Langit nggak sibuk-sibuk banget hari ini. Datang ke kantor agak telat–lima belas menit–berhubung pekerjaan lainnya telah Langit borong semalaman suntuk. Untungnya Langit sudah biasa tidur larut. Meskipun dengan mata yang menahan kantuk, Langit dan pikirannya terus fokus pada Dinda. Minta di gampar bolak-balik emang! Sementang nganggur, eh otaknya dipenuhi fantasi liar. Sekarang Dinda sepenuhnya memenuhi kepala Langit. Cantik, sih, walaupun masih Ratu yang paling cantik. Dinda juga menawan dan orang easy going sehingga membuat Langit cepat menemukan di antara kebersamaan yang mereka berdua lalui. Ngobrol bareng Dinda walaupun random, bobotnya nggak tanggung-tanggung. Langit jadi ketagihan dan pengen ada obrolan lainnya terus tercipta di tiap pertemuan keduanya. Seakan sudah tersetting dengan apiknya, alasan Langit dipindah ke sini harus bisa move on dari Ratu. Padahal jika Langit ingin bersikap kejam, manfaatkan saja Arra. Perempuan berdarah Minang itu juga mengejar cinta Langit seja
Alih-alih dilamar dengan cara yang romantis dan dijadikan istri, Bala memberi kebebasan secara penuh kepada Ratu. Untuk menunjukkan siapa dirinya yang tak memiliki batasan sama sekali.Mendengarnya, membuat Ratu terdiam selama seperkian detik. Pasalnya, mereka baru saling kenal dan Ratu tidak tahu banyak tentang Bala selain dia adalah seorang pemimpin perusahaan meubel terkenal di Indonesia pun sama halnya dengan Bala yang belum sepenuhnya mengetahui siapa Ratu."Itu bisa sambil berjalan," ucapan Bala meyakinkan. Siapa pun yang mendengarnya akan merasa terkena bahkan tersanjung. Merasa jika sedang dicintai dengan versi terbaik dan tetap menjadi diri sendiri. Tidak kehilangan jati diri apa lagi terkekang oleh sebuah ikatan. "Kita nggak perlu buru-buru memutuskan. Aku tahu, hubungan kita belum sampai pada tahap serius seperti kebanyakan orang."Laratu Putri Anggoro bukan tipe perempuan yang mudah meleleh hanya karena sebuah ucapan. Pernah terluka di masa lalu dan proses penyembuhan yang
Dinda mau ngamuk sama tingkah Tiyar yang bilang, "Langit mabuk."Mana yang dipapah malah cengar-cengir nggak punya dosa pula. Tiyar pun sama aja. Tingkahnya nggak ada bedanya sama Langit. Dua orang ini perlu Dinda awasi lebih ketat lagi. Aben bareng menimbulkan masalah. "Terus kenapa ke kost gue?" Mata Dinda lirik sana lirik sini. Tengah malam gini rawan juga kalau ujug-ujug ada sidak satpam jaga yang lagi ngecek atau penghuni lain yang baru pulang. Bisa-bisa Dinda kena sidang terus diseret ke rumah pemilik kost, di sidang dan di paksa nikah. Wah … halunya Dinda nggak ada obat sama sekali. "Gue nggak punya tujuan lain buat bawa dia ke mana. Tahu nggak, Langit kalau mabuk suka nyerocos yang bikin gue mikir berat.""Maksudnya?" Alis kanan Dinda menukik. "Ini serius kenapa harus ke kost gue!? Horor tahu nggak, sih!?"Ya gimana nggak horor!? Dinda dan Langit adalah dua manusia beda jenis kelamin. Dinda juga perempuan normal yang suka-suka saja diapelin–selama posisinya waras. Lah Langi
Arra memang manja. Sebagai anak tunggal, sudah jadi kewajiban apa pun yang dirinya mau harus dikabulkan oleh kedua orang tuanya. Arra menjadi orang egois dan kalah menjadi hal yang paling Arra benci. Dalam setiap kesempatan , Arra selalu menekankan kepada dirinya sendiri untuk menang. Meski mudah baginya membawa nama Papinya ke ranah persaingan, menang harus jadi prioritas utamanya. Helaan napas Arra terembus. Pagi hari di Malang jauh berbeda dengan Jakarta mau pun Padang. Arra terpaksa menyeruput kopi yang telah disediakan oleh pihak hotel demi menghangatkan tubuhnya. Pemandangan dihadapannya juga penuh kabut dan suasana hening menjadi pelengkap pagi hari yang indah. Jarang-jarang di Jakarta mau pun Padang Arra temukan kondisi sunyi seperti ini."Sarapannya mau sekalian, Mbak?"Arra menoleh. Mendapati pegawai hotel yang bertugas dengan pakaian rapinya. Senyum Arra merekah. Orang-orang dengan kelas kalangan bawah bekerja setengah mati demi mencukupi kebutuhannya. Sedangkan dirinya ya
Sejak dulu kala, sejak pertama kalinya jatuh cinta pada Leora Yudhistira, Raja selalu menjadi pencemburu. Tidak peduli apa pun konteksnya, jika bersangkutan dengan Leora, rasa cemburu yang Raja miliki selalu bisa membakar hatinya. Dadanya serasa ingin meledak, degupan jantungnya bertalu bak genderang perang. Panas di kepalanya terus menguap dan dua tanduk di kanan kiri kepalanya siap melemparkan siapa saja yang telah berani mendekati Leora. Jangankan mendekati, radarnya bisa Raja cium ketika ada yang ingin berhubungan langsung dengan Leora. Nggak ada yang boleh nyentuh Leora selain Raja. Itu aturan pertama yang selalu Raja terapkan pada orang-orang yang akan mendekati Leora atau akan mati mengenaskan. Sisi lain dalam diri Raja tergantung bagaimana lingkungan sekitar. Jika orang terkasihnya yang Raja sayangi terancam, tidak segan-segan bagi Raja untuk segera mencabik detik itu juga. Membunuh, menyekap, dan menyiksa orang lain yang mengusik kehidupan keluarga serta orang terdekatnya ad
Aturan pertama, yang Radit Anggoro terapkan kepada ketiga anak-anaknya adalah bersyukur. Bekerja keras, belajar dengan sungguh-sungguh dan tahu caranya bertahan adalah suatu pertahanan hidup yang nggak semua orang mampu melakoninya. Yang kedua, jangan sampai menyesal setelah kehilangan hal-hal kecil yang dianggap sepele. Karena kita tidak tahu kapan waktunya akan tiba jika hal sekecil apa pun juga bentuk dari rasa bahagia. Jangan karena dibutakan oleh keserakahan, ambisi dan ketamakan kita jadi menelantarkan sesuatu hal yang paling penting. Kadang orang lupa, yang tidak terlihat dari luar malah dinilai paling tidak berarti. Padahal yang namanya hidup itu penuh dengan paradoks. Semakin irit, semakin miskin. Semakin boros, semakin kaya. Semakin bekerja keras, semakin sedikit hasilnya. Semakin malas bekerja, semakin banyak hasilnya. Semakin dikejar, semakin lari. Semakin cuek, semakin dicari. Semakin dicari malah hilang, tidak dicari malah datang. Ini aneh tapi seiring terjadi. Yang Ra
Menurut Ratu, Raja memang suka semena-mena. Sejak dulu–bahkan sebelum menduduki kursi tertinggi di perusahaan–sifat diktatornya sudah terlihat dengan jelas. Wajar, sih, sebagai anak sulung, tanggung jawab yang Raja emban jauh lebih banyak ketimbang dirinya mau pun Langit. Tapi bisa dong jangan main sesuka hati di saat Ratu sedang nyaman-nyamannya menikmati sebuah proses move on. Emang kampret Raja itu."Kamu pindah ke Semarang."Begitu bunyinya. Sambungan nirkabel itu memperjelas suara dan titah dari Raja. Kembarannya itu kalau ngasih perintah selalu jelas, singkat dan padat alias pelit omongan."Hah, gimana-gimana?" Ratu bengong. Nyawa dari bangun tidurmya yang belum tuntas masih melayang ke antah berantah. Dan telepon dari Raja membuat kepalanya pening seketika. "Pindah ke Semarang, sekarang juga."Bertambah saja kata-katanya."Ngapain? Emang di Semarang buka kantor cabang baru? Kok aku baru tahu?"Ratu nggak dapat kabar apa-apa. Heran dengan sikap Raja yang berubah drastis sewakt
Leora pandangi wajah ayu Ratu yang masih terlelap. Petang sebentar lagi menyapa. Langit Semarang sudah mulai berubah warna dan mentari hampir kembali ke peraduannya. Leora tahu Ratu kesal akan perintah yang Raja berikan secara mendadak. Terlebih keinginan Ratu untuk menikah telah Raja tolak mentah-mentah. Jangankan Ratu, Leora saja suka bingung dengan perubahan sikap yang Raja lakukan. Sesekali Raja akan menjadi baik, namun di lain kesempatan akan berubah bak reog kesurupan. Memang nggak bisa ditebak suaminya itu. Leora sungkan untuk membangunkan Ratu. Waktu makan siang telah Ratu lewatkan dan makanan yang Leora hangatkan kembali mendingin. Namun hingga sore menjelang, Ratu masih nyenyak dalam buaian mimpi indahnya. Leora tarik nafasnya dalam-dalam. Masih dengan fokus mata menatapi wajah Ratu. Sekilas, wajah Mami Senja ada di sana. Namun sedetik kemudian, dominan wajah Papi Radit begitu jelas terlukis. Baik Raja mau pun Ratu, wajah Mami Senja dan Papi Radit berpadu menjadi artefak p