” tanya Gia. Pria itu tampak tak asing untuknya. Zee diserang mata penasaran asistennya. “Di Club,” jawab Zee singkat. “Jelas kenal. Kamu pasti sudah ketemu dia di Cafe depan kant
“Hei , kau! Zee menarik napas, hendak memaki pemuda di sampingnya. Tapi Gia menghentikannya segera.“Zee, sebentar lagi jam makan siang selesai. Kita bicarakan saja lagi, nanti.” Zee mengiyakan. Ia merasa sedikit lega, belum sampai mengucapkan sumpah serapah pada Haikal.“Oh iya, Haikal.”“Ya, Zee?”“Kapan kau akan pergi?”“Sebentar lagi.”“Sekarang, aku mau memesan sesuatu.” Haikal tersenyum maklum, dia berjalan menuju tempat pemesanan, dengan senyuman lebar dan semangatnya.Zee merasa sedikit lega, hah... dia benar-benar harus mencari cara untuk mengusir Haikal secepat mungkin.***Mulai saat itu, Haikal terus mengikutinya, seperti jelmaan hantu yang tidak bisa dibelai. Sekuat apa pun, Zee menghindar. Tetap saja, pemuda itu bisa menemukannya.Padahal Zee sudah tidak lagi mengunjungi Cafe milik Haikal, untuk menghindari pertemuan mereka. Tapi apa? Mereka malah semakin sering bertemu, karena jika ada pesanan makanan dari Cafe itu, Haikal yang akan datang. Bahkan dia tidak ragu untuk