Happy reading.... Hera Altezza, wanita berusia dua puluh tujuh tahun itu menyapu lembut perutnya yang membesar. Kehamilannya sudah memasuki usia delapan bulan membuat dia sedikit kesulitan melakukan kegiatannya. Bahkan saat keluar dari mobil, Hera harus dibantu oleh sang supir. "Terima kasih," ujar Hera tersenyum manis ke arah pria paruh baya itu. "Sama-sama, Nona," timpal pria itu mulai melepaskan tangan Hera perlahan. Dengan langkah pelan Hera masuk ke dalam rumah berlantai dua tersebut. Namun sebelum masuk Hera sempat menoleh ke arah bagasi di mana sebuah mobil berwarna grey terparkir. "Bukankah Jayden mengatakan jika dia lembur malam ini?" gumam Hera pelan. Pada detik ketiga dia menggidikkan bahunya lalu masuk ke dalam rumah tanpa berpikir macam-macam. Keadaan rumah begitu sunyi dan sedikit gelap. Maklum karena para maid yang bekerja di rumahn
Happy reading.... " ... untuk saling memiliki dan juga menjaga dari sekarang sampai selama-lamanya. Pada waktu susah maupun senang, pada waktu kelimpahan maupun kekurangan, dan pada waktu sehat maupun sakit. Untuk selalu saling mengasihi dan menghargai, sampai maut memisahkan kita." Kata-kata Jayden masih teringat dengan jelas dalam benak Hera. Saat itu Hera berpikir jika Jayden sedang memainkan perannya dengan baik, sama seperti dirinya. Karena tak satu pun dari keduanya menginginkan pernikahan itu terjadi. Mungkin Hera dan Jayden mengatakan 'Iya' untuk menikah namun hal itu hanya untuk memenuhi keinginan keluarga besar mereka. Dan mereka hanya menjadi avatar di sana. Namun selama hampir satu tahun bersama, pikiran itu perlahan menghilang. Kebaikan, kasih sayang serta perhatian Jayden membuat Hera begitu larut dalam kebahagian semu. Dan sialnya lagi, Hera jatuh cinta pada pria itu. &nb
Happy reading.... Hera sebisa mungkin tersenyum tanpa beban saat kedua orang tuanya dan orang tuan Jayden datang berkunjung. Mereka terlihat begitu bahagia walau hanya bisa melihat bayi Hera dan Jayden dari balik kaca transparan. Bayi lucu itu masih dalam inkubator. Bahkan Hera sendiri masih belum diizinkan untuk melihat sang anak dari dekat. "Dia tampan sekali," puji Elvis, ayah Jayden merangkul bangga sang anak yang sedang berdiri di sampingnya. "Tentu saja. Bukankah dia putraku?" kata Jayden juga ikut memuji bayi kecil itu mengundang tawa dari mereka semua. "Jayden, Hera, apakah kalian sudah punya nama untuk bayi tampan kalian itu?" tanya ibunda Hera, Anne. Jayden dan Hera saling menatap. Setelah kepergian Jayden hari itu dia tidak pernah datang ke rumah sakit untuk menjenguk Hera. Dia terlalu sibuk menghabiskan waktu bersama Elena
Happy reading.... Selama hampir satu minggu berada di rumah orang tuanya, tak sekalipun Anne mendengar keluhan dari Hera tentang rumah tangganya dan Jayden. Apakah hanya aku saja yang terlalu paraniod? Batin Anne. Melihat bagaimana Hera sangat bahagia saat mengurus Juan dia jadi ragu jika sang anak memiliki masalah. "Apakah aku sudah pantas menyandang gelar ibu sekarang?" tanya Hera tersenyum bangga saat dia selesai memakaikan baju pada Baby Juan. Dia begitu puas karena akhirnya bisa mengurus Juan dengan baik. Mulai dari memandikan hingga memakaikan Baby Juan popok dan baju, Hera melakukannya sendiri tanpa bantuan dari sang ibu lagi. "Juan sangat beruntung punya ibu seperti dirimu, Nak," kata Anne membuat senyum Hera semakin merekah. "Benarkah?" "Iya, putriku sayang." Hera langsung memeluk sang ibu denga
Happy reading.... "Kau menyuruhku untuk tinggal bersamamu dan Hera? Apa kau gila, Jayden!" pekik Elena lalu mendengus kesal. Elena sudah benci pada Hera setengah mati lalu hari ini tiba-tiba saja Jayden datang dan mengatakan dia harus tinggal bersama Hera. Yang benar saja. "Gila? Justru ini adalah yang terbaik untuk kita, Sayang. Bukankah kau ingin selalu bersamaku?" ujar Jayden meyakinkan Elena jika keputusannya itu benar. "Ya, itu benar tapi aku tidak bisa tinggal bersama Hera," kata Elena membuang muka tidak ingin menatap Jayden lagi. Dia malah beranjak menuju jendela menatap keluar seakan pemandangan malam yang gelap lebih indah dari kekasihnya yang sekarang duduk di sofa sambil memandangnya. Balutan dress piyama berbahan sutra itu terlihat sangat cocok di tubuh Elena membuat Jayden tak bisa mengalihkan pandangan. Elena terlihat sangat cantik. Dia lalu mendeka
Happy reading... Hera memejamkan matanya sesaat setelah dia menutup pintu kamar. "Aku tidak salah 'kan?" tanya Hera entah pada siapa. Hera berkata seperti itu pada Elena bukan karena dia tidak ingin berpisah dari Jayden. Sungguh wanita itu ingin lepas dari Jayden namun sekarang bukan hanya ayah dan ibunya yang dia pikirkan namun juga bayi yang sedang tertidur pulas di atas tempat tidur. "Aku tidak bisa membiarkan Juan tumbuh dalam keluarga yang tidak utuh," lirih Hera mendekati Juan lalu mengelus lembut pipinya. Bayi itu sedikit menggeliat membuat Hera tersenyum tipis. "Aku ingin dia tumbuh bersama ayah dan ibunya. Aku tidak mau dia kekurangan kasih sayang. Aku tidak bisa membiarkan itu terjadi," gumam Hera lagi. Hera sudah tidak peduli lagi. Dia sudah berkorban sejauh ini maka tidak ada lagi kata mundur. Hera akan mempertahankan rumah tangg
Happy reading.... Wajah bahagia terpancar jelas pada Elena. Apalagi saat dia melihat Hera tengah berjalan menghampirinya seraya menggendong Baby Juan. Wanita itu seakan sengaja bermesraan dengan Jayden. "Selamat pagi putra ayah," kata Jayden mengambil alih Juan dari gendongan Hera. Wanita itu tersenyum tipis hampir tak terlihat. Tak bisa dipungkiri Hera bahagia melihat Jayden bersama Juan. Kebersamaan mereka sejenak membuat Hera lupa akan konflik yang sedang dia hadapi. Hera mengambil tempat duduk untuk memulai sarapan. Tidak ada yang membuka suara. Yang terdengar hanya canda dari Jayden yang sedang bermain dengan Juan. Baik Elena atau Hera, mereka hanya larut dalam pikiran masing-masing. Menyibukkan diri menyantap sarapan mereka. "Aku akan pergi sekarang," ujar Jayden menyerahkan Juan pada Hera kembali. Dia mencium pipi sang anak gemas sambi
Happy reading.... "Halo!" ujar Elena menempelkan ponselnya di telinga. "Kau sedang apa?" tanya sang penelpon. Siapa lagi jika bukan Jayden. "Aku baru saja selesai mandi. Kenapa? Tumben kau menelpon." "Aku hanya merindukanmu." Wanita itu terkekeh kecil. Walau sudah bersama Jayden cukup lama, Elena selalu tersipu setiap kali mendengar ucapan manis dari pria itu. "Lalu kau ingin aku melakukan apa?" tanya Elena seakan menantang pria itu. "Datanglah ke hotel malam ini. Aku akan mengirim alamatnya," kata Jayden. "Baiklah." Setelah mendapatkan kesepakatan, sambungan telpon itu pun terputus. Elena begitu berharap jika pertemuannya dengan Jayden malam ini untuk membahas tentang perceraiannya dengan Hera. Lalu membahas pernikahannya. &nb