Share

Bab 02 - Poligami

Sinar matahari sore menjelang malam yang hangat menyentuh kulit yang terbuka. Embusan angin sejuk membelai sukma. Dedaunan yang jatuh ke bumi, akan melayang berpindah tempat bila sang bayu sedikit mengencang.

Sepasang manusia duduk di bangku panjang dengan posisi berjauhan. Tidak ada seorang pun yang berbicara dan larut dalam pikiran masing-masing. 

Bila Farzan tengah menyusun kalimat untuk menerangkan maksudnya, Tanti berdiam diri karena menunggu lelaki berparas manis mengucapkan kata-kata. 

"Apa kamu sudah tahu, kalau kita dijodohkan?" tanya Farzan memecahkan kesunyian. 

"Ehm, ya," sahut Tanti. 

"Bagaimana menurutmu?" 

"Aku nggak tahu, Mas. Sekarang masih kaget." 

"Aku nggak bisa menerimanya. Bukan karena kamu, tapi aku sudah punya calon sendiri." 

Tanti tertegun sejenak, kemudian mengangguk. "Ya, Mas. Aku paham. Nggak apa-apa." 

"Bisa bantu aku buat meyakinkan orang tua?" 

"Maksudnya?" 

"Kamu menjelaskan kalau kamu juga menolak perjodohan." 

Tanti mendengkus. "Walaupun kurang yakin akan berhasil, tapi aku ingin mencobanya."

"Makasih." 

"Ehm." 

Suasana kembali hening. Keduanya sama-sama memandang ke depan seolah-olah dedaunan yang gugur ke bumi sangatlah menarik. Detik terjalin menjadi menit, sebelum akhirnya Farzan menoleh ke kiri untuk mengamati perempuan muda yang beberapa kali bertemu dengannya di berbagai tempat. 

"Apa kamu punya pacar?" tanya Farzan yang berhasil mengejutkan Tanti. 

"Enggak ada," jawab perempuan bergaun krem motif bunga-bunga kecil beraneka warna. 

"Tidak mencari?" 

"Sedang ingin sendiri." 

"Semoga segera bertemu." 

Tanti melirik sekilas, kemudian mengulaskan senyuman yang menyebabkan wajahnya kian elok dan membuat Farzan terpana. "Ya, Mas. Terima kasih," ungkapnya. 

Lelaki berkemeja putih motif garis-garis abu-abu memanjang, mengecek arloji di pergelangan tangan kiri. "Aku harus kembali ke ruangan," tuturnya. 

Tanti tidak menyahut dan hanya mengangguk mengiakan. Keduanya sama-sama berdiri, lalu melangkah menuju ruang ICU. Mereka tetap diam hingga tiba di tempat yang makin ramai oleh kehadiran kerabat Haedar. 

Saad berpamitan pada Farzan, Irshad dan Jihan, kemudian mengajak istri dan putrinya menyusuri lorong panjang menuju tempat parkir. Farzan memandangi ketiga orang tersebut hingga sosok mereka lenyap di belokan. 

***

Hari berganti hari. Kondisi kesehatan Haedar yang masih belum membaik menjadikan keluarganya resah. Nuri nyaris tidak berpindah dari ruang perawatan. Dia baru keluar untuk salat ataupun mandi bila Jihan dan Irshad datang. 

Farzan tidak bisa setiap saat mengunjungi ayahnya karena harus mengendalikan bisnis mereka di bidang hotel dan restoran. Dia baru akan datang malam hari dan menginap di sana untuk menemani ibunya. 

Malam itu, Farzan datang dan terkejut saat Nuri mengatakan bila Haedar meminta bertemu dengannya. Pria berusia dua puluh delapan tahun bergegas mencuci tangan, kemudian mengenakan pakaian khusus sebelum memasuki ruang ICU. 

Farzan berhenti di sebelah kanan ranjang Haedar. Dia duduk di kursi dan mencium punggung tangan sang ayah dengan takzim. Setelah menegakkan badan, pria berkulit kecokelatan menyunggingkan senyuman, untuk menutupi kegundahan hatinya karena menyaksikan kondisi Haedar yang memprihatinkan. 

"Ayah," panggil Farzan. "Tadi Ibu bilang, Ayah mau bicara denganku," tuturnya. 

"Ya," bisik Haedar. "Ayah memintamu untuk mau menikah dengan Tanti," terangnya yang mengejutkan sang putra. 

"Tapi, Yah. Aku ...." 

"Ayah belum pernah meminta apa pun darimu. Tolong penuhi yang ini. Mungkin saja ini permintaan terakhir Ayah." 

"Ayah jangan bilang gitu. Pasti bisa sembuh dan sehat seperti dulu." 

"Kalau kamu mengerjakan permintaan Ayah, maka Ayah akan berusaha keras untuk sembuh." 

Farzan terpaku. Dia bimbang dalam menemukan sikap. Pada satu sisi dia masih ingin bersikeras menikahi Ristin. Namun, Farzan tahu dia tidak bisa mendahulukan kepentingan pribadi di saat ayahnya tengah sakit. 

Lelaki berkemeja abu-abu lengan pendek menarik napas dalam-dalam dan melepaskannya perlahan. Dia menunduk sambil memejamkan mata. Bayangan wajah Ristin berkelebat dalam benaknya. Menyebabkan Farzan benar-benar bingung. 

Sentuhan di tangan memaksa Farzan menengadah dan membuka mata. Hatinya terenyuh ketika menyaksikan sorot mata penuh harap dari pria tua. Farzan tahu dia tidak bisa mengabaikan keinginan Haedar. Namun, dia juga tidak mau mengecewakan Ristin yang telah menguasai hatinya sejak setahun silam. 

"Ya, aku mau memenuhi permintaan Ayah, tapi, aku juga tetap akan menikahi Ristin!" tegas Farzan yang mengagetkan pria tua. "Aku rasa itu adil, Yah. Permintaan Ayah terpenuhi, dan aku juga bisa terus bersama Ristin," sambungnya. 

"Kamu mau poligami?" tanya Haedar sembari memandangi putranya saksama.

"Terpaksa, Yah. Aku tidak mau mengecewakan Ayah dan hanya itu jalan satu-satunya agar semua pihak senang." 

"Poligami itu berat, Nak." 

"Aku tahu. Aku akan berusaha adil. Nanti kupikirkan gimana teknisnya." 

Haedar terdiam. Dia benar-benar tidak menduga anaknya mengambil keputusan itu. "Apa kamu pikir Tanti dan keluarganya akan setuju?" 

"Aku akan menemui Tanti besok. Kami akan berembuk tentang ini. Kalau dia menolak, berarti perjodohan batal. Kalau dia mau terima, dia harus siap dimadu." 

"Ayah tidak yakin Mas Saad mau anaknya dipoligami." 

"Beliau tidak perlu tahu." 

"Tidak bisa begitu." 

"Aku akan menikahi Tanti terlebih dahulu. Setelah sebulan, baru aku menikahi Ristin, tentu saja dengan izin dari Tanti." Farzan memajukan badan, kemudian berbisik, "Aku tidak akan menyentuh Tanti. Bila nantinya di perjalanan pernikahan kami dia bosan, atau jatuh cinta dengan pria lain, maka aku akan melepaskannya dalam kondisi masih suci." 

Sementara itu, orang yang tengah dibicarakan, sedang memandangi laptop di mejanya. Meskipun tatapannya mengarah pada layar komputer jinjing, tetapi pikirannya terpecah. Pria yang pernah mendapatkan cintanya telah kembali dari tugas di Jepang, dan mengajaknya bertemu esok hari. 

Tanti ragu-ragu untuk menemui Yosrey, terutama karena takut hatinya kembali sakit setelah sempat dikecewakan beberapa bulan silam. Merasa tidak bisa berkonsentrasi, akhirnya perempuan berbaju hijau muda dengan aksen pita di dekat dada memutuskan berhenti bekerja. 

Dia melirik pergelangan tangan kanan, kemudian mematikan laptop. Tanti mengemasi meja kerja dan memasukkan barang-barang ke tasnya. Dia berpindah ke depan cermin besar yang tergantung di dinding. Setelah merapikan rambut dan baju, Tanti meraih tas dan berjalan keluar dari ruang kerjanya. 

Puluhan menit berlalu, Tanti sudah berada di mobil sedan putihnya. Kondisi jalan raya Kota Bandung malam itu cukup lengang sehingga Tanti bisa menambah kecepatan kendaraan. Dia menghentikan kendaraan di depan sebuah mini swalayan karena hendak membeli sesuatu. 

Setelah memarkirkan mobil, Tanti turun dan tidak lupa menutup pintu kendaraan. Dia melenggang memasuki tempat yang sepi, kemudian mengambil keranjang sebelum menyusuri rak demi rak. 

Seorang pria memasuki mini swalayan dan langsung menuju ke lemari pendingin. Dia tertegun menyaksikan seorang perempuan yang tengah berdiri di depan salah satu lemari pendingin. 

"Antara tiramisu dan avocado, kupikir enakan yang cokelat," tukas pria berjaket hitam yang mengejutkan Tanti.

Perempuan berhidung kecil spontan menoleh ke kiri. Tanti terpaku menyaksikan orang yang tadi sempat dipikirkan, ternyata telah berada di hadapannya.

Comments (1)
goodnovel comment avatar
Mispri Yani
duh ya Farzan segitunya sampe mau poligami mending nolak sekalian atuh
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status