10Tanti jalan mondar-mandir sepanjang ruang kerjanya. Dia sekali-sekali akan melirik pergelangan tangan kanan untuk mengecek arloji. Detik demi detik menunggu terasa begitu lama bagi perempuan berbaju abu-abu. Kala ponselnya berbunyi, dia segera mengangkatnya. Tidak berselang lama Tanti sudah jalan menyusuri tangga. Setibanya di lantai satu, dia menyambangi pria berkemeja biru tua yang tengah duduk di kursi dekat meja kasir. Setelah menempati kursi seberang Farzan, Tanti langsung menceritakan tentang perdebatannya kemarin malam dengan Yosrey. "Ternyata dia benar-benar mencari tahu tentang Mas lewat akun instagram. Jadi, waktu Ristin men-tag Mas, kebukalah semuanya," tutur Tanti. Farzan mendengkus pelan. Dia tidak menduga jika Yosrey akan menggali informasi tentang dirinya. "Akunnya apa? Biar kublokir," cakapnya. "Kupikir dia pakai akun palsu. Akan ketahuan kalau dia gunakan akun asli." "Ehm, ya, benar juga." "Tolong sampaikan ke Ristin, untuk sementara jangan up apa pun yang b
11Kedatangan Farzan yang bertepatan dengan azan magrib, mengejutkan orang-orang di kediaman Saad. Tanti yang menemui calon suaminya dengan ditemani Nabila, mengulaskan senyuman ketika Farzan menyerahkan satu buket bunga. "Buatku, nggak ada, Mas?" tanya Nabila. "Nanti kubelikan," balas Farzan. "Beneran, loh, ya." "Hu um. Mau bunga apa?" "Tulip, minimal dua puluh tangkai. Lalu diselipkan kartu ATM dengan saldo minimal seratus juta." "Waduh! Perampokan itu." Keduanya tergelak, sementara Tanti hanya menggeleng pelan. Perempuan bermata cukup besar mengajak Farzan duduk, kemudian dia memberikan buket bunga pada Nabila yang membawanya ke dalam. "Mas nggak salat?" tanya Tanti. "Mau. Numpang salat di sini," jawab Farzan. "Ehm, mau minum apa? Kubuatin sambil nunggu Mas salat." "Kopi susu." Tanti mengangguk Dia hendak berdiri, tetapi dicegah Farzan. "Ada apa?" tanyanya. "Habis salat, kita keluar, yuk!" ajak Farzan. "Mau ke mana?" "Makan sate di simpang lima." "Aku lagi dipingit
12Langit pagi Kota Bandung sangat cerah. Awan putih berarak melintasi lapisan atas. Udara minim polusi kian menyegarkan siapa pun yang tengah menikmati keindahan panorama. Tanti mendengarkan kesibukan orang-orang di halaman belakang, yang tengah berjibaku menyiapkan makanan, untuk acara pengajian sekaligus selamatan, yang akan dilangsungkan nanti siang. Perempuan bermata cukup besar tidak mengetahui jumlah pasti para tetangga yang ikut membantu juru masak keluarga. Namun, dia meyakini jika jumlah mereka banyak. Sekali-sekali terdengar gelakak mereka yang turut memancing senyuman Tanti. Dia ikut terbahak kala mendengar latahnya Nenek Ros yang tinggal di rumah sebelah kanan. Panggilan dari luar menyebabkan tawa Tanti menghilang. Dia mempersilakan orang yang tengah mengetuk pintu untuk segera masuk. Secarik senyuman terbit di paras ayu Tanti ketika melihat kedua sepupunya yang tinggal di Jakarta ternyata telah datang. Kedua perempuan yang rambutnya sama-sama pendek, bergantian mend
13Sabtu pagi, konvoi belasan mobil melintasi jalan raya BKR. Farzan yang berada di mobil sedan mewah milik Saad yang berada di bagian terdepan, berusaha menenangkan jantungnya yang sejak tadi berdegup kencang. Farzan menyadari bila pernikahannya dengan Tanti adalah sebuah tanggung jawab besar. Pria berbeskap sage kian meragukan keputusannya untuk menikah pura-pura. Terutama karena dirinya mengingat petuah Haedar kemarin malam. Farzan menghela napas panjang dan mengembuskannya perlahan. Dia menimbang-nimbang untuk membicarakan hal itu pada Tanti, nanti malam. Meskipun tidak yakin calon istrinya akan setuju, tetapi Farzan tetap akan mencobanya. Mobil yang dikemudikan Irshad berbelok ke kiri menyusuri jalan sepi. Puluhan meter berikutnya konvoi memasuki sebuah gang yang cukup besar. Beberapa petugas parkir berseragam rompi hijau, mengarahkan semua mobil untuk parkir di tanah kosong, tepat di sebelah kanan kediaman Saad. Para penumpangnya turun dan spontan merapikan pakaian masing-ma
14Tanti keluar dari kamar mandi dengan rambut lembap. Dia memegangi pakaian pengantin di depan dada, kemudian melangkah menuju gantungan. Dengan hati-hati dia merapikan kebaya pada hanger sebelum berpindah ke dekat rak. Sekian menit berlalu, Tanti baru selesai salat Zuhur kala pintu kamar terbuka dan sosok Farzan memasuki ruangan. Pria berkaus putih membawa nampan dan meletakkannya di meja dekat sofa. Dia memanggil Tanti yang segera menyambanginya. "Makan lagi?" tanya Tanti saat melihat isi piring di nampan. "Kita sebelum naik tadi nggak makan dulu. Jadinya lapar," jelas Farzan. "Mau?" tanyanya sembari memandangi perempuan berhidung bangir di hadapannya. "Ehm, dikit aja." "Aku sengaja bawa dua piring. Mungkin kamu juga lapar." Farzan membagi isi piringnya, kemudian memberikan piring kedua pada Tanti. Keduanya makan sambil menonton televisi yang menayangkan berita dunia selebriti tanah air. "Mas udah salat?" tanya Tanti, sesaat setelah menghabiskan hidangan. "Udah. Aku numpang
15Farzan menepuk dahinya, sebelum berpindah duduk di sofa. Tanti yang masih berdiri di dekat tempat tidur, mengulum senyum menyaksikan baju yang telah disiapkan Adik iparnya. Tanti merunduk untuk mengambil kertas merah muda dari tumpukan baju tidur. Dia membaca tulisan tangan Jihan yang menyertai bingkisan tersebut. Tanti terkekeh ketika Jihan menjelaskan bila ada baju lain di lemari yang hanya boleh dikenakan esok hari. Tanti berbalik dan jalan menuju lemari. Dia membuka pintu benda putih besar, kemudian mengecek benda-benda yang dimaksud sang ipar. Tanti manggut-manggut saat mengakui bila gaun untuknya dan kemeja buat Farzan ternyata sangat bagus. Sebuah tas kosmetik berukuran sedang yang berada di pinggir baju, diambil Tanti. Dia memeriksa isinya yang ternyata cukup lengkap, kemudian dia meletakkan benda itu ke meja rias. Tanti duduk di bangku dan memulai pembersihan wajahnya. Farzan mengamati perempuan yang tengah sibuk di depan cermin. Dia menyukai cara Tanti yang bergerak c
16Jalinan waktu terus berjalan. Senin siang, Tanti mengikuti suaminya pindah ke rumah yang dibeli Farzan sejak beberapa tahun silam. Keluarga Saad mengantarkan pasangan pengantin baru hingga tiba di bangunan dua lantai bernuansa modern minimalis.Kala para lelaki menurunkan koper dan dus milik Tanti, semua perempuan bergerak cepat membereskan kue-kue untuk suguhan, sekaligus berbincang dengan Darmi, perempuan paruh baya yang akan menemani Tanti. Selain Darmi, juga ada Yayat, suaminya Darmi yang menjadi petugas bersih-bersih. Pasangan suami istri tersebut merupakan orang-orang yang dulu ikut merawat Farzan sejak kecil. Mereka sempat pulang ke kampung untuk menjadi petani, sebelum akhirnya kembali ke Bandung setelah diminta secara khusus oleh Farzan. "Untuk acara selamatan Sabtu nanti, Bunda nyiapin apa?" tanya Endang yang berada di sofa ruang keluarga. "Kata Mas Farzan, semuanya sudah ditangani katering kantor, Bun," sahut Tanti. "Tapi nggak enak juga kalau kita datang nggak bawa
17Tanti memandangi saat mobil MPV hitam milik suaminya bergerak menjauh pagi itu. Setelah tidak terlihat lagi, perempuan berkaus biru tua memanggil Darmi. Tanti membuka pintu mobilnya yang telah dibersihkan Yayat. Dia memasuki kendaraan dan menyalakan mesinnya. Tidak berselang lama mobil sedan putih telah meluncur ke jalan raya utama kompleks. Tanti mengikuti arahan Darmi menuju pasar. Suasana perumahan tampak lengang. Hanya beberapa orang yang melintas di jalan ataupun yang tengah berada di depan kediaman masing-masing. Sesampainya di tempat tujuan, Tanti terkejut menyaksikan kondisi pasar yang cukup bersih. Berbeda dengan situasi pasar biasanya yang gelap dan sumpek, pasar yang didatangi Tanti ternyata cukup terang. Darmi yang sudah hafal seluk beluknya, mengajak Nona mudanya menyusuri setiap lorong, hingga menemukan bahan-bahan yang akan dibeli. Darmi bingung karena Tanti sama sekali tidak menawar. Dia ingin menanyakan hal itu, tetapi kemudian ditundanya. "Bi, aku tiba-tiba ke
48"Aku buatin teh hangat, ya," tutur Farzan. "Hu um," sahut Tanti sambil memegangi lengan suaminya dan mengajak Farzan keluar. "Ada makanan apa, Mas? Perutku harus diisi. Kayaknya masuk angin," ungkapnya. "Macam-macam. Nasi juga ada. Mungkin pihak hotel sengaja menyediakan itu buat kita." "Lagi nggak kepengen nasi. Ada sup?" "Ada. Paling banyak, sih, aneka cake. Kamu pasti tahu jenisnya apa aja. Aku nggak hafal." Keduanya tiba di dekat sofa dan duduk berdampingan. Farzan dengan tangkas membuatkan minuman hangat buat sang istri. Sementara Tanti memerhatikan hidangan, sebelum mengambil mangkuk sup jagung yang ternyata masih hangat, karena dihidangkan dalam tempat pemanas makanan. Farzan meletakkan cangkir berisi teh ke meja. Kemudian dia berpindah ke balkon untuk mengambil makanan dan minumannya, untuk dialihkan ke dalam. Selama beberapa saat suasana hening. Mereka sibuk menghabiskan berbagai makanan yang ternyata lezat. Kala Tanti bersendawa, keduanya serentak tersenyum sambil
47Terminal F keberangkatan Bandara internasional Soekarno-Hatta, terlihat ramai orang berkemeja ataupun blus putih. Para pengawal yang ikut berangkat menemani bos masing-masing, mengenakan kemeja putih dengan logo PB di saku kiri. Selain mereka, beberapa komandan yang turut serta juga menggunakan pakaian serupa. Farzan dan Ristin saling menatap sesaat, kemudian lelaki bercelana jin biru mendekap mantan kekasihnya yang sebentar lagi juga akan menjadi mantan istrinya. Farzan membiarkan Ristin menangis di dadanya, karena hanya itu yang bisa dilakukannya untuk sang istri kedua. Tidak lama berselang, Ristin mengurai dekapan. Dia mengusap mata dan pipi yang basah dengan tisu. Farzan mengucapkan kata-kata penghiburan yang dibalas Ristin dengan anggukan. Setelah melepaskan perempuan berbaju hijau, Farzan berpindah menyalami Bobby. Dia menitipkan Ristin pada pria yang lebih muda. Sekaligus memastikan Bobby akan membantu usaha baru Ristin yang berkolaborasi dengan BPAGK. Adegan perpisahan
46Deretan mobil beraneka tipe dan warna melintas di jalan bebas hambatan menuju Kota Jakarta. Farzan yang berada di mobil kedua yang dikemudikan Irwansyah, mendengarkan penuturan Linggha Atthaya Pangestu yang berada di kursi tengah bersama Leandru Mahendra dan Giandra Ardianto, sahabat Linggha yang juga merupakan salah satu anggota PG. Sementara Moreno dan Rusdi, ajudan Linggha yang berada di belakang, turut mendengarkan percakapan para bos. Tiba-tiba Rusdi terbahak dan menyebabkan yang lainnya terkejut. Sang pengawal cepat-cepat menghentikan tawanya karena dipandangi Linggha. "Maaf, Pak. Ini aku lagi berbalas pesan dengan teman-teman pengawal di semua mobil," jelas Rusdi. Dia memutuskan menerangkan alasannya tertawa agar tidak diomeli sang bos. "Hmm, ya." Linggha manggut-manggut. "Sepertinya semua pengawal PBK, kalau sudah mengobrol itu akan jadi kocak semua," sambungnya. "Sama aja dengan semua bosnya," tukas Giandra. "Paling kacau memang pasukan Pramudya," sela Leandru. "Di
45Embusan angin sepoi-sepoi menyapa apa pun yang dilewatinya. Dedaunan bergoyang mengikuti arah sang bayu. Sinar mentari yang cukup hangat menjadikan senja itu terasa menyenangkan. Sepasang manusia duduk di bangku panjang taman sebuah rumah sakit. Sementara pendamping mereka memerhatikan keduanya dari kursi-kursi di lorong. Yosrey mengamati paras Tanti yang kian ayu. Dia tahu, sudah tidak akan bisa menggapai hati perempuan pujaan, karena telah dimiliki Farzan. Yosrey pun sadar, tidak ada cara lain baginya kecuali melepaskan serta mengikhlaskan Tanti. Kenangan masa indah mereka tempo hari masih terbayang jelas dalam ingatan Yosrey. Lelaki berkaus putih hanya bisa menyimpan memori itu dalam ruang khusus di sudut hatinya. "Kamu kapan berangkat, Ti?" tanya Yosrey memecahkan keheningan. "Jumat nanti kami ke Jakarta dulu. Ke New Zealand-nya, Sabtu siang," jelas Tanti. "Kenapa harus ke Jakarta? Enggak bisa berangkat dari sini?" "Sebetulnya bisa. Tapi, Jumat siang, Mas Farzan rapat te
44Ruang pertemuan di lantai tiga gedung hotel Bramanty Grup, Jumat malam terlihat ramai orang. Selain karyawan di perusahaan itu, teman-teman semasa kuliah Farzan juga turut hadir. Seusai memberikan kata sambutan, Farzan meminta Tanti untuk maju dan bergabung dengannya di panggung. Pria bersetelan jas abu-abu mengulaskan senyuman, saat menyambut istrinya yang mengenakan gaun panjang berwarna serupa dengannya. Farzan melingkarkan tangan kiri ke pinggang Tanti, kemudian mencuri kecupan di pipi sang istri. Tidak peduli diteriaki hadirin, Farzan justru mengangkat tangan kanan dan melambai seraya tersenyum lebar. Setelahnya, CEO Bramanty Grup tersebut mengambil mikrofon dari tiang di depannya. Farzan mendekatkan benda itu ke depan wajah, lalu memindai sekitar seraya mengulum senyum. "Teman-teman semuanya, sekali lagi, saya dan istri mengucapkan terima kasih atas kehadiran kalian di malam perpisahan kami," tutur Farzan. "Kami sengaja mengumpulkan karyawan perusahaan, teman-teman kuliah
43Seunit mobil MPV hitam berhenti di depan sebuah rumah di kawasan Sriwijays. Pengemudinya turun sambil membawa dua kantung belanja sarat barang. Dia memasuki pekarangan rumah di mana beberapa pria tengah menurunkan perabotan dari mobil bak terbuka. Farzan memasuki ruang tamu sambil mengucapkan salam yang disahut kedua perempuan dari ruangan dalam. Pria berkemeja cokelat muda meneruskan langkah hingga tiba di ruang keluarga, yang lebih rapi daripada di depan. Farzan meletakkan kedua tas ke sofa. Tanti segera membongkar isi tas sambil menyusunnya di meja. Sementara Ristin memasukkan beberapa bungkusan berisi aneka buah ke lemari pendingin. "Ti, masak nggak?" tanya Farzan sambil mendudukkan diri di sofa tunggal. "Enggak, Mas," jawab Tanti. "Mas lapar?" tanyanya. "Hu um. Tadi siang padahal sudah makan. Tapi jam segini sudah qlapar lagi." "Aku bikinin nasi goreng, mau?" "Boleh. Sekalian es teh manis." "Sip." Tanti bergegas ke dapur untuk menyiapkan makanan buat suaminya. Ristin
42Beberapa unit mobil MPV berbagai tipe dan warna, melaju di jalan bebas hambatan menuju luar Kota Jakarta, Sabtu pagi. Setiap lima kilometer, semua sopir yang merupakan pengawal PBK akan berlatih manuver. Hal itu dimaksudkan untuk mempersiapkan semua pengawal bila harus menghindari pihak lawan. Farzan berada di kursi bagian depan mobilnya yang dikemudikan Hisyam, pengawas beberapa unit kerja para pengawal di Bandung. Hisyam juga menjadi manajer operasional BPAGK yang nantinya akan bersinergi dengan Farzan di New Zealand. Pada kursi tengah, Wirya dan Zulfi serta Moreno tengah berdiskusi serius. Dimas dan Valdy turut mendengarkan percakapan itu. Kedua pria di kursi belakang yang masih aktif sebagai pengawal sekaligus asisten bos masing-masing, nantinya akan ikut tinggal di New Zealand. Hansel Arvasathya, anak dari Timothy Arvasathya, telah menyediakan dua rumah bersebelahan yang akan ditempati Farzan, Moreno dan tim pengawal yang menjadi tim pelaksana proyek. Selain rumah, Hansel
41Detik terjalin menjadi menit. Jam terus berputar hingga hari berganti, tanpa bisa dicegah oleh siapa pun. Jumat pagi, Farzan berpamitan pada Tanti. Setelah mendaratkan kecupan di dahi sang istri, pria berkemeja biru muda bergegas memasuki mobilnya yang berada di depan pagar rumah.Moreno yang menjadi sopir, menekan klakson sebagai tanda berpamitan. Lelaki berkulit kuning langsat menekan pedal gas hingga kendaraan melaju melintasi jalan blok tersebut. Tanti mengamati hingga mobil suaminya menghilang dari pandangan. Selanjutnya dia membuka pintu mobil sedannya dan memasuki kendaraan yang tengah dipanaskan mesinnya. Yayat berpindah ke dekat pagar. Dia segera menutup benda besi, sesaat setelah mobil Tanti keluar dari pekarangan rumah. Pria tua memasang gembok, sebelum kembali ke halaman untuk melanjutkan pekerjaan memangkas rumput. Tanti melajukan kendaraan dengan kecepatan sedang. Sekali-sekali dia akan berdendang mengikuti irama lagu yang diputar di radio. Jalanan yang padat tidak
40Sengatan sinar matahari di luar, seketika menghilang saat Ristin menginjakkan kaki di ruang tamu rumah milik Haedar. Dia berdiri di tengah-tengah ruangan yang tidak memiliki pembatas dengan ruang keluarga, hingga terkesan luas.Minimnya perabotan menjadikan tempat itu terlihat lega. Tanpa sadar Ristin melengkungkan senyuman, karena ternyata dia menyukai rumah itu. Meskipun bentuk bangunannya tidak semewah rumah utama Haedar, tetapi dinding bernuansa hijau muda dan putih terkesan meneduhkan siapa pun yang melihatnya. Tanti yang ditemani Jihan, mengajak Ristin berkeliling. Sementara Bi Asih berhenti di ruang tengah untuk mengobrol dengan Darmi, yang merupakan Kakak sepupunya. "Ini kamar utamanya. Aku yakin, kamu pasti betah tinggal di sini, karena tempatnya nyaman," tukas Tanti seusai membuka pintu ruangan besar yang berada di ujung kanan halaman. Terpisah tiga meter dengan bangunan utama. Ristin manggut-manggut. Dia mengedarkan pandangan ke sekeliling seraya tersenyum. "Ya, di si