Zee diizinkan pulang dari rumah sakit hari ini. Semua keperluan administrasi juga sudah Gia selesaikan. Tinggal Zee yang perlu berkemas, apalagi jarum infusnya telas dibuka. Tapi perempuan itu malah melamun di atas brankar sambil menatap pintu.“Kok, belum siap?” tanya Gia. Ia mengikuti arah pandang Zee dan tersenyum saat tahu, apa yang sedang gadis itu tunggu. “Hm," Zee menyahut seadanya. Matanya masih saja menatap pintu tanpa teralih sama sekali.“Dia ada di depan. Kalau kamu lagi cari si Haikal.”Zee menoleh. “Siapa yang cari Haikal,’ sewotnya. Tapi dari cara dia panik, Gia dapat menebak, jika tebakan tadi benar.“Kalau bukan, ayo cepat berkemas. Kasihan si Haikal menunggu kita dari tadi.” Benar saja, Zee yang tadi ogah-ogahan berkemas, sudah bergerak secepat kilat. Gia ingin tertawa, tapi takut Zee marah padanya. Nanti saja dia tertawakan sahabatnya itu, kala Zee dan Haikal sudah memiliki hubungan yang jelas.Haikal sudah siap dengan mobilnya. Ia tersenyum kala melihat Zee dan G
Haikal mengungkung tubuh Zee ke dinding. Kejadian sebelumnya sangat cepat, hingga Zee tidak mampu bereaksi. Saat hendak mengembalikan peralatan makan ke dapur, dia malah terpeleset dan hampir terjatuh. Untung saja Haikal mengekorinya tadi. Jadi pemuda itu dengan sigap menahan pinggang Zee.“Hati-hati,” ujar pemuda itu. Ia membantu Zee untuk berdiri. “Ada yang sakit?” Melihat Zee yang terdiam, Haikal jadi khawatir.Zee terdiam karena salah tingkah. Bisa-bisanya dia ceroboh saat Haikal masih berada di sini. Kalau benar-benar jatuh karena terpeleset, pastilah dia akan sangat malu sekali.Karena tak kunjung meresponnya, Haikal mendorong pelan tubuh Zee ke tembok dan mengungkungnya agar tidak melarikan diri. “Sedang memikir apa?”Jantung Zee langsung berlompatan di dalam sana. Gadis itu meneguk ludah susah payah. Haikal tengah menatapnya, tajam dan dalam. Lagi-lagi, Zee bergeming saat berada dalam tatapan tersebut.“Kamu mau apa?”Zee menegang saat Haikal mengikis jarak di antara mereka. O
Haikal memperhatikan setiap gerakan Zee, apalagi malam ini, ia mengenakan pakaian tidur hitam yang menampilkan lekukan tubuhnya. Dia terlihat begitu cantik dalam pakaian itu.Merasa diperhatikan, Zee menoleh pada pemuda yang sedang menyeringai padanya. “Ada apa?” tanya Zee.“Kamu cantik malam ini,” kata Haikal. Ia menatap Zee penuh cinta. Haikal tidak bisa menyembunyikan perasaannya yang sesak. Dia menyentuh wajah Zee yang halus dan mengangkatnya untuk mencium bibir Zee. Bibir berwarna merah muda yang lembut.Zee menahan tangan Haikal. "Tidak, Haikal. Kalau kamu melewati batas, silakan keluar sekarang juga.” Hampir saja Zee tergoda oleh tatapan lembut itu. Dia sedikit beringsut untuk memberikan jarak di antara mereka.“Maaf.” Haikal mencoba menenangkan hatinya yang sedang berdegup kencang. Dia terlalu terburu-buru tadi. Harusnya dia lebih sadar dan menunggu Zee lebih membuka hatinya.Haikal duduk dengan diam di samping Zee, mencoba mengirim sinyal-sinyal cintanya kepada Zee sebisa mun
Masa cuti sakit Zee telah selesai. Wanita cantik itu langsung masuk kerja, begitu luka di area kepalanya, dinyatakan sembuh oleh dokter.Kini Zee sibuk berkutat dengan pekerjaannya. Suara ketikan dan lembaran kertas, terdengar sejak tadi, dari ruangan manajer itu. Beberapa kali Gia bolak-balik mengantarkan map dan beberapa berkas lainnya ke dalam sana.Selama Zee tidak masuk, banyak pekerjaan yang di tinggalkannya. Sekaranglah wanita itu akan sibuk beberapa hari ke depan. Itu pun, jika dia mengambil lembur.Suara ketukan pintu, membuat Zee menghentikan jarinya dari papan ketiknya. “Masuk,” sahutnya. Seorang gadis dengan rambut sebahu mendorong pintu kaca yang agak gelap tersebut.“Bu, ada pihak HRD mau datang, mengantarkan anak magang,” lapornya. Gadis bernama Naura itu, menunggu jawaban dari Zee yang sudah kembali sibuk dengan papan ketiknya.Zee mendongak sebentar, sebelum menyahut. “Tanya Gia mau ditempatkan di mana. Dan langsung ajari dia aturan di divisi ini, beserta tugas-tugasn
Duda bernama pak Bayu itu tak kunjung keluar. Khawatir Haikal akan membuat masalah. Dio mengambil dokumen di mejanya, lalu berjalan ke arah ruangan manajer. Begitu pintu di ketuk, Bayu yang terlihat. Pria itu menahan pintu, untuk mempersilahkan Dio masuk.“Jangan tutup pintunya! Pak Bayu, saya rasa sebaiknya Anda kembali saja. Oh, jangan lupa bawa makanan ini. Saya sedang diet, jadi sayang kalau tidak di makan.” Suara Zee terdengar hingga keluar ruangan, karena pintu masih terbuka lebar. “Pak Dio, anda silakan masuk!” Bayu yang tadi tersenyum kala datang, pergi dengan wajah datar. Sepertinya, dia malu karena ditolak langsung oleh Zee. Setelah pria itu tidak terlihat lagi. Terdengar sorakan dari bangku Alif dan Haikal.“Peluangmu masih banyak, kawan!” ujar Alif, sambil menepuk bahu rekan kerjanya itu.Dio keluar dari ruangan Zee dengan wajah tersenyum. Tangannya menenteng tas plastik yang tadi di bawa Bayu. “Kata ibu manajer, ini buat kita.”Alif langsung berdiri menyongsong tas plast
Gebrakan meja mengagetkan Zenaya, yang sedang menikmati jam makan siang. Hampir saja dia menumpahkan minuman di atas meja, karena terkejut.“Putuskan Kak Ferdi sekarang!” Sudah datang tiba-tiba. Wanita ini juga mengatakan hal yang tidak masuk akal.“Kamu siapa?” Zenaya masih mencoba berbicara dengan lembut, meskipun perilaku wanita itu sudah sangat kurang ajar. Apalagi kalau dilihat-lihat, wanita ini masih sangat muda.“Aku pacar Kak Ferdi. Kami saling mencintai dan kamu sudah menjadi benalu dalam hubungan kami!” Tuduhnya.Zenaya menganga tak percaya. Apa tadi katanya? Pacar siapa? “Jangan bercanda, Nona muda. Apa kamu sedang berkhayal?” Ia masih mencoba berbicara dengan tenang meskipun tatapan mata pengunjung lain, terarah pada mereka.“Dia bilang sangat mencintaiku, karena itu dia memilihku. Bukannya wanita membosankan seperti kamu!” “Apa Ferdi yang mengatakan, jika aku membosankan?” Geram Zee. “Tentu saja! Jadi, cepatlah sadar diri dan putuskan dia!” Sungguh tak tahu malu sekali
Zee terbangun saat sinar matahari menerpa wajahnya. Tirai jendela yang bergerak tertiup angin, menjadi pemandangan pertama, kala membuka mata. Dinding yang berwarna gelap dengan sentuhan biru gelap, membuatnya merasa sangat asing dengan tempat itu. Kepala Zee terasa berat dan dia sedikit mual. Beginilah Efek yang harus dia terima setelah minum secara berlebihan kemarin. Perasaan menyesal itu, tentunya memang akan dirasakan belakangan.Zee ingin bangun, tapi lengan seseorang menyadarkannya, jika gadis itu tidaklah sendirian di sana.'Mampus!'Zee menggigit bibir, saat tak merasakan selembar kain pun menutupi tubuhnya dibalik selimut. Dia merutuki kebodohannya, karena mabuk hingga tidak sadarkan diri dan berakhir di ranjang bersama pria asing.Dengan perlahan, Zee memindahkan tangan pria itu, lalu kabur ke kamar mandi dengan cepat. Masa bodoh dia telanjang sekarang. Zee akan mencari sesuatu yang bisa dipakai nanti. 'Semoga pria itu tidak bangun,' harapnya.Waktu satu jam, Zee habiskan d
'Hah? Apa katanya?'"Jangan bilang Kakak mau pergi begitu saja, setelah mengambil malam pertamaku." Haikal memasang wajah tersakiti. 'Apa ini tidak ke balik?' Bukankah seharusnya pihak perempuan yang meminta pertanggung jawaban?"Huh, dengar ya bocah! Ini juga pertama kali buat aku. Dan harusnya, kamu yang tanggung jawab sudah mengambil pertamaku. Sialan." Kesal Zee. Merasa dirinya telah dinilai sebagai tante-tante girang yang suka daun muda."Jadi, aku yang harus tanggung jawab?" Tanya Haikal. Suaranya naik satu oktaf, seperti tidak setuju dengan keputusan Zee."Ya, iyalah!" Zee tak kalah menaikkan suaranya."Okey, aku bakal tanggung jawab. Jadi Kakak tidak boleh lari dariku." Ucap Haikal dengan senyum tengil.Tunggu sebentar! Mengapa Zee merasa ada yang salah, di sini?'Shit!' Sepertinya Zee sudah menggali lubang kuburannya sendiri. Tanpa Ia sadari, akan semakin terjebak dengan bocah itu sekarang. "Kamu!" Belum juga Zee selesai melanjutkan kalimatnya, mobil sudah berhenti di tempat