Beranda / Romansa / Terjebak Pesona Berondong Tengil / Bab 3. Jangan Bertemu Lagi

Share

Bab 3. Jangan Bertemu Lagi

'Hah? Apa katanya?'

"Jangan bilang Kakak mau pergi begitu saja, setelah mengambil malam pertamaku." Haikal memasang wajah tersakiti.

'Apa ini tidak ke balik?' Bukankah seharusnya pihak perempuan yang meminta pertanggung jawaban?

"Huh, dengar ya bocah! Ini juga pertama kali buat aku. Dan harusnya, kamu yang tanggung jawab sudah mengambil pertamaku. Sialan." Kesal Zee. Merasa dirinya telah dinilai sebagai tante-tante girang yang suka daun muda.

"Jadi, aku yang harus tanggung jawab?" Tanya Haikal. Suaranya naik satu oktaf, seperti tidak setuju dengan keputusan Zee.

"Ya, iyalah!" Zee tak kalah menaikkan suaranya.

"Okey, aku bakal tanggung jawab. Jadi Kakak tidak boleh lari dariku." Ucap Haikal dengan senyum tengil.

Tunggu sebentar! Mengapa Zee merasa ada yang salah, di sini?

'Shit!' Sepertinya Zee sudah menggali lubang kuburannya sendiri. Tanpa Ia sadari, akan semakin terjebak dengan bocah itu sekarang.

"Kamu!" Belum juga Zee selesai melanjutkan kalimatnya, mobil sudah berhenti di tempat parkir sebuah Universitas. Zee baru sadar, jika mereka sudah masuk ke bagian dalam kampus itu.

"Nah, sampai ketemu lagi, Kak. Hati-hati di jalan, ya!" Haikal mendaratkan satu ciuman di kening Zee. Membuatnya lagi-lagi mematung dengan tingkah bocah tengil itu. Haikal pergi dengan senyum mengembang.

"Aaargh, Sialan!" Umpat Zee. Bisa-bisanya dia terbawa perasaan, hanya karena dicium bocah. Hal manis yang tidak pernah mantan pacar sialannya lakukan sejak mereka berpacaran.

Zee buru-buru keluar dan pindah ke kursi pengemudi. Dia harus segera pergi, agar tidak bertemu si Haikal itu lagi. Jangan pernah lagi. Anggap semua berakhir di tempat ini.

Di sepanjang jalan, Zee bergumam, merutuki, dan juga mengumpat. Dia baru saja sadar dan merasa sangat tertipu. Tidak ada rasa sakit pada bagian bawahnya.

Bukankah kata artikel, itu-nya akan terasa sakit saat melakukan untuk pertama kali. Apakah artinya mereka belum melakukan hal itu? Apakah Haikal membohongi dirinya?

Zee jadi merasa sangat bodoh. Apa dia sudah tertipu? Zee harus segera memastikan hal ini. Ia akan menganggap semua tidak pernah terjadi, jika Haikal berbohong. "Ya. aku harus lupakan kejadian tadi malam."

Zee pulang ke Apartemennya. Berganti pakaian dan sarapan yang tertunda karena hari sudah sedikit siang. Zee mencoba mengalihkan diri dengan menonton video menyenangkan di layar ponselnya. Nyatanya, hati Zee masih belum bisa ia tata dengan baik.

Bukannya mendapat ketenangan. Zee malah menemukan sebuah Video pendek tentang para pria yang sedang berolahraga berat.

"Shit!" Umpatnya, saat bayangan Haikal tanpa busana, melintas di pikirannya. "Aku lagi makan! Masa ingat yang begituan?" Lagi-lagi dia merasa sangat bodoh karena masih mengingat soal bocah itu.

Zee yang baru saja menemukan ponselnya di dalam tas. Melihat banyak sekali pesan dan panggilan yang masuk. Salah satunya, dari bos tempat dia bekerja. Pak tua itu, menerornya untuk segera datang ke kantor sekarang juga.

Padahal hari ini dia ingin menyendiri di apartemen saja, agar tidak bertemu dengan pria itu. Apalah daya, dirinya seorang manajer sekarang. Jika dia membuat masalah, maka anggota lainnya yang akan terkena imbas.

Dua puluh menit perjalanan untuk Zee bisa sampai ke kantor. Cukup cepat, karena saat ini bukan jam sibuk dan jalanan cukup lengang.

"Zee!"

'Oh, yang benar saja!' Belum juga Zee masuk ke dalam gedung kantor, dia sudah di cegat oleh pria paling tidak ingin dia temui. Siapa lagi, jika bukan Mantan pacar yang sudah berselingkuh di belakangnya.

"Kamu dari mana saja, aku-"

"Fer, bukannya kita sudah putus, ya? Jadi, jangan sok kenal lagi. Pergi sana!" Ketus Zee. Tapi kalimat itu saja tidak cukup untuk mengusir pria bernama Ferdi itu.

Kemarin, sebelum mabuk. Zee mengirimkan pesan pada Mantan pacarnya itu, untuk mengakhiri hubungan mereka. Zee juga sempat memotret wanita muda yang mengaku sebagai selingkuhan dari pria itu, jadi Zee kirim saja pada Ferdi.

"Zee, aku bisa jelaskan. Itu hanya kecelakaan dan aku tidak akan ulangi lagi."

Huh! Zee bisa gila rasanya. Kecelakaan? tidak akan diulangi? Oh, boleh tidak sih, Zee menempeleng pria ini? Setelah berbuat salah, sekarang malah berkilah. sungguh pria brengsek sesungguhnya. Mengapa Zee baru menyadari hal ini?

"Berakhir, artinya berakhir. Permisi!" Zee langsung pergi setelah mengatakannya. Sakit hati sisa semalam, kini berubah menjadi kemarahan yang bisa meledak kapan pun. Jadi, dari pada nanti ada berita 'Seorang wanita mencekik mantannya, karena diselingkuhi.' Mending dia menjauh dari pria itu.

Zee berdiri di depan meja kerja seorang pria tua. Dia adalah pemilik perusahaan tempat Zee bekerja. Direktur Utama dan juga Ayahnya.

"Dari mana saja?" Tanyanya. Suara berat dan tegas itu membuat Zee harus menelan ludah kering.

"Ada urusan."

"Sama pacarmu itu?"

"Sudah putus." Jawab Zee, tak kalah tegasnya.

"Oh, baguslah! Kau boleh pergi."

'Apa? Zee tidak salah dengarkan?' Tumben sekali pria tua itu tidak memberinya pekerjaan yang sulit. Tapi Zee tidak mau bertanya lagi. Ia segera pamit pergi sebelum pak tua itu berubah pikiran.

Zee menuju kantor pemasaran, untuk menemui anggotanya. Mereka mengirim banyak pesan, yang menanyakan di mana dia berada. Dua tahun dia menjabat sebagai manajer pemasaran dan mendapatkan rekan kerja yang baik.

"Bu manajer! Anda dari mana saja?" Sambut seorang wanita dengan rambut panjang terikat asal. Dia asisten Zee yang sudah bekerja bersamanya selama dua tahun ini.

"Gia!" Zee memeluk Gia dengan erat. Selain menjadi asisten, Gia selama ini sudah menjadi teman dekatnya. mereka seusia, dan senasib.

"Kenapa? Ada apa?" Khawatir Gia. Dia membawa Zee untuk duduk di kursi. Anggota lain yang melihat hal itu juga ikut khawatir tapi mereka sengaja tidak mendekat untuk memberikan keduanya ruang mengobrol.

"Dia selingkuh. Kami sudah putus dan-"

"Baguslah. Buang dia jauh-jauh dan jangan beri kesempatan lagi." Tegas Gia. Temannya itu memang mengatakan dengan jelas, ketidaksukaannya pada Ferdi sejak Zee mengenal pria itu.

Apalagi Gia juga pernah mengalami pengkhianatan cinta sama seperti Zee. Bedanya, Gia sejak awal memang sudah ingin putus. Sementara Zee. Tak ada angin, tak ada hujan, tiba-tiba saja sudah ada wanita datang mengaku padanya.

"Benar, Bu bos!"

"Kami mendukungmu!"

"Dia bakal menyesal cepat atau lambat!"

"Ayo kita rayakan putusnya Ibu manajer!"

"Ayo, pergi minum-minum sepulang kerja, bagaimana?"

Zee tercengang sejenak. Tidak menyangka jika rekan kerjanya akan sangat mendukung perpisahan mereka.

Ia tersenyum, tapi kepalanya menggeleng untuk celetukan terakhir itu. Jangan ingatkan dirinya dengan minuman itu dulu. Dia masih harus melupakan pertemuannya dengan si Haikal bocah tengil itu, gara-gara minum dan berakhir mabuk.

Ya. Jangan sampai dia bertemu dengan bocah itu lagi.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status